Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Babi adalah hewan yang dapat diternakan untuk memenuhi kebutuhan
daging ataupun protein hewani. Karena hal inilah produksi daging babi
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Semakin meningkatnya produksi
daging babi tak lekang oleh adanya peternakan babi, di Bali sendiri peternak
babi sudah mulai merajalela. Pengelolaan peternakan babi di Bali tidak lepas
dari kendala yang dihadapi, salah satunya adalah berjangkitnya agen penyakit
yang menyerang ternak. Penyakit yang umum dijumpai pada peternakan babi
di Bali antara lain: mencret putih, kholera, ngorok, dan cacingan. Penyakit ini
dapat menyerang anak babi maupun babi dewasa. Penyakit yang sering terjadi
pada babi yang baru lahir sampai saat disapih ditandai dengan mencret warna
putih. Penyakit ini dikenal dengan kolibasilosis dan penyebabnya adalah E.
coli (Jorgensen et al., 2007).
Kolibasilosis pada anak babi dapat mnyebabkan penurunan nafsu makan
yang menyebabkan penurunan berat badan, pertumbuhan terlambat hingga
dapat menyebabkan kematian. Kolibasilosis di Bali terjadi peningkatan setiap
tahunnya, ini terjadi akibat perubahan iklim dan juga kurangnya sanitasi pada
kandang yang menyebabkan bakteri E.coli berkembang menjadi patogen.
Maka dari itu penting untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyakit
kolibasilosis agar dapat mencegah kerugian yang dapat ditimbulkan.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam paper ini yaitu :
1.2.1. Apa yang disebut dengan penyakit kolibasilosis?
1.2.2. Apa etiologi dari penyakit kolibasilosis pada babi?
1.2.3. Bagaimana gejala klinis dari penyakit kolibasilosis?
1.2.4. Bagaimana patogenesis dari penyakit kolibasilosis?
1.2.5. Bagaimana diagnosa dari penyakit kolibasilosis pada babi?
1.2.6. Bagaimana cara penanggulangan penyakit kolibasilosis?

1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah :
1.3.1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit kolibasilosis.
1.3.2. Untuk mengetahui etiologi penyakit kolibasilosis pada babi.

1
1.3.3. Untuk memahami gejala klinis penyakit kolibasilosis.
1.3.4. Untuk mengetahui pathogenesis dari penyakit kolibasilosis.
1.3.5. Untuk memahami diagnosa penyakit kolibasilosis pada babi.
1.3.6. Untuk mengetahui pencegahan dari penyakit kolibasilosis.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh yaitu :
1.4.1. Dapat menambah wawasan mengenai penyakit kolibasilosis
yang dapat mengancam hewan ternak.
1.4.2. Dapat sebagai acuan pembelajaran mengenai ilmu penyakit
bakteri dan jamur.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kolibasilosis
Kolibasilosis merupakan penyakit yang menyerang hewan, terutama pada
usia muda dan disebabkan oleh bakteri E.coli yang patogen atau EPEC
(Entero Pathogenic E.coli). Kolibasilosis sangat dipengaruhi oleh keadaan

2
lingkungan seperti kebersihan dan juga kepadatan kandang. Pada kandang
yang sesak serta kurangnya pengelolaan menyebabkan penyakit ini mudah
menular. Penyakit ini berkembang cepat dengan derajat kematian yang tinggi
pada semua spesies. Pada anak sapi mencapai 25-30%, pada anak kuda
mencapai 25% dan yang paling tinggi pada anak babi yaitu 50% (Wiryawan,
2010).

Gambar 2.1
Kolibasilosis yang menyerang anak babi
2.2 Sumber
Etiologi: https://www.wattagnet.com/articles/30255-colibacillosis-in-pigs-vaccinate-or-
medicate?v=preview
Umumnya, Colibacillosis merupakan penyakit pada hewan, terutama
menyerang anak babi yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli (E.Coli).
E.Coli penyebab Colibacillosis adalah bakteri berbentuk batang berukuran 0,5
x 3,0 mikrometer yang secara normal ada di saluran pencernaan, gram
negative, motil dan tidak membentuk spora. Bakteri ini tidak selalu berbentuk,
melainkan dapat dijumpai dengan bentuk coccoid bipolar hingga filament
(Rahmawandani, Fitri Irawan; Kardena, I Made; Berata, I Ketut.2014)

3
Gambar 2.2
Bakteri Escherichia Coli.
Sumber : http://www.asmscience.org/content/education/imagegallery/image.2871
2.3 Gejala Klinis
Colibacilosis sering menyerang anak-anak babi umur 1-3 hari. Bentuk
septisemik ditandai kematian mendadak dalam waktu 24 jam tanpa gejala
klinis. Sedangkan gejala klinis yang timbul pada umumnya yaitu :

2.3.1. Anoreksia,demam,diare,dehidrasi,dan anemia.


2.3.2. Edema diseases diare dan odem ( terjadi pembengkakan ).
2.3.3. Produksi gas berlebih pada saluran cerna.
Selain itu,ditemukan kulit sedikit kebiruan.Babi terserang biasanya dalam
kondisi bagus dengan mendapat ransum yang terdiri dari biji-bijian.Perubahan
mendadak baik dalam pemberian pakan atau pengelolannya,mengundang
timbulnya penyakit ini. Pada babi ada tiga bentuk penyakit yakni,neonatal
diare/weaning diare( merupakan diare profus dan berwarna putih ),dan edema
diare.

2.4 Pathogenesis
Berdasarkan hasil penelitian patologi anatomi diketahui bahwa teramati
adanya distensi usus dan pembengkakan pada usus halus babi Landrace yang
terinfeksi kolibasilosis baik pada umur babi sebelum maupun setelah disapih.

4
Hal ini sejalan dengan pernyataan Pfizer (1990) tidak ada perubahan patologi
anatomi yang spesifik pada babi muda maupun dewasa yang terserang
kolibasilosis, perubahan yang nyata terlihat hanya inflamasi dan distensi usus
halus. Kebengkakan terjadi sebagai akibat dari filtrat plasma yang
berakumulasi di daerah interstitium dari jaringan usus yang mengalami
peradangan. Distensi usus terjadi akibat akumulasi cairan dan gas bertambah
di dalam usus.

2.4A 2.4B

Gambar 2.4A Gambar 2.4B


Pembengkakan pada usus halus babi Pembengkakan pada usus halus babi
Landrace sebelum disapih Landrace sesudah disapih

Berdasarkan hasil penelitian histopatologi menunjukkan bahwa terjadi


perbedaan perubahan derajat keparahan infiltrasi sel-sel radang dimana babi
sebelum disapih mengalami infiltrasi sel-sel radang derajat berat sedangkan
setelah disapih terjadi infiltrasi sel-sel radang derajat sedang. Sel radang yang
mendominasi pada jaringan usus adalah neutrofil. Derajat keparahan infiltrasi
sel- sel radang juga dipengaruhi oleh lama waktu terjadinya peradangan,
pada peradangan subakut akan terjadi penurunan derajat keparahan..Hal itu
terjadi karena sitokin menstimulasi peningkatan segmen neutrofil ke dalam
sirkulasi darah. Selain itu derajat keparahan infiltrasi sel- sel radang juga
dipengaruhi oleh jumlah agen asing, misalnya bakteri yang menginfeksi
suatu jaringan pada suatu individu. Semakin banyak agen asing yang masuk
kedalam tubuh, semakin banyak respon sel-sel radang yang akan terlihat
pada proses peradangan. Hal ini juga dapat teramati dari adanya perbedaan
derajat peradangan dari jumlah infiltrasi sel-sel radang pada sampel jaringan

5
usus babi yang terinfeksi kolibasilosis.

Selain itu, perbedaan derajat keparahan lesi histopatologi dapat juga


dipengaruhi oleh faktor ketahanan tubuh. Menurut Francis (2002) anak babi
umur 0 sampai 4 minggu sangat rentan terserang kolibasilosis. Hal ini
kemungkinan berhubungan dengan ketahanan tubuh yang masih relatif
rendah. Ketahanan tubuh ini disebabkan karena belum sempurnanya sistem
kekebalan tubuh, baik kekebalan tubuh spesifik maupun non spesifik. Pada
anak babi yang baru lahir, sistem kekebalan tubuhnya umumnya diperankan
oleh maternal antibodi dan induknya sehingga tampaknya tidak maksimal
dalam memberikan proteksi terhadap kolibasilosis. Keterbatasan ini berakibat
tidak terjadinya inaktivasi agen bakteri yang masuk kedalam tubuh secara
marginal, sehingga kuman E. coli pathogen dapat berkembang pada saluran
pencernaan atau peredaran darah. Akan tetapi umur 4 sampai 8 minggu
sistem kekebalan tubuh babi. umumnya sudah mulai terbentuk optimal
sehingga tubuh relatif lebih tahan terhadap infeksi E. coli pathogen. Hal ini
juga teramati pada pemeriksaan histopatologi, dimana infiltrasi sel-sel radang
pada babi yang terinfeksi kolibasilosis sebelum disapih tampak lebih parah
dibandingkan dengan setelah disapih.

Kerusakan organ usus halus berupa kongesti, infiltrasi sel-sel radang pada
usus halus halus babi Landrace sebelum dan setelah disapih disebabkan oleh
bakteri E. coli yang menempel pada usus halus. Bakteri E. coli yang
mempunyai vili akan menempel pada usus halus, kemudian akan melepaskan
enterotoksin yang mengakibatkan terjadi penurunan absorbsi natrium dan
lumen usus meregang serta terjadi peningkatan peristaltik usus yang
menimbulkan terjadinya diare (Buxton and Fraser, 1977).

2.5 Diagnosa
Cara mendiagnosa suatu penyakit maka hal-hal yang harus dilakukan
yaitu:

2.5.1. Anamnesis
Melakukan tanya jawab guna mengetahui informasi lebih lanjut
sehingga dapat menunjang diagnose kita terhadap suatu penyakit
6
yang diderita oleh pasien. Apabila pasien tidak dapat merespon
pertayaan maka pertanyaan dapat di ajukan kepada kerabat atau
pemilik ternak.
2.5.2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik wajib dilakukan agar tidak terjadi kesalahan
dalam mendiagnosa. Dalam kasus penyakit kolibasilosis dapat
dilihat melalui gejala klinisnya. Gejala yang khas adalah mencret
berwarna putih. sehingga penyakit ini sering disebut dengan white
scours atau diare putih. Kerugian yang timbul akibat kolibasilosis
yaitu menurunnya berat badan, pertumbuhan terhambat, dan jika
tidak segera ditangani menimbulkan kematian (Francis, 1999).
Diare pada hewan muncul akibat dilepaskannya enterotoksin yang
mengakibatkan menurunnya absorbsi NaCl sedangkan sekresi
Chlorida meningkat. Dengan adanya enterotoksin akan berakibat
menurunnya absorbsi natrium pada usus dan lumen usus meregang
yang diikuti dengan peningkatan peristaltik usus sehingga terjadi
diare. Dari gejala klinis kita dapat mendiagnosa suatu penyakit
tersebut.
2.5.3. Pemeriksaan lanjutan
Pemeriksaan lanjutan disini dapat dilakukan identifikasi lanjutan
disini dapat melakukan penelitian tertentu guna menunjang suatu
diagnose kita. Pada kasus kolibasilosis dapat dilakukan penelitian
mengenai patologi pada usus halus anak babi. Patologi
kolibasilosis dapat diamati pada bagian usus, terutama usus halus.
Perubahan patologi anatomi yang terlihat pada usus halus adalah
adanya distensi usus halus. Kongesti maupun hiperemi akan
teramati pada saluran pencernaan hewan yang terinfeksi. Selain itu
dapat juga dilakukan identifikasi melalui uji identifikasi. Uji
identifikasi yang dapat dilakukan yaitu :
a. Melalui media selektif, ambil sample dari organ yang
meradang (usus halus) lalu swap dan tumbuhkan bakteri
pada media EMBA (eosin methylene blue agar) positif bila
menghasilkan warna hijau metalik. Selain EMBA dapat
juga melalui media Mac Conkey Agar atau SSA

7
(salmonella shigella agar) positif bila menghasilkan warna
merah muda.

2.5.3 I 2.5.3 II

Gambar 2.5.3 I Gambar 2.5.3 II


Bakteri E.coli pada media Mac Bakteri E.coli pada media EMBA
Conkey

b. Uji TSIA (three sugar iron agar) menghasilkan pada slant


dan butt berwarna kuning (asam), H2S negative dan
menghasilkan gas. Setelah itu uji IMVIC hasil yang
diperoleh indol positif, metyl red positif, voges proskauer
negative, dan citrate negative.

Gambar 2.5.3 b
c. Uji pewarnaan gram hasil yang diperoleh yaitu merah
Bakteri E.coli pada Uji TSIA
akibat gram negative.

8
Gambar 2.5.3 c
Bakteri E.coli pada Uji Pewarnaan Gram
2.6 Penanggulangan
Upaya yang dapat dilakukan guna untuk menanggulangi penyakit
kolibasilosis yaitu dengan cara memperhatikan manajemen sanitasi kandang
ternak babi. Bersihkan kandang secara teratur merupakan langkah mudah
untuk mengatasi penyakit kolibasilosis. Manajemen kandang berperanan
terhadap kejadian suatu penyakit. Kandang yang memiliki tingkat higienitas
rendah cenderung memudahkan perkembangbiakan agen penyakit. Kandang
yang tidak memiliki sistem drainase yang baik pada kandang babi, dapat
menyebabkan tergenangnya air yang bercampur dengan kotoran babi.
Keadaan seperti ini dapat mempermudah perbanyakan kuman, tak terkecuali
kuman coli yang patogen (Kardena, I Made; Suarjana, I Gusti Ketut; Udayani,
Putri, 2012). Setelah memperhatikan sanitasi kandang tidak lupa pula
memperhatikan kualitas pakan ternak seperti yang kita tau kuman dapat hidup
dan berkembang dimana saja termasuk pada pakan ternak. Selain lingkungan
ternak, ternakpun harus diperhatikan berikan ternak vitamin dan antibiotik
secara berskala agar memperkuat daya tubuh ternak itu sendiri. Untuk
pemberian antibiotik telah dilakukan penelitian pada tahun 2012 di Desa
Sudimara adapun hasil yang diperoleh yaitu Kuman E. coli sebagai penyebab
kolibasilosis pada babi muda di Desa Sudimara menunjukkan 100 % resisten
terhadap antibiotik oksitetrasiklin dan streptomisin. Kuman E. coli sebagai
penyebab kolibasilosis pada babi muda di Desa Sudimara menunjukkan 60 %
intermediate, 10 % resisten dan 30 % sensitif terhadap antibiotik kanamisin.
Kuman E. coli sebagai penyebab kolibasilosis pada babi muda di Desa

9
Sudimara menunjukkan 80 % sensitif dan 20 % resisten terhadap antibiotik
gentamisin (Bhaskara, I Bagus Made; Budiasa, I Ketut; Tono PG, Ketut,2012).
Untuk menghambat pertumbuhan bakteri E.coli dapat menggunakan
perasan daun sirsak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perasan daun sirsak
(Annona muricata Linn) mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan
bakteri E.coli dan aktivitas tertinggi terdapat pada konsentrasi 100% yaitu
sebesar 10,325 mm dan aktivitas terendah pada konsentrasi 25% yaitu sebesar
7,25 mm. Semakin tinggi konsentrasi air perasan daun sirsak maka akan
meningkatkan pula diameter daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri E.
coli (Permatasari, Gusti Agung Ayu; Besung, I Nengah Kerta; Mahatmi,
Hapsari, 2013)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Kolibasilosis merupakan penyakit yang rentan terjadi pada ternak usia
muda yang disebabkan oleh bakteri E.coli yang patogen. Gejela klinis yang
paling umum terjadi yaitu diare. Penyakit ini dapat menyebabkan diare yang
berlebihan, pembengkakan pada saluran pencernaan (usus halus) hingga
kematian. Untuk mendiagnosa dapat dilakukan uji-uji identifikasi. Pencegahan
untuk kolibasilosis dapat dilakukan dengan memelihara atau memanajemen
sanitasi kandang dengan baik.

3.2 Saran
Sebagai calon dokter hewan sebaiknya memahami penyakit yang dapat
menyerang hewan, apabila sudah memahaminya kita juga dapat melakukan
penyuluhan terhadap penyakit tersebut sehingga penyakit ini dapat dicegah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Besung, I Nengah Kerta. 2010. Kejadian Kolibasilosis Pada Anak Babi. Majalah
Ilmiah Peternakan. Vol. 13, No. 1.

Bhaskara, I Bagus Made; Budiasa, I Ketut; Tono PG, Ketut. 2012. Uji Kepekaan
Escherichia coli sebagai Penyebab Kolibasilosis pada Babi Muda
terhadap Antibiotika Oksitetrasiklin, Streptomisin, Kanamisin dan
Gentamisin. Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(2). Hal 186-201

Kardena, I Made; Suarjana, I Gusti Ketut; Udayani, Putri. 2012. Studi Kasus
Perhitungan Tingkat Morbiditas, Mortalitas, dan Fatalitas Kolibasilosis
pada Babi yang Dipelihara Semi-intensif. Buletin Veteriner Udayana. Vol.
4 No.1.Hal 17-22

Permatasari, Gusti Agug Ayu Anggreni; Besung, I Nengah Kerta; Mahatmi,


Hapsari.2013. Daya Hambat Perasan Daun Sirsak Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Indonesia Medicus Veterinus
2013 2(2). Hal 162-169

Rahmawandani, Fitri Irawan; Kardena, I Made; Berata, I Ketut.2014. Gambaran


Patologi Kasus Kolibasilosis pada Babi Landrace. Indonesia Medicus
Veterinus 2014 3(4). Hal 300-309

11

Anda mungkin juga menyukai