Anda di halaman 1dari 34

Penyakit Zoonosa (Antraks dan

Rabies):
Permasalahan dan Upaya
Penanggulangan

Oleh:
Drh. Anak Agung Gde Putra, MSc, PhD, SH.
Mantan Medik Veteriner Utama, DIC Denpasar
Komisi Akhli Kesehatan Hewan (2014-2018)
Ketua Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia (2014-201

Disajikan pada
Workshop Pengendalian Zoonosis,
diselenggarakan oleh Direktorat Pencegahan dan Pengendali
Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik - DEPKES,
pada tanggal 8-11 Maret 2017, di Hotel Santika Bogor
Wabah Besar Antraks di
Provinsi NTB dan NTT

Pulau Tahun
1. Lombok 1993, 1956
2. Sumbawa 1931
3. Sumba 1939
4. Flores 1934, 1938, 1953, 1957
5. Timor 1930
6. Roti 1887, 1922, 1952, 1953.

(Soemanegara, 1958)
Mapping Antraks (per Desa)
di Provinsi Nusa Tenggara
Barat

Kasus antraks terakhir


tahun 1987, di Desa Kenyalu,
Kec. Janapria, Kab. Lombok Tengah
I. Permasalahan dan
Penanggulangan Antraks
Penanggulangan antraks harus berbasis
epidemiologi.
Epidemiologi antraks:
- Spora antraks tahan hidup lama di tanah dengan pH
yang bersifat netral-alkalis. Bisa muncul kembali setelah
50 tahun (Australia, Gorontalo).
- Wabah antraks pada hewan umumnya terjadi
melalui
infeksi secara oral.
- Biasanya muncul pada musim kemarau terus
berlanjut
sampai musim hujan.
Permasalahan Penting Antraks

di Indonesia
1. Penyakit lupa ...... data kasus antraks dimasa
lalu tidak diingat (tidak dicatat dengan baik)
2. Masih rendahnya pemahamam masyarakat
terhadap penyakit antraks :
- Menyemblih ternak sakit
- Memperdagangkan ternak sakit (termasuk dagingnya
)
- Tidak membawa ternak saat pelaksanaan vaksinasi
(dulu vaksin anthraks bermasalah pada kambing)
- Mengkonsumsi daging yang berasal dari bangkai
atau hewan sakit anthraks
3. Penanganan (disposal) bangkai hewan antraks
belum optimal.
Antraks Pada Berbagai
Spesies Ternak dan Manusia
di Pulau Sumbawa
(data kumulatif 1978-2005)
Sa Kerba Kambi Kuda Lain- Manusi
pi u ng lain a
Bima 24 13 155 2 0 21

Kota Bima 13 0 23 5 2 0

Dompu 10 0 7 0 0 3

Sumbawa 86 29 200 9 9 12
dan
Sumbawa
Barat
Pulau 13 42 385 16 11 33
Sumbawa 3
Masalah Penanganan Bangkai
Antraks
Bangkai antraks dibiarkan tergeletak di
padang penggembalaan.
Bangkai antraks dipotong-potong.
Bangkai antraks yang masih utuh.
- bangkai dikubur, atau dikubur dengan
diberi kapur,
- bangkai dibakar kemudian dikubur
Wabah yang terjadi bulan Oktober
1980 di Desa Prai Madita dan
Desa Nggongi, Kecamatan
Ngadungala, Kab. Sumba Timur,
Provinsi NTT.

Sekitar 1.000 ekor ternak mati


dan 14 orang terinfeksi.

Spora anthraks mencemari lingkung


Antraks Kulit Pada Manusia

April 2007 (Sumba Barat)


Wabah Anthraks di Sulawesi
Selatan 2016
Upaya Penanggulangan
Antraks
Beberapa Tindakan Penting :
1. Peningkatan kesadaran masyarakat:
- Melaporkan jika terjadi kematian ternak secara
mendadak
- Tidak memakan hewan sakit, apalagi sudah jadi
bangkai.
- Tidak memperdagangkan hewan sakit.
2. Buat Pemetaan Antraks berbasis geografi
(topografi), berdasarkan hasil surveilans.
3. Lakukan vaksinasi antraks secara teratur,
diutamakan pada daerah yang memiliki risiko
tercemar spora antraks berdasarkan Peta Risiko
Antraks.
Upaya Penanggulangan
Antraks
4. Bangun prosedur pemusnahan (disposal)
bangkai antraks, misalnya dengan
menggunakan mobile incinerator. ......
5. Saat terjadi kasus atau wabah:
- Penutupan sementara daerah tertular
- Lakukan dekontaminasi dan disinfeksi
- Pengobatan dengan antibiotik
- Kelompok hewan sehat lakukan vaksinasi
- Lalu-lintas ternak dapat dibuka kembali, 2
minggu setelah
kasus terakhir
6. Lakukan tracing (penelusuran):
- termasuk penelusuran kepustakaan
Penanggulangan Antraks

1. Karantina dan Pengawasan lalu linta


Cegah kontak dgn
2. Penelusuran kasus antraks
sumber penularan
3. Dekontaminasi

Hentikan 4. Disinfeksi
Produksi Spora
5. Musnahkan hewan tertular

Tingkatkan 6. Program vaksinasi tertarget


Resistensi Hewan

7. Didukung surveilans epidemiologi 8. Didukung public awareness (komunikasi


Mobile Incinerator : Hasil Akhir
Debu
Penutup

Kasus antraks dapat dikendalikan,


asal dengan manajemen kesehatan
hewan yang optimal.

Pengendalian kasus antraks pada


ternak sampai tingkat insidens
yang serendah-rendahnya sampai
mendekati nol, berarti menurunkan
ancaman antraks kepada manusia.
II. Permasalahan dan
Penanggulangan Rabies
Penanggulangan rabies juga harus berbasis
epidemiologi.
Epidemiologi rabies dipengaruhi oleh
ekobiologi anjing.
Pemeliharaan anjing berkaitan dengan
budaya.
Rabies bersifat kompleks, oleh karenanya
perlu pendekatan :
- transdisiplin,
- systems thinking,
- partisipasi dan pemberdayaan masyarakat
Distribusi Geografis Rabies di
Indonesia
1970

1956

2010
1974
1958
1975
2005

1971
200
5
1959
19531972 1972

1969
1884 1983 1958
? 2003
1997
2004 ? ?
2010
199
7 2008

Free
Infected
Epidemiologi Rabies Terkait
Bioekologi Anjing

Rabies Virus
Budaya

Reservoir Cara pemeliharaan anjing


(Maintenance host) Interaksi anjing dengan lingkunga
Densitas populasi ?
Spill over host Rapid turn over population
Periode infeksius pendek

Dinamika penularan
rabies
Permasalahan Rabies
1. Mayoritas anjing kampung dipelihara secara dilepas.
2. Agresivitas anjing kampung bervariasi antar daerah
(berkaitan dengan aksesibilitas untuk pegang anjing).
3. Pelaksanaan vaksinasi secara parenteral tidak mudah.
4. Tanggungjawab pemilik anjing untuk mendukung
program vaksinasi rendah
5. Cakupan vaksinasi cukup sulit dinilai karena estimasi
populasi hanya berdasarkan kira-kira.
6. Vaksin rabies yg mampu menimbulkan durasi imunitas
yang lama (minimal satu tahun) versus peraturan yg
harus menggunakan produk dalam negeri.
7. Debat panjang antara pendekatan vaksinasi dengan
pendekatan eliminasi
Bioekologi Anjing:
Menginspirasi Pilihan
Kebijakan
Pemeliharaan Anjing
Sifat anjing kampung
Budaya masyarakat
Home range (wilayah jelajah)
Pergeseran populasi cepat (rapid
turn over population ).
Anjing Kampung dan Rabies di
Indonesia
Anjing
Kampun
g

Tidak
Berpemilik
Berpemilik

Kombinasi:
Dalam
rumah dan Dilepas Liar/
rumah Stray
lepas liarkan

Kasus rabies semakin sulit


dikendalikan
Proporsi Anjing Betina
Produktif
Dalam Populasi, di Bali
Katagori Total Jumlah Estimasi Proporsi
populasi betina betina betina
yg produktif
produkti
diamati dalam
f
populasi
Anak 4.062 1.241 0% 0%
< 6 bl
Muda 3.775 1.158 10 % 1%
> 6 s/d <
12 bl
Dewasa 8.870 2.386 90 % 13 %
> 12 bl
Kalau Total
asumsi
: populasi
16.707anjing di Bali 450.000 maka jumlah
4.785 14 % betina pr
Setiap ekor punya rata-rata 5 ekor anak, maka dalam setahun lahir
Incidence Rate Rabies Pada
Berbagai Kelompok Umur
Anjing di Bali, 2015
Katagori Propor Estimasi Jumlah Incidence
si populasi kasus rate rabies
dalam rabies
popula 2015
si
Anak 24 % 109.409 222 0,20 %
< 6 bl
Muda 23 % 101.679 106 0,10 %
> 6 s/d <
12 bl
Dewasa 53 % 238.912 151 0,06 %
> 12 bl
njing yang tersedia
Total : data umurnya450.000
saja, rabies pada
479hewan
* lain dikeluarkan dari d
Aspek Sosial, Budaya dan Ekonomi
Anjing Rumahan
Pop < 25%
- Di jalan
- Di pasar
- Di pantai
- Tempat parkir
Birth rate
Sosial Owned + 30% Anak Anjing
Budaya free-roaming Populasi
Ekonomi Pop > 70% Anjing

Death rate
25-30%
Tersedia
makanan Unowned
free-roaming
(stray)
Pop < 5%
Picu Pergerakan
- Di Semak Eliminasi
- Di Jalan
- Di Pasar
- Di Pantai

Risiko penyebaran
rabies meningkat
Program Inti Pemberantasan
Rabies Adalah
Untuk Memutus Siklus Penularan
Vaksinasi Massal
Serentak

Surveilans dan Penyidikan


Meningkatkan tanggung jawab pemilik
anjing
(misalnya; mengandangkan anjing)

Program Lainnya Sebagai


Pendukung
Rabies Pada Anjing dan
Manusia di Bali
Average Number of Rabid Dogs Per Month

Data sampai dengan 30 November 2016

Number of Human Death


Vaksinasi Massal dan Kasus
Rabies pd Anjing di Bali (2010-
2015)
Pemberantasan Rabies
di Kab. Sitaro, Provinsi
Sulawesi Utara
Sblm vaksinasi massal Vaksinasi massal

8 orang Tdk ada orang meninggal


meninggal

Hanya satu anjing rabies


terdeteksi 9 bln pasca
vaksinasi massal
pertama (Februari 2016)

BBVet Maros, 2017


Dalam % Dalam %

Vaksin A Vaksin B

Vaksinasi massal I Vaksinasi massal II

BBVet Maros, 2017


Pendekatan Penanggulangan
Rabies di Kabupaten Sitaro
Berbasis Desa
Kepala desa (tokoh masyarakat) ikut
terlibat
- Pasti lebih tahu, siapa warga yg memelihara
anjing, dan dimana lokasi anjing yang tidak berpemilik
- Populasi anjing dapat dihitung dengan lebih baik
Kader desa dilatih sebagai vaksinatur (tgt
sikon)
- Cakupan vaksinasi akan dapat dihitung lebih baik
- Pelacakan anjing rabies akan lebih cermat
- Pemberian VAR bisa lebih cermat
Evaluasi berbasis desa
Penutup

Rabies adalah penyakit yang dapat


dicegah (disease preventable), baik pada
hewan maupun pada manusia dengan
vaksinasi.

Pemberantasan rabies yang sudah bersifat


endemik di suatu pulau, membutuhkan
sumber daya yang sangat besar,
komitmen, kepemimpinan yang kuat serta
dukungan penuh masyarakat.

Pulau bebas (misal Papua) dijaga tetap


bebas.

Anda mungkin juga menyukai