Anda di halaman 1dari 30

NEURITIS OPTIK

Hijranul aryanto arif, Rizky magnadi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persistent Fetal Vasculature (PFV) merupakan kelainan perkembangan

kongenital yang merupakan akibat dari gagalnya regresi dari vitreus primer

embryologis dan vaskulatur hyaloid. Kasus bilateral PFV hanya merupakan

10% dari total kasus. PFV dapat diklasifikasikan menjadi bentuk anterior,

posterior dan kombinasi, menurut struktur intraocular yang terkena.

Penampakan klinis PFV yang heterogen membuat penanganan bedah PFV

merupakan suatu tantangan tersendiri. 1-4

PFV berhubungan dengan katarak kongenital. Meskipun demikian,

pembedahan katarak pada pasien dengan PFV lebih sulit untuk dilakukan dan

berhubungan dengan angka kejadi komplikasi postoperatif yang tinggi seperti

retinal detachment, hifema, perdarahan intraokular, glaukoma, dan kekeruhan

sekunder pada visual aksis dan respons inflamasi yang berlebihan dengan

terjadinya pupillary block. 5-10

Sebuah studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan penglihatan di

Amerika Serikat menunjukkan bahwa PFV menyumbang sekitar 5% dari

semua kasus kebutaan. PFV biasanya dijumpai pada bayi yang cukup bulan.

Kelainan pada anak dapat dideteksi pada waktu lahir atau seminggu setelah

lahir.11,12

1
Tanda-tanda yang paling umum adalah leukoria dan mikroftalmia. Selain

itu, bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema, dan uveitis.

Presentasi klinis dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak

sempurna, mungkin disebabkan traksi pada jaringan di belakang iris.12,13

Diagnosis dari PFV ini bisa diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan

optalmikus yang komprehensif dan dipastikan dengan pemeriksaan penunjang

yaitu pencitraan.Tujuan dalam pengobatan bagi PFV adalah menyelamatkan

mata dari komplikasi PFV apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan

penyakit phthysis bulbi), mempertahankan ketajaman visual supaya tetap ada

dan mencapai hasil kosmetik yang dapat diterima. 12,13

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Embryologi Vitreus

Korpus vitreous menempati sekitar 80% dari volume bola mata yaitu

sekitar 4 ml dengan berat 4 g dan berat jenis 1,0053-1,0089. Pada bagian

anterior korpus vitreus berbatasan dengan korpus ciliaris, zonula,dan

lensa,sedangkan pada bagian posterior berbatasan dengan retina. Korpus

vitreus memiliki beberapa fungsi fisiologis, namun sebagai dasar untuk

memahami fisiologi dan patofisiologi dari korpus vitreus tersebut kita

harus memahami anatomi, biokimiawi dan biofisika dari korpus vitreus.

Dalam keadaan normal, pembuluh darah hialoid mulai terbentuk pada

usia gestasi 4 hingga 5 minggu saat arteri hialoid masuk ke dalam cup

diskus optikus. Bersama dengan fibril dan sel mesenkimal pembuluh

terbentuk vitreus primitif yang kaya akan pembuluh darah. Pada tahap

selanjutnya, vitreus sekunder akan terbentuk diantara retina dan bagian

posterior vitreus primer. Bersamaan dengan regresi system hialoid, vitreus

sekunder avascular mengalami ekspansi menuju lensa, mendorong vasa

hialoidea propria. Pembentukan vitreus tersier terdiri atas pembentukan

zonula dan regresi pembuluh iridohialoid. Tahapan terakhir adalah oklusi

arteri hialoid pada trimester ketiga. Regresi pembuluh darah diperkirakan

terjadi melalui proses apoptosis dan aktivasi makrofag.14

3
Gambar 1. Embryologi Vitreus

Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitif yaitu:ectoderm

permukaan, termasuk derivatnya yaitu krista neuralis,ektoderm neuralis dan

mesoderm. Korpus vitreus dalam hal ini berasal dari krista neuralis ektoderm.

Korpus vitreus mulai terbentuk antara minggu ketiga dan minggu ke enam masa

gestasi, ruangan antara vesikel lensa dan lapisan dalam dari mangkuk optik akan

diisi dengan fibril, sel mesenkim dan jaringan vaskular dari sistem hialoid.5

Adapun tahap-tahap perkembangan embriologi dari korpus vitreus dibagi sebagai

berikut:

1.Tahap pertama
Vitreus primer ( tahap 4,5-13 mm atau 3-6 minggu). Sekitar tahap 4,5

mm, sel- sel mesenkim dan fibroblast yang berasal dari mesenkim pada

tepian mangkuk optik akan berhubungan dengan vaskuler hialoid dan

bersama-sama dengan sebagian kecil dari lensa embrional dan lapisan dalam

vesikel optik akan membentuk serabut-serabut vitreus dari vitreus primer.

Akhirnya vitreus primer terletak tepat dibelakang kutub posterior lensa

bersama-sama sisa-sisa pembuluh hialoid (kanal Cloquet). Kanal Cloquet

4
berbentuk S berjalan dari suatu titik nasal posterior pole dari lensa

(Mittendorf dot) menuju ke pinggir papil nervus optik.4 ,5

Gambar 2 Perkembangan embriologi korpus vitreus tahap pertama 2,4

2. Tahap kedua

Vitreus sekunder ( tahap 13-65 mm atau 6-10 minggu). Serabut-serabut

dan sel-sel (hialosit) dari vitreus sekunder diduga berasal dari vitreus

primer vaskuler. Pada bagian anterior, perlekatan vitreus sekunder yang

erat pada membrane limitans interna retina merupakan tahap-tahap awal

pembentukan vitreus base. Sistem hialoid mengembangkan satu set

pembuluh-pembuluh vitreus, selain adanya pembuluh-pembuluh pada

permukaan kapsula lentis (tunika vasculosa lentis). Sistem hialoid paling

berkembang pada tahap 40 mm dan kemudian beratrofi dari posterior ke

anterior.4,5

5
Gambar 3 perkembangan embriologi korpus vitreus tahap kedua 2

3.Tahap ketiga

Vitreus tersier (tahap 65mm atau 10 minggu keatas). Selama bulan ketiga,

terbentuk berkas-berkas marginal dari Drualt. Ini terdiri dari kondensasi

fibrilar vitreus yang merupakan penjuluran bakal epitel siliaris dari mangkok

optik ke equator lensa. Kondensasi itu kemudian membentuk ligamentum

suspensorium dari lensa, yang telah berkembang baik pada tahap 100 mm

atau 4 bulan. Sistem hialoid berartrofi seluruhnya selama tahap ini. 4,5

Selama masa kanak-kanak korpus vitreus berkembang secara significant.

Panjang dari korpus vitreus pada mata bayi baru lahir adalah sekitar 10,5 mm,

dan pada umur 13 tahun panjang dari vitreus meningkat menjadi 16,1 mm dan

pada orang dewasa panjang korpus vitreus 16,5 mm1,2

6
Gambar 4 perkembangan embriologi korpus vitreus tahap ketiga 2

2.1.2 Perkembangan molekular dan selular

Ada dua komponen utama dari vitreus yaitu kolagen dan hyaluronic

acid, yang dihasilkan pada tahap perkembangan primer dan sekunder

korpus vitreus. Pada perkembangan vitreus primer pada awal produksinya

akan dihasilkan suatu substansi selain hyaluronic acid, seperti

galactosaminoglicans, yang kemudian pada tahap selanjutnya hyaluronic

acid menggeser dan menjadi predominan.1,2,4,6,7

Pada vitreus primer mengandung sel-sel yang dapat berdiferensiasi

pada vitreus sekunder menjadi suatu hialosit dan fibroblast. Hialosit di

temukan pada cortex vitreus, sekitar 20 µm sampai 50 µm dari internal

limiting membrane (ILM), dengan densitas paling tinggi pada vitreus base

dan posterior pole. Hialosit berbentuk kumparan dan berdiameter 10

sampai 15µm, memiliki nukleus berlobus, badan golgi yang berkembang

baik, reticulum endoplasma halus dan kasar, lisosom dan fagosom.

Menurut Balazs hialosit berlokasi pada daerah dengan konsentrasi

7
hyaluronic acid yang tinggi dan diperkirakan sel ini bertanggung jawab

dalam pruduksi hyaluronic acid yang merupakan glikosaminoglikans.1,8,9

Meskipun fungsi dari fibroblast belum diketahui dengan pasti, tapi

diduga terlibat dalam pembentukan kolagen selain retina yang juga diduga

merupakan sumber sintesis kolagen. 1

Gambar 5 Hialosit1

2.1.3 Anatomi korpus vitreus

Korpus vitreus adalah suatu struktur tidak berwarna, merupakan gel

transparan yang mengisi suatu kavitas yang disebut kavitas vitreus.

Korpus vitreus mempunyai bentuk hampir spheris, kecuali bagian

anterior yang mempunyai bentuk konkaf karena adanya lensa kristalina.

Korpus vitreus merupakan gel transparan, tapi transparannya tidak

homogenous. Korpus vitreus dibagi dalam dua bagian yaitu Bagian

paling luar dari korpus vitreus (atau Hyaloid), disebut kortex yang dibagi

dalam kortex anterior dan kortex posterior dan bagian dalam yang

disebut nukleus.1,4,10

8
Kortex vitreus berbatasan dengan retina pada bagian posterior dan

mempunyai Densitas fibril kolagen lebih besar pada bagian perifer.

Kondensasi dari fibril kolagen ini akan membentuk suatu membrane

anatomik palsu yang disebut membrane hyaloids anterior (terletak pada

anterior dari ora serrata) dan membrane hyaloids posterior (terletak pada

bagian posterior dari ora serrata). Pada daerah antara vitreus anterior dan

kapsul lensa posterior terdapat suatu daerah yang disebut Berger’s space

atau disebut juga ruang retrolental erggelet. Perlekatan kuat antara

membrane hyaloid anterior dengan kapsula lensa posterior membentuk

suatu ligament yang disebut Weigert’s ligament atau juga dikenal sebagai

Egger’s line (hyaloideo-capsular ligament). Suatu ruangan didaerah

prepapilary yang terdapat pada bagian posterior korpus vitreus,dekat

permukaan diskus optik disebut Mortegiani space.1,10

Suatu bagian dari vitreous sekitar 2 sampai 3 mm anterior dari ora

serrata, dimana tempat ini merupakan tempat perlekatan paling kuat dari

vitreus dan memiliki ketebalan bebarapa millimeter. Daerah ini disebut

Vitreus base. Vitreous base ini juga disusun oleh fibril kolagen yang

padat.1,10

Nukleus merupakan bagian dari korpus vitreus yang kepadatan

densitasnya kurang (tidak sepadat kortex) sehingga membentuk struktur

gel yang disebut sebagai true biological gel. Hyaloid canal yang berjalan

dari discus optic (area Martegiani) ke posterior pole dari lensa dapat

dilihat pada nukleus korpus vitreus . Disekitar area Martegiani, lebar

9
kanal sekitar 1-2 mm dan diarea fossa patellaris yaitu sekitar 4-5 mm.

Pada fetus dibelakang dari Cloquet’s canal berjalan arteri hyaloids, dan

arteri ini akan menghilang 6 minggu sebelum lahir dan hyaloids canal

terisi oleh cairan.1

Korpus vitreus tidak memiliki pembuluh darah dan serabut saraf,

sehingga meskipun pathogen telah berlangsung multipel, tidak akan

mengganggu untuk waktu yang relatif lama sebelum akhirnya muncul

suatu respon immune dari struktur didekatnya.11

a b

Gambar 6 anatomi korpus vitreus11

10
Gambar 7 Skematik korpus vitreus bagian anterior

Keterangan gambar :
OP = Orbiculo – Posterior capsular fibers, OS = Ora Serata, OA =
Orbiculo-anterior capsular fibers, CP = Cilio-posterior capsular fibers, CA
= Cilio-equatorial capsular fibers, V = Vitreus, W = Hyaloidea - capsular
ligament of Wieger, P = Canal of Petit, H = Canal of Hannover.

2.2 Fisiologi
Fungsi dari korpus vitreus dapat dibagi dalam 5 group utama : 1,12

1. Membantu fungsi dari retina dan meningkatkan fungsi dari kavitas korpus

vitreus.

2. Sebagai barrier difusi antara segment anterior dan segment posterior bola

mata

3. Berfungsi sebagai buffer metabolic

4. Menstabilkan perjalanan cahaya (Media refrakta)

11
5. Konsumsi dan distribusi dari molekul oksigen

2.2.1 Membantu fungsi dari retina dan meningkatkan fungsi dari kavitas korpus

vitreus

Pada suatu kondisi normal, korpus vitreus yang intak dapat

memproteksi retina dari berbagai gangguan. Suatu korpus vitreus yang intak

yang mana mengisi bagian dalam kavitas korpus vitreus dapat menahan atau

mencegah meluasnya suatu retinal detachment. Diduga bahwa korpus

vitreus dapat juga menyerap kekuatan eksternal yang mengenai bola mata

dan juga mengurangi kerusakan mekanik terhadap bola mata, misalnya saat

terjadi trauma. Korpus vitreus yang intak juga dapat membantu lensa selama

trauma terhadap kerusakan yang lebih parah. Namun demikian mekanisme

ini belum sepenuhnya benar, karena ternyata didapatkan bahwa vitreus yang

telah digerakkan melalui vitrektomi ternyata masih berfungsi normal dan

tidak terjadi retinal detachment.1,7

2.2.2 Sebagai barier antara segment anterior dan posterior bola mata

Pemahaman bahwa korpus vitreus adalah berbentuk gel memberikan

dugaan bahwa korpus vitreus adalah merupakan barier untuk pergerakan

paling besar antara substansi-substansi segment posterior dan anterior dari

mata.1

Substansi yang berasal dari segment anterior pada mata akan sangat sukar

untuk mencapai konsentrasi tinggi pada bagian posterior mata ketika korpus

vitreus masih intak sebab difusi melalui korpus vitreus lambat dan

pergerakan alirannya terbatas oleh strukturnya yang berbentuk gel. Suatu

vitreus yang intak juga mencegah pemberian obat topikal untuk mencapai

12
retina dan nervus optik dengan konsentrasi yang significant. Pemberian

antibiotik dari aliran darah ke pusat korpus vitreus juga dihalangi oleh

vitreus normal.

2.2.3 Berfungsi sebagai buffer metabolic

Pada suatu kondisi normal, ILM dan kortex posterior tidak berfungsi

sebagai barier untuk molekul yang berukuran kecil. Karena hubungan

anatomi yang rapat dari retina dan korpus siliaris, maka korpus vitreus dapat

berfungsi sebagai suatu buffer metabolik dan pada tahap tertentu dapat

merupakan reservoir dari metabolisme korpus siliaris dan terutama retina.

Karena adanya blood retinal barier, maka water soluble substance yang

berlokasi pada retina dapat dengan mudah memasuki korpus vitreus

daripada ke aliran darah jika transport yang melewati barier terbatas. 1

Substansi yang ada dalam retina atau yang juga diproduksi oleh retina

dapat berdifusi masuk ke korpus vitreus. Glukosa dan glikogen pada korpus

vitreus dapat merupakan supplement untuk metabolism retina terutama

dalam kondisi anoksia. Vitreus juga dapat berkontak dengan muller cells,

dengan fungsinya sebagai suatu buffer pada fungsi fisiologis dari muller

cell, contohnya dalam homeostasis potassium dari retina.1

2.2.4 Media refrakta

Fungsi fisiologis normal dari korpus vitreus sebagai media refrakta

disebabkan oleh sifatnya yang transparan, sehingga cahaya yang visible

light dapat sampai ke retina. Fungsi yang penting dari korpus vitreus adalah

bagaimana ia dapat menjaga transparansinya, yang secara primer dihasilkan

oleh konsentrasi rendah dari struktur makromolekul (kurang dari 0,2% berat

13
per volume) dan soluble protein. Transparansi dapat juga dijaga oleh

kolagen spesifik atau konfigurasi hyaluronic acid, yang dianalogikan dengan

kornea dalam menjaga transparansinya. peranannya sebagai media refrakta

memberikan indeks refraktif sekitar 1,33 yang mana hampir sama dengan

indeks refraktif humor aquous.1,3

2.2.5.Konsumsi dan distribusi molekul oksigen

Konsentrasi dari ascorbat pada vitreus manusia adalah relatif terdapat

dalam konsentrasi tinggi. Pada mata dengan gel vitreus yang intak,

konsentrasi rata-rata ascorbat sekitar 2 mM. Blood levels hanya 50 sampai

60 µM. Tingginya konsentrasi ascorbat dipertahankan oleh suatu Sodium-

dependent ascorbate transporter (SLC23A2) pada lapisan pigmen epitel

ciliaris. Peranan fisiologis dari ascorbate pada vitreus manusia didapatkan

dari investigasi dan spekulasi experimental, tapi hasil yang didapat tidak

dapat di jelaskan. Shui dan kawan-kawan menemukan bahwa metabolisme

molekular oksigen vitreus pada suatu ascorbate-dependent , meregulasi

tekanan oksigen intraokuler.12

Sifat gel dari vitreus dengan ukuran yang luas dan berlokasi disentral

dari mata, dan dengan adanya vaskularisasi retina memberikannya

oksigenasi yang tinggi dan dengan oksigenasi yang tinggi tersebut dapat

memproteksi jaringan yang lebih sensitif terhadap oksidatif stress, seperti

lensa dan trabekular meshwork. Molekul oksigen berdifusi ke korpus vitreus

dari vaskularisasi retina akan diikat oleh ascorbat sebelum sampai ke lensa

dan segment anterior. 12

14
Suatu hal yang tidak kalah penting, vitreus gel mempunyai konsentrasi

ascorbat lebih tinggi dan mengkonsumsi oksigen lebih cepat daripada

vitreus cair (misalnya pada gel vitreus yang mengalami liquefaction atau

surgical removal). Dengan demikian mempertahankan sifat gel dari korpus

vitreus adalah sangat penting. Pergerakan transvitreal dari molekul kecil

seperti oksigen tergantung pada beberapa mekanisme seperti difusi, tekanan

hidrostatik, tekanan osmotik, konveksi dan transport aktif dari jaringan

sekitar.12

Baik oksigen maupun ascorbat akan dipakai pada reaksi dalam korpus

vitreus untuk metabolisme bola mata. Jika transport aktif ascorbat ke dalam

mata konstan, maka efek pencampuran oksigen akan menurunkan

konsentrasi ascorbate pada cairan vitreus,memperlambat konsumsi oksigen

dan menyebabkan lebih banyak molekul oksigen yang sampai ke lensa. Jika

lensa kristalina diganti dengan suatu intraocular lens, maka lebih banyak

oksigen yang ditemukan pada trabecular meshwork.12

2.3 Definisi

PFV sebuah spektruk luam kelainan kongenital yang umumnya berupa


plak / membran retrolental pada mata yang mikroftalmik, dengan pembuluh
darah nyata pada iris, bilik mata depan dangkal, prosesus siliaris yang
memanjang dan kadang ditemukan perdarahan intralentikular. PFV
merupakan terminologi yang lebih tepat untuk kondisi yang dikenal
sebelumnya sebagai persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV).14

2.4 Epidemiologi

Meskipun prevalensi yang tepat belum diketahui, PVF dianggap penyakit

yang sangat jarang dijumpai. Kondisi ini biasanya terjadi secara unilateral,

15
yaitu sebanyak 90% dan terisolasi (tanpa temuan sistemik yang berhubungan).

Sebuah studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan kehilangan penglihatan

di Amerika serikat menunjukkan bahwa PVF menyumbang sekitar 5% dari

semua kasus kebutaan. PVF biasanya dijumpai pada bayi yang cukup bulan.

Kelainan pada anak dapat dideteksi pada waktu lahir atau seminggu setelah

lahir.

2.5 Etiologi

PFV terjadi akibat kegagalan kompleks vaskulatur hialoid dan vitreus

primer untuk beregresi pada masa fetus. Kegagalan regresi ini dapat terjadi

sebagian atau seluruhnya, sehingga dapat ditemui gambaran PFV anterior atau

posterior. Bertahannya karakteristik fetal apda mata pasien dengan PFV

diduga terjadi karena gangguan regulasi apoptosis, ekspresi genetic yang tidak

normal (terutama VEGF, angiopoietin-2 dan beta FGF), atau ekspresi gen

yang tidak tepat.14

2.6 Patogenesis

Selama perkembangan embriologi mata, kompartemen antara saraf optik

dan belakang dari lensa berisi sistem vaskular (arteri hyaloid) yang

memberikan nutrisi dan oksigen bagi perkembangan mata. Pembuluh darah

hyaloid dan vitreous primer seharusnya mundur pada trimester ketiga sewaktu

hamil karena tidak lagi diperlukan.5,6

Vitreous primer terbentuk antara lapisan dalam dari optic cup dan dengan

sistem vaskular hyaloid bersamaan dengan perkembangan embriologi lensa

terjadi pada kira-kira minggu ke-3 sampai minggu ke-6 yang membentuk

serabut-serabut vitreous dari vitreous primer. Akhirnya vitreous primer

16
terletak di belakang kutub posterior lensa bersama sisa-sisa pembuluh

hyaloid.12

Serabut-serabut dan sel-sel dari vitreous sekunder berasal dari vitreous

primer vaskuler. Di anterior, perlekatan vitreous sekunder yang erat pada

membran limitans interna retina merupakan tahap-tahap awal pembentukan

basis vitreous. Sistem hyaloid mengembangkan pembuluh-pembuluh darah

vitreous, selain dari pembuluh darah pada permukaan kapsula lentis (tunica

vasculo lentis). Sistem hyaloid berkembang dan kemudian beratrofi dari

posterior ke anterior.12

Atrofi yang tidak sempurna dapat mengakibatkan hyaloid anterior akan

tersisa yang berhubungan dengan lensa atau terdapat sisa-sisa hyaloid

posterior yang berhubungan dengan saraf optik. Apabila terjadi kegagalan

pada regresi akan terjadi kondisi yang dinamakan Persistent Hyperplastic

Primary Vitreous (PHPV).

Sebuah contoh dari sisa-sisa anterior adalah titik Mittendorf. Papila

Bergmeister mungkin dianggap sebagai sisa-sisa posterior sistem hyaloid.

Periode ketiga pembentukan vitreous dimulai pada akhir bulan ketiga.

Vitreous tersier dimulai sebagai akumulasi serat kolagen antara ekuator lensa

dan bagian badan siliar dan akhirnya berdiferensiasi menjadi dasar vitreous

dan zonules lensa.7,12

17
Gambar 8. Mata pada usia gestasi 3 bulan.7

Gambar 9. Pada perkembangan mata yang normal pada usia gestasi 8 minggu

tunica vasculosa lentis dan arteri hyaloid mulai menghilang hingga pada saat lahir

tidak ditemukan lagi.2

PHPV pada satu mata tidak dianggap sebagai kelainan genetik, oleh

karena itu tidak boleh diturunkan oleh anak-anak yang terkena dampak.

Namun, konseling genetik harus disarankan kepada setiap keluarga dengan

anak yang terkena untuk informasi spesifik.5

2.7 Klasifikasi

PHPV terbagi kepada dua tipe:

a. PVF anterior1,2,5,6

18
Pada PHPV anterior, sisa-sisa vaskular terlihat berada pada posterior

lensa tetapi tidak mencapai saraf optik. Varian ini lebih sering, pupil putih

(leukokoria) biasanya akan ditemukan segera setelah lahir. Hal ini

disebabkan oleh membran fibrous vaskularisasi berada pada posterior

lensa. Gangguan penglihatan baik yang ringan atau berat tergantung pada

tingkat keparahan penyakit tersebut.

Pada kasus yang berat, lensa menyerupai membran opak

(membranous cataract) dan bisa menyebabkan kebutaan. Dalam kasus

yang jarang, jaringan lemak akan terbentuk (lipomatous pseudophakia)

bisa juga terbentuk tulang rawan pada lensa tetapi kasusnya jarang.

Jaringan parut pada retrolentikular menarik proses siliar ke tengah dan ini

akan terlihat dalam pupil. Pertumbuhan mata akan terlambat. Hal ini

mengakibatkan microphthalmos dan drainase dari aqueous humor juga

terganggu, dimana buphthalmos (hydrophthalmos) juga dijumpai.

PVF anterior juga dikenal sebagai persistent tunika vasculosa

lentis dan persistent posterior fibrovascular sheath pada lensa. Keadaan

ini biasanya terkait dengan katarak, glaukoma, dan membran

retrolentikular. PVF anterior seharusnya didiagnosa banding dengan

penyebab leukokoria yang lain. Membedakan PVF dengan retinoblastoma

sangat penting. Pada retinoblastoma selalu tidak jelas kelihatan saat lahir,

biasanya bilateral dan tidak disertai dengan mikropthalmus atau katarak.

19
Gambar 8 PHPV anterior, suatu massa fibrovaskular disuplai oleh arteri hyaloid

yang persisten yang letaknya berdekatan dengan permukaan posterior dari lensa.

Badan siliar dan sudut ruang okuli tidak terganggu.2

Gambar 9. PHPV anterior menunjukkan mikrophtalmus disertai katarak.8

b PVF posterior1,3,5,6

Dalam PVF posterior sisa-sisa serabut vaskular terlihat timbul dari

saraf optik tapi tidak mencapai lensa sehingga biasanya tidak menyebabkan

katarak. PVF posterior dapat dikaitkan dengan perkembangan abnormal dari

retina, saraf optik, maskula, vitreal stalk, dan membran vitreal. Retina

sekitarnya dapat terjadi parut atau terpisah. Jika ada keterlibatan signifikan

dari saraf optik dan/atau retina, penglihatan yang baik tidak mungkin

didapatkan. Presentasi murni posterior bisa dijumpai ablasio retina dan

displasia retina. PFV posterior harus dibedakan dengan retinopathy

20
premature, ocular toxocariasis, dan familial exudative vitreoretinopathy.

PVF anterior dan posterior bisa juga terjadi secara bersamaan.

Gambar 10. PHPV posterior, terlihat septum linier dari saraf optik ke lensa.

2.8 Manifestasi Klinik

PFV biasanya muncul dengan leukokoria pada bayi dengan mikroftalmos

pada usia 1-2 minggu. Presentasi klinis biasanya leukokoria, mikroftalmos,

dan katarak biasanya bersifat unilateral pada 90% kasus.Membran

retrolental dalam berbagai ukuran dan ketebalan, yang menempel pada

permukaan posterior lensa. Membran retrolental ini dapat berukuran kecil

dan berlokasi di sentral atau dapat meluas kearah luar menempel 360 derajat

pada prosesus siliaris. Pembuluh darah hialoid dapat menghubungkan

membran retrolental ke nervus optikus.

Dalam lebih dari 90% kasus PVF adalah unilateral. Dilaporkan juga 13%

pasien mempunyai ukuran bola mata yang normal dan hampir 26%

mengalami buphtalmic. Bagian depan mata (ruang anterior) mungkin lebih

dangkal dari yang normal sehingga meninggalkan sedikit ruang antara iris

dan kornea. Ini merupakan faktor predisposisi terjadinya glaukoma pada

anak.

21
Pada kasus ringan dapat ditemukan sisa pembuluh darah hialoid, titik

Mittendorf (sisa arteri hialoid pada posterior lensa), dan Bergmeinster

papillae (sisa arteri hialoid pada papil saraf optik). Pada kasus lanjut, timbul

plak retrolental tebal serta jaringan fibrotik. Jika pupil didilatasi dapat

terlihat prosesus siliaris yang memanjang serta pembuluh darah radial di

permukaan iris.

Gambar 11. Titik Mittendorf

2.9 Diagnosis

PFV dapat didiagnosis dengan visualisasi langsung dari komponen PFV

melalui pemeriksaan oftalmologis yang teliti. Pada pasien dengan visualisasi

fundus yang buruk, dapat dilakukan ultrasonografi. Secara umum,

ultrasonografi, CT Scan, MRI dan FA merupakan pilihan untuk membantu

menegakkan diagnosis. Kalsifikasi yang ditemukan dengan CT-Scan dapat

membedakan PFV dengan Retinoblastoma. Kalsifikasi pada anak dibawah

usia 3 tahun sugestif kearah keganasan.15,16,17

Temuan CT-scan pada PFV biasanya meliputi tidak adanya kalsifikasi,

meningkatnya densitas dari seluruh vitreus, dan densitas intravitreal tubular

(Cloquet canal), massa retrolental, mikroftalmia, dan lensa yang kecil atau

22
irregular. FA pada PFV dapat menentukan lokasi vaskulatur abnormal dan

konfigurasi brittle-star. 15,16,17

Gambar 12. Fluoresein Angiografi pada posterior PFV

Ultrasonografi pada PVF menunjukkan massa ecogenic pada posterior dari

lensa dengan sebuah band hyperechoic memanjang dari bagian posterior dari

bola mata ke permukaan posterior massa retrolental, sesuai dengan kanal

Cloquet. Arteri hyaloid dapat dilihat pada kanal ini dengan pemeriksaan

Doppler. Ablasi retina dapat dilihat sebagai struktur lengkung echogenic

didalam gambaran anechoic pada vitreous. Kadang-kadang gambaran

hiperechogenic yang heterogen yang terlihat di dalam vitreous menandakan

perdarahan.1,9

CT-scan hampir selalu menunjukkan gambaran micropthalmos. Pada

bagian apeks, terlihat sebuah band linier atau septum meluas ke posterior

dapat dikatakan sebuah temuan yang memungkinkan diagnosis yakni PVF.9

23
Gambar 12. PHPV pada anak usia 2 tahun dengan mata kiri yang abnormal pada

pemeriksaan. Gambaran CT-scan potongan aksial diperoleh setelah pemberian zat

kontras intravena yang menunjukkan septum vertikal posterior lensa kiri yang

meluas ke posterior.9

Kadang-kadang penurunan energi pada sinar radiasi yang melewati pada

vitreous body dapat dilihat, ini selalu dikaitkan dengan jaringan vibrovaskular

dan darah yang berhubungan dengan perdarahan berulang. Lensa tampak

abnormal dan kecil, transparan, atau bulat karena edema. Kalsifikasi tidak

ditemukan.1,6,9

CT-scan tidak selalu dapat membedakan PVF dengan retinoblastoma.

Pemeriksaan MRI lebih unggul dalam membedakan PVF dari retinoblastoma.

Lensa yang abnormal, elongasi prosessus ciliary, dan massa retrolental bisa

terlihat. Pemberian bahan kontras gadolinium secara intravena biasanya akan

terjadi enhance pada retrolental vitreous primer.9

2.10 Diagnosis Banding

Karena leukokoria merupakan manifestasi klinis paling sering pada PFV,

maka differential diagnosis dari PFV merupakan semua kondisi yang dapat

menyebabkan leukokoria. Hal yang paling penting adalah retinoblastoma,

yang merupakan tumor intraokular paling sering pada anak-anak. Secara

24
umum, PFV terjadi pada mata yang mikroftalmos, sedangkan retinoblastoma

terjadi pada mata berukuran normal.15,16,17

Penyebab leukokoria lainnya meliputi katarak kongenital atau Coats’

Disease. Jika terjadi total retinal detachment dan jaringan fibrosa retrolental,

maka pikirkan kemungkinan familial exudative vitreoretinopathy, ocular

toxocariasis, dan ROP. 15,16,1

2.10 Penatalaksanaan

Tindakan bedah yang paling sering dilakukan adalah pendekatan anterior

limbal atau pars plana lensectomy, membranectomy, dan vitrectomy.

Penanganan harus melibatkan dua komponen yang mengganggu visus, yaitu

kekeruhan media dan perubahan retina seperti dysplasia dan traksi.

Kekeruhan media harus diperlakukan seperti halnya katarak kongenital,

dengan ekstraksi lensa, refraksi dan terapi amblyopia. Anterior PFV diterapi

dengan observasi, lensektomi, dan penanganan glaukoma. Pada bentuk

kombinasi atau posterior PFV, setelah lensectomy dan vitrectomy pun, hitung

jari merupakan hasil akhir terbaik yang dapat diprediksi. Selama operasi

katarak, tunika vaskulosa lentis persisten dapat menyebabkan perdarahan

intraocular yang agresif. Vaskular posterior tersebut dapat dilakukan

kauterisasi.15,16,17

Apabila terapi pada PVF anterior diperlukan, tindakan bedah harus

dilakukan secepat mungkin. terdapat dua tahap dalam tindakan bedah pada

PVF yaitu lensektomi dan membranektomi. Dengan munculnya alat

25
pemotong vitreous dan gunting halus intraokular, vitrektomi menjadi satu

tahap prosedur perawatan standar pada masa ini.13,14

Vitrektomi adalah operasi untuk menghilangkan badan kaca atau vitreous

(jelly bening seperti kaca) dari dalam bola mata. Vitrektomi merupakan

operasi mikro yang dilakukan diruang operasi. Anestesi dapat dilakukan

secara lokal atau umum. Untuk prosedur yang lebih rumit dilakukan anestesi

umum. Dua atau tiga sayatan tipis pada sklera akan dibuat agar beberapa alat

yang kecil dapat diselipkan ke mata seperti lampu fibreoptik, pemotong

vitreous, gunting halus intraokular, dan alat laser pada bagian pars plana.

Cairan vitreous akan digantikan bahan lain seperti larutan garam yang mirip

dengan cairan tubuh, udara, atau gas. Cairan vitreous tidak akan terbentuk

lagi dan mata dapat berfungsi tanpa vitreous. Pada akhir operasi sayatan tadi

akan dijahit kembali dan akan sembuh perlahan-lahan. Operasi terdiri dari

pengangkatan vitreous dan mengupas jaringan parut dari permukaan retina.

Ini adalah operasi yang halus. Operasi ini dilakukan bila penglihatan

terganggu atau distorsi mengganggu penglihatan mata yang sehat.13,14

Gangguan pada segmen posterior bisa juga terlihat dengan menggunakan

instrumen ini. Tindakan bedah pada kasus PVF posterior jarang dilakukan

apabila tidak terdapat traksi pada retina dan kapsul lensa.13

Visual rehabilitasi (lensa aphakia dan terapi ambliopia) dilakukan untuk

memperoleh visual yang bagus. dalam kasus kelainan berbagai segmen di

posterior, rehabilitasi visual tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pada

pasien yang tidak bisa dioperasi, penggunaan lensa kontak pupil hitam

diperlukan.6

26
2.11 Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada PHPV berupa:


a. glaukoma
b. pendarahan intraokular
c. ablasio retina
d. phthisis bulbi
2.12 Prognosis

Faktor utama dalam memprediksi apakah pasien dapat memperoleh

rehabilitasi visual yang berhasil adalah keterlibatan dari polus posterior,

sehingga prognosis dari anterior PFV jauh lebih baik daripada posterior PFV.

Prediktor lainnya adalah bilateralitas dan mikroftalmia. Hunt et al

menunjukkan bahwa pembedahan sebelum usia 77 hari berhubungan dengan

visus yang baik, 13 kali lebih mungkin untuk mendapatkan visus hitung jari

atau lebih baik daripada yang dioperasi setelahnya.17,18

27
BAB III

KESIMPULAN

Persistent Vetal Fasculatere(PVF) adalah kondisi dimana apabila terjadinya

kegagalan pada regresi vitreous primer dan pembuluh darah hyaloid pada waktu

embriologi. Penyebab dari penyakit ini masih belum diketahui.1,6

Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia.

Selain itu bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema dan uveitis.

Untuk mendiagnosis bisa didapat dari presentasi klinis dan dengan bantuan dari

pemeriksaan penunjang yaitu pencitraan.1,5,6,7,8

Pengobatan bagi PVF adalah menyelmatkan mata dari komplikasi PHPV

apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit phthysis bulbi),

mempertahankan ketajaman visual supaya tetap ada dan mencapai hasil kosmetik

yang dapat diterima.1,5,6

Prognosis tergantung terutama pada tingkat keparahan gangguan yang

terjadi. Namun tindakan intervensi bedah yaitu vitrektomi dapat menyelamatkan

mata dan menstabilkan ketajaman visual.1,4

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Alexandrakis G, Scott IU, Flynn HW Jr, Murray TG, Feuer WJ. Visual acuity
outcomes with and without surgery in patients with persistent fetal vasculature.
Ophthalmo- logy. 2000;107(6):1068-72.
2. Dhir L, Quinn AG. Persistent fetal vasculature and spontaneous hyphema in a
patient with Klippel-Trénaunay-Weber syndrome. J AAPOS 2010;14(2):190-2.
3. Kumar A, Jethani J, Shetty S, Vijayalakshmi P. Bilateral persistent fetal
vasculature: a study of 11 cases. J AAPOS. 2010;14(4):345-8.
4. Sisk RA, Berrocal AM, Feuer WJ, Murray TG. Visual and anatomic outcomes
with or without surgery in persistent fetal vasculature. Ophthalmology.
2010;117(11): 2178-83.e1-2.
5. Müllner-Eidenböck A, Amon M, Moser E, Klebermass N. Persistent fetal
vasculature and minimal fetal vascular remnants: a frequent cause of unilateral
congenital cataracts. Ophthalmology. 2004;111(5):906-13.
6. Müllner-Eidenböck A, Amon M, Hau W, Klebermass N, Abela C, Moser E.
Surgery in unilateral congenital cataract caused by persistent fetal vasculature
or minimal fetal vascular remnants: age-related ndings and management
challenges. J Cataract Refract Surg. 2004;30(3):611-9
7. Paysse EA, McCreery KM, Coats DK. Surgical management of the lens and
retrolenti- cular brotic membranes associated with persistent fetal vasculature. J
Cataract Refract Surg. 2002;28(5):816-20. Comment in J Cataract Refract
Surg. 2003;29(7): 1250.

8. Vasavada AR, Vasavada SA, Bobrova N, Praveen MR, Shah SK, Vasavada
VA, et al. Out- comes of pediatric cataract surgery in anterior persistent fetal
vasculature. J Cataract Refract Surg. 2012;38(5):849-57.

9. Vasavada VA, Dixit NV, Ravat FA, Praveen MR, Shah SK, Vasavada V, et al.
Intraoperative performance and postoperative outcomes of cataract surgery in
infant eyes with microphthalmos. J Cataract Refract Surg. 2009;35(3):519-28.

29
10. Anteby I, Cohen E, Karshai I, BenEzra D. Unilateral persistent hyperplastic
primary vitreous: course and outcome. J AAPOS. 2002;6(2):92-9.

11. Crick R. P, Khaw P. T., Congenital Abnormaities and Genetic Disorders.


Dalam: A Textbook of Clinical Ophthalmology. Singapore: World Scientific
Publishing Co. Pte. Ltd., 3rd Edition, 2003; 427.
12. Persistent HyperplasticPrimary Vitreous. Diunduh dari:
http://www.institutvision.org/index.php?option=com_content&view=article&i
d=220&Itemid=75&lang=en&limitstart=1 [Diperoleh: 28Juli 2018]
13. Alex V. L., Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Department of
Ophthalmology The Hospital for Sick Children University of Toronto er 2003.
Diunduh dari: http://www.pgcfa.org/files/MORIN_03_WINTER.pdf
[Diperoleh: 28 Juli 2018]
14. Rita Sitorus. Persistent Fetal Vasculature. Dalam: Buku Ajar Oftalmologi.
Edisi Pertama. Badan Penerbit FK UI. Jakarta : 2017.
15. Retina and Vitreous, Basic and clinical science course. Section 12;
American Academy of Opthalmology, 2016-17.
16. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Basic and clinical science
course. Section 6; American Academy of Opthalmology, 2016-17.
17. http://eyewiki.org/Persistent_hyperplastic_primary_vitreous
18. Hunt A, et al. Outcomes in persistent hyperplastic primary vitreous. Br J
Ophthalmol 2005; 89:859-863.

30

Anda mungkin juga menyukai