Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu

Susu adalah sekresi kelenjar susu sapi yang sedang laktasi atau ternak lain
yang sedang laktasi, yang diperoleh dari pemerahan secara sempurna (tidak termasuk
kolostrum) dengan tanpa penambahan suatu komposisi (Amrulloh et al.,2018). Susu
adalah salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan untuk kesehatan dan
pertumbuhan manusia, karena mengandung nilai gizi berkualitas tinggi. Susu
merupakan sumber energi yang banyak mengandung laktosa dan lemak, disebut juga
dengan sumber zat pembangun karena memiliki bnayak kandungan protein dan
mineral serta bahan-bahan pembantu dalam proses metabolisme seperti mineral dan
vitamin. Secara kimiawi susu normal mempunyai susunan sebagai berikut: air
(87,20%), lemak (3,70%), protein (3,50%), laktosa (4,90%), dan mineral (0,07%)
(Sumudhita, 1989; Sanam et al., 2014).

Susu yang masih berada di ambing ternak yang sehat atau setelah keluar, susu
merupakan suatu bahan murni, higienis, bernilai gizi tinggi, mengandung sedikit
bakteri yang berasal dari ambing, atau susu masih steril, bau, rasa tidak berubah dan
tidak berbahaya untuk diminum. Setelah beberapa lama berada di luar, susu sangat
peka terhadap pencemaran bakteri sehingga susunan dan keadaannya akan berubah
(Suardana dan Swacita, 2004).

Kandungan susu bisa berkurang atau berubah apabila diamati dengan cermat.
Misalnya seperti perubahan warna pada pada susu. Warna putih kekuningan susu bisa
berubah dengan penambahan beberapa bahan lain yang bertujuan untuk memberikan
efek warna putih atau kuning terhadap susu yang akan dijual. Selain itu, aroma susu
yang khas juga bisa perubahan dengan penambahan bahan-bahan lain, juga sama
halnya dengan rasa susu yang bisa ditambahkan dengan perasa seperti air tajin.
Sehingga perlu dilakukan uji kualitas susu baik menggunakan panca indera atau uji
organoleptik, uji alkohol, uji didih, uji reduksi, dan uji berat jenis.

2.2 Parameter Uji Kualitas Susu

2.2.1 Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan panca indra


manusia sebagai alat ukur pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian
organoleptik merupakan pengujian yang subjektif, akan tetapi pengujian ini memiliki
peran yang sangat penting dalam penilaian produk. Pengujian ini terdiri dari warna,
aroma, rasa dan kekentalan.

Warna susu yang baik adalah berwarna putih sedikit kekuning-kuningan dan
tidak tembus cahaya. Warna air susu disebabkan karena warna kasein. Warna kasein
yang murni berwarna putih seperti salju. Di dalam susu, kasein ini merupakan disfersi
koloid sehingga tidak tembus cahaya yang mengakibatkan air susu tersebut berwarna
putih (Buda, et al., 1980; Diastari dan Agustina, 2013). Kadang-kadang susu
berwarna agak kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karoten. Karoten adalah
pigmen kuning utama dari lemak susu, yang apabila dimetabolisme di dalam tubuh
manusia akan membentuk dua molekul vitamin A. Karotenoid disintesa hanya oleh
tumbuhan, oleh karenanya harus ada dalam pakan ternak perah. Banyaknya karoten
dalam susu (warna kuning) tergantung dari bangsa, spesies, individu, umur, masa
laktasi dan pakan hijauan yang dimakan oleh sapi. Hewan yang diberikan pakan
hijauan segar yang lebih banyak, maka lemak dalam susu menjadi tinggi, karena
kandungan karoten yang lebih banyak sehingga warna susu akan lebih kuning, Susu
yang berwarna kemerahan merupakan susu yang tidak normal dan kemungkinan
berasal dari sapi yang sakit.

Aroma atau bau pada susu sapi yang normal adalah berbau khas susu segar,
sedikit bau sapi dan bebas dari bau asing seperti obat-obatan. Rasa susu sapi yang
murni adalah normal yaitu rasanya sedikit manis dan sedikit asin atau gurih. Citarasa
susu dipengaruhi oleh kadar lemak, protein, dan mineral yang terdapat pada susu.
Faktor yang mempengaruhi bau dan rasa susu adalah pemberian pakan, macam bahan
pakan yang diberikan, persiapan sapi yang akan diperah. Pada akhir masa laktasi,
kadar protein dan mineral sangat tinggi, sehingga rasa susu yang dihasilkan sedikit
asin. Susu murni mempunyai rasa sedikit manis ini disebabkan oleh laktosa dan kadar
Cl yang rendah. Jika terjadi penyimpangan terhadap bau susu maka dapat terjadi
perubahan seperti bau asam, tengik dan busuk serta rasa susu akan berubah seperti
rasa tengik disebabkan oleh kuman asam mentega, rasa sabun disebabkan oleh
Bacillus lactic saponacei, rasa lobak disebabkan oleh kuman coli (Diastari dan
Agustina, 2013)

Kosistensi susu yang baik kosistensinya normal, dan tidak encer, tidak pekat
dan homogen. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau
penambahan asam. Enzim Proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri dapat
menyebabkan penggumpalan air susu. Kerja enzim ini biasanya terjadi dalam tiga
tahap yaitu penyerapan enzim ke dalam partikel-partikel kasein, diikuti dengan
perubahan keadaan partikel kasein itu sebagai akibat kerja enzim dan terakhir
mengendapnya kasein yang telah berubah itu sebagai garam kalsium atau garam
kompleks. Adanya ion-ion kalsium dalam air susu diperlukan untuk proses
pengendapan. Jika terjadi penyimpangan maka susu dapat berubah cair bahkan dapat
terlalu kental hal ini disebabkan karena faktor pemerahan dan faktor ternak tersebut
(Diastari dan Agustina, 2013)

2.2.2 Kebersihan

Kebersihan merupakan faktor penting karena kebersihan susu akan sangat


menentukan kesehatan dan kualitas susu itu sendiri sehingga perlu mendapatkan
pengawasan dan perhatian mengingat susu selain sebagai bahan pangan yang bernilai
gizi tinggi juga mudah rusak dan merupakan media yang sangat baik untuk tumbuh
dan berkembangnya bakteri apabila tidak ditangani secara bersih. Kebersihan susu
dapat diamati oleh mata, mikroskop atau dengan kaca pembesar. Pengamatan dengan
mata biasanya digunakan untuk mengetahui adanya kotoran atau benda asing seperti
insekta, rumput dan lain-lain. Uji kebersihan ini dapat dilakukan dengan menyaring
susu dengan kapas, sehingga akan terdapat endapan yang tertinggak pada kapas
tersebut.

2.2.3 Uji Didih

Uji didih pada prinsip adalah untuk mengetahui kestabilan kasein susu
berkurang bila susu menjadi asam sehingga akan mengumpal atau pecah bila
dididihkan. Hal paling utama menyebabkan pada uji didih positif adalah karena
derajat keasaman susu tinggi. Bila susu dalam keadaan asam menjadikan kestabilan
kasein menurun, koagulasi kasein ini yang akan mengakibatkan pecahnya susu, tetapi
apabila susu dalam keadaan baik maka hasil yang dapat dilihat dari uji didih adalah
susu masih dalam keadaan homogen atau tidak pecah (Dwitania dan Swacita, 2013).
Faktor adanya kontaminasi kuman pada saat produksi atau faktor kebersihan,
penyimpanan, transportasi dan distribusi susu juga merupakan hal yang paling
dominan menentukan pecahnya susu (Dirjen Peternakan, 1983). Pecahnya susu
menyebabkan kualitas susu rendah sehingga tidak layak dikonsumsi karena adanya
kemungkinan bahwa kadar asam yang terkandung dalam susu tinggi.

2.2.4 Uji Alkohol

Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein
susu tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein
terutama kasein. Apabila susu dicampur dengan alkohol yang memiliki daya
dehidratasi, maka protein akan berkoagulasi. Semakin tinggi derajat keasaman susu,
semakin berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk
memecahkan susu yang sama banyaknya (Dwitania dan Swacita, 2013). Pada uji
Alkohol susu yang dicampur dengan alkohol yang memiliki daya dehidratasi, maka
protein akan berkoagulasi. Semakin tinggi derajat asam susu, semakin berkurang
jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan susu
yang sama banyaknya. Asam yang terbentuk sebagian besar karena hasil perombakan
laktosa menjadi asam akibat kerja mikroorganisme.

Pada uji alkohol menurut Buda dkk (1988), kasein dalam susu dapat
dikoagulasi oleh asam yang terbentuk dalam susu sebagai aktivitas dari
mikroorganisme. Kasein yang telah mengalami koagulasi bila diendapkan oleh asam
lemah akan membebaskan kalsium (Ca) dan bila diendapkan oleh alkohol akan
menghasilkan kalsium kaseinat, dalam keadaan seperti ini susu dikatakan pecah.
Begitu juga bila susu lama berada dalam suhu tinggi serta susu yang telah asam
mengakibatkan pengendapan kasein (Sumudhita, 1989). Uji alkohol positif ditandai
dengan adanya butiran susu yang melekat pada dinding tabung reaksi, sedangkan
tidak terdapatnya butiran pada tabung reaksi maka menandakan uji alkohol negatif
(Dirkeswan, 1983).

2.2.5 Uji pH

Uji ini dilakukan untuk menentukan keasaman susu denan menghitung


konsentrasi ion hidrogen (asam) dalam susu. Pada prinsipnya Susu segar mempunyai
pH netral. Tingkat keasaman susu menurun karena fermentasi laktose menjadi asam
laktat oleh mikroba (Suardana dan Swacita, 2009). Berdasarkan SNI 01-3141- 1998,
rataan pH susu adalah sekitar 6-7. Ini juga menggambarkan bahwa rataan pH susu
cenderung normal. Normalnya pH pada susu dapat disebabkan karena adanya kasein,
buffer, fosfat, dan sitrat. Selain itu, kenaikan dan penurunan pH ditimbulkan dari
hasil konversi laktosa menjadi asam laktat oleh mikroorganisme aktivitas enzimatik
(Manik, 2006).

Faktor -faktor yang mempengaruhi pH diantaranya adalah pengenceran, dan


pemanasan dan penyimpanan. Umar et al. (2014) lama penyimpanan dapat
menurunkan angka reduktase dan derajat keasaman (pH) susu sapi pasteurisasi.
Selain itu, penanganan susu yang salah juga dapat meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme pada susu. Kondisi asam produk dapat menandakan adanya
kontaminasi bakteri. Mikroorganisme sangat cepat berkembang pada susu karena
produk ini memiliki nilai gizi yang tinggi yang mengakibatkan waktu penyimpanan
yang singkat bila tidak ditangani dengan benar (Zakaria et al., 2013). Penurunan pH
susu disebabkan oleh bakteri asam laktat yang berperan memecah laktosa menjadi
asam laktat.

2.2.6 Uji Reduktase

Reduksi biru metilen didasarkan pada kemampuan bakteri didalam susu untuk
tumbuh dan menggunakan oksigen terlarut, yang menyebabkan penurunan kekuatan
oksidasi-reduksi dari campuran tersebut, akibatnya biru metilen yang ditambahkan
menjadi putih. Prinsip uji reduksi adalah semakin besar volume biru metilen yang
ditambahkan dalam campuran susu maka senmakin panjang waktu yang dibutuhkan
untuk mereduksi biru metilen. Semakin lama hilangnya warna biru, menunjukkan
jumlah bakteri yang semakin sedikit, yang menunjukkan kualitas susu nya semakin
baik. Reduksi biru metilen yang paling baik yaitu pada volume biru metilen 10µl
campuran dengan susu, karena mempunyai nilai R2 atau koefisien korelasi besar dan
berpengaruh terhadap waktu reduksi biru metilen lebih cepat (Hadiwiyoto, 1994:
Susilawati et al., 2013).

2.2.7 Uji Berat Jenis

Penetapan berat jenis susu merupakan salah satu pemeriksaan susunan susu.
Berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tersebut dengan air
pada volume dan suhu yang sama. Laktometer adalah hydrometer dimana skalanya
sudah disesuaikan dengan berat jenis susu. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
perubahan berat jenis pada susu yaitu butiran-butiran lemak (globula), laktosa,
protein dan garam. Susu yang telah bercampur dengan air maka berat jenisnya akan
menurun. Kenaikan berat jenis susu disebabkan karena adanya pelepasan CO2 dan
N2 yang terdapat pada susu tersebut (Warni, 2014). Berat jenis susu rata-rata 1,032
atau berkisar antara 1,027 -1,035. Menurut Miskiyah, (2011) Berat Jenis pada suhu
27,5ºC minimum adalah 1,0280.

Rendahnya nilai berat jenis menandakan bahwa kepekatan yang dimiliki susu
juga rendah. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai berat jenis adalah
penambahan air, kadar lemak susu, kandungan bahan kering (BK) pakan dan kadar
bahan kering tanpa lemak (BKTL). Jumlah bahan kering tanpa lemak akan
meningkatkan nilai berat jenis, sedangkan peningkatan kadar lemak akan
menurunkan nilai berat jenis (Nurmayanti 2016). Semakin tinggi nilai berat jenis,
menunjukkan kualitas susu yang semakin baik karena kandungan zat gizi susu yang
pekat dengan kadar air yang rendah (Wulandari et al. 2017).

DAFTAR PUSTAKA:

Amrulloh MFR., Surjowardojo P., Setyowati E. 2018. Produksi Dan Kualitas Susu
Sapi Peranakan Friesian Holstein Pada Pemerahan Pagi Dan Sore (Ditinjau
Dari Uji Berat Jenis, Kadar Lemak Dan Uji Reduktase). Maduranch. 3(2):
69-73.

Diastari IGAF., Aguatina KK. 2013. Uji Organoleptik dan Tingkat Keasaman Susu
Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia
Veterinus Medicus. 2(4): 458-460.

Dwitania DC., Swacita IBN. 2013. Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi
Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia
Medicus Veterinus. 2(4): 437-444.

Miskiyah. 2011. Kajian Standar Nasional Indonesia Susu Cair di Indonesia. Jurnal
Standarisasi. 13(1): 1-7.

Nurmayanti. (2016). Komposisi Susu Segar dari Sapi Perah Penderita Mastitis
Subklinis di Peternakan Kunak Kabupaten Bogor. [skripsi]. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. https://repository.ipb.ac.id/han
dle/123456789/84079
Sanam AB., Swacita IBN., Agustina KK. 2014. Ketahanan Susu Kambing
Peranakanan Ettawah Post-Thawing Pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau
Dari Uji Didih Dan Alcohol. Indonesia Medicus Veterinus. 3(1):1-8.

Suardana, IW. dan Swacita, IBN. 2004. Food Hygiene. Petunjuk Laboratorium.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar.

Susilawati T., Abduh SBM., Mulyani S. 2013. Reduksi Bakteri Dan Biru Metilen,
Serta Perubahan Intensitas Pencoklatan dan pH Susu Akibat Pemanasan
Pada Suhu 80°C Dalam Periode Yang Bervariasi. Animal Agriculture
Journal. 2(3): 123-131.

Umar, Razali, dan A. Novita. 2014. Derajat keasaman dan angka reduktase susu sapi
pasteurisasi denngan lama penyimpanan yang berbeda. Jurnal Medika
Veterinaria. 8(1).

Wulandari Z, Taufik E, Syarif M. (2017). Kajian kualitas produk susu pasteurisasi


hasil penerapan rantai pendingin. JIPHTP. 5(3): 94-100.
https://journal.ipb.ac.id/index.p hp/ipthp/article/view/24613

Zakaria, Y., Yurliasni., M. Delima, dan E. Diana. 2013. Analisa Keasaman dan Total
Bakteri Asam Laktat Yogurt Akibat Bahan Baku dan Persentase
Lactobacillus casei yang Berbeda. Agripet. 13(2): 31-35.

Anda mungkin juga menyukai