Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama :-

Umur : 34 tahun

Tanggal Lahir :-

Suku :-

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama :-

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Kedua mata dirasakan perih sejak 2 tahun yang lalu dan memberat dalam 1 tahun terakhir.

Anamnesis Terpimpin :

Seorang perempuan berusia 34 tahun datang pertama kali ke unit infeksi dan imunologi Pusat

Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 7 September 2018. Pasien datang

dengan keluhan utama kedua mata dirasakan perih sejak 2 tahun yang lalu dan memberat

dalam 1 tahun terakhir. Keluhan disertai sensasi seperti ada benda asing, silau, dan sulit

membuka mata. Tidak ada keluhan mata merah, berair, dan belekan. Penglihatan tidak

bertambah buram. Keluhan bertambah berat jika terkena angin di luar ruangan ataupun air

conditioner(AC) di dalam ruangan. Pasien harus memakai kacamata hitam apabila berada

dalam kondisi tersebut. Pasien juga merasakan mulut kering dan jika menelan air liur

1
dirasakan sedikit. Tidak ada keluhan nyeri sendi ataupun kulit kering. Tidak terdapat riwayat

trauma ataupun riwayat alergi. Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan serupa.

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa. Tidak terdapat riwayat konsumsi

obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama. Tidak terdapat riwayat operasi sebelumnya

pada mata. Pasien sebelumnya memiliki kacamata, dikatakan memiliki ukuran minus 0,50

pada kedua mata. Riwayat pemakaian lensa kontak tidak ada. Pasien sehari-hari merupakan

ibu rumah tangga dan sudah memiliki 2 orang anak. Riwayat penyakit jantung dan diabetes

mellitus tidak ada. Pasien sudah berobat ke dokter spesialis mata di Rumah Sakit Ciereng 3

bulan yang lalu dan didiagnosis dengan mata kering, diberikan tetes mata tetapi pasien

selanjutnya tidak pernah kontrol kembali. Pasien merasa terganggu dengan kondisi matanya

dan ingin tidak harus memakai kacamata gelap jika berada di luar ruangan untuk mengurangi

gejala.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologis

didapatkan visus dasar mata kanan 0,5 dengan pinhole 0,63, mata kiri 0,32 dengan pinhole

0,4. Kedudukan bola mata kanan dan kiri ortotropia. Gerakan bola mata pada kedua mata

baik ke segala arah. Tekanan bola mata dengan pengukuran non contact tonometer pada mata

kanan 14 dan mata kiri 16. Palpebra kedua mata tampak blefarospasme. Konjungtiva bulbi

tenang. Terdapat keratitis pungtata superfisialis di kornea setelah dilakukan pemeriksaan

dengan pewarnaan fluorescein. Bilik mata depan Van Herick grade III flare/cell -/-. Pupil

bulat, refleks cahaya direk/indirek +/+, relative afferent pupillary defect -/-. Tidak ada sinekia

pada iris. Lensa tampak jernih. Pemeriksaan tear break up time didapatkan hasil kurang dari 5
2
detik. Pasien kemudian didiagnosis dengan mata kering dengan tingkat keparahan berat pada

mata kanan dan kiri yang diduga disebabkan oleh sindroma Sjogren.

D. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana pada pasien ini berupa tetes mata serum autologous yang diberikan 1 tetes tiap

jam pada kedua mata, air mata artifisial 6 kali 1 tetes per hari dan sodium hyaluronate 4 kali 1

tetes per hari. Pasien kemudian dikonsulkan ke unit penyakit dalam untuk mencari penyakit

yang mendasarinya lalu pasien disarankan untuk kontrol 2 minggu kemudian. Akan tetapi

pasien baru kontrol kembali 1 bulan kemudian pada tanggal 4 Oktober 2018.

E. RESUME

Seorang perempuan berusia 34 tahun datang pertama kali ke unit infeksi dan imunologi

Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 7 September 2018. Pasien

datang dengan keluhan utama kedua mata dirasakan perih sejak 2 tahun yang lalu dan

memberat dalam 1 tahun terakhir. Keluhan disertai sensasi seperti ada benda asing, silau, dan

sulit membuka mata. Tidak ada keluhan mata merah, berair, dan belekan. Penglihatan tidak

bertambah buram. Keluhan bertambah berat jika terkena angin di luar ruangan ataupun air

conditioner(AC) di 3 dalam ruangan. Pasien harus memakai kacamata hitam apabila berada

dalam kondisi tersebut. Pasien juga merasakan mulut kering dan jika menelan air liur

dirasakan sedikit. Tidak ada keluhan nyeri sendi ataupun kulit kering. Tidak terdapat riwayat

trauma ataupun riwayat alergi. Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan serupa.

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa. Tidak terdapat riwayat konsumsi

3
obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama. Tidak terdapat riwayat operasi sebelumnya

pada mata. Pasien sebelumnya memiliki kacamata, dikatakan memiliki ukuran minus 0,50

pada kedua mata. Riwayat pemakaian lensa kontak tidak ada. Pasien sehari-hari merupakan

ibu rumah tangga dan sudah memiliki 2 orang anak. Riwayat penyakit jantung dan diabetes

mellitus tidak ada.

Pasien sudah berobat ke dokter spesialis mata di Rumah Sakit Ciereng 3 bulan yang lalu dan

didiagnosis dengan mata kering, diberikan tetes mata tetapi pasien selanjutnya tidak pernah

kontrol kembali. Pasien merasa terganggu dengan kondisi matanya dan ingin tidak harus

memakai kacamata gelap jika berada di luar ruangan untuk mengurangi gejala.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan

oftalmologis didapatkan visus dasar mata kanan 0,5 dengan pinhole 0,63, mata kiri 0,32

dengan pinhole 0,4. Kedudukan bola mata kanan dan kiri ortotropia. Gerakan bola mata pada

kedua mata baik ke segala arah. Tekanan bola mata dengan pengukuran non contact

tonometer pada mata kanan 14 dan mata kiri 16. Palpebra kedua mata tampak blefarospasme.

Konjungtiva bulbi tenang. Terdapat keratitis pungtata superfisialis di kornea setelah

dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan fluorescein. Bilik mata depan Van Herick grade III

flare/cell -/-. Pupil bulat, refleks cahaya direk/indirek +/+, relative afferent pupillary defect

-/-. Tidak ada sinekia pada iris. Lensa tampak jernih. Pemeriksaan tear break up time

didapatkan hasil kurang dari 5 detik. Pasien kemudian didiagnosis dengan mata kering

dengan tingkat keparahan berat pada mata kanan dan kiri yang diduga disebabkan oleh

sindroma Sjogren.

Tatalaksana pada pasien ini berupa tetes mata serum autologous yang diberikan 1 tetes tiap

jam pada kedua mata, air mata artifisial 6 kali 1 tetes per hari dan sodium hyaluronate 4 kali 1
4
tetes per hari. Pasien kemudian dikonsulkan ke unit penyakit dalam untuk mencari penyakit

yang mendasarinya lalu pasien disarankan untuk kontrol 2 minggu kemudian. Akan tetapi

pasien baru kontrol kembali 1 bulan kemudian pada tanggal 4 Oktober 2018.

Pasien merasakan belum ada perubahan gejala. Pada pemeriksaan oftalmologis tambahan

dilakukan pemeriksaan Schirmer 1 dan didapatkan hasil area basah pada kertas di mata kanan

2 mm dan di mata kiri 4 mm. Pemeriksaan TBUT didapatkan hasil kurang dari 5 detik pada

kedua mata. Pemeriksaan pewarnaan okular dengan fluorescein didapatkan Ocular Staining

Score (OSS) SICCA 5. Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil hasil LED 17

mm/jam, tergolong dalam batas normal Hasil tes ANA non reaktif. Hasil Pemeriksaan darah

rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, dan gula darah sewaktu dalam batas normal. Pasien diberikan

tatalaksana yang serupa dengan kunjungan pertama dan direncanakan untuk dikonsultasikan

kembali ke unit penyakit dalam untuk melengkapi pemeriksaan imunologi lainnya.

Prognosis pada pasien ini quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad functionam dubia, dan quo

ad sanationam dubia ad malam.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Sindrom Sjogren (SS) disebut juga Autoimmune Exocrinopathy, Mickuliczs

Disease, Geugerots Syndrome, Sicca Syndrome adalah penyakit autoimun sistemik

yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan biasanya memberikan gejala

kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjar saliva

dan lakrimalis. Sindrom Sjogren ini memiliki hubungan dengan sindrom mata kering.

Sindrom mata kering merupakan suatu manifestasi di bagian mata dari Sindrom

Sjogren. Hilangnya produksi air mata berakibat timbulnya keluhan rasa panas pada

mata, mata kemerahan, gatal dan sensitif terhadap cahaya, dan juga dapat

menyebabkan iritasi kronik dan destruksi epitel kornea dan konjungtiva bulbi.

Manifestasi klinis pada mata yang paling menonjol pada Sindrom Sjogren primer

adalah keratoconjunctivitis sicca (KCS).1

Keratokonjungtivitis sicca (dry eye disease/DED) merupakan penyakit

multifaktorial pada air mata dan permukaan mata yang menimbulkan gejala tidak

nyaman, gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan tear film dengan potensial

merusak permukaan mata. Keadaan ini bisa diikuti dengan peningkatan osmolaritas

tear film dan inflamasi permukaan mata.2

Gambar 1. Keratokonjungtivitis sicca (dry eye disease/DED)

6
B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi DED dengan atau tanpa gejala berkisar 5-35%.2-4 DED jika

didiagnosis hanya berdasarkan tanda saja memiliki prevalensi lebih tinggi dan lebih

variatif, mencapai hingga 75% di sebagian populasi. Wanita lebih sering mengidap

DED dibandingkan pria. Jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko signifikan

DED; dikaitkan dengan efek hormon steroid (androgen dan estrogen), hormon

hipotalamus-hipofisis, glukokortikoid, insulin, insulin-like growth factor 1 dan

hormon tiroid. Androgen sangat penting dalam regulasi permukaan okuler dan

adneksa, dan defisiensi androgen merupakan faktor predisposisi untuk disfungsi

kelenjar lakrimal, sehingga meningkatkan faktor risiko disfungsi kelenjar Meibom

(Meibomian gland dysfunction/MGD) yang berhubungan dengan berkembangnya

ADDE dan EDE. Berbeda dengan androgen, peran estrogen pada permukaan okuler

belum terdefinisikan dengan baik.3

Keratoconjunctivitis sicca telah diidentifikasi sebagai masalah kesehatan

masyarakat yang berkembang, karena mempengaruhi sebanyak 17% wanita dan 11%

pria di Amerika Serikat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ini adalah

perkiraan yang terlalu rendah karena banyak pasien akan mengobati sendiri tanpa

menemui penyedia layanan kesehatan. Angka ini jauh lebih tinggi pada subkelompok

pasien yang juga membawa diagnosis autoimun seperti sindrom Sjogren, artritis

reumatoid, lupus eritematosus sistemik, sarkoidosis, dan skleroderma. Prevalensi

penyakit juga meningkat di iklim kering.4

C. ANATOMI SISTEM LAKRIMASI

Anatomi sistem lakrimal terbagi menjadi dua sistem, bagian pertama adalah

sistem sekretori dan bagian kedua adalah sistem ekskretori. Sistem sekretori terdiri

7
atas kelenjar lakrimal yang merupakan organ yang menghasilkan air mata. Sistem

ekskretori terdiri atas kanalikuli lakrimal hingga duktus nasolakrimalis.

Menurut fungsi sekresinya, kelenjar lakrimal terbagi menjadi kelenjar

lakrimal utama dan kelenjar lakrimal aksesorius. Kelenjar lakrimal utama dibagi

menjadi dua lobus, yaitu lobus orbita dan palpebra yang dipisahkan secara anatomis

oleh aponeurosis levator bagian lateral. Permukaan lobus orbita (superior) kelenjar

lakrimal ditutup oleh fossa tulang frontal. Pada lobus tersebut kelenjar lakrimal

terhubung dengan periosteum oleh suatu jaringan serat konektif yang disebut dengan

ligamen Soemmering. Batas bawah lobus orbita terhubung dengan lapisan otot

levator. Batas anterior kelenjar lakrimal berada di posterior margin superior orbital

tertutup oleh berbagai lapisan, berturut-turut dari posterior ke anterior: septum orbita,

lapisan tipis lemak, serat otot orbikularis dan kulit kelopak mata. Batas posterior

kelenjar berhubungan erat dengan lemak orbita dan memiliki jaringan konektif

longgar dengan struktur orbital. Ujung medial terletak pada sisi lateral dari otot

levator dan ujung lateral berhubungan dengan otot rektus lateralis.5

Gambar 2. Kelenjar lakrimalis

Kelenjar lakrimal aksesorius terdiri dari kelenjar Krause, Wolfring, Zeiss,

Moll, dan Meibom. Kelenjar ini tidak mempunyai suatu sistem saluran dan terletak di

dalam substantia propria konjungtiva palpebra. Struktur pendukung utama palpebra


8
adalah tarsus yang terdiri atas suatu lapisan jaringan fibrosa padat. Tarsus palpebra ini

didapatkan pada palpebra superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan pendukung

palpebra dengan kelenjar Meibom yang ada di dalamnya.

Kelenjar Meibom berfungsi menghasilkan substansi lemak berminyak pada

permukaan air mata (tear film), substansi ini akan mengurangi tingkat penguapan air

mata dan juga akan menjaga kelopak mata atas dan bawah agar tidak lengket saat

berkedip. Kelenjar Meibom ini berjumlah 40–50 buah di palpebra bagian atas dan 20-

30 buah di palpebra bagian bawah. Kelenjar Zeiss adalah modifikasi kelenjar sebaseus

kecil yang bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata. Sedangkan kelenjar

lakrimal Krausse dan Wolfring terdapat di bawah konjungtiva palpebra. Kelenjar ini

memasok cairan ke kantong konjungtiva dan kornea. Kedua kelenjar ini berfungsi

sebagai sekresi basal yang menghasilkan air mata secara terus menerus dalam jumlah

yang relatif kecil, yaitu sekitar 30 μl per menit.5

D. FISIOLOGI SISTEM LAKRIMASI

Sistem lakrimalis terdiri atas kanalikuli (atas dan bawah), kanalikulus, sakus

lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Apparatus nasolakrimalis terbentuk ketika 6

minggu kehidupan prenatal. Sistem lakrimal dimulai dari pungtum lakrimalis yang

terletak di dekat nasal di tiap kelopak, kemudian menuju kantus medial disakus

lakrimalis. Pungtum inferior terletak di lateral dan lebih keatas. Kedua pungtum

tersebut berbentuk seperti lubang dengan rata-rata diameter 0,5–1,5 mm. Pada sekitar

delapan puluh dua persen (82%) bayi yang lahir cukup bulan, sekresi basal dimulai

dalam 24 jam pertama post natal dan sekresi refleks baru terjadi beberapa hari sampai

beberapa minggu post natal. Air mata merupakan cairan yang terdiri dari lapisan

mukoid di bagian terdalam, lapisan aqueos intermediate dan lapisan minyakpaling

9
luar. Lapisan aqueos intermediate adalah hasil dari dua jenis kelenjar yang berkaitan

dengan suplai konstan kelenjar lakrimalis (sekresi basal atau dasar) dan kelenjar yang

bertanggung jawab terhadap suplai tambahan lakrimalis secara motorik (refleks

sekresi).5

Lapisan air mata atau film air mata terdiri atas tiga (3) komponen lapisan

penyusun, yaitu lemak (lipid), akuos, dan musin. Lapisan lemak atau lipid (TFLL/tear

film lipid layer) disekresi oleh kelenjar Meibom, Moll, dan Zeis. Fungsi lapisan lemak

ini adalah mencegah penguapan dari lapisan di bawahnya dan membentuk pertahanan

di sepanjang tepi kelopak mata agar air mata tidak jatuh ke kulit. Lapisan lemak ini

juga memiliki fungsi mengurangi tekanan permukaan air mata. Lapisan lemak ini

memiliki ketebalan yang sangat tipis, yaitu sekitar 0,1 μm yang terdiri atas kolesterol

ester.

Gambar 3. Lapisan Air Mata

Lapisan akuos disekresi oleh kelenjar lakrimal primer dan aksesorius, yaitu

kelenjar Krause dan Wolfring. Fungsi dari lapisan akuos ini adalah memberi nutrisi

untuk metabolisme epitel kornea. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal,

sekitar 6–7 μm yang terdiri atas air, elektrolit, glukosa, albumin, globulin, dan

lisozim. Sedangkan lapisan musin disekresi oleh sel goblet dan sedikit dari kelenjar

lakrimal. Lapisan ini terletak yang paling dalam dan terdiri atas gliko protein. Lapisan

10
musin ini sebagian diserap oleh epitel kornea yang merubah sifat hidrofobik menjadi

hidrofilik sehingga akuos menyebar merata di permukaan kornea.5

E. ETIOLOGI

Sindrom mata kering dikaitkan dengan penyebab yang dapat dibagi menjadi

primer dan sekunder. Mata kering dapat berkembang menjadi sekunder akibat

penyakit inflamasi (misalnya vaskular, alergi), kondisi lingkungan (misalnya alergen,

asap rokok, iklim kering), ketidakseimbangan hormon (misalnya wanita

perimenopause dan pasien yang menjalani terapi penggantian hormon), dan

pemakaian lensa kontak. Gangguan sistemik, seperti diabetes melitus, penyakit tiroid,

artritis reumatoid, dan lupus eritematosus sistemik juga dapat menyebabkan mata

kering. Selain itu, defisiensi neurotropik, operasi mata sebelumnya (seperti

transplantasi kornea, prosedur katarak ekstrakapsular, dan operasi refraksi), atau

penggunaan obat-obatan jangka panjang yang menyebabkan hipersensitivitas atau

toksisitas pada mata dapat mempengaruhi mata kering. Banyak obat sistemik, seperti

diuretik, antihistamin. Wanita pascamenopause mungkin merupakan kelompok

berisiko terbesar; hal ini disebabkan penurunan kadar hormonal yang menyebabkan

hilangnya perlindungan anti-inflamasi dan penurunan sekresi lakrimal.6

F. KLASIFIKASI

Mata kering dapat terjadi sendiri atau bersamaan dengan kelainan lain.

Berdasarkan etiopatologi, mata kering dikelompokkan menjadi dua, yaitu mata kering

defisiensi aqueous (ADDE) dan mata kering evaporasi (EDE):2

a. Mata Kering Defisiensi Aqueous (MKDA)

Disebabkan oleh kegagalan sekresi air mata lakrimal akibat disfungsi kelenjar

lakrimal asinar atau penurunan volume sekresi air mata. Keadaan ini

menyebabkan hiperosmolaritas karena evaporasi tetap berlangsung normal.

11
b. Mata Kering Evaporasi (MKE)

MKE terjadi akibat kehilangan air mata di permukaan mata, sedangkan

kelenjar lakrimasi berfungsi normal. Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh

faktor intrinsik (struktur kelopak mata) dan ekstrinsik (penyakit permukaan

mata atau pengaruh obat topikal), keterkaitan kedua faktor masih sulit

dibedakan.

G. PATOFISIOLOGI

Mekanisme inti DED adalah hiperosmolaritas air mata yang diinduksi

penguapan, yang merupakan ciri khas penyakit ini. Keadaan ini merusak permukaan

okuler secara langsung dan memulai peradangan. Pada ADDE, hiperosmolaritas air

mata terjadi karena sekresi lakrimal berkurang dalam kondisi penguapan normal.

Pada EDE, hiperosmolaritas air mata disebabkan oleh penguapan berlebihan

lapisan air mata pada kondisi kelenjar air mata berfungsi normal. Karena osmolaritas

air mata adalah fungsi dari penguapan air mata baik di ADDE maupun EDE, semua

bentuk DED bersifat evaporatif. Dengan kata lain, EDE lebih akurat dianggap sebagai

kondisi hiperevaporatif. Kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan. ADDE

berkaitan dengan sindrom Sjögren atau kondisi inflamasi sistemik lainnya, sedangkan

EDE terutama dikaitkan dengan disfungsi kelenjar Meibom (Meibomian gland

dysfunction/MGD).

Hiperosmolaritas air mata dianggap sebagai pemicu kaskade sinyal di dalam

permukaan sel epitel, yang memicu pelepasan mediator inflamasi dan protease.

Mediator tersebut bersama dengan hiperosmolaritas air mata dipahami sebagai

penyebab hilangnya sel goblet dan sel epitel serta kerusakan glikokaliks epitel.

12
Mediator inflamasi dari sel-T aktif terbawa ke permukaan okuler, memperberat

kerusakan, menghasilkan epiteliopati pungtata khas DED dan instabilitas lapisan air

mata yang mengakibatkan tear film breakup lebih cepat. Breakup ini memperburuk

dan menggandakan hiperosmolaritas air mata dan melengkapi vicious cycle yang

menyebabkan kerusakan permukaan okuler. Seluruh hal ini dianggap menyebabkan

penyakit ini bersifat berkelanjutan.3

H. GEJALA KLINIS

Keratoconjunctivitis sicca muncul dengan gejala yang terkait dengan mata

kering mungkin termasuk rasa terbakar pada mata, sensasi benda asing, sensasi

menyengat, nyeri, fotofobia, dan penglihatan kabur. Gejala lain termasuk kelelahan

mata, rasa kelopak mata berat, pruritis, epifora, keluarnya cairan berair. Membaca,

menggunakan komputer, televisi atau penggunaan elektronik lainnya, atau

mengemudi ketika refleks kedip mengalami penurunan sering kali memperburuk

penglihatan kabur yang intermiten. Temuan pemeriksaan termasuk injeksi

konjungtiva, kelenjar meibom yang terinsisasi, telangiektasis margin kelopak mata,

eritema, dan penurunan produksi air mata.4

I. DIAGNOSIS

Diagnosis dry eye syndrome adalah dengan anamnesis yang lengkap (usia,

pekerjaan, penyakit yang menyertai, keluhan utama dan keluhan tambahan, riwayat

pengobatan), pemeriksaan klinis segmen anterior mata (kelopak mata, sistem

lakrimal, konjungtiva, epitel kornea, dan tekanan intraokuler), dan pemeriksaan

khusus untuk menilai fungsi air mata baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Pemeriksaan khusus yang dilakukan, yaitu Schirmer’s Test, Tear Break-Up Time

(TBUT), Ferning Test, Pewarnaan fluoresein dan Pewarnaan lissamin. Selain

13
melakukan pemeriksaan khusus tersebut dilakukan juga pemeriksaan melalui

kuesioner. Kriteria kuesioner utnuk mendiagnosa dan mengklasifikasikan dry eye

syndrome berdasarkan American-European Consensus Group, yaitu terdiri dari gejala

mata, gejala mulut, tanda pada mata, gambaran histopatologis, tanda pada kelenjar

saliva, autoantibodi.7

Gambar 2. Schirmer’s Test

Gambar 3. Tear Break-Up Time

Gambar 4. Ferning Test

14
Gambar 5. (a) Pewarnaan fluoresein pada kornea. (b) Pewarnaan hijau lissamin pada

konjungtiva.

J. TATALAKSANA

Pengobatan sindrom mata kering dilakukan dengan pendekatan bertahap yang

dapat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan penyakitnya.8

Macam Terapi Perlakuan


Lingkungan/Eksogen  Edukasi dan modifikasi lingkungan
 Mengeliminasi efek pengobatan topikal atau sistemik
Pengobatan Topical  Air mata buatan (artificial tears), gel/salep
 Antiinflamasi (siklosporin dan kortikosteroid topikal)
 Agen mukolitik
 Serum autologous
Pengobatan sistemik  Tetrasiklin (untuk disfungsi kelenjar meibomian,
rosacea)
 Antiinflamasi sistemik
 Secretagogues
Pembedahan  Pemasangan sumbat punktum
 Pemasangan sumbat punktum secara permanen
 Penjahitan sepertiga kelopak mata (tarsorafi)
 Perbaikan posisi kelopak mata
 Selaput lendir, kelenjar saliva dan pencangkokan
selaput amniotic
Lainnya  Terapi pada kelopak mata (kompres air hangat)
 Kontak lensa
 Kacamata moisture chamber

K. KOMPLIKASI

Komplikasi dari penyakit mata kering berkisar dari ringan sampai

berat. Penyakit mata kering ringan sampai sedang menyebabkan gejala termasuk

iritasi mata dan / atau gangguan penglihatan. Penyakit yang lebih parah dapat

15
menyebabkan komplikasi kornea termasuk keratitis menular, ulserasi, dan jaringan

parut yang selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya penglihatan.9

L. PROGNOSIS

Penyakit mata kering sering dianggap kronis dengan periode eksaserbasi

karena faktor penyebab intermiten. Mata kering pasca operasi (seperti setelah operasi

katarak atau operasi refraksi) sering kali membaik seiring waktu, kemungkinan terkait

dengan regenerasi saraf kornea atau pengurangan peradangan mata.9

16
BAB III

PEMBAHASAN

Kasus Pembahasan
Seorang perempuan berusia 34 tahun Terdapat banyak faktor yang dapat

datang dengan keluhan utama kedua mata mempengaruhi terjadinya penyakit mata

dirasakan perih sejak 2 tahun yang lalu kering. Rasio terjadinya penyakit mata kering

dan memberat dalam 1 tahun terakhir. lebih tinggi pada perempuan dibandingkan

Keluhan disertai sensasi seperti ada dengan laki-laki mencapai 9:1.

benda asing, silau, dan sulit membuka Penyakit mata kering umumnya bersifat kronik,

mata. bilateral dengan gejala yang berlangsung

sepanjang hari. Keluhan subyektif seperti mata

mudah lelah, seperti ada pasir yang

mengganjal, perih, silau, dan bertambah parah

jika menatap tanpa berkedip dalam waktu lama

serta membaik setelah berkedip merupakan

keluhan pada mata kering.10


Hasil pemeriksaan Schirmer I pada mata Tes Schirmer I merupakan suatu tes untuk

kanan 2mm dan pada mata kiri 4mm. memperkirakan produksi air mata. Tes lainnya

Hasil dari pemeriksaan Schirmer yang yaitu tear break up time dilakukan untuk

kurang dari 5mm menandakan pada menilai stabilitas film air mata. Pewarnaan

pasien ini terjadi kekurangan produksi air pada permukaan okular juga dilakukan untuk

mata. Pemeriksaan TBUT pada pasien ini menilai kondisi permukaan ocular.

didapakan hasil kurang dari 5 detik pada Abnormalitas pada pemeriksaan Schirmer

mata kanan dan kiri. TBUT kurang dari pasien ini menunjukan terjadinya penurunan

10 detik menunjukan ketidakstabilan film produksi air mata dari kelenjar lakrimal yang

17
air mata dengan tingkat evaporasi yang sejalan dengan tipe ADDE. Lebih lanjut lagi

tinggi. tipe ADDE dikelompokan berdasarkan

etiologinya, yaitu sindroma Sjögren (SSDE)

ataupun non sindroma Sjögren (NSSDE). Pada

SSDE, kelenjar lakrimal merupakan target

utama dari serangan imun.10


Tatalaksana pada pasien ini antara lain Pasien ini mengalami ADDE sehingga

tetes mata serum autologous yang tatalaksana yang dipilih lebih mengarah pada

diberikan 1 tetes tiap jam pada kedua pendekatan tatalaksana insufisiensi air mata.

mata, artificial tears 6 kali 1 tetes per hari Sasaran tatalaksana dapat berupa

dan sodium hyaluronate 4 kali 1 tetes per menambahkan lapisan film air mata yang tidak

hari. Semua tatalaksana tersebut cukup, baik dengan airmata artifisial maupun

termasuk dalam tatalaksana dengan airmata biologis, mempertahankan/konservasi

tujuan menambahkan lapisan akuos yang airmata, dan menstimulasi peningkatan

kurang. produksi airmata.

Sodium hyaluronat yang diberikan pada pasien

memiliki kandungan asam hyaluronat.

Kandungan ini dapat meningkatkan ketebalan

film air mata, meningkatkan lubrikasi,

memperpanjang waktu retensi air mata di

permukaan okular, dan meningkatkan densitas

sel goblet.10
Pasien ini pada kunjungan pertama Keuntungan dari serum autologous adalah

diberikan serum autologous yang habis banyaknya karaketristik biokimia yang

dalam 2 minggu akan tetapi pasien tidak menyerupai komposisi dari air mata manusia

kontrol sehingga dalam 2 minggu seperti pH, kandungan nutrisi, vitamin,

18
selanjutnya tidak menggunakan serum fibronektin, faktor pertumbuhan. Dengan

autologous. Gejala yang dikeluhkan follow up 1-3 bulan, 60-80% subyek

pasien saat kontrol dirasakan belum memperlihatkan respon positif dengan

mengalami perubahan. perbaikan dari gejala. Akan tetapi gejala dapat

kembali terjadi jika pemakaian serum

autologous dihentikan.10

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Jacobus, JD. 2014. Diagnosis dan Manajemen Sindrom Sjorgen. CDK-216/vol. 41

No. 5. Jawa timur, Indonesia.

2. Wijaya, NV. Elvira. 2018. Penyakit Mata Kering. CDK Edisi Suplemen. Jambi,

Indonesia.

3. Iskandar, F. 2020. Diquafosol Tetrasodium: Tatalaksana Terkini untuk Dry Eye

Disease (DED). CDK-288/vol.47 No.7

4. Burrow, KM. 2020. Keratoconjunctivitis. NCBI

5. Soebagjo, DH. 2019. Penyakit Sistem Lakrimal. Airlangga University. Surabaya

6. Feizi, S. Javadi, AM. 2011. Dry Eye Syndrome. Journal Of Ophtalmic And Vision

Research. Vol 6, No.3

7. Rahmadilla, PA. 2020. Hubungan Pemakaian Lensa Kontak Lunak (Soft Contact

Lens) Dengan Dry Eye Syndrome. Jurnal Medika Hutama. Vol 02 No 01. Universitas

Lampung

8. Hikmatul, R. 2016. Studi Penggunaan Artificial Tears Pada Pasien Dry Eye

Syndrome. Universitas Airlangga. Surabaya

9. Patel, CB. Meyer, JJ. Golden, IM. 2021. Dry Eye Syndrome. NCBI

10. Yandi, N. 2018. Diagnosis dan Tatalaksana Pasien dengan Suspek Sindroma Sjogren.

Departemen Ilmu Kesehatan Mata. Bandung

20

Anda mungkin juga menyukai