Anda di halaman 1dari 16

Clinical Science Session

ANTHRAX

Oleh:
Fina Seprianita 1740312255
Indah Indriani 1840312231

Preseptor:
dr. Saptino Miro, Sp.PD, KGEH, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Anthrax merupakan penyakit infeksimenular akut yang termasuk salah satu


daripenyakit – penyakit zoonosis.Penyakit ini tergolong penyakit kuno,sejak tahun
1850 Davaine dan Rayer sertaPollander pada tahun 1855 telah menemukanbakteri
Bacillus anthracis dari jaringan hewanyang mati akibat penyakit anthrax. Pada
tahun1857 Brauell telah dapat memindahkan bakteriini dengan cara
menginokulasikan darah darihewan yang terinfeksi pada percobaan. Padatahun 1877
Robert Koch berhasil mengisolasibakteri ini di laboratorium.
Penyakit anthrax juga semakindibicarakan dan dianggap penting karenaselain
berpengaruh terhadap kesehatanmanusia maupun ternak, juga berdampaknegatif
terhadap perekonomian sertaperdangangan khususnya ternak secaranasional maupun
internasional. Selain ituternyata penyakit anthrax berpengaruhterhadap Sosio-politik
dan keamanan suatunegara karena endospora bakteri ini berpotensintuk dipergunakan
sebagai senjata biologis.
Sedikitnya sudah 10 daerah propinsi yang oleh Departemen Pertanian
dinyatakan berisiko untuk usaha peternakan yaitu antara lain Jambi, Jawa Barat, Jawa
Tengah, JawaTimur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Papua. Pernyataan tersebut didasarkan atas
hasil survei yang dilakukan pada bulan April 2000. Pada tahun 2004 ditemukan kasus
anthrax di peternakan Ostrich, Jawa Barat. Pada tahun 2007, di desa Kode, Nusa
Tenggara Timur, anthrax menyebabkan kematian 8 orang dan 6 orang dirawat akibat
mengkonsumsi daging sapi yang terserang anthrax.
Anthrax adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Bacillus anthracis.
Penyakit tersebut merupakan zoonosis khususnya binatang pemakan rumput seperti
domba dan kambing. Manusia terinfeksi penyakit ini apabila endospora masuk ke
dalam tubuh melalui kulit yang lecet atau luka, inhalasi atau makanan yang
terkontaminasi. Secara alamiah manusia dapat terinfeksi apabila terjadi kontak

2
dengan binatang yang terinfeksi anthrax atau produk binatang yang terkontaminasi
kuman anthrax. 4
Bacillus anthracisbersifat aerob, memerlukan oksigen untuk hidup. Bakteri ini
berbentuk spora bertangkai dan suka hidup serta berkembang biak di dalam tanah.
Keluarnya bakteri tersebut bisa terjadi di musim kemarau panjang, karena ternak suka
menarik rerumputan kering hingga keakar-akarnya. Akibatnya spora anthrax yang
selama ini bertahan hidup dalam tanah dan menempel di rumput, terbawa keluar dan
berubah menjadi bakteri ganas. Kondisi tubuh ternak yang lemah akibat kekurangan
makanan dan stres oleh suhu udara yang panas, juga semakin memudahkan serangan
anthrax. Hewan yang mati akibat anthrax harus langsung dikubur atau dibakar, tidak
boleh dilukai supaya bakteri tidak menyebar.5
Pada manusia terdapat tiga tipe antraks yaitu: antraks kulit, antraks inhalasi,
dan antraks gastrointestinal.Anthrax kulit merupakan infeksi yang paling
seringterjadi, dan ditandai dengan lesi kulit terlokalisasi denganeschar (ulkus
nekrotik) sentral dikelilingi edema non pitting.Anthrax inhalasi ditandai dengan
mediastinitis hemorhagik,infeksi sistemik yang progresif, dan mengakibatkan
angkakematian yang tinggi. Anthrax gastrointestinal jarang terjadi dan dihubungkan
dengan mortalitas yang tinggi.6

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anthrax


Nama antraks berasal dari kata yunani buat batubara yaitu anthracis, oleh
karena lesi nekrotik (eschar) berwarna hitam seperti batubara.1
Anthrax adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman bacillus
anhtracis, suatu basil yang dapat membentuk spora dan ditularkan ke manusia
melalui kontak dengan binatang yang terinfeksi atau bahan dari binatang yang
terkontaminasi.1
Taksonomi dari antraks adalah kingdomnya merupakan bacteria,
phylumnya firmicutes, classnya bacilli, ordernya bacillales, famillynya
bacillaceae, genusnya bacillus dan speciesnya B. antrakis.2

Gambar 1. Bacillus anthracis

B.anthracis adalah basil gram positif, non-motil dan bisa membentuk spora
(sporulasi) yang terletak di tengah basilus nonmotil. Sel-selnya tipikal yang
berukuran 1 x 3-4 um mempunyai ujung persegi dan tersusun dalam rantai
panjang.3

4
Gambar 2. Spora Anthrax
2.2 Epidemiologi
Penyakit anthrax paling sering terjadi pada binatang herbivora akibat
tertelan spora dari tanah karenaspora dapat bertahan hidup dalam jangka waktu
yang lama di dalam tanah.Burung gagak dikatakan dapat berperan dalam
penyebaran mikroorganisme ini.4 Kejadian luar biasa epizootik padaherbivora
pernah terjadi pada tahun 1945 di Iran yangmengakibatkan 1 juta domba mati.
Program vaksinasi pada binatang secara dramatis menurunkan mortalitas
padabinatang piaraan. Walaupun demikian spora anthrax tetapada dalam tanah
pada beberapa belahan dunia.9Pada manusia terdapat tiga tipe anthrax yaitu:
anthraxkulit, anthrax inhalasi, dan anthrax gastrointestinal. Anthraxinhalasi secara
alamiah sangat jarang terjadi. Di AmerikaSerikat dilaporkan 18 kasus anthrax
inhalasi dari tahun 1900-1976. Hampir semua kasus terjadi pada pekerja
yangmempunyai risiko tertular anthrax, seperti tempat pemintalanbulu kambing
atau wool atau penyamakan kulit. Tidak adakasus anthrax inhalasi di AS sejak
tahun 1976.6
Secara alamiah anthrax kulit merupakan bentuk yangpaling sering terjadi
dan diperkirakan terdapat 2000 kasuspertahunnya di seluruh dunia. Pada
umumnya penyakittimbul setelah seseorang terpajan dengan hewan yangterinfeksi
anthrax. Di AS dilaporkan 224 kasus anthrax kulitdari tahun 1944-1994. Centers

5
for diseases Control and Prevention(CDC) melaporkan kejadian anthrax kulit
dari tahun1984-1993 hanya tiga orang, dan satu kasus dilaporkan terjadipada
tahun 2000.6 Kejadian luar biasa terjadi di Zimbabwe pada tahun 1978-1980 yang
mengakibatkan 10.000 orangterjangkit anthrax kulit terutama pada pekerja
perkebunan.
Kejadian itu terjadi akibat perang yang menyebabkanterhentinya program
vaksinasi, kerusakan infrastruktur medisdan veteriner.Walaupun jarang terjadi, di
Afrika dan Asia ledakankasus anthrax gastrointestinal masih sering
dilaporkan.Kejadian luar biasa 24 kasus anthrax gastrointestinal terjadidi Thailand
pada tahun 1982. Kejadian itu terjadi akibatkonsumsi daging kerbau yang
terkontaminasi dan proses pemasakan yang tidak sempurna.5-8 Kejadian epidemi
anthraxpada manusia berhubungan langsung dengan epizootik pada ternak.
Di Indonesia, kasus anthrax pada manusia pertama kali dilaporkan di
Kab. Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 1832. Tercatat 36 penderita
meninggal setelah makan dagingpada tahun 1969. Empat tahun kemudian 4 orang
lagi meninggal setelah makan dagingyang terinfeksi anthrax pada
pelacakan.Infeksi anthrax menyebar keseluruh tanah air. Telah dilaporkan KLB
anthrax di TelukBetung Propinsi Lampung tahun 1884, Kabupaten Buleleng
Propinsi Bali danPalembang Sumatera Selatan tahun 1885. Kabupaten Bima NTB
tahun 1976 danKabupaten Paniai Irian Jaya pada tahun 1985 dengan ribuan ternak
babi mati dan 11orang meninggal karena makan daging babi.
KLB juga menyerang Jawa Tengah pada tahun 1990 di Kabupaten
Semarang, Boyolalidan Demak dengan total kasus 48 orang tanpa kematian. Pada
tahun 2000 terjadi KLBdi Kabupaten Purwakarta Jawa Barat dengan 32 kasus,
tahun 2001 di Kabupaten Bogordengan 22 orang penderita dengan kematian 2
orang.
Pada tahun 2011 sudah propinsi di Indonesia tertular anthraxyaitu : DKI
Jakarta, Jawa Barat,Jawa Tengah, NTB, NTT, Sumbar, Jambi, Sulteng, Sultra dan
papua. Total kasus diIndonesia pada tahun 1992 – 2001 adalah 599 kasus dengan
kematian 10 orang.

6
Kejadian anthrax di Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir
telah terjadi lima kali wabah yaitu tahun 1996 di kabupaten Purwakarta, Subang,
Bekasi danKarawang, pada tahun 1997 di kabupaten Purwakarta, Subang dan
Karawang, padatahun 1999 di kabupaten Purwakarta, Subang dan Bekasi, pada
tahun 2000 di Kabupaten Purwakarta, dan tahun 2001 di kabupaten Bogor seiring
denganmendekatnya Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha di tiga kecamatan yaitu
Citeureup,Cibinong dan Babakan Madang yang mengakibatkan 2 orang
meninggal dunia.
Pada bulan Februari 2011 terjadi wabah anthrax di Desa Tangkisan,
Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali, dengan didapatkan satu ekor sapi yang
mati karena anthrax. Karena masyarakat tidak mengetahui bahwa sapi tersebut
sakit, pada saat itu sapi itu disembelih kemudian dikonsumsi oleh masyarakat di
sekitarnya.
2.3 Etiologi Anthrax
Manusia terinfeksi jika spora B. antrhacis masuk ke dalam tubuh melalui
kontak dengan hewan yang terinfeksi atau produk hewan terkontaminasi,
gigitan serangga, inhalasi atau tertelan. Pada manusia, bentuk yang paling
sering terjadi adalah antraks kulit, yang ditandai oleh lesi kulit terlokalisir
dengan eschar sentral yang dikelilingi oleh edema nonpitting yang nyata.
Antraks inhalasi (penyakit pencukur bulu domba) khas menimbulkan
mediastinitis hemoragik, infeksi sistemik yang sangat progresif dan angka
kematian yang sangat tinggi. Antraks gastrointestinal jarang sekali terjadi dan
terkait dengan angka kematian yang tinggi.4
B.anthracisadalah organisme di tanah yang tersebar di seluruh dunia.
Kasus pada manusia dapat dibagi secara umum menjadi kasus industri dan
agrikultur. Pada kasus agrikultur transmisi terjadi langsung dengan kontak
dengan discharges binatang yang terinfeksi seperti tinja, atau tidak langsung
melalui gigitan lalat yang telah makan pada bangkai binatang tersebut. Atau
bisa pula disebabkan makan daging mentah atau kurang dimasak dari binatang
terinfeksi. Kasus industri disebabkan kontak dengan spora yang terdapat pada

7
bahan dari binatang terinfeksi seperti rambut, wol, kulit, tulang pada saat proses
industri. Oleh karena spora bisa bertahan lama sekali maka transmisi bisa
melalui barang yang terbuat dari binatang seperti selimut wol, ikat pinggang
dari kulit, drum terbuat dari kulit. Beberapa kasus lainnya terjadi pula di
laboratorium yang menggunakan binatang. Transmisi dari manusia ke manusia
tidak terjadi, kecuali kontak langsung dengan secret lesi kulit penderita yang
menyebabkan lesi kulit sekunder.1
B. anthracis membutuhkan oksigen untuk sporulasi tetapi tidak untuk
perbenihan spora dan sporulasi tidak terjadi pada hewan yang hidup. Bentuk
segiempat pada kuman tersendiri menimbulkan rupa pada rantai B. anthracis
seperti mobil gerbong. Pada agar darah, B. anthracis yang virulen biasanya
membentuk koloni kasar, putih keabuan, non hemolitik atau yang hemolitik
lemah, yang mempunyai tonjolan berbentuk koma yang tidak teratur dan
disebut menyerupai kepala medusa; di luar kondisi kelebihan CO2, koloni
lembut dan mukoid. Strain virulen B. anthracis adalah patogenik pada hewan,
termasuk tikus dan marmut percobaan. Faktor virulensi yang diketahui adalah
tiga protein yang secara kolektif disebut toksin antraksis dan polipeptida kapsul
antifagositik yang mengandung residu asam D-glutamat yang terangkai oleh
ikatan peptida yang terdiri dari gugus gama karboksil. Gen yang menentukan
produksi toksin antraks dan poolipeptida kapsul adalah pada plasmid B.
anthracis terpisah. Penentuan kepekaan pada faga gama basilus dan penemuan
antigen spesifik spesies dengan uji antibodi fluoresens atau uji hemaglutinas
adalah membantu dalam identifikasi laboratorium B. anthracis. Spora B.
anthracis dapat bertahan tahunan dalam tanah yang kering tetapi dimusnahkan
dengan pendidihan selama 10 menit, dengan memberikan agen peengoksida
seperti kalium permanganate atau hydrogen peroksida atau dengan formaldehid
encer.4

8
2.4 Patogenesis Anthrax
B. anthracis adalah suatu kuman patogen ekstraseluler yang dapat
menghindari fagositosis, menyerbu aliran darah, bermultiplikasi dengan cepat
menjadi suatu densitas populasi yang tinggi in vivo dan membunuh dengan
cepat. Polipeptida kapsuler dan toksin antraks dikenal sebagai faktor virulensi
dari B. anthracis. Kapsul B. anthracis terdiri dari asam poli-D-glutamat dan
memberikan resistensi terhadap fagositosis. Toksin antraks terdiri dari tiga
protein yang disebut protective antigen (PA), edema faktor (EF) dan lethal
factor (LF). Toksin ini ditemukan dari demonstrasi yang memindahkan darah
steril dari binatang percobaan yang tidak terinfeksi yang membunuh resepien.5
Tidak satu pun dari 3 exotoxin di atas bisa menyebabkan efek biologis
pada binatang percobaan bila diberikan sendiri-sendiri. PA mempunyai efek
mengikat reseptor permukaan sel, sehingga bisa digunakan oleh EF dan LF
untuk masuk ke sitoplasma.1
Kombinasi PA dan EF akan menyebabkan edema lokal dan menghambat
fungsi PMN, sedangkan kombinasi PA dan LF akan menyebabkan syok dan
kematian cepat, bisa dalam waktu 60 menit. Antibiotik akan melenyapkan
kuman antraks, tetapi toksin yang telah diproduksi kuman akan tetap berfungsi
melanjutkan proses penyakit sampai toxin tersebut dimetabolisir.6

Gambar 3. Mekanisme anthrax toxin sehingga menyebabkan patologi

9
Gambar 4. Mekanisme infeksi akibat anthrax

Pada cutaneous anthrax, spora kuman tersebut akan masuk melalui kulit
yang luka atau melalui luka yang disebabkan serat dari binatang terinfeksi. Di
jaringan subkutan spora tersebut akan berubah menjadi bentuk vegetatif,
bermultiplikasi dan mengeluarkan eksotoksin dan material kapsul antifagositik
(plasmid pX02). Akan terjadi edema dan nekrosis jaringan.1
Selanjutnya kuman akan di fagosit oleh makrofag dan menyebar ke
kelenjar getah bening setempat, di mana disini toksin akan menyebabkan
perdarahan, edema dan nekrosis (limpadenitis). Terakhir basil tersebut akan
masuk peredaran darah dan menyebabkan pneumonia, meningitis dan sepsis.1
Pada inhalation Antraks (lebih jarang terjadi dibanding dengan tipe
lainnya) terjadi inhalasi spora (aerosol dengan ukuran partikel kurang dari 5
um) dimana spora akan sampai di alveoli, difagosit oleh makrofag dan
selanjutnya dibawa ke kelenjar getah bening mediastinum. Spora yang di tanah
akan menggumpa dan akan susah menjadi aerosol, sehingga tidak
menyebabkan inhalation antraks.1

10
Di sini terjadi germination, berkembang biak dan pembentukan toksin,
sehingga terjadi limfadenitis dan mediatinitis yang hemoragis. Kapiler paru bisa
terkena yang menyebabkan trombosis dan gagal napas. Juga bisa terjadi efusi
pleura. Pneumonia terjadi oleh karena infeksi sekunder bukan primer oleh basil
antraks. Dari paru basil bisa masuk ke aliran darah menyebabkan bakteremia,
yang bisa masif. Meningitis hemorrhagis bisa terjadi pada keadaan ini.
Penyebab kematian dari inhalation anthrax ini adalah gagal napas, syok dan
edema paru.1
Bila spora masuk melalui mulut setelah makan daging terkontaminasi yang
mentah atau kurang masak maka akan terjadi yang disebut oropharyngeal atau
intestinal anthrax. Pada oropharyngeal Anthrax ini terjadi pembengkakan
farynx dan bisa juga menyebabkan obstuksi trakea atau limfadenopati servikal
dengan edema. Pada intestinal Antraks terjadi edema, nekrosis dan perdarahan
mukosa usus besar dan kecil, limfadenopati mesenterika, asites hemoragis dan
sepsis.1

Gambar 5. Jalur penularan anthrax pada manusia

11
2.6 Gejala Klinis Antraks

Terdapat tiga jenis penyakit antraks sesuai dengan jalur masuk bakteri,
yaitu cutaneous anthrax, inhalation anthrax dan gastrointestinal antrhax,
dimana semuanya bisa menyebabkan bakterimea, sepsis dan meningitis.
Meningitis terjadi pada 5% dari semua kasus antraks.
Cutaneous Anthrax
Jenis ini mencangkup 90% kasus antraks pada manusia. Setelah masa
inkubasi 1-7 hari akan timbul lesi berbentuk papula kecil sedikit gatal pada
tempat spora masuk, biasanya di lengan, tangan, kemudian leher dan muka.
Dalam 2-3 hari papul ini berubah menjadi vesikel yang tidak sakit berisi cairan
kemerahan. Kemudian vesikel ini berubah menjadi ulkus nekrotik dengan kerak
berwarna hitam yang kering di tengahnya yang disebut eschar. Ini merupakan
tanda patognomonik dari antraks. Dalam beberapa minggu lesi ini membesar
hingga beberapa sentimeter dan kemudian menjadi parut setelah 1-2 minggu.
Pada lesi tidak terdapat pus kecuali jika diikuti dengan infeksi sekunder. (UI
dan kemenkes)
Dasar kulit dari lesi tampak undurasi, berwarna merah, teraba hangat dan
non-pitting edema yang bisa meluas dan disebut dengan malignant edema.
Akibatnya, bisa terjadi hipotensi karena perpindahan cairan intravaskular ke
jaringan subkutan. Namun lesi yang sangat luas ini tidak terasa sakit. (UI)
Manifestasi sistemik berupa demam, mialgia, sakit kepala dan
limfadenopati lokal. Dapat terjadi penyulit berupa bakterimea yang berlanjut
menjadi sepsis, meningitis, ataupun pneumonia. Pemberian antibiotik dapat
mencegah penyulit tersebut, namun tidak menghentikan perjalanan klinis di
kulit. (UI)
Inhalation Anthrax
Jenis ini hanya terjadi pada 5% kasus. Penularan terjadi karena menghirup
udara yang mengandung spora antraks. Setelah inkubasi 5-10 hari timbul
gambaran klinis akut yang terdiri dari dua fase. Fase pertama disebut fase

12
inisial, gejala ringan seperti demam, mialgia, batuk kering, rasa tertekan di dada
dan perut. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan ronki. Kemudian fase kedua
yang berat dan sering fatal. Fase ini terjadi tiba-tiba setelah terlihat seperti ada
perbaikan dari fase pertama. Gejalanya berupa panas tinggi, sesak napas,
hipoksia, sianosis, stridor dan akhirnya syok dengan kematian yang terjadi
dalam beberapa hari. Pemeriksaan fisik memberikan gambaran infeksi paru
dengan ronki basah dan kemungkinan tanda efusi pleura. Edema leher dan dada
serta tanda sepsis dan meningitis juga bisa ditemukan. Pada foto toraks
ditemukan gambaran berupa infiltrat, efusi pleura dan pelebaran mediastinal
oleh karena limfadenopati dan mediastinitis. Cairan pleura pada penyakit ini
bersifat hemoragik. Kematian dapat terjadi 24 jam setelah onset akut, dengan
angka kematian mencapai 90%. Perlu diingat inhalation anthrax tidak dapat
ditularkan antar manusia.
Gastrointestinal Anthrax
Penularan terjadi karena memakan daging yang mengandung spora. Lalu 2-
5 hari kemudian akan timbul demam, nyeri perut difus, muntah, diare. Bisa
timbul muntah darah dan BAB berdarah, bisa pula terjadi perforasi usus. Selain
itu terjadi limfadenitis mesenterial dan asites. Antraks jenis ini juga dapat
berkembang menjadi sepsis, meningitis dan kematian. Angka kematian berkisar
25% hingga 60%.

2.7 Diagnosis Antraks

Riwayat pekerjaan atau kontak dengan binatang yang terinfeksi atau


mengkonsumsi bahan yang berasal dari binatang tersebut penting dalam
anamnesa. Gambaran klinik dari tioe antrakz yang khas juga berguna dalam
penegakan diagnosis. Cutaneus Atrhax dapat dibedakan dari karbunkel
berdasarkan rasa nyerinya. Inhalation antrax sering tidak terdiagnosis di awal,
sehingga riwayat paparan dan gambaran rontgen toraks sangat berguna.
Pemeriksaan laboratorium memberikan hasil leukosit normal atau sedikit
meningkat dengan PMN yang dominan. Cairan pleura atau likuor serebrospinal

13
memperlihatkan gambaran hemoragis dengan relatif sedikit sel darah putih.
Pemeriksaan gram dan kultur dari lesi kulit, apus tenggorok, cairan pleura,
asites LCS dan darah memperlihatkan kuman gram positif dengan gambaran
khas anthrax. Pemeriksaan lainnya berupa pemeriksaan serologik dengan
kenaikan titer 4 kali, pemeriksaan dengan PCR dan biopsi jaringan.

2.8 Tatalaksana Antraks

Antraks mudah disembuhkan bila cepat terdiagnosis dan segera diberikan


antibiotik. Pada Cutaneus Athrax dapat diberikan penisilin G (4x4juta unit) atau
alternatif lainnya seperti tetrasiklin, klorampenikol atau eritromisisn, tetapi ada
strain yang resisten terhadap obat tersebut. Sehingga dianjurkan pemberian
kombinasi antibiotik hingga hasil test sensitivitas didapatkan, kombinasi yang
dianjurkan antara lain:
Siprofloksasin (2x400 mg) atau doksisiklin (2x100 mg) ditambah dengan
klindamisin (3x900 mg) atau rifampisin (2x300 mg). Obat ini mula-mula
diberikan secara IV dan selanjutnya diganti menjadi peroral bila telah stabil.
Lamanya terapi dianjurkan hingga 7-10 hari untuk cutaneus anthrax dan
sekurang-kurangnya 14 hari untuk inhalasi dan gastrointestinal.
Eksisi dari lesi kulit sangat tidak dianjurkan karena dikhawatirkan terjadi
penyebaran. Terapi topikal untuk lesi kulit tidak bermanfaat.

2.9 Prognosis

Angka kematian pada inhalation anthrax mencapai 80% bila tidak segera
diberikan antibiotik, dengan jangka waktu kematian rata-rata 3 hari. Pada
bentuk ini prognosa tergantung dosis spora yang derhisap, status kekebalan host
dan cepatnya pemberian antibiotik.

2.10 Pencegahan Antraks


- Melapor ke fasilitas kesehatan setempat bila ditemukan gejala seperti
antraks dan memiliki riwayat kontak dengan hewan sakit

14
- Melapor ke petugas peternakan bila menemukan ternak sakit atau mati
mendadak
- Tidak diperbolehkan menyembelih dan mengkonsumsi daging hewan
yang sakit
- Tidak membawa hewan sakit keluar masuk suatu wilayah agar tidak
menyebarkan penyakit ke wilayah lain
- Menkonsumsi daging dari hewan sehat yang dimasak hingga matang
sempurna dan yang disemblih di rumah potong resmi. (kemenkes)

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo A W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.
2. Pelczar, M.J. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi jilid 2. UI press. Jakarta.
3. Gillespie, S. dan K. Bamford. 2002. At a Glance Mikrobiologi Medis dan
Infeksi Edisi 3. Erlangga. Jakarta .
4. Isselbacher, dkk. 2000. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi
13 Volume 2. EGC. Jakarta.
5. Moayeri, dkk. 2003. Bacillus anthracis lethal toxin induces TNF-α–
independent hypoxia-mediated toxicity in mice (on line). Journal Clinical
Investigation. Diakses 1 november 2011.
6. Prince, alice S. 2003. The host response to anthrax lethal toxin : Unexpected
observation (on line). American Society for Clinical Investigation. Diakses 1
november 2011.
7. Brooks, G.F., J.S.Butel dan S.A. Morse. 2007. Jawetz, Melnick, & Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. EGC. Jakarta.
8. Mandal, dkk. 2006. Lecture Notes Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Erlangga.
Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai