LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama :-
Umur : 34 tahun
Tanggal Lahir :-
Suku :-
Agama :-
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Kedua mata dirasakan perih sejak 2 tahun yang lalu dan memberat dalam 1 tahun terakhir.
Anamnesis Terpimpin :
Seorang perempuan berusia 34 tahun datang pertama kali ke unit infeksi dan imunologi Pusat
Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 7 September 2018. Pasien datang
dengan keluhan utama kedua mata dirasakan perih sejak 2 tahun yang lalu dan memberat
dalam 1 tahun terakhir. Keluhan disertai sensasi seperti ada benda asing, silau, dan sulit
membuka mata. Tidak ada keluhan mata merah, berair, dan belekan. Penglihatan tidak
bertambah buram. Keluhan bertambah berat jika terkena angin di luar ruangan ataupun air
conditioner(AC) di dalam ruangan. Pasien harus memakai kacamata hitam apabila berada
dalam kondisi tersebut. Pasien juga merasakan mulut kering dan jika menelan air liur
1
dirasakan sedikit. Tidak ada keluhan nyeri sendi ataupun kulit kering. Tidak terdapat riwayat
trauma ataupun riwayat alergi. Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan serupa.
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa. Tidak terdapat riwayat konsumsi
obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama. Tidak terdapat riwayat operasi sebelumnya
pada mata. Pasien sebelumnya memiliki kacamata, dikatakan memiliki ukuran minus 0,50
pada kedua mata. Riwayat pemakaian lensa kontak tidak ada. Pasien sehari-hari merupakan
ibu rumah tangga dan sudah memiliki 2 orang anak. Riwayat penyakit jantung dan diabetes
mellitus tidak ada. Pasien sudah berobat ke dokter spesialis mata di Rumah Sakit Ciereng 3
bulan yang lalu dan didiagnosis dengan mata kering, diberikan tetes mata tetapi pasien
selanjutnya tidak pernah kontrol kembali. Pasien merasa terganggu dengan kondisi matanya
dan ingin tidak harus memakai kacamata gelap jika berada di luar ruangan untuk mengurangi
gejala.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologis
didapatkan visus dasar mata kanan 0,5 dengan pinhole 0,63, mata kiri 0,32 dengan pinhole
0,4. Kedudukan bola mata kanan dan kiri ortotropia. Gerakan bola mata pada kedua mata
baik ke segala arah. Tekanan bola mata dengan pengukuran non contact tonometer pada mata
kanan 14 dan mata kiri 16. Palpebra kedua mata tampak blefarospasme. Konjungtiva bulbi
dengan pewarnaan fluorescein. Bilik mata depan Van Herick grade III flare/cell -/-. Pupil
bulat, refleks cahaya direk/indirek +/+, relative afferent pupillary defect -/-. Tidak ada sinekia
pada iris. Lensa tampak jernih. Pemeriksaan tear break up time didapatkan hasil kurang dari 5
2
detik. Pasien kemudian didiagnosis dengan mata kering dengan tingkat keparahan berat pada
mata kanan dan kiri yang diduga disebabkan oleh sindroma Sjogren.
D. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana pada pasien ini berupa tetes mata serum autologous yang diberikan 1 tetes tiap
jam pada kedua mata, air mata artifisial 6 kali 1 tetes per hari dan sodium hyaluronate 4 kali 1
tetes per hari. Pasien kemudian dikonsulkan ke unit penyakit dalam untuk mencari penyakit
yang mendasarinya lalu pasien disarankan untuk kontrol 2 minggu kemudian. Akan tetapi
pasien baru kontrol kembali 1 bulan kemudian pada tanggal 4 Oktober 2018.
E. RESUME
Seorang perempuan berusia 34 tahun datang pertama kali ke unit infeksi dan imunologi
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 7 September 2018. Pasien
datang dengan keluhan utama kedua mata dirasakan perih sejak 2 tahun yang lalu dan
memberat dalam 1 tahun terakhir. Keluhan disertai sensasi seperti ada benda asing, silau, dan
sulit membuka mata. Tidak ada keluhan mata merah, berair, dan belekan. Penglihatan tidak
bertambah buram. Keluhan bertambah berat jika terkena angin di luar ruangan ataupun air
conditioner(AC) di 3 dalam ruangan. Pasien harus memakai kacamata hitam apabila berada
dalam kondisi tersebut. Pasien juga merasakan mulut kering dan jika menelan air liur
dirasakan sedikit. Tidak ada keluhan nyeri sendi ataupun kulit kering. Tidak terdapat riwayat
trauma ataupun riwayat alergi. Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan serupa.
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa. Tidak terdapat riwayat konsumsi
3
obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama. Tidak terdapat riwayat operasi sebelumnya
pada mata. Pasien sebelumnya memiliki kacamata, dikatakan memiliki ukuran minus 0,50
pada kedua mata. Riwayat pemakaian lensa kontak tidak ada. Pasien sehari-hari merupakan
ibu rumah tangga dan sudah memiliki 2 orang anak. Riwayat penyakit jantung dan diabetes
Pasien sudah berobat ke dokter spesialis mata di Rumah Sakit Ciereng 3 bulan yang lalu dan
didiagnosis dengan mata kering, diberikan tetes mata tetapi pasien selanjutnya tidak pernah
kontrol kembali. Pasien merasa terganggu dengan kondisi matanya dan ingin tidak harus
memakai kacamata gelap jika berada di luar ruangan untuk mengurangi gejala.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan visus dasar mata kanan 0,5 dengan pinhole 0,63, mata kiri 0,32
dengan pinhole 0,4. Kedudukan bola mata kanan dan kiri ortotropia. Gerakan bola mata pada
kedua mata baik ke segala arah. Tekanan bola mata dengan pengukuran non contact
tonometer pada mata kanan 14 dan mata kiri 16. Palpebra kedua mata tampak blefarospasme.
dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan fluorescein. Bilik mata depan Van Herick grade III
flare/cell -/-. Pupil bulat, refleks cahaya direk/indirek +/+, relative afferent pupillary defect
-/-. Tidak ada sinekia pada iris. Lensa tampak jernih. Pemeriksaan tear break up time
didapatkan hasil kurang dari 5 detik. Pasien kemudian didiagnosis dengan mata kering
dengan tingkat keparahan berat pada mata kanan dan kiri yang diduga disebabkan oleh
sindroma Sjogren.
Tatalaksana pada pasien ini berupa tetes mata serum autologous yang diberikan 1 tetes tiap
jam pada kedua mata, air mata artifisial 6 kali 1 tetes per hari dan sodium hyaluronate 4 kali 1
4
tetes per hari. Pasien kemudian dikonsulkan ke unit penyakit dalam untuk mencari penyakit
yang mendasarinya lalu pasien disarankan untuk kontrol 2 minggu kemudian. Akan tetapi
pasien baru kontrol kembali 1 bulan kemudian pada tanggal 4 Oktober 2018.
Pasien merasakan belum ada perubahan gejala. Pada pemeriksaan oftalmologis tambahan
dilakukan pemeriksaan Schirmer 1 dan didapatkan hasil area basah pada kertas di mata kanan
2 mm dan di mata kiri 4 mm. Pemeriksaan TBUT didapatkan hasil kurang dari 5 detik pada
kedua mata. Pemeriksaan pewarnaan okular dengan fluorescein didapatkan Ocular Staining
Score (OSS) SICCA 5. Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil hasil LED 17
mm/jam, tergolong dalam batas normal Hasil tes ANA non reaktif. Hasil Pemeriksaan darah
rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, dan gula darah sewaktu dalam batas normal. Pasien diberikan
tatalaksana yang serupa dengan kunjungan pertama dan direncanakan untuk dikonsultasikan
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad functionam dubia, dan quo
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjar saliva
dan lakrimalis. Sindrom Sjogren ini memiliki hubungan dengan sindrom mata kering.
Sindrom mata kering merupakan suatu manifestasi di bagian mata dari Sindrom
Sjogren. Hilangnya produksi air mata berakibat timbulnya keluhan rasa panas pada
mata, mata kemerahan, gatal dan sensitif terhadap cahaya, dan juga dapat
menyebabkan iritasi kronik dan destruksi epitel kornea dan konjungtiva bulbi.
Manifestasi klinis pada mata yang paling menonjol pada Sindrom Sjogren primer
multifaktorial pada air mata dan permukaan mata yang menimbulkan gejala tidak
merusak permukaan mata. Keadaan ini bisa diikuti dengan peningkatan osmolaritas
6
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi DED dengan atau tanpa gejala berkisar 5-35%.2-4 DED jika
didiagnosis hanya berdasarkan tanda saja memiliki prevalensi lebih tinggi dan lebih
variatif, mencapai hingga 75% di sebagian populasi. Wanita lebih sering mengidap
DED dibandingkan pria. Jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko signifikan
DED; dikaitkan dengan efek hormon steroid (androgen dan estrogen), hormon
hormon tiroid. Androgen sangat penting dalam regulasi permukaan okuler dan
ADDE dan EDE. Berbeda dengan androgen, peran estrogen pada permukaan okuler
masyarakat yang berkembang, karena mempengaruhi sebanyak 17% wanita dan 11%
perkiraan yang terlalu rendah karena banyak pasien akan mengobati sendiri tanpa
menemui penyedia layanan kesehatan. Angka ini jauh lebih tinggi pada subkelompok
pasien yang juga membawa diagnosis autoimun seperti sindrom Sjogren, artritis
Anatomi sistem lakrimal terbagi menjadi dua sistem, bagian pertama adalah
sistem sekretori dan bagian kedua adalah sistem ekskretori. Sistem sekretori terdiri
7
atas kelenjar lakrimal yang merupakan organ yang menghasilkan air mata. Sistem
lakrimal utama dan kelenjar lakrimal aksesorius. Kelenjar lakrimal utama dibagi
menjadi dua lobus, yaitu lobus orbita dan palpebra yang dipisahkan secara anatomis
oleh aponeurosis levator bagian lateral. Permukaan lobus orbita (superior) kelenjar
lakrimal ditutup oleh fossa tulang frontal. Pada lobus tersebut kelenjar lakrimal
terhubung dengan periosteum oleh suatu jaringan serat konektif yang disebut dengan
ligamen Soemmering. Batas bawah lobus orbita terhubung dengan lapisan otot
levator. Batas anterior kelenjar lakrimal berada di posterior margin superior orbital
tertutup oleh berbagai lapisan, berturut-turut dari posterior ke anterior: septum orbita,
lapisan tipis lemak, serat otot orbikularis dan kulit kelopak mata. Batas posterior
kelenjar berhubungan erat dengan lemak orbita dan memiliki jaringan konektif
longgar dengan struktur orbital. Ujung medial terletak pada sisi lateral dari otot
Moll, dan Meibom. Kelenjar ini tidak mempunyai suatu sistem saluran dan terletak di
didapatkan pada palpebra superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan pendukung
permukaan air mata (tear film), substansi ini akan mengurangi tingkat penguapan air
mata dan juga akan menjaga kelopak mata atas dan bawah agar tidak lengket saat
berkedip. Kelenjar Meibom ini berjumlah 40–50 buah di palpebra bagian atas dan 20-
30 buah di palpebra bagian bawah. Kelenjar Zeiss adalah modifikasi kelenjar sebaseus
kecil yang bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata. Sedangkan kelenjar
lakrimal Krausse dan Wolfring terdapat di bawah konjungtiva palpebra. Kelenjar ini
memasok cairan ke kantong konjungtiva dan kornea. Kedua kelenjar ini berfungsi
sebagai sekresi basal yang menghasilkan air mata secara terus menerus dalam jumlah
Sistem lakrimalis terdiri atas kanalikuli (atas dan bawah), kanalikulus, sakus
minggu kehidupan prenatal. Sistem lakrimal dimulai dari pungtum lakrimalis yang
terletak di dekat nasal di tiap kelopak, kemudian menuju kantus medial disakus
lakrimalis. Pungtum inferior terletak di lateral dan lebih keatas. Kedua pungtum
tersebut berbentuk seperti lubang dengan rata-rata diameter 0,5–1,5 mm. Pada sekitar
delapan puluh dua persen (82%) bayi yang lahir cukup bulan, sekresi basal dimulai
dalam 24 jam pertama post natal dan sekresi refleks baru terjadi beberapa hari sampai
beberapa minggu post natal. Air mata merupakan cairan yang terdiri dari lapisan
9
luar. Lapisan aqueos intermediate adalah hasil dari dua jenis kelenjar yang berkaitan
dengan suplai konstan kelenjar lakrimalis (sekresi basal atau dasar) dan kelenjar yang
sekresi).5
Lapisan air mata atau film air mata terdiri atas tiga (3) komponen lapisan
penyusun, yaitu lemak (lipid), akuos, dan musin. Lapisan lemak atau lipid (TFLL/tear
film lipid layer) disekresi oleh kelenjar Meibom, Moll, dan Zeis. Fungsi lapisan lemak
ini adalah mencegah penguapan dari lapisan di bawahnya dan membentuk pertahanan
di sepanjang tepi kelopak mata agar air mata tidak jatuh ke kulit. Lapisan lemak ini
juga memiliki fungsi mengurangi tekanan permukaan air mata. Lapisan lemak ini
memiliki ketebalan yang sangat tipis, yaitu sekitar 0,1 μm yang terdiri atas kolesterol
ester.
Lapisan akuos disekresi oleh kelenjar lakrimal primer dan aksesorius, yaitu
kelenjar Krause dan Wolfring. Fungsi dari lapisan akuos ini adalah memberi nutrisi
untuk metabolisme epitel kornea. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal,
sekitar 6–7 μm yang terdiri atas air, elektrolit, glukosa, albumin, globulin, dan
lisozim. Sedangkan lapisan musin disekresi oleh sel goblet dan sedikit dari kelenjar
lakrimal. Lapisan ini terletak yang paling dalam dan terdiri atas gliko protein. Lapisan
10
musin ini sebagian diserap oleh epitel kornea yang merubah sifat hidrofobik menjadi
E. ETIOLOGI
Sindrom mata kering dikaitkan dengan penyebab yang dapat dibagi menjadi
artritis reumatoid, dan lupus eritematosus sistemik juga dapat menyebabkan mata
toksisitas pada mata dapat mempengaruhi mata kering. Banyak obat sistemik, seperti
F. KLASIFIKASI
Mata kering dapat terjadi sendiri atau bersamaan dengan kelainan lain.
Berdasarkan etiopatologi, mata kering dikelompokkan menjadi dua, yaitu mata kering
Disebabkan oleh kegagalan sekresi air mata lakrimal akibat disfungsi kelenjar
lakrimal asinar atau penurunan volume sekresi air mata. Keadaan ini
11
b. Mata Kering Evaporasi (MKE)
mata atau pengaruh obat topikal), keterkaitan kedua faktor masih sulit
dibedakan.
G. PATOFISIOLOGI
penguapan, yang merupakan ciri khas penyakit ini. Keadaan ini merusak permukaan
okuler secara langsung dan memulai peradangan. Pada ADDE, hiperosmolaritas air
mata terjadi karena sekresi lakrimal berkurang dalam kondisi penguapan normal.
lapisan air mata pada kondisi kelenjar air mata berfungsi normal. Karena osmolaritas
air mata adalah fungsi dari penguapan air mata baik di ADDE maupun EDE, semua
bentuk DED bersifat evaporatif. Dengan kata lain, EDE lebih akurat dianggap sebagai
kondisi hiperevaporatif. Kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan. ADDE
berkaitan dengan sindrom Sjögren atau kondisi inflamasi sistemik lainnya, sedangkan
dysfunction/MGD).
permukaan sel epitel, yang memicu pelepasan mediator inflamasi dan protease.
penyebab hilangnya sel goblet dan sel epitel serta kerusakan glikokaliks epitel.
12
Mediator inflamasi dari sel-T aktif terbawa ke permukaan okuler, memperberat
kerusakan, menghasilkan epiteliopati pungtata khas DED dan instabilitas lapisan air
mata yang mengakibatkan tear film breakup lebih cepat. Breakup ini memperburuk
dan menggandakan hiperosmolaritas air mata dan melengkapi vicious cycle yang
H. GEJALA KLINIS
kering mungkin termasuk rasa terbakar pada mata, sensasi benda asing, sensasi
menyengat, nyeri, fotofobia, dan penglihatan kabur. Gejala lain termasuk kelelahan
mata, rasa kelopak mata berat, pruritis, epifora, keluarnya cairan berair. Membaca,
I. DIAGNOSIS
Diagnosis dry eye syndrome adalah dengan anamnesis yang lengkap (usia,
pekerjaan, penyakit yang menyertai, keluhan utama dan keluhan tambahan, riwayat
khusus untuk menilai fungsi air mata baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Pemeriksaan khusus yang dilakukan, yaitu Schirmer’s Test, Tear Break-Up Time
13
melakukan pemeriksaan khusus tersebut dilakukan juga pemeriksaan melalui
mata, gejala mulut, tanda pada mata, gambaran histopatologis, tanda pada kelenjar
saliva, autoantibodi.7
14
Gambar 5. (a) Pewarnaan fluoresein pada kornea. (b) Pewarnaan hijau lissamin pada
konjungtiva.
J. TATALAKSANA
K. KOMPLIKASI
iritasi mata dan / atau gangguan penglihatan. Penyakit yang lebih parah dapat
15
menyebabkan komplikasi kornea termasuk keratitis menular, ulserasi, dan jaringan
L. PROGNOSIS
karena faktor penyebab intermiten. Mata kering pasca operasi (seperti setelah operasi
katarak atau operasi refraksi) sering kali membaik seiring waktu, kemungkinan terkait
16
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus Pembahasan
Seorang perempuan berusia 34 tahun Terdapat banyak faktor yang dapat
datang dengan keluhan utama kedua mata mempengaruhi terjadinya penyakit mata
dirasakan perih sejak 2 tahun yang lalu kering. Rasio terjadinya penyakit mata kering
dan memberat dalam 1 tahun terakhir. lebih tinggi pada perempuan dibandingkan
benda asing, silau, dan sulit membuka Penyakit mata kering umumnya bersifat kronik,
kanan 2mm dan pada mata kiri 4mm. memperkirakan produksi air mata. Tes lainnya
Hasil dari pemeriksaan Schirmer yang yaitu tear break up time dilakukan untuk
kurang dari 5mm menandakan pada menilai stabilitas film air mata. Pewarnaan
pasien ini terjadi kekurangan produksi air pada permukaan okular juga dilakukan untuk
mata. Pemeriksaan TBUT pada pasien ini menilai kondisi permukaan ocular.
didapakan hasil kurang dari 5 detik pada Abnormalitas pada pemeriksaan Schirmer
mata kanan dan kiri. TBUT kurang dari pasien ini menunjukan terjadinya penurunan
10 detik menunjukan ketidakstabilan film produksi air mata dari kelenjar lakrimal yang
17
air mata dengan tingkat evaporasi yang sejalan dengan tipe ADDE. Lebih lanjut lagi
tetes mata serum autologous yang tatalaksana yang dipilih lebih mengarah pada
diberikan 1 tetes tiap jam pada kedua pendekatan tatalaksana insufisiensi air mata.
mata, artificial tears 6 kali 1 tetes per hari Sasaran tatalaksana dapat berupa
dan sodium hyaluronate 4 kali 1 tetes per menambahkan lapisan film air mata yang tidak
hari. Semua tatalaksana tersebut cukup, baik dengan airmata artifisial maupun
sel goblet.10
Pasien ini pada kunjungan pertama Keuntungan dari serum autologous adalah
dalam 2 minggu akan tetapi pasien tidak menyerupai komposisi dari air mata manusia
18
selanjutnya tidak menggunakan serum fibronektin, faktor pertumbuhan. Dengan
autologous dihentikan.10
19
DAFTAR PUSTAKA
2. Wijaya, NV. Elvira. 2018. Penyakit Mata Kering. CDK Edisi Suplemen. Jambi,
Indonesia.
6. Feizi, S. Javadi, AM. 2011. Dry Eye Syndrome. Journal Of Ophtalmic And Vision
7. Rahmadilla, PA. 2020. Hubungan Pemakaian Lensa Kontak Lunak (Soft Contact
Lens) Dengan Dry Eye Syndrome. Jurnal Medika Hutama. Vol 02 No 01. Universitas
Lampung
8. Hikmatul, R. 2016. Studi Penggunaan Artificial Tears Pada Pasien Dry Eye
9. Patel, CB. Meyer, JJ. Golden, IM. 2021. Dry Eye Syndrome. NCBI
10. Yandi, N. 2018. Diagnosis dan Tatalaksana Pasien dengan Suspek Sindroma Sjogren.
20