ABSTRACT
SMITA SITI MAULITASARI. Identification of Staphylococcus aureus from
Contaminated Meat Chicken in Tradisional and Modern Market Around Bogor
Agricultural University. Supervised by RAHMAT HIDAYAT.
Chicken meat is one of foodstuffs which derived from animal that can be
used by bacteria as a medium to grow and multiply. One of bacteria which uses
this medium is Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus is one of
the microbial pathogens that can cause food intoxication. The purpose of this
research is to determine the contamination of S. aureus in chicken meat which is
sold in traditional and modern markets. The meat samples were taken ten times
from a traditional and modern market once a week regularly. This research used
Gram Coloring test, Catalase test, glucose and mannitol fermentation in aerobic
test, coagulase test, and Mannitol Salt Agar (MSA). The results of this study
showed that the bacteria in the samples was identified as S. aureus.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat
karunia-Nya karya ilmiah ini dapat diseleseikan. Salawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para keluarganya, para sahabatnya
serta umatnya hingga akhir zaman. Karya ilmiah ini berjudul Idetifikasi Cemaran
Bakteri Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam yang di Jual di Pasar
Tradisional dan Modern di Sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor yang disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak drh. Rahmat Hidayat,MSi selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan banyak waktunya untuk memberikan bimbingan, koreksi dalam
penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
2. Ibu drh. Niluh Putu Ikamayasari selaku dosen penilai dan Ibu drh. Elok Budi
Ratnani,Ms selaku dosen pembimbing.
3. Ibu dr. drh Sri Estuningsih,MSi, APVet dan Bapak drh. Aulia Andi M,MSi
selaku dosen penguji.
4. Bapak Agus dan Mba Sellyn yang telah membantu khususnya pada saat
pelaksanaan penelitian.
5. Kepada ayah, ibu dan kakak yang tak lelah memberikan dukungan dan doanya
kepada penulis dalam membuat skripsi ini.
6. Teman-teman khususnya Brigitta dan Erin yang dari awal pengerjaan skripsi
ini selalu memberikan bantuan dan semangatnya kepada penulis. Winda
mizwar teman seperjuangan TPB penulis yang terus memberikan semangat
dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini. Kepada Indah, Mila, Vini,
Putra, Andre, Wibi, Irwan, dan Ridho yang senantiasa mendukung dan
mendengarkan kesusahan penulis selama mengerjakan skripsi ini. Dan kepada
teman-teman seperjuangan FKH 46 dalam menempuh pendidikan di FKH IPB.
7. Kepada sahabat SMA saya Lia, Evi, Via, Tiara, Yaya, Ica, Eka yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis agar segera meyelesaikan
skripsi ini. Akhirnya gue nyusul kalian girls!
8. Semua pihak yang turut mendukung terselesainya karya ilmiah ini yang tak
bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih banyak!
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kata
sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapakan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua para pembaca
masyarakat luas.
DAFTAR GAMBAR
1 Pewarnaan Gram dan uji katalase 11
2 Hasil uji glukosa 11
3 Hasil uji mannitol secara anaerob 11
4 Hasil uji pada media MSA 12
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.
Oleh karena itu, ketersediaan pangan yang cukup baik kualitas maupun kuantitas
terus diupayakan oleh pemerintah melalui program ketahanan pangan. Melalui
program tersebut diharapkan masyarakat mendapatkan pangan yang sehat dan
halal untuk dikonsumsi (Djaafar dan Rahayu 2007). Salah satu bahan pangan asal
hewan yang sering dikonsumsi masyarakat adalah daging ayam. Hal ini
dikarenakan daging ayam memiliki harga yang relatif lebih murah. Data konsumsi
daging ayam ras pada rumah tangga menurut hasil Survey Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Konsumsi daging ayam ras untuk keperluan rumah tangga 2007-2011
Tahun Rata-rata
Uraian pertumbuhan
2007 2008 2009 2010 2011 (%)2007-2011
Konsumsi seminggu 0.066 0.62 0.059 0.068 0.070 1.82
(Kg/Kapita/Minggu)
-Daging Ayam Ras
Sumber : Susenas-BPS
Dari data diatas terlihat bahwa konsumsi daging ayam mengalami
peningkatan konsumsi dari tahun 2007-2011 sebesar 1.82% per tahun, sedangkan
menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada tahun 2011-2012
mengalami konsumsi daging ayam mengalami kenaikan sebesar 6.36%. Konsumsi
daging ayam yang mengalami peningkatan harus diperhatikan juga keamanan dan
tingkat pertumbuhan bakterinya.
Kontaminasi bakteri dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan. Perbedaan perlakuan yang dilakukan
pada pasar tradisional dan modern berperan dalam kontaminasi bakteri pada
daging. Pasar tradisional merupakan tempat jual beli dimana aktivitas pembeli dan
penjual langsung dan biasanya terdapat proses tawar-menawar. Pasar tradisional
biasanya identik dengan tempat yang kotor, tidak teratur, dan daging ayam yang
dijual biasanya diletakkan begitu saja tanpa adanya alas yang mendukung.
Sedangkan pasar modern merupakan pasar yang transaksi jual belinya dilakukan
secara mandiri dan barang-barang yang diperjual-belikan telah diberi barcode
sehingga tidak terdapat proses tawar-menawar. Berbeda dengan pasar tradisional,
pasar modern lebih bersih , rapi, teratur dan daging ayam yang dijual biasanya
diletakkan pada wadah tertentu dan disimpan dilemari pendingin yang suhunya
telah diatur untuk menjaga keamanan daging. Menurut Handayani et al. (2005),
bahan pangan asal hewan dapat dijadikan media pertumbuhan mikroorganisme
dan dapat bertindak sebagai pembawa (transmitter) beberapa penyakit berbahaya
bagi manusia. Pertumbuhan mikrorganisme dalam bahan pangan asal hewan dapat
menyebabkan terjadinya pembusukan atau kerusakan bahan pangan asal hewan
dan foodborne disease.
2
Tujuan Penelitan
Manfaat Penelitian
Hipotesis
Daging ayam yang dijual di pasar tradisional tercemar S. aureus dan pasar
modern tidak tercemar S. aureus.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Keamanan Pangan
yang kotor. Karkas ayam mentah paling sering dikaitkan dengan cemaran
Salmonella sp. dan Campylobacter sp. yang dapat menginfeksi manusia (Sri 1999).
Gaman dan Sherington (1996) mengatakan bahwa keracunan pangan adalah
gejala yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang beracun atau
terkontaminasi bakteri atau mikroorganisme. Maka dari itu bahan pangan asal
daging harus dijaga keamanannya agar dapat memberikan sumbangan dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional (Mudiarti 2006).
Daging Ayam
Daging ayam adalah bahan pangan yang bergizi tinggi karena kaya akan
protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging
ayam juga mengandung asam amino esensial diantaranya arginin, sistin, histidin,
isoleusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, tirosin, dan valin.
Pencemaran daging oleh mikroorganisme dapat terjadi sebelum dan setelah hewan
dipotong. Pada saat pemotongan darah masih bersirkulasi ke seluruh anggota
tubuh hewan sehingga penggunaan pisau yang tidak bersih dapat menyebabkan
mikroorganisme masuk ke dalam darah. Pencemaran daging dapat dicegah dengan
melakukan proses pemotongan secara higienis (Erni 2009). Penanganan daging
yang higienis dapat dilakukan dengan menerapkan good manufacturing practies
(GMP) dan good hygienic practices (GHP). GMP dan GHP merupakan peraturan
tentang penanganan atau penyedian daging yang aman dan layak. Salah satu
penanganan daging yang baik adalah sistem rantai dingin yang dilakukan dengan
menjaga suhu tetap dingin selama produksi, penyimpanan dan distribusi daging.
Sitem rantai dingin ini bertujuan untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Batas maksimum cemaran mikroorganisme dalam bahan
makanan asal hewan (daging) dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Batas maksimun cemaran mikroba (BMCM) pada daging (CFU/gram)
Komponen Residu Batas Maksimum Cemaran Mikroba (CFU/gram)
Daging Segar Daging Beku
Coliform 1 x 102 1 x 102
1
Escherichia coli 1 x 10 1 x 101
2
Enterococci 1 x 10 1 x 102
2
S. aureus 1 x 10 1 x 102
Clostridium sp. 0 0
Salmonella sp. (*) Negatif/25 gram Negatif/25 gram
Negatif/25gram
Negatif/25gram
Camphylobacter sp. 0 0
Sumber : Standar Nasional Indonesia 2000
Menurut Harmayani et al. (1996) karkas ayam mentah yang digunakan
sebagai bahan sate pada suatu industri jasa boga telah tercemar S. aureus
sebanyak 1.6x106 CFU/gram. Hal ini perlu mendapat perhatian karena S. aureus
mampu memproduksi enterotoksin yang tahan terhadap panas. Bergdoll (1990)
menyatakan jumlah S. aureus mencapai 105 CFU/gram dapat dijadikan indikasi
kerawanan adanya toksin tersebut. Namun berdasarkan hasil penelitian,
enterotoksin belum dapat terdeteksi pada total S. aureus >106 CFU/gram. Pada
kasus-kasus keracunan makanan biasanya jumlah S. aureus mencapai jumlah total
108 CFU/gram atau lebih (Harmayani et al. 1996). Pemanasan dapat menurunkan
5
jumlah total S. aureus menjadi 2.6x103 CFU/gram. Oleh karena itu, dalam
pengolahan pada karkas mentah ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan
sebagai titik kendali kritis untuk mencegah terjadinya pertumbuhan
mikroorganisme.
Staphylococcus aureus
yang cukup selektif untuk mengisolasi dan menghitung koloni S. aureus. BPA
mengandung karbon dan nitrogen yang dijadikan sebagai sumber pertumbuhan.
Glisin, lithium klorida dan pottasium berperan sebagai agen selektif. Kuning telur
sebagai substrat untuk mendeteksi produksi lecithinase dan aktivitas dari lipase.
Koloni S. aureus pada BPA akan menunjukan warna abu-abu gelap atau hitam
akibat pengurangan Tellurite, S. aureus akan memproduksi lecithinase untuk
memecah kuning telur dan menyebabkan zona jernih disekitar koloni. Zona gelap
yang muncul dapat disebabkan oleh aktivitas lipase (Instructions for use-ready-to-
use plate media: Baird-Parked Agar. 2006).
Tabel 4 Tipe pertumbuhan bakteri pada media BPA
Strains Growth Results
Staphylococcus aureus ATCC 25923 Koloni tumbuh baik, gelap kelabu sampai
hitam, mengkilat, koloni sedang-kecil, zona
terang mengelilingi koloni.
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Koloni tumbuh baik, gelap kelabu sampai
hitam, mengkilat, koloni sedang-kecil, zona
terang mengelilingi koloni.
Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 Tidak ada pertumbuhan-kecil, tidak bewarna-
cokelat, tidak ad zona terang.
Escherichia coli ATCC 25922 Tidak dapat tumbuh.
Proteus mirabilis ATCC 12453 Tidak tumbuh, koloni cokelat gelap.
Uninoculated Kuning-cokelat terang, opaque.
Sumber : Instructions for use-ready-to-use plate media: Baird-Parked Agar. 2006
Penggunaan media selektif (BPA) sangat berguna untuk mengisolasi S.
aureus dari sampel yang terkontaminasi, namun menjadi tidak ekonomis
dikarenakan tidak bisa mendeteksi bakteri lain (Patrick 2003). Pada pengujian
katalase dilakukan untuk membedakan S. aureus dengan Streptococcus sp. dimana
Streptococcus sp. akan menunjukkan katalase negatif sedangkan Staphylococcus
sp. akan menunjukkan hasil katalase positif dengan terbentuknya gelembung-
gelembung gas karena S. aureus mampu memproduksi enzim katalase (Todar
2005). Uji fermentasi glukosa dan mannitol dilakukan untuk membedakan
Staphylococcus patogen dan non-patogen dengan mengamati perubahan warna
dari media glukosa dan mannitol menjadi bewarna kuning. Hal ini disebabkan
bakteri S. aureus menghasilkan asam sebagai hasil dari memfermentasikan zat
gula pada media.
Uji koagulase pada Staphylococcus sp. dilakukan untuk membedakan S.
aureus dengan Staphylococcus epidermidis. S. aureus mampu menghasilkan
koagulase, yaitu berupa protein yang menyerupai enzim yang bila ditambahkan
dengan oksalat atau sitrat mampu menggumpalkan plasma. Hal ini menyebabkan
faktor serum bereaksi dengan koagulase untuk membentuk esterase dan aktivitas
penggumpalan, serta untuk mengaktivasi protrombin menjadi trombin. Trombin
akan membentuk fibrin yang akan berpengaruh terhadap terjadinya penggumpalan
plasma (Patrick 2003). Menurut Todar (2005) uji koagulase merupakan cara
sederhana untuk mengidentifikasi S. aureus melalui laboratorium klinis
mikrobiologi. Media MSA merupakan media selektif diferenssial untuk
membedakan S. aureus dengan S. epidermidis. Hal ini dikarenakan media MSA
mengandung konsentrasi garam NaCl yang tinggi (7.5-10%), mannitol serta
indikator phenol red. Pertumbuhan S. aureus pada MSA akan menunjukkan
perubahan warna media dari merah menjadi kuning yang disebabkan adanya
produksi asam sebagai hasil fermentasi mannitol.
7
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2013 di
Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor (FKH-IPB).
Daging ayam yang dijadikan sampel adalah daging ayam yang berasal dari
satu pasar modern dan satu pasar tradisional yang berada di sekitar Institut
Pertanian Bogor. Frekuensi pengambilan sampel satu kali dalam satu minggu, dan
dilakukan sebanyak sepuluh kali pengulangan pengambilan sampel selama
sepuluh minggu. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung
Erlenmeyer, tabung reaksi, pipet, timbangan, plastik sampel, stomacher, inkubator,
cawan petri, ose, needle, lampu spirtus, gelas objek, dan mikroskop. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah NaCl 0.9%, aquades, media BPA, media
TSA, media MSA, reagen pewarnaan gram, reagen uji koagulase dan katalase.
Prosedur Penelitian
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode acak dengan
mengambil sampel daging ayam dari salah satu pedagang di pasar tradisional dan
pasar modern. Pasar tradisional terletak di daerah Babakan Raya Kabupaten
Dramaga, Bogor. Sedangkan pasar modern terletak di Jl. Yasmin, Kota Bogor.
Jumlah total pengambilan daging ayam yang dijadikan sampel penelitian
sebanyak sepuluh sampel tiap pasar. Daging ayam yang diambil berupa bagian
dada yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan
rutin seminggu sekali dan dilakukan sebanyak sepuluh kali pengulangan
pengambilan sampel selama sepuluh minggu.
Pengenceran Sampel
Daging ayam yang dijadikan sampel diambil sebanyak 25 gram dan
dihaluskan. Pada pengenceran pertama, daging yang dihaluskan kemudian
dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang telah berisi NaCl 0.9% 225 ml dan
dihomogenkan. Larutan yang telah dihomogenkan tersebut diambil sebanyak 1 ml
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi NaCl 0.9% sebanyak 9 ml dan
dihomogenkan kembali. Selanjutnya, larutan dari pengenceran tersebut diambil
sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi NaCl 0.9%
sebanyak 9 ml dan dihomogenkan kembali. Pada pengenceran terakhir, larutan
8
Pewarnaan Gram
Media TSA yang telah ditumbuhi oleh isolat biakan bakteri kemudian dibuat
menjadi preparat ulas. Gelas objek dibersihkan menggunakan kapas alkohol,
kemudian aquades diambil menggunakan ose, dibubuhkan pada gelas objek.
Selanjutnya koloni bakteri diambil dengan ose dan dibubuhkan pada aquades lalu
diratakan dengan gerakan memutar dari dalam ke luar. Fiksasi dilakukan dengan
pemanasan menggunakan lampu spirtus.
Preparat ulas ditetesi dengan kristal violet selama 1 menit, kemudian
dibilas dengan aquades. Lalu diberikan larutan lugol selama 30 detik, dibilas
dengan aquades. Selanjutnya preparat diteteskan dengan etil alkohol selama 30
detik, dibilas dengan aquades. Tahap terakhir preparat diteteskan safranin dan
didiamkan selama 30 detik, kemudian dibilas dengan aquades. Preparat
dikeringkan menggunakan kertas saring, setelah itu diamati dibawah mikroskop.
Jika bakteri tersebut berwarna ungu atau biru, maka termasuk kelompok bakteri
Gram positif, tetapi bila bakteri tersebut berwarna merah maka bakteri tersebut
merupakan bakteri Gram negatif (SNI 2011).
Uji Katalase
Uji lanjutan yang dilakukan jika pewarnaan Gram menunjukkan bakteri
Gram positif adalah uji katalase. Uji katalase dilakukan untuk membedakan famili
microcacacea dan streptococcaea. Uji katalase menggunakan H 2 O 2 3% (hidrogen
peroksida 3%). Isolat bakteri pada media TSA diambil menggunakan ose dan
diletakkan diatas gelas preparat yang telah dibersihkan dengan alkohol, kemudian
H 2 O 2 3% diteteskan diatas isolat bakteri tersebut untuk melihat ada atau tidaknya
pembentukan gelembung-gelembung gas (SNI 2011).
warna menjadi kuning. Perubahan warna disebabkan oleh bakteri S. aureus yang
menghasilkan reaksi asam (SNI 2011).
Uji Koagulase
Uji koagulase dilakukan untuk membedakan Staphylococcus sp. patogen
dan non-patogen. Isolat bakteri pada TSA diambil menggunakan ose dan
diinokulasikan ke dalam 2 ml plasma darah kelinci yang telah diencerkan dengan
aquades (1:5). Kemudian isolat bakteri diinkubasikan pada suhu 37C selama 4-
24 jam. Penggumpalan plasma (koagulasi) yang terjadi menunjukkan hasil
koagulase yang positif sedangkan apabila plasma tetap cair uji koagulase
dinyatakan negatif.
Hasil Penelitian
4B-1 + + - - - -
4B-2 + + - - - -
4B-3 - - - - - - -
5A-1 + + + + + +
5A-2 + + + + + +
5A-3 - - - - - - -
5B-1 + + + + + +
5B-2 + + + + + +
5B-3 - - - - - - -
6A-1 + + + + + +
6A-2 + + + + + +
6A-3 - - - - - - -
6B-1 + + + + + +
6B-2 + + + + + +
6B-3 - - - - - - -
7A-1 + + + + + +
7A-2 + + + + + +
7A-3 - - - - - - -
7B-1 + + + + + +
7B-2 + + + + + +
7B-3 - - - - - - -
8A-1 + + + + + +
8A-2 + + + + + +
8A-3 - - - - - - -
8B-1 + + + + + +
8B-2 + + + + + +
8B-3 - - - - - - -
9A-1 + + + + + +
9A-2 + + + + + +
9A-3 - - - - - - -
9B-1 + + + + + +
9B-2 + + + + + +
9B-3 - - - - - - -
10A-1 + + + + + +
10A-2 + + + + + +
10A-3 - - - - - - -
10B-1 + + + + + +
10B-2 + + + + + +
10B-3 - - - - - - -
Keterangan: :
A= pasar modern
B= pasar tradisional
1= pengenceran 10-1
2= pengenceran 10-2
3= pengenceran 10-3
= pertumbuhan bakteri
-= tidak ada pertumbuhan bakteri/hasil uji negatif
+= hasil uji positif
Sampel yang telah tumbuh pada media TSA dilakukan uji pewarnaan
Gram. Bakteri Gram positif ditunjukkan dengan berbentuk coccus (bulat),
bergerombol dan berwarna ungu. Uji katalase pada sampel dinyatakan positif
ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung-gelembung gas.
11
Gambar 1 Pewarnaan Gram pada sampel menunjukkan ciri-ciri bakteri S. aureus berupa bakteri
berbentuk coccus (bulat), bergerombol dan bewarna ungu (Gambar kiri). Uji katalase
positif ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung-gelembung gas pada sampel yang
diuji.
Gambar 2 Sampel yang diuji dengan larutan glukosa menunjukkan perubahan warna menjadi
kuning (kanan). Sampel control yang diuji larutan glukosa dan tidak menunjukkan
perubahan warna (kiri).
Gambar 3 Sampel yang diuji dengan larutan mannitol secara anaerob menunjukkan perubahan
warna menjadi kuning. Sampel control yang diuji larutan glukosa dan tidak
menunjukkan perubahan warna (kiri).
Gambar di atas (2) merupakan salah satu sampel yang dilakukan pengujian
fermentasi glukosa yang memiliki hasil positif. Uji fermentasi glukosa dinyatakan
positif dengan perubahan warna pada media menjadi kuning yang dikarenakan
adanya perubahan pH dan asam yang dihasilkan akibat fermentasi. Gambar (3)
merupakan salah satu sampel yang dilakukan pengujian fermentasi mannitol
secara anaerob yang memiliki hasil positif. Uji fermentasi mannitol anaerob
dinyatakan positif dengan perubahan warna media menjadi kuning dikarenakan
adanya perubahan pH dan asam yang dihasilkan akibat fermentasi.
12
Gambar 4 Sampel yang dilakukan uji MSA menunjukkan perubahan warna pada media MSA
(kanan). Sampel control yang tidak menunjukkan perubahan warna (kiri).
Gambar di atas (4) merupakan salah satu sampel yang dilakukan uji pada
media MSA. Uji MSA dinyatakan positif isolat bakteri S. aureus jika media MSA
mengalami perubahan warna menjadi kuning. Perubahan warna ini diakibatkan
bakteri S. aureus dapat menggunakan mannitol yang terdapat dalam media MSA
untuk fermentasi dan menghasilkan asam yang menyebabkan penurunan pH
media dan menyebabkan terjadinya perubahan warna.
Pembahasan
Pada penelitian ini sampel diambil berasal dari satu pasar modern dan satu
pasar tradisional yang berada di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor.
Frekuensi pengambilan sampel satu kali dalam satu minggu, dan dilakukan
sebanyak sepuluh kali pengulangan pengambilan sampel selama sepuluh minggu.
Pengambilan sampel bertujuan untuk mengidentifikasi pertumbuhan bakteri S.
aureus pada daging ayam.
Pasar modern (pasar A) merupakan pasar modern yang terletak di daerah
Yasmin. Daging ayam yang dijual di pasar A disimpan dalam wadah yang terbuat
dari sterofom yang ditutup dengan plastik prekat. Daging ayam dijual terpisah
sesuai dengan bagian-bagian ayam dan disimpan didalam lemari pendingin namun
dijaga konsistensinya agar tidak beku.
Pasar tradisional (pasar B) merupakan pasar yang terletak di daerah
Babakan Raya. Daging ayam yang dijual pada pasar B tidak disimpan dalam
wadah khusus, tidak dipisah bagiannya serta tidak menggunakan lemari pendingin
ataupun es sebagai alasnya.
Sampel daging ayam yang diambil dari dua jenis pasar yang berbeda,
kemudian dilakukan pengenceran sampai 10-3 kemudian dikultur kedalam media
BPA dengan menggunakan teknik sebar. Media BPA merupakan media selektif
untuk pertumbuhan bakteri gram positif terutama S. aureus. Hal ini dikarenakan
media BPA mengandung karbon dan nitrogen yang dijadikan sumber
pertumbuhan. Glisin, lithium klorida dan potassium berperan sebagai agen selektif.
Kuning telur sebagai substrat untuk mendeteksi produksi lecithinase dan aktivitas
dari lipase. Koloni S. aureus yang tumbuh pada media BPA akan menunjukkan
warna abu-abu gelap atau berwarna hitam. S. aureus akan memproduksi
lecithinase untuk memecah kuning telur sehingga akan membentuk zona bening
atau jernih disekitar koloni. Zona gelap disekitar koloni dapat disebabkan oleh
13
2H 2 O 2 2H 2 O + O 2
bakteri patogen sehingga sampel positif ditandai dengan adanya perubahan warna
kuning pada media. Sampel A terlihat terjadi perubahan warna pada kesepuluh
sampelnya setelah dilakukan uji glukosa dan mannitol, kedua media uji tersebut
berubah warna menjadi kuning. Sampel B juga didapatkan hasil yang sama yakni
terjadinya perubahan warna kuning. Namun, pada sampel pengambilan keempat,
isolat bakteri pasar B tidak menunjukkan perubahan warna pada media. Hal ini
dapat disebabkan bahwa bakteri yang diisolat bukan merupakan bakteri patogen
(bukan Staphylococcus sp.).
Uji koagulase dan MSA dilakukan untuk membedakan S. aureus dengan S.
epidermidis. Pada uji koagulase sampel dinyatakan positif jika terdapat
penggumpalan plasma. Penggumpalan plasma terjadi dikarenakan terdapat protein
yang menyerupai enzim yang bila ditambahkan oksalat atau sitrat dapat
menyebabkan penggumpalan. Faktor serum bereaksi dengan koagulase untuk
membentuk esterase, aktivitas penggumpalan, dan mengaktivasi protrombin
menjadi trombin. Trombin akan membentuk fibrin yang berpengaruh terhadap
terjadinya penggumpalan plasma (Patrick 2003). Media MSA yang mengandung
konsentrasi garam NaCl yang tinggi (7.5-10%). MSA menjadi media selektif
diferenssial untuk pertumbuhan S. aureus. Hal ini dikarenakan S. aureus mampu
bertahan dan tumbuh dalam media dengan konsentrasi garam yang cukup tinggi.
Selain NaCl, media MSA juga mengandung mannitol dan indikator phenol red.
Adanya S. aureus pada MSA akan menunjukkan perubahan warna media dari
merah menjadi kuning karena terdapat produksi asam sebagai hasil dari fermentasi
mannitol. Pada pengujian koagulase dan MSA, sampel menunjukkan hasil positif
dengan ditandai terbentuknya gumpalan pada uji koagulase dan perubahan warna
pada media MSA menjadi kuning. Kesepuluh sampel A mengalami
penggumpalan pada uji koagulase dan perubahan warna kuning pada media MSA.
Sampel B memiliki hasil yang sama pada sembilam sampelnya yaitu terjadi
penggumpalan pada uji koagulase dan perubahan warna kuning pada media MSA.
Berdasarkan hasil yang didapatkan sampel A dan B positif terhadap uji koagulase
dan uji MSA.
Bakteri S. aureus yang ditemukan pada sampel dapat disebabkan oleh
beberapa kemungkinan yaitu berasal dari daging mentah, penanganan serta
pengolahan yang kurang baik. Makanan atau produk mentah yang tercemar
bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya keracunan. Pada pasar tradisional
kontaminasi bakteri S. aureus dapat terjadi ketika proses pemotongan,
pengeluaran jeroan, proses distribusi daging ayam mentah dari peternak ke
pedagang, proses penjual daging ayam yang tidak higenis (daging ayam dijual
pada suhu ruang sehingga menyebabkan S. aureus dapat berkembangbiak dengan
cepat pada daging). Sedangkan pada pasar modern, kontaminasi bakteri S. aureus
dapat terjadi pada proses distribusi daging ayam dari supplier ke pasar modern,
suhu pendingin daging yang masih dapat menjadi tempat pertumbuhan bakteri. S.
aureus dapat memproduksi enterotoksin didalam makanan basah atau telah
dimasak. Keracunan dapat terjadi jika jumlah S. aureus mencapai 106-107
CFU/gram, produksi toksin juga dipengaruhi oleh kadar air dan pH. Gejala
keracunan makanan akibat bakteri ini berjalan sangat cepat dan seringkali dalam
bentuk akut. Dampak keracunan S. aureus bergantung pada kepekaan individu
terhadap toksin, jumlah makanan tercemar yang dikonsumsi dan status kesehatan
dari individu terhadap toksin (F.A Octaviantris 2007).
15
SIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan menggunakan pewarnaan Gram, bakteri pada
kesepuluh sampel A dan B merupakan bakteri Gram positif dikarenakan memiliki
bentuk bulat (coccus), bergerombol dan berwarna ungu. Hasil Uji lanjutan seperti
uji katalase, uji fermentasi glukosa dan mannitol anaerob, uji koagulase dan uji
MSA pada sampel A dan B menunjukkan adanya kontaminasi S. aureus pada
daging ayam.
Terdapatnya kontaminasi S. aureus pada daging ayam yang dijual harus
diperhatikan penanganannya. Baik dengan memperhatikan penanganan dan
pengolahan daging mentah, kebersihan tempat, alat dan pekerja yang dijaga, dan
penangan daging ketika akan dikonsumsi dengan memasak pada suhu yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
[BPOM RI]. Badan Pengawas Makanan dan Obat Republik Indonesia. 2011.
Laporan Akhir Tahun 2011. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. [Internet].
[diunduh 5 Jul 2013]; Tersedia pada: www.perpustakaan.pom.go.id
[BPOMRI]. Badan Pengawas Makanan dan Obat Republik Indonesia. 2008.
Pengujian Mikrobiologi Pangan. [Internet]. [diunduh 5 Jul 2013]; Tersedia
pada: www.perpustakaan.pom.go.id.
Bergdoll M.S. 1990. Staphylococcus sp. food poisoning. Page:145168. In
Foodborne Disease. Academic Press, San Diego
Cappucino J. G. and N. Sherman. 2005. Microbiology: A Laboratory Manual. 7th
ed. Pearson Education Inc. USA.
Campbell. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta (ID):Erlangga.hlm: 108
Djaafar T.F dan S. Rahayu. 2007. Cemaran mikroba pada produk pertanian,
penyakit yang ditimbulkan dan pencegahannya. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 26(2):67
Erni Gustiani. 2009. Pengendalian Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal
Ternak (Daging dan Susu) Mulai Dari Peternakan Sampai Dihidangkan. Jurnal
Litbang Pertanian. 28(3) 96-99
F.A.Octaviantris. 2007. Deteksi Bakteri Staphylococcus aureus Pada Susu Bubuk
Skim (Skim Milk Powder) Impor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 22 September 1991 dengan
nama lengkap Smita Siti Maulitasari dari ayahanda drs. Achmad Fikry Rachman
dan ibunda Risdawati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun
2003 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD St. Theresia II
Pangkalpinang dan pada tahun 2006 penulis lulus dari SMP Negeri I
Pangkalpinang. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri I Pangkalpinang dan
pada tahun yamg sama penulis lulus seleksi masuk di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Fakultas
Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti beberapa lembaga
mahasiswa, diantaranya menjadi anggota Departemen Bidang Olahraga dan Seni
BEM FKH masa kepengurusan 2010-2011, wakil seketaris BEM FKH masa
kepengurusan 2011-2012 dan anggota Himpro Ruminansia. Penulis juga pernah
mengikuti Magang di klinik My Vets, RSHJ, Tn. Way Kambas. Selain itu penulis
juga pernah mengikuti pengabdian masyarakat pada bulan Juli 2012 yang
bertempat di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah dalam Tim IPB Goes To Field
Mahasiswa Abdi Nusantara VI.