Oleh :
NAMA : Muhammad Ulul Amri
NIM : 082310101059
i
DAFTAR ISI
JUDUL ……………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………….
1.1 LATAR BELAKANG …………………………………………………………
1.2 TUJUAN ……………………………………………………………………….
1.3 MANFAAT …………………………………………………………………….
BAB 2 KONSEP PENYAKIT ………………………………………………………
2.1 DEFINISI ………………………………………………………………………
2.2 ETIOLOGI ……………………………………………………………………..
2.3 EPIDEMOLOGI ……………………………………………………………….
2.4 PATOGENESIS/PATOFISIOLOGI …………………………………………..
2.5 MANIFESTASI KLINIS (TANDA DAN GEJALA) ………………………….
2.6 KOMPLIKASI …………………………………………………………………
2.7 PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER ………………….
2.8 PENATALAKSANAAN ……………………………………………………..
2.9 PROGNOSIS …………………………………………………………………
BAB 3 PATHWAY …………………………………………………………………
3.1 PATOFISIOLOGI GAMBARAN PENYAKIT SECARA MENYELURUH ..
BAB 4` IMPLIKASI DALAM BIDANG KEPERAWATAN …………………….
4.1 IMPLIKASI PATOFISIOLOGI PENYAKIT DALAM BIDANG
KEPERAWATAN……………………………………………………………..
4.2 PERANAN KEPERAWATAN ……………………………………………….
BAB 5 PENUTUP …………………………………………………………………...
5.1 KESIMPULAN………………………………………………………………..
5.2 SARAN ……………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………
LAMPIRAN ………………………………………………………………………..
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iii
Anak-anak yang mengalami kurang gizi berat berada pada resiko yang
tinggi dari perkembangan kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A.
Selain anak-anak, kelompok yang juga rentan terhadap defisiensi gizi adalah
wanita hamil yang selanjutnya akan membahayakan janin yang dikandungnya.
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena generasi-generasi baru yang
akan lahir sangat ditentukan sejak dalam kandungan.
1.2. Tujuan
1.2.3. Manfaat
iv
BAB II
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda Mata mempunyai reseptor
khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna. Secara keseluruhan struktur
mata terdiri dari bola mata, termasuk otot-otot penggerak bola mata, rongga
tempat mata berada, kelopak, dan bulu mata. Bola mata di bungkus oleh tiga
lapis jaringan, yaitu (Vaughan, 2000):
v
2.1.1. Kornea
1. Epitel
a) Tebalnya 50µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih, yaitu sel basal, sel poligonal, sel gepeng.
c) Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui dermosom dan makula okluden,
vi
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
2. Membran Bowman
3. Stroma
4. Membrane Descemet
5. Endotel
vii
percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus).
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnyayang seragam, avaskularitasnya
dan deturgensinya.
2.1.2. Uvea
Uvea terdiri dari iris, korpus silier dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan
vascular . tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera (Vaughan,
2000);
1. Iris
Merupakan lanjutan dari badan siliar kedepan dan merupakan
diafagma yang membagi bola mata menjadi dua segmen anterior dan
segmen posterior. Berbentuk sirkular yang ditengah- tengahnya
berlubang yang disebut pupil. Secara histologi iris terdiri dari stroma
yang jarang dan diantaranya terdapat lekukan-lekukan yang berjalan
radier yang disebut kripta. Di dalam stroma terdapat sel pigmen yang
bercabang, banyak pembulluh darah dan serat saraf . dipermukaan
anterior ditutup oleh endotel terkecuali kripta, dimana pembuluh
darah dalam stroma dapat berhubungan langsung dengan cairan
coa,yang memungkinkan cepatnya terjadi pengaliran makanan ke coa
dan sebaliknya.
Di bagian posterior dilapisi oleh dua epitel yang mrupakan lanjutan
dari epitel pigmen retina. Permukaan depan iris warnanya sangat
bervariasi tergantung pada sel pigmen yang bercabang yang terdapat
didalam stroma.Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos
yang melingkar pupil (m. Sfingter pupil) terletak di dalam stroma
dekat pupil dan di atur oleh saraf parasimpatis (N. III) dan yang
berjalan radial dari akar iris ke pupil (m. dilatator pupillae) terletak di
bagian posterior stroma dan diatur oleh saraf simpatis (Vaughan,
2000).
menipis didekat perlekatannya di badan siliar dan menebal
didekat pupil. Pembuluh darah disekitar pupil disebut sirkulus minor
dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris
viii
dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf cranial III yang
bersifat simpatis untuk midriasis dan parasimpatis untuk miosis.
Pupil bekerja sebagai apertura di dalam kamera. Dalam
keadaan radang, didapatkan iris menebal dan pupil mengecil. Dalam
keadaan normal pupil sentral bulat, isokor (sama kanan dan kiri),
reaksi cahaya langsung dan tidak langsung positif. Reaksi pupil ada
tiga, yaitu reaksi cahaya langsung dan tidak langsung, reaksi
terhadap titik dekat, dan terhadap obat-obatan.
2. Badan Siliar
ix
c) Koroid
2.1.3. Lensa
x
pada dinding kapiler) yang akan memperoleh air dan elektrolit masuk
(Sidarta dan Ilyas, 2005).
Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal
sebagai zonula (zonula zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari
permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.Secara
fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu (Sidarta dan Ilyas, 2005);
a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung.
b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
c. Terletak ditempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
a. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopi.
b. Keruh atau apa yang disebut katarak
c. Tidak berada ditempat atau subluksasi dan dislokasi.
2.1.4. Retina
Retina adalah selapis lembar tipis jaringan saraf yang semi
transparan. Retina merupa kan reseptor yang menerima rangsangan
cahaya. Retina berbatas dengan koroid dan sel pigmen epitel retina, dan
terdiri atas lapisan (Sidarta dan Ilyas, 2005);
a. Membrana limitans interna
b. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju kenervus optikus.
c. Lapisan sel ganglion
d. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-
sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
e. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
f. Lapisan pleskiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan
sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
g. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
h. Membran limitans eksterna
i. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
j. Epitelium pigmen retina
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada
anemia dan iskemia dan merah pada hiperemia.
xi
Pembuluh darah di dalam retina merupakan percabangan arteri
oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik
yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina
atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
2.2. Definisi
2.3. Etiologi
xii
kemudian muncul bercorak pada kornea dan selanjutnya berakibat pada
kebutaan yang permanen.
2.4. Patofisiologi
xiii
Yang berhubungan dengan penglihatan dan (ii) Yang tidak berhubungan
dengan penglihatan.
Fungsi yang berhubungan dengan penglihatan dijelaskan melalui mekanisme
Rods yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan intensitas yang
rendah, sedang Cones untuk cahaya dengan intensitas yang tinggi dan untuk
menangkap cahaya berwarna. Pigment yang sensitif terhadap cahaya dari Rods
disebut sebagai Rhodopsin, yang merupakan kombinasi dari Retinal dan
protein opsin.
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus)
dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang
berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar,
terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen
pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari
sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna,
makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah
bintik kuning hanya ada sel konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu
suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar
matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A.
Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk
pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut
juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat.
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang
merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus,
yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga
macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan
salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.
xiv
Efek lain dari vitamin A pada penglihatan yang berpengaruh secara
tidak langsung ialah pada epitel kornea dan konjungtiva. Pada keadaan
defisiensi, epitel menjadi kering dan terjadi keratinisasi seperti tampak pada
gambaran Xerophthalmia.
Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, keriput,
dan berpigmentasi pada permukaan sehingga terlihat kasar dan kusam.
Mata akan tampak kering atau berubah menjadi kecoklatan.
xv
Dengan pemberian vitamin A yang baik dan pengobatan yang benar,
bercak akan membaik selama 2 hingga 3 hari, dan kelainan mata akan
menghilang dalam waktu 2 minggu.
xvi
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) dengan mempertimbangkan
faktor-faktor khas dari keadaan tubuh orang Indonesia
1. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan
memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam
cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan
temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur
lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10
mm tanpa anestesi dianggap abnormal (produksi air mata
sedikit/berkurang).
2. Tes Break-up Time
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid
dalam cairan air mata; diukur dengan meletakkan secarik kertas
berfluorescein di konjungtiva bulbi dan meminta penderita untuk
berkedip. Lapisan air mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter
cobalt pada slitlamp, sementara penderita diminta tidak berkedip.
Selang waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam
lapis fluorescein kornea adalah break-up time. Biasanya lebih dari 15
detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan defisiensi lipid
pada air mata.
3. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air
mata ; dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di
atas kaca obyek bersih.
4. Sitologi Impresi
Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada permukaan
konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel Goblet paling tinggi di
kuadran infra nasal.
5. Pemulasan Fluorescein
xvii
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat
derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein
akan memulas daerah yang tidak tertutup oleh epitel selain defek
mikroskopik pada epitel kornea.
6. Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan
memulas semua sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang
mengering dari kornea dan konjungtiva.
7. Pengujian kadar lisozim air mata
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan
cara spektrofotometri.
8. Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis
sicca dan pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya
sensitifitas kornea. Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa
hiperosmolalitas adalah tes yang paling spesifik bagi kerato-
konjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada pasien dengan tes
Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.
9. Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal.
2.5. Pathway
Devisit vitamin A
xviii
cedera pada senja hari diteruskan ke saraf optik
persepsi penglihatan
xix
X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan
cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada
kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).
1. Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN
(Istilah lokal dapat dilihat di lampiran 8)
Tanda-tanda :
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
remang-remang setelah lama berada di cahaya terang
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat
di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :
a) Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/ menabrak
benda didepannya, karena tidak dapat melihat.
b) Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak
tersebut buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila
di dudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda
atau makanan didepannya.
2. Xerosis konjungtiva = XIA
Tanda-tanda :
Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit
kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan
kusam.
Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna
kecoklatan.
3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B.
Tanda-tanda :
Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu
bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata
sisi luar.
Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang
merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai
xx
sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam
masyarakat.
Dalam keadaan berat :
Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik
4. Xerosis kornea = X2
Tanda-tanda :
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit
infeksi dan sistemik lain)
5. Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B
Tanda-tanda :
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3
permukaan kornea.
Keadaan umum penderita sangat buruk.
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan
prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat
menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat
mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui
tahap-tahap awal xeroftalmia.
6. Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil.
Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa
sikatrik atau jaringan parut.
xxi
Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan
walaupun dengan operasi cangkok kornea.
7. Xeroftalmia Fundus (XF)
Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol
2.7. Factor yang Mempengaruhi Terjadinya Xeroftalmia
2.7.1. Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan
a. Ketersediaan pangan sumber vitamin A
b. Pola makan dan cara makan
c. Adanya paceklik atau rawan pangan
d. Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang
merupakan sumber Vit A.
e. Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena
penyakit campak dan diare
f. Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
g. Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang
sehat
h. Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan
2.7.2. Faktor Keluarga
a. Pendidikan :
Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih tinggi
kemungkinan anaknya menderita KVA karena pendidikan yang rendah
biasanya disertai dengan keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi
yang kurang.
b. Penghasilan :
Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko mengalami
KVA Walaupun demikian besarnya penghasilan keluarga tidak
menjamin anaknya tidak mengalami KVA, karena harus diimbangi
dengan pengetahuan gizi yang cukup sehingga dapat memberikan
makanan kaya vitamin A.
c. Jumlah anak dalam keluarga
Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orang tua dalam
mengasuh anaknya.
d. Pola asuh anak.
xxii
Kurangnya perhatian keluarga terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak seperti pasangan suami istri (pasutri) yang bekerja
dan perceraian.
2.7.3. Faktor individu
a. Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).
b. Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai
usia 2 tahun.
c. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun
kuantitas
d. Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.
e. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis
(TBC), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan
kecacingan.
f. Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas/pelayanan kesehatan
(untuk mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi).
2.8. Penatalaksaan
2.8.1. Pencegahan Xeroftalmia
xxiii
2.8.2. Pengobatan
xxiv
Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)
Apakah ada bercak bitot (X1B)
Apakah ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)
Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/X3B)
Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)
Apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan
opthalmoscope (XF).
xxv
BAB III
a. Identitas Pasien
Nama anak
Umur anak
Jenis kelamin
Jumlah anak dalam keluarga
Jumlah anak balita dalam keluarga
Anak ke berapa
Berat Lahir : Normal/BBLR
xxvi
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien
baik secara fisik maupun psikologis biasanya xeropthalmia akan
menyerang pada kelompok umur bayi usia 6 – 11 bulan dan balita pada
usia 1 – 5 tahun
xxvii
Apakah anak pernah menderita Pneumonia ?
Apakah anak pernah menderita infeksi cacingan ?
Apakah anak pernah menderita Tuberkulosis ?
Keluarga ada yang menderita penyakit yang sama atau penyakit yang
lainnya.
3.1.5. Riwayat tumbuh kembang
a. Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram
mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada
rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5
tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan
berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam
senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun )
x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm,
4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia
ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung
bertambah tinggi.
b. Tahap perkembangan.
Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa
bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika
anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan
menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang
menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase
oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak
berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat
dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke
ayahnya ).
Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap
preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase
xxviii
pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum
sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan
magical thinking.
Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai
melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi,
memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan
peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan
keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang benar – salah untuk
menghindari hukuman.
vi. Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik,
jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin,
membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation –
Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya
terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi
perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak
protes.
Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari
2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata
menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti
binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat
menerima atau memberikan perintah sederhana.
Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan
permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa
orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa
dia mempunyai lingkungan luar.
Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain
yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan
pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat,
berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
3.1.6. Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap
antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
xxix
3.1.7. Riwayat nutrisi
Status Gizi
Klasifikasinya sebagai berikut :
Gizi buruk kurang dari 60%
Gizi kurang 60 % - <80 %
Gizi baik 80 % - 110 %
Obesitas lebih dari 120 %
3.1.8. Dampak Hospitalisasi
Sumber stressor :
1. Perpisahan
a. Protes : pergi, menendang, menangis
b. Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
c. Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi
xxx
Bagian mata putih timbul bercak seperti buih sabun, kering,
kusam, tegang dan keriput.
3.1.12. Nyeri/kenyamanan
Perasaan kesepian
xxxi
A. Data Objektif
Kekeringan pada konjungtiva bulbi
Bagian mata putih tinbul bercak seperti buih sabun, kering, kusam,
tegang dan keriput
Bagian mata hitam menjadi kering, kusam, keruh, keriput dan timbul
bercak yang mrngganggu pengelihatan
Peningkatan kepekatanatau kegelisahan
Isolasi dan penolakan
Ketidak inginan terhadap kontak lebih banyak dengan orang lain
Kontak mata buruk
B. Data subjektif
Keluhanperubahan pengelihatan pada senja hari
Perubahan respon biasanya terhadap rangsangan
Tidak bisa memfokuskan kerja dengan dekat
Ridal suka mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah
Ketik nyamanan ringan/mata kering
Cemas,marah, defresi, ketakutan dan ragu-ragu
Perasaan kesepian
Ketidak amanan dal;am situasi sosial
3.3. Analisa Data
DS:
-perubahan respon Defisiensi vit.A Ganggguan sensori-
biasanya terhadap persepsi penglihatan
rangsang Kekeringan pada retina
DS:
-menurunnya Influs yang masuk tidak
ketajaman/gangguan dapat ditangkap dengazn
pengelihatan baik oleh retina dan di
teruskan ke saraf optic
xxxii
Gangguan adaptasi
gelap
DS:
-mata hitam menjadi Devisit vit.A Resiko tinggi terhadap
kering, kusam, keriput dan cedera
timbul brcak yang Perubahan penglihatan
mengganggu penglihatan pada senja hari
DO:
-keluhan perubahan
penglihatan pada senja
hari
DS:
-ketakutan Devisit vit.A Ansietas
-ragi-ragu
DO: Imflus yang masuk tidak
-menyatakan masalah dapat di tangkap dengan
tentang perubahan hidup baik oleh retina dan
diteruskan ke saraf optic
Perubahan penglihatan
pada senja hari
Ancaman kehidupan
xxxiii
Plaining
tujuan:sensori-perseptual:penglihatan tidak mengalami perubahan dengan
criteria:
- meningkatnya ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
- mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
- mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalm linkungan.
Intervefensi atau tindakan
1. Kaji ketajaman penglihatan
Rasional: untuk mengetahui ketajaman penglihatan klien dan member
penglihatan menurut ukuran yang baku.
2. Dorong menegkspresikan perasaan tentang kehilangan atau
kemungkinan kehilangan penglihatan.
Rasional : sementara intervensi dini mencegah kebutaan, psien
menghadapi kemungkinan kehilangan penglihatan sebagian atau
total.meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi tidak dapat
diperbaiki meskipun dengan pengobatan kehilangan lanjut dapt dicegah.
3. Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan
penglihatan.
Contoh: kurangikekacauan, atur perabot,perbaiki sinar yang suram dan
masalah penglihatan malam.
Rasional: menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan
lapang pandang atau kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil
terhadap sinar lingkungan.
4. Kolaborasi
a. Test adaptasi gelap
Rasional : untuik mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas dari
ffungsi penglihatan klien.
b. Pemeriksaan kadar vitamin A dalam darah.
Rasional: untuk mengetahui keadaan defisiensi keadaan vitamin A
dalama darah sebagai pemicu terjadinya penyakit xeroftalmia.
c. Pemberian obat sesuai indikasi :
Pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral
50.000 – 75.000 IU/kg BB tidak lebih dari 400.000 -500.000 IU.
xxxiv
Rasional : pemberian vitamin A dosis terapeutok dapat mengatasi
gangguan penglihatan tahap dini. Dengan memlberikan dosis
vitamin secara teratur dapat mengembalikan perubahan
penglihatan pada mata.
Pengobatan kelaina pada mata
o stadium I : tanpa pengobatan
o stadium II : berikan AB
o stadium III : berikan sulfa atropine 0,5% ,tetes mata pada
anak atau SA 4% pada orang dewasa.
- mata hitam menjadi kering,kusam, keruh, keriput, dan timbul bercak yang
mengganggu penglihatan.
- keluhan PA penglihatan pada senja hari
Planning
Tujuan: cedera tidak terjadi
Dengan criteria:
-klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam
lingkungan.
Intervensi/tindakan
1. Orientasi klien dengan lingkungan sekitarnya
Rasional: meningkatkan pengenalan terhadap lingkungannya.
2. Anjurkan keluarga untuk tidak memberikan mainan kepada klien yang
yang mudah pecah seperti kaca dan benda-benda tajam.
Rasional: menghindari pecahnya alat mainan yang dapat mencedera
klien atas benda tajam yang dapat melukai klien.
3. Arahkan semua alat mainan yang dibutuhkan klien pada tempat yang
sentral dari pandangan klien.
xxxv
Rational: memfakuskan lapang pandang dan menghindari cedera.
Planning
Tujuan: klien akan mengungkapkan bahwa kecemasan sudah
berkurang/hilang
Dengan criteria:
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi
- Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah
- Menggunakan sumber secara efektif
Intervensi/Tindakan
1. Kaji tingkat ansietas, timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan
kondisi saat ini.
Rasional: factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman
diri, potensial siklus ansietas dan dapat mempengaruhi upaya medic
untuk mengontrol terapi yang diberikan.
2. Berikan informaasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan
bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan
penglihatan tambahan
Rasional: menurunkan ansietas sehubungan dengan
ketidaktahuan/harapan yang akan dating dan berikan dasar fakta untuk
membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan
perasaan.
Rasional: memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi
nyata, mengkelarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah.
4. Identifikasi sumber/orang yang menolong.
xxxvi
Rasional: meberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam
menghadapi maslah.
3.5. Implementasi Keperawatan
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Xerophthalmia Gangguan kekurangan vitamin A pada mata yang
mengakibatkan kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi retina yang
berakibat kebutaan.
4.2. Saran
Untuk menjaga kesehatan dan keseimbangan metabolisme dalam tubuh
seseorang sebaiknya mengkonsumsi zat-zat gizi sesuai dengan kecukupannya.
Karena vitamin A mempunyai efek yang kurang baik bagi keseimbangan di
dalam tubuh, baik jika dikonsumsi dalam jumlah yang kurang maupun
xxxvii
berlebihan maka sangat penting untuk dipertimbangkan kembali untuk
mengkonsumsinya dalam jumlah yang berlebih (misalnya dengan suplemen).
DAFTAR PUSTAKA
Hasan,R.2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Universitas Indonesia.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
Ranuh, I.G.N,Dkk. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Staf pengajar ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran UI. 1985. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
http://duta4diagnosa.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-xeropthalmia.html
http://Blog pada WordPress.com/2010/xeroftalmia.html
http://www.healthnewflash.com/2009/05/xeroftalmia.
http://www.eyemdlink.com/.
xxxviii
http://www.eyescenters.com/.
xxxix