Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurang Vitamin A (KVA) atau Xeropthalmia masih merupakan

masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang

dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa  pertumbuhan.

KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang

merupakan Nutrition Related Diseases yang dapat mengenai berbagai

macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem

kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak

kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak

usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di

negara berkembang.1

KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang

Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi yang

sangat kurang, termasuk zat gizi mikro seperti vitamin A. anak yang menderita

KVA mudah sekali terserang infeksi lain karena daya tahan anak tersebut

menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan

penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua

tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan usus juga dapat menyebabkan

KVA walaupun ini sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (<80%

AKG) yang berkepanjangan akan menyebabkan anak menderita KVA, yang

1
umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu

memberikan makan yang cukup.1

Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi

utama. Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui,

tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala

nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat

subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam

darah di laboratorium. Masalah KVA dapat diibaratkan sebagai fenomena

“gunung es” yaitu masalah xeropthalmia yang hanya sedikit tampak

dipermukaan.2

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi mikro yang mempunyai

manfaat yang sangat penting bagi tubuh manusia, terutama dalam penglihatan

manusia. Seperti diketahui vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang

pertama di temukan. Secara umum, vitamin A merupakan nama generik yang

menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A/karotenoid yang

mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol.3

Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih menunjukkan

perhatian yang serius. Meskipun hasil survey Xeroftalmia (1992) menunjukkan

bahwa berdasarkan kriteria WHO secara klinis KVA di Indonesia sudah tidak

menjadi masalah kesehatan masyarakat (< 0,5%). Namun pada survey yang

sama menunjukkan bahwa 50% balita masih menderita KVA SubKlinis (serum

retinol < 20 ug/dl). Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak

pertengahan tahun 1997, dimana terjadi peningkatan kasus gizi buruk di

2
berbagai daerah mengakibatkan masalah KVA muncul kembali. Berdasarkan

laporan dari beberapa provinsi.1

Saat ini, Xerophthalmia adalah masalah utama di negara-negara

berkembang dan merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah.

Selain banyak sekali tanda dan gejala okular, mungkin juga dikaitkan dengan

peningkatan morbiditas, peningkatan mortalitas, dan dapat memiliki efek buruk

pada pertumbuhan anak yang terkena.4

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Bola Mata

Cavum orbita merbentuk piramid dengan empat sisi. Basis terbuka

menghadap ke ventral, berbentuk segiempat. Pada apex terdapat foramen

opticum dan fissura orbitalis superior. Dinding medial letak sejajar satu sama

lain, tipis, turut membentuk dinding cellulae ethmoidalis, dibentuk antara Iain

oleh maxilla den os lacrimale. Dinding lateral terletak miring ke medial, tebal

dan dibentuk antara lain oleh os zygomaticus. Dilihat dari samping dinding

medial lebih menonjol. Dinding lantai (dasar) dibentuk oleh os zygomaticum

dan maxilla. Dinding atap dibentuk oleh os frontale dengan tepi yang agak

menonjol, disebut margo supra orbitale.5

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata

dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga

terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan yaitu:

a. Sklera adalah merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan

bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.

Bagian terdepan sclera di sebut kornea yang bersifat transparan yang

4
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata kelengkungan kornea lebih

besar dibanding sclera

b. Jaringan Uvea merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sclera dan uvea

dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki oleh darah bila terjadi

perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.

c. Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak

10 lapis yang merupakan lapis membaran neurosensoris yang akan

merubah sinar menjadi rnagsangan pada saraf optic dan di teruskan di

orak. Terdapat rongga potensial antara retina dan koroid sehingga retin

dapat terlepas dari koroid di sebut ablasio retina.6

Gambar. Bola Mata7

1. Sklera

Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea

merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sclera berhubungan

erat dengan kornea dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus. Sclera

5
berjalan dari papil saraf optik sampai ke kornea. Sklera anterior ditutupi

oleh 3 lapis jaringan ikat vascular. Sclera mempunyai kekakuan tertentu

sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata. Walaupun sclera

kaku dan tipisnya 1 mm ia masih tahan terhadap kontusi trauma tumpul.

2. Kornea

Selaput bening mata, bagian selaput maya yang tembus cahaya,

merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan

terdiri atas lapis:

a. Epitel

Tebalnya 550 um, terdiri dari 5 lapis epitel tidak bertanduk yang

saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonsl dan sel

gepeng.

b. Membrana bowman

Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang merupakan

epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur

seperti stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

c. Stroma

Menyusun 90% ketebalan kornea dan terdiri dari lamel yang

merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya,

pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer

serat kolagen ini bercabang; terbentuk kembali serat kolagen memakan

waktu lama kira-kira 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea

yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma.

6
d. Membran Descement

Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas belakang

stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran

basalnya, bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40 µm.

e. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar

20-40 um. Endotel melekat pada mebran descement melalui

hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari

saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V berjalan ke supra koroid,

masuk ke stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan

selubung schwannya

3. Uvea

Lapis vaskular didalam bola mata yang terdiri dari iris, badan siliar,

dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat

mengatur jumlah sinar masuk kedalam bola mata. Otot dilator terdiri atas

jaringan ikat jarang yang tersusun dalam bentuk yang dapat berkontraksi

yang disebut sebagai sel mioepitel. Sel ini dirangsang oleh sistem saraf

simpatetik yang mengakibatkan sel berkontraksi yang akan melebarkan

pupil. Otot dilator pupil bekerja berlawanan dengan otot konstriktor yang

mengecilkan pupil dan mengakibatkan cahaya kurang masuk kedalam

mata. Sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis.

7
Otot siliar yang terletak di bagian siliar mengatur bentuk lensa untuk

kebutuhan akomodasi.

Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik

mata (aquos Humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum meshwork

yang terletak pada pangkal iris di atas kornea dan sclera. Jaringan Uvea

merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang

yang potensial mudah dimasuki oleh darah bila terjadi perdarahan pada

ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.

4. Pupil

Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf

simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan pupil akan

mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa sklerosis. Fungsi

mengecilnya pupil adalah untuk mencegah aberasi kromatis pada

akomodasi dan untuk memperdalam focus.

5. Sudut Bilik Mata Depan

Dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada

bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat

hambatan pengaliran cairan mata, maka akan terjadi penimbunan cairan

bilik mata dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meningkat atau

glaucoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum,

kanal Schelmm, baji sclera, garis schwalbe dan jonjot iris.

Sudut filtrasi berbatas dengan sclera kornea dadisini ditemukan

sclera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan

8
batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal.

Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai

dua komponen yaitu badan siliar dan uvea.

Pada garis filtrasi terdapat garis schwalbe yang merupakan akhir

perifer endotel dan membrant descement, serta kanal shlemm yang

menampung cairan mata keluar kesalurannya. Sudut bilik mata depan

sempit terdapat pada mata berbakat glaucoma sudut tertutup,

hipermetropia, blockade pupil, katarak intumesen, dan sinekia posterior

perifer.

6. Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan berbentuk lensa

didalam mata bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di

belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram

yang dapat menebal dan menipis saat akomodasi. Lensa berbentuk

lempeng cakram biconvex dan terletak didalam bilik mata belakang.

7. Badan Kaca

Merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara

lensa dengan retina. Bersifat semi cair di dalam bola mata mengandung air

sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air dan berfungsi untuk

mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranananya mengisi ruang

untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.

8. Retina

9
Merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima

rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid dengan sel pigmen

epitel retina, dan terdiri atas lapisan:

a. Lapis fotoreseptor

b. Membrana limitan eksterna

c. Lapisan nukleus luar

d. Lapis pleksiform luar

e. Lapis nucleus dalam

f. Lapis pleksiform dalam

g. Lapis sel ganglion

h. Lapis serabut saraf

i. Membrana limitan interna

9. Saraf optik

Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2

jenis serabut saraf, yaitu saraf penglihatan dan serabut pupilomotor.

Kelainan saraf optik menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan

langsung atau tidak langsung terhadap saraf optic atau perubahan toksik

dan anoksik yang mempengaruhi aliran listrik.6

B. Definisi

Xerophtalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan

vitamin A termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan

fungsi sel retina yang dapat berakibat kebutaan. Xerophtalmia berasal dari

10
bahasa Yunani (xeros=kering; ophtalmos= mata) yang berarti kekeringan pada

mata akibat mata gagal memproduksi air mata atau yang dikenal dengan dry

eye yang mengakibatkan konjungtiva dan kornea kering.1

C. Epidemiologi

Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di

seluruh dunia terutama di negara berkembang seperti Indonesia dan dapat

terjadi pada semua umurterutama pada masa pertumbuhan. Hasil survei

menunjukkan kasus defisiensi vitamin A subklinis masih tinggi yang

ditunjukkan lebih dari 50 persen balita mempunyai kadar retinol serum

<20mcg/dl. Data terbaru menunjukkan masihdi temukan kasus xeropthalmia

0,13 persendan indeks retinol serum 14,6 persen, serta terjadi penurunan

cakupan suplementasi vitamin A secara nasional.8

Awalnya pada tahun 1992, hasil survei Xeroftalmia berdasarkan kriteria

WHO secara Klinis KVA di Indonesia sudah tidak menjadi masalah kesehatan

masyarakat (<0,5%). Pada tahun 1994 Pemerintah Indonesia mendapat

penghargaan ÓHelenKeller AwardÓ, karena mampu menurunkan prevalensi

xeroftalmia sampai 0,3%. Keberhasilan tersebut berkat upaya program

penanggulangan KVA dengan suplemen kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000

SI (merah) sebanyak 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus yang

ditujukan kepada anak balita (1-5 tahun) dan 1 kapsul pada ibu nifas (< 30 hari

sehabis melahirkan). Setelah tahun 1997 kemudian sasaran diperluas kepada

bayi umur 6 – 11 bulan dengan pemberian kapsul vitamin A dosis 100.000 SI

(biru).1

11
Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan

tahun 1997, dimana terjadi peningkatan kasus gizi buruk di berbagai daerah

mengakibatkan masalah KVA muncul kembali. Berdasarkan laporan dari

beberapa propinsi antara lain dari NTB dan Sumatera Selatan menunjukkan

munculnya kembali kasus Xeroftalmia mulai dari tingkat ringan sampai berat

bahkan menyebabkan kebutaan. Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia

masih membutuhkan perhatian yang serius. Data laporan baik dari SP2TP

maupun data dari survei tidak mendukung, karena selama ini kasus xeroftalmia

tidak dilaporkan secara khusus dan dianggap sudah bukan menjadi prioritas

masalah kesehatan di Indonesia.1

D. Etiologi

Penyebab terjadinya xerophthalmia adalah karena kurangnya Vitamin

A. Faktor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus xerophthalmia di

Indonesia adalah:1

1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau

Pro Vitamin A untuk jangka waktu yang lama.

2. Bayi tidak diberikan ASI eksklusif.

3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein,

Zn/seng atau zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan

Vitamin A dalam tubuh.

4. Adanya gangguan penyerapan Vitamin A atau Pro Vitamin A

seperti pada penyakit-penyakit antara lain, diare kronik, KEP dan

lain-lain.

12
5. Adanya kerusakan hati seperti pada kwashiorkor dan hepatitis

kronis, menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol

Binding Protein) dan pre-albumin yang penting dalam penyerapan

Vitamin A.

E. Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya xeroftalmia dapat dipengaruhi oleh tiga faktor

berikut:1

1. Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan

a. Ketersediaan pangan sumber vitamin A

b. Pola makan dan cara makan

c. Adanya paceklik atau rawan pangan

d. Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama

yangmerupakan sumber Vit A.

e. Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena

penyakitcampak dan diare

f. Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau

g. Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang

sehat

h. Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan

2. Faktor Keluarga

a. Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih tinggi

kemungkinananaknya menderita KVA karena pendidikan yang rendah

biasanya disertaidengan keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi

13
yang kurang.

b. Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko mengalami

KVA. Walaupun demikian besarnya penghasilan keluarga tidak

menjaminanaknya tidak mengalami KVA, karena harus diimbangi

denganpengetahuan gizi yang cukup sehingga dapat memberikan

makanan kayavitamin A.

c. Jumlah anak dalam keluarga jika semakin banyak anak semakin

kurang perhatian orang tua dalammengasuh anaknya.

d. Pola asuh anak yang mengarah pada kurangnya perhatian keluarga

terhadap pertumbuhan dan perkembangananak sepertipasangan suami

istri (pasutri) yang bekerja dan perceraian.

3. Faktor individu

a. Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).

b. Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai

usia2 tahun.

c. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas

maupunkuantitas

d. Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.

e. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis

(TBC),Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan

kecacingan.

f. Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas atau pelayanan

kesehatan(untuk mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi).

14
F. Gejala Klinis

Xeroftalmia biasanya merupakan akibat dari KVA yang progressif.

KVA dapat menyebabkan kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan

epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan

organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada

mata. Kelainan kulit umumnya terlihat pada tungkai bawah bagian depan dan

lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan.

Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena

kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang

Energi Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk.1

Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA

yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak

menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya. Tanda-

tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai

berikut:

1. XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)

2. XIA : xerosis konjungtiva

3. XIB : xerosis konjungtiva disertai

bercak bitot

15
4. X2 : xerosis kornea

5. X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea

< 1/3 permukaan kornea

6. X3B : keratomalasia atau ulserasi kornea

≥ 1/3 permukaan kornea

7. XS : jaringan parut kornea

(sikatriks/scar)

8. XF : fundus xeroftalmia.

XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan

pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat

16
yang harus segera diobatikarena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi

X3. X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan

cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada

kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).1,9

G. Patomekanisme

Vitamin A adalah Vitamin yang larut dalam lemak, sumber utamanya

adalah dari makanan. Ini penting untuk fungsi normal sistem kekebalan

tubuh, kulit, permukaan epitel, dan retina. Vitamin A memiliki dua peran

penting dalam mata manusia. Diperlukan untuk fungsi normal sistem visual

dan untuk mempertahankan integritas seluler epitel. Dalam retina, Vitamin A

adalah prekursor untuk fotopigment di retina, yang memiliki peran penting

dalam sistem visual. Sistem Rhodopsin dalam sel batang retina jauh lebih

sensitif terhadap kekurangan vitamin A daripada sistem Iodopsin dari sel

kerucut retina. Hal ini menghasilkan penurunan fungsi batang awal, yang

menyebabkan penglihatan yang rusak pada cahaya redup atau nyctalopia.

Vitamin A juga penting dalam menjaga integritas dalam diferensiasi dan

proliferasi epitel konjungtiva dan kornea. Kekurangan dapat menyebabkan

xerosis konjungtiva dan kornea, keratomalacia, dan jaringan parut kornea.4

H. Diagnosis

Diagnosis xeroftalmia ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan khusus. Pemeksisaan laboratorium dapat digunakan untuk

mendukung diagnosa kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan

tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa

17
anak tersebut risiko tinggi untuk menderita KVA. Pemeriksaan laboratorium

lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakitlain yang dapat memperparah

seperti pada penderita malaria, TBC, Pneumonia dan gangguan funsi hati.

Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah

Sakit/Labkesda atau BKMM, sesuai dengan ketersediaan sarana laboratorium.

1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mengetahui faktor risiko tinggi yang

menyebabkan anak rentan menderita xeroftalmia. Secara lengkapnya,

anamnesis yang perlu ditanyakan kepada penderita atau keluarga penderita

adalah sebagai berikut:1

a. Identitas penderita dan orang tua

1) Nama

2) Umur

3) Jenis kelamin

4) Jumlah saudara dalam keluarga

5) Jumlah saudara balita dalam keluarga

6) Anak ke berapa

7) Berat Lahir : Normal/BBLR

8) Nama ayah/ibu

9) Alamat/tempat tinggal

10) Pendidikan

11) Pekerjaan

12) Status Perkawinan

18
b. Keluhan Penderita

1) Keluhan Utama: Ibu mengeluh anaknya tidak bisa melihat pada

sore hari (buta senja)atau ada kelainan pada matanya. Kadang-

kadang keluhan utama tidak berhubungan dengan kelainan pada

mata seperti demam.

2) Keluhan Tambahan: Tanyakan keluhan lain pada mata tersebut dan

kapan terjadinya. Lalu upaya apa yang telah dilakukan untuk

pengobatannya.

c. Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya

1) Apakah pernah menderita Campak dalam waktu < 3 bulan?

2) Apakah anak sering menderita diare dan atau ISPA?

3) Apakah anak pernah menderita Pneumonia?

4) Apakah anak pernah menderita infeksi cacingan?

5) Apakah anak pernah menderita Tuberkulosis?

d. Kontak dengan pelayanan kesehatan

Tanyakan apakah anak ditimbang secara teratur mendapatkan

imunisasi, mendapat suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan

memeriksakan kesehatan baik di posyandu atau puskesmas (cek dalam

buku KIA/KMS anak).

e. Riwayat pola makan anak

1) Apakah anak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan?

2) Apakah anak mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan?

Sebutkan jenis dan frekuensi pemberiannya

19
3) Bagaimana cara memberikan makan kepada anak: Sendiri /

Disuapi.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau

gejala klinis dan menentukan diagnosis serta pengobatannya, terdiri dari

pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus atau pemeriksaan mata.

Pemeriksaan umum dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-

penyakit yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya

xeroftalmia seperti gizi buruk, penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati.

Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan

senter yang terang (loop).1

Pemeriksaan umum meliputi pengukuran berat badan dan tinggi

badan (Antropometri) dan penilaian Status gizi untuk mengetahui apakah

anak menderita gizi kurang atau gizi buruk. Sedangkan pemeriksaan

khusus dilakukan dengan cara memeriksa adanya tanda-tanda xeroftalmia

seperti kulit kering atau bersisik. Pemeriksaan mata digunakan untuk

melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan senter yang terang (loop).

Pada pemeriksaan mata perlu diperhatikan hal-hal berikut:1

a. Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)

b. Apakah ada bercak bitot (X1B)

c. Apakah ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)

20
d. Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/X3B)

e. Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)

f. Apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi

denganopthalmoscope (XF)

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa

kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas

KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut

risiko tinggi untuk menderita KVA. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah

pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl,

berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis. Pemeriksaan laboratorium

lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit lain yang dapat

memperparah seperti pada :

a. Pemeriksaan darah malaria

b. Pemeriksaan darah lengkap

c. Pemeriksaan fungsi hati

d. Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui apakah ada pneumoniaatau

TBC

e. Pemeriksaan tinja untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing serta

f. Pemeriksaan darah yang diperlukan untuk diagnosa penyakit penyerta.

g. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah

Sakit/ Labkesda atau BKMM, sesuai dengan ketersediaan sarana

laboratorium.1

21
I. Penatalaksanaan

Pemberian Vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam 1-2

minggu. Defisiensi vitamin A diberikan dosis 30.000 unit/hari selama 1

minggu. Kebutuhan Vitamin A adalah 1500-5000 IU/hari (anak-anak sesuai

usia) 5000 IU (dewasa).

1. Terapi dengan Pemberian Kapsul

Tabel 1. Jadwal dan dosis pemberian kapsul vitamin A.1

2. Pemberian Obat Tetes Mata

Obat tetes/salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid (tetrasiklin 1%,

Kloramfenikol 0.25-1% dan gentamisin 0.3%) diberikan pada penderita

X2,X3A,X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga tetes mata

atropin 1% 3 x 1 tetes/hari. Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7

hari sampai semua gejala pada mata menghilang. Mata yang terganggu

harus ditutup dengan kasa selama 3-5 hari hingga peradangan dan iritasi

mereda. Gunakan kasa yang telah dicelupkan kedalam larutan Nacl 0,26

22
dan gantilah kasa setiap kali dilakukan pengobatan. Lakukan tindakan

pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat berhati-hati. Selalu mencuci

tangan pada saat mengobati mata untuk menghindari infeksi sekunder,

Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapat pengobatan lebih

lanjut.1

Suplemen vitamin A untuk populasi anak umum adalah bagian dari

program kesehatan di banyak negara berkembang. Suplementasi,

rehabilitasi, dan pendidikan merupakan pendekatan tiga cabang dalam

pengelolaan defisiensi vitamin A. Upaya pendidikan kesehatan harus

diarahkan untuk memasukkan makanan kaya vitamin A ke dalam makanan.

Penyakit yang mendasari seperti penyakit hati dan penyakit radang usus

harus dikelola dalam kasus Xerophthalmia nondietary. Masalah

alkoholisme juga harus ditangani dalam hal ini.4

3. Terapi Gizi

A. Energi

Pada kasus gizi buruk, diberikan bertahap mengikuti fase

stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100 kalori/kg BB, 150

kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.1

B. Protein

Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam

pembentukan Retinol Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk

diberikan bertahap yaitu: 1 - 1,5 gram/ kg BB / hari ; 2 - 3 gram/ kg

BB / hari dan 3 - 4 gram/ kg BB / hari.1

23
C. Lemak

Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal.

Pemberian minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang

(MCT=Medium Chain Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa

sawit yang berwarna merah dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.1

J. Pencegahan

Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan

vitamin A yang cukup untuk tubuh. Untuk mencegah xeroftalmia dapat

dilakukan:1

1. Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor social

budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan

faktor individu)

2. Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini

3. Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara

periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari

atau Agustus (100.000 SI), untuk anak balita diberikan enam bulan

sekali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus dengan dosis

200.000 SI.

4. Mengobati penyakit penyebab atau penyerta

5. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk

6. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A /

provitamin A secara terus menerus.

7. Memberikan ASI Eksklusif

24
8. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI

9. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Xeroftalmia merupakan kekurangan vitamin A yan dapat terjadi pada

semua umur akan tetapi kekurangan yang di sertai kelainan pada mata

umumnya terdapat pada anak berusia 6 bulan sampai 4 tahun. Biasanya pada

anak ini juga terdapat kelainan protein kalori malnutrisi. Kekurangan Vitamin

A juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan atau penyakit

gastrointestinal dan sirosis hepatis. Gejala yang di timbulkan yaitu pasien

dapat mengeluh mat kering (produksi musin berkurang karena kerusakan sel

goblet), seperti kelilipan, sakit, buta senja dan penglihatan menurun. Terdapat

2 kelainan defisiensi vitamin A yaitu niktalopia dan atrofi serta keratinisasi

jaringan epitel dan mukosa. Pada keratinisasi di dapatkan xerosis konjungtiva,

bercak bitot, xerosis kornea, tukak kornea da berakhir dengan keratomalasia.

Pada tahap penatalaksanaan Pemberian Vitamin A akan memberikan

perbaikan nyata dalam 1-2 minggu. Defisiensi vitamin A diberikan dosis

30.000 unit/hari selama 1 minggu. Kebutuhan Vitamin A adalah 1500-5000

IU/hari (anak-anak sesuai usia) 5000 IU (dewasa).

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes Kesehatan RI. 2003. Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia:

Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta.

2. Pratiwi, S.Y. Kekurangan Vitamin A (KVA) dan Infeksi, Pengajar

Fakultas Ilmu Kesehatan, Unniversitas Muhammadiyah Jember. The

Indonesian Journa of Health Science, Vol. 3, No.2, 2013.

3. Azrimaidaliza. “Vitamin A, Imunitas dan kaitannya dengan penyakit

infeksi” Jurnal Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas, September

2007.

4. Feroze, B.K., Kaufman J.E. Xeropthalmia. 22 Juni 2020.

5. Luhulima, J.W., dkk. 2014. Buku Ajar Anatomi Biomedik II. Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. pg 158-160

6. Ilyas, S., Yulianti, S.R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Badan Penerbit

FK UI. 2015

7. Netter, F.H. 2013. Atlas Anatomi Manusia Jilid 5. Sagung seto. Jakarta.

pg. 77-82

8. Dwiyanti, H., Riyadi, H., Rimbawan, R., Damayanthi, E., Sulaeman, A.

And Handharyani, E., 2013. Efek Pemberian Gula Kelapa Yang Diperkaya

Minyak Sawit Merah Terhadap Peningkatan Berat Badan Dan Kadar

26
Retinol Serum Tikus Defisien Vitamin A (Effect Of The Feeding Of

Brown Sugar Enriched With Red Palm Oil On Body Weight Gain And

Serum Retinol Levels. Penelitian Gizi Dan Makanan (The Journal of

Nutrition And Food Research), 36(1), Pp.73-81.

9. World Health Organization., 2014. “Xeropthalmia and night blindness for

the assessment of clinical vitamin A deficiency in individuals and

populations” (Vitamin and Mineral Nutrition Information Systemn).

27

Anda mungkin juga menyukai