Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“ ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPONATREMIA “

OLEH :

1. ANGGRIANI PUSPITA AYU (P07120317002)


2. HENDRI PRATAMA YUDHI (P07120317009)
3. LONA LISTIANA (P07120317016)
4. NI NYOMAN INDAH SARI (P07120317024)
5. REKA SOPIYANTI (P07120317028)
6. SUMIA INTAN ROMADINA (P07120317032)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa, kami dapat
menyelesaikan penulisan makalah tentang “ Asuhan Keperawatan pada
hiponatremia “, dalam mata kuliah kritis 3. Dalam penyusunan makalah ini kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen, khususnya bapak Hadi Kusuma
Atmaja, SST,.M.Kes. selaku dosen kritis 4 yang telah memberi pengarahan dan
bimbingan sehingga makalah ini dapat tersusun.
Semoga keberadaan makalah ini dapat menunjang pengetahuan kita dan
dapat digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran kita.
Kami sendiri menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan
sehingga dapat menjadi tolok ukur kami dalam penyusunan makalah yang akan
datang.

wassalamu’alaikum wr. wb

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 5
A. Latar Belakang 5
B. Identifikasi Masalah 6
C. Tujuan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Konsep Dasar Penyakit 7
1. Pengertian 7
2. Etiologi 12
3. Klasifikasi 13
4. Manisfestasi Klinis 22
5. Patofisilogi 23
6. Pemeriksaan Penunjang 28
7. Pemeriksaan diagnostic 30
8. Komplikasi 31
9. Penatalaksanaan 31
10. Pencegahan 34
B. Asuhan Keperawatan 36
1. Pengkajian 36
2. Diagnosa Keperawatan 39
3. Intervensi (perencanaan) 40
4. Implementasi 59
5. Evaluasi 60
BAB III PENUTUP 61
A. Kesimpulan 61
B. Saran 61

DAFTARPUSTAKA…………………………………………
………..62

;
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;

3
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
;

LAPORAN PENDAHULUAN
KASUS NYERI DADA (CHEST PAIN)

A. Pengertian
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan
seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred
pain).
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai
aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan
metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan
paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan
parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit.
B. Etiologi
Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan
seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang
bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari
dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma,
mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh
Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang
subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru : a.
Kardial
1) Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal
yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan

4
terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke
epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri
dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan
terangsang selama iskemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak
dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan
saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya
rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard
terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah
koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan
berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
a) Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri
dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa
menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada
dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis
yang berlebihan atau gangguan emosi.
b) Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali
mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat
kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
c) Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30
menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung
lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda
dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada
hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati
berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita
mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan
berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
2) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya
murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran
echokardiogram dapat membantu menegakan diagnose.

5
3) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga
dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
b. Perikardial
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas
diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area
preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan
punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas
dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri
angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri
epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis
c. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan
resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada
depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat
menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar
ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya
pendesakan.
d. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan
nyeri esofageal. Nyeri esofageal lokasinya di tengah, dapat menjalar ke
punggung, bahu dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan
sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri
substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti
terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila
bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas
untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test
perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat
membantu menegakan diagnosa.
e. Muskuloskletal

6
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas
fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya
nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot
juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya
tidak demikian.

f. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa
tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan
emosi tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan
nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
g. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis
dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada
emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal.
Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi
pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang
terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada
kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.
C. Patofisiologi
Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction,
isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga
naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga
daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan
kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk
mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen
miokard Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan
juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard
yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk

7
akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan
gagal jantung terjadi. Sebagai akibat sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non
infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.

Perubahan-perubahan hemodinamik ini tidak statis. Bila makin tenang fungsi


jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena
daerahdaerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik
akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat
dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi
bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti
ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau
jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan
masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
1. Nyeri ulu hati
2. Sakit kepala
3. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
4. Diaforesis / keringat dingin
5. Sesak nafas
6. Takikardi
7. Sesak nafas
8. Kulit pucat
9. Sulit tidur (insomnia)
10. Mual, Muntah, Anoreksia
11. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
12. Kelemahan
13. Wajah tegang, merintih, menangis
14. Perubahan kesadaran

8
E. Pemeriksaan penunjang
1. EKG 12 lead selama episode nyeri
a. Takhikardi / disritmia
b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
c. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu
dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit jantung
koroner yang berat. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark
miokard lama atau depresi ST dan T yang terbalik pada penyakit yang lanjut.
2. Laboratorium
a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
b. Fungsi hati : SGOT, SGPT
c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
d. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung
F. Terapi / penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri
epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard.
Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada
pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah
isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari
nitrat longacting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi
adalah suatu keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk
merangsang efek hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting
seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih
sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan
jenis buccal mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi
b. Beta bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian
besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi

9
denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta
Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian
hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh
diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal
jantung.

c. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner,
Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek
nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat
tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker
sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti
angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis
beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di
samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat
ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti betabloker
dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak merangsang
tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka
penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada
angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah
sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada
betabloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi.
Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan
menetap perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian
penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin
harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya kelompok ini harus
segera dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah pintas
koroner atau angioplasti.
d. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan
antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita
angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan

10
mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina
tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan
daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan
penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak
stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama
fase akut maupun sesudahnya
2) Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum
mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada
kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan
caantagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.
3) Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat
ditambah dengan nifedipin.
4) Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
2. Pembedahan
Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery) Walupun
pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat
memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan
pada kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal
yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium
yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas
exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina didapatkan
pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan kekambuhan setelah itu 6%
pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat biasanya disertai dengan penutupan graft
akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi
setelah 5 – 12 tahun sering karena adanya graft ateroma yang kembali timbul
akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap baik
dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas pembedahan tidak
lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita angina tak stabil dengan
fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko meninggi pada umur lebih dari 65 tahun
akibat penyakit yang lebih berat terutama pada kerusakan ventrikel kiri walaupun

11
memberikan respons yang baik dengan graft dan sekarangpun pembedahan biasa
dilakukan pada penderita umur 20 tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak
sedikit yaitu sering didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens
stroke 5%. Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti
semula.

G. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. Asuhan
keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap maupun mendadak.
Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh karakteristik
ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan keperawatan
spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan.
Karakteristik unik dari ruangan gawat darurat yang dapat mempengaruhi sistem
asuhan keperawatan antara lain :
1. Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan jumlah
klien yang datang ke ruang gawat darurat.
2. Keterbatasan sumber daya dan waktu.
3. Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh usia,
seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas.
4. Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan kecepatan
dan ketepatan yang tinggi.
5. Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang bekerja
di ruang gawat darurat.
Berdasarkan kondisi di atas, prinsip umum asuhan keperawatan yang diberikan
oleh perawat di ruang gawat darurat meliputi :
1. Penjaminan keselamatan diri perawat dan klien yang terjaga : perawat harus
menerapkan prinsip Universal Precaution dan mencegah penyebab infeksi.
2. Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triase, menentukan diagnosa
keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan.
3. Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk
mengatasi masalah biologi dan psikososial klien.

12
4. Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-perawat.
5. Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan.
6. Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah dan cepat.
7. Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu dijaga.
Berikut penjabaran proses keperawatan yang merupakan panduan Asuhan
Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan contoh proses keperawatan klien
gawat darurat.
1. Pengkajian
a. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial
di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan
klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien
gawat darurat.
c. Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua :
1) Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi Kaji :

13
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
E = Disability Kaji
:
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
F = Eksposure
Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada.
2) Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan
pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian
obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
a) Pengkajian Riwayat Penyakit :
Komponen yang perlu dikaji :
- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
- Waktu makan terakhir

14
- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi
klien.
Metode pengkajian :
 Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
S M (medications)
(si
gns P (pertinent past medical
an hystori) L (last oral intake
d solid or liquid)
sy
mp E (event leading to injury
to or illnes)
ms)
: tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan
A klien : alergi yang dipunyai klien : tanyakan obat yang
(Al
telah diminum klien untuk mengatasi nyeri
ler
gis
) : riwayat penyakit yang diderita klien : makan/minum
terakhir; jenis makanan, ada penurunan atau
peningkatan kualitas makan

: pencetus/kejadian penyebab keluhan


 Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :
P (provoked) : pencetus nyeri, tanyakan hal yang
menimbulkan dan mengurangi nyeri
kualitas nyeri arah penjalaran nyeri
Q (quality) : skala nyeri ( 1 – 10 ) lamanya nyeri
R (radian) : sudah dialami klien
S (severity) :
T (time) :
b) Tanda-tanda vital dengan mengukur :
- Tekanan darah
- Irama dan kekuatan nadi

15
- Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan
- Suhu tubuh
c) Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
 Pengkajian kepala, leher dan wajah
- Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan
lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
- Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk,
perlukaan atau keluaran lain seperti cairan otak.

- Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring
atau tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan
kesulitan menelan.
 Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
- Kelainan bentuk dada
- Pergerakan dinding dada
- Amati penggunaan otot bantu nafas
- Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae,
perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi
 Pengkajian Abdomen dan Pelvis Hal-hal yang perlu dikaji :
- Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
- Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi,
abrasi, distensi abdomen dan jejas
- Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
- Nadi femoralis
- Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
- Distensi abdomen
 Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
- Tanda-tanda injuri eksternal

16
- Nyeri
- Pergerakan
- Sensasi keempat anggota gerak
- Warna kulit
- Denyut nadi perifer
 Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk
mengkaji :
- Deformitas
- Tanda-tanda jejas perdarahan
- Jejas
- Laserasi
- Luka
 Pengkajian Psikosossial Meliputi :
- Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
- Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus
seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota
tubuh ataupun anggota keluarga
- Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah
meningkat dan hiperventilasi.
3) Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
meliputi : a.
Radiologi
b. Pemeriksaan laboratorium
c. USG dan EKG
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Gawat Darurat yang dapat muncul pada kasus
Nyeri Dada (chest pain) antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
b. Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen

17
c. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
02 miokard dan kebutuhan
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

ASUHAN KEPERAWATAN
Pada Gangguan Sistem Kardiovaskuler
Dengan Diagnosa Medis Chest Pain

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
Nama : Tn. D
Usia : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Sopir
Agama : Islam
Alamat : Kel. Tawaeli Panau, Kec. Palu Utara
Tanggal Pengkajian : 17 November 2012
Diagnosa Medis : Chest Pain
No. MR : 01-10-89

2. Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Alamat : Kel. Tawaeli Panau, Kec. Palu Utara
Hubungan dgn klien : Kakak

3. Pengkajian Primer
Airway Tidak ada sumbatan jalan napas, tampak penggunaan otot napas

18
tambahan

Breathing Dyspnea, irama cepat dan dangkal, spontan, P : 30 x/menit

Circulation Nadi radialis cepat, kuat angkat, ireguler, N : 120 x/menit

Disability a. GCS : E4V5M6


b. Kesadaran : Composmentis

4. Pengkajian Sekunder

a. Riwayat Penyakit sekarang :


Klien masuk dengan keluhan sakit dada sebelah kiri, keluhan memberat bila
berbaring, sesak bila merasakan nyeri, keluhan tidak dipengaruhi oleh
aktivitas.
Pengkajian nyeri (PQRST) :
Klien mengatakan nyeri dirasakan tiba-tiba dan memberat jika klien
berbaring, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum hilang timbul, nyeri
dirasakan dari dada sebelah kiri menjalar sampai seluruh tangan kiri, skala
nyeri yang dirasakan sampai skala 9, dan nyeri dirasakan oleh klien sejak 4
hari yang lalu.

b. Riwayat penyakit terdahulu


Klien riwayat HT lama, bapak dari klien juga menderita penyakit yang sama
dengan klien.
c. Riwayat pengobatan
Klien sering kontrol ke poliklinik di RSD Madani.
d. Riwayat Alergi (obat dan makanan) :
Klien tidak ada riwayat alergi dan obat-obatan

5. Tanda-Tanda Vital

TD : 230/130 mmHg
N : 120 x/menit
RR : 30
x/menit S :
36,2⁰C

6. Head to Toe (Pengkajian Fokus)


Kepala Berkeringat, konjungtiva tidak anemis, tidak teraba adanya benjolan.

Leher Peningkatan JVP R +1 H2O, tidak tampak adanya kelainan pada leher,
tidak teraba adanya hematoma

19
Thoraks Dada :
Tampak penggunanan otot-otot napas tambahan, pergerakan cepat dan
dangkal, ireguler, tidak tampak adanya jejas. Terdengar bunyi napas
tambahan, brochovesikuler Jantung :
Terdengar ireguler dan cepat, tidak terdengar adanya BJ tambahan

Abdomen Tidak teraba adanya massa, tidak tampak adanya jejas, terdengar
bising usus 16 x/menit

Ekstremitas Akral dingin, teraba nadi radialis, cepat, ireguler dan kuat angkat

Integumen Berkeringat dingin, S : 36,2⁰C

7. Pengkajian Psikososial :
Gelisah, klien mengatakan cemas dengan penyakitnya, takikardi dan
hyperventilasi

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
- HB : 8,8 mg/dl
- Leukosit : 10,700 mg/dl
- Eritrosit : 2,7 mg/dl
- Hematokrit : 26 mg/dl
- Trombosit : 312.000 mg/dl
- GDS : 176 mg/dl
- Urea : 92 mg/dl
b. EKG :
- Tachycardy
- Incomplete LBB
Blok
- ST-T abnormality
(maybe ischemia)

9. Therapy dan Instruksi Medis


- IVFD RL 12 tts/menit
- O2 nasal 3-5 lpm
- Injeksi Ranitidine 1 ampul/12 jam/IV
- ISDN 3 x 5 mg (SL)
- Captopril 2 x 25 mg
- Amlopidin 1 x 10 mg
- Trombo aspilet 1 x 1 tab
- EKG

20
B. Analisa Data
KLASIFIKASI DATA PENYEBAB MASALAH
DS : Iskemik Miokard Ketidak
- Klien mengeluh sesak efektifan Pola
- Klien mengatakan cemas Beban Kerja jtg ↑ napas
dengan penyakit
- Klien mengatakan sesaknya
Vol. Residu Ventrikel ↑
bertambah bila berbaring DO
:
- Dyspnea
- Tampak penggunaan otototot Tek Hidrostatik Kapiler
pernapasan tambahan Paru ↑
- Irama pernapasan cepat dan
dangkal
- Hyperventilasi
- Klien tampak gelisah Perembesan Cairan ke
- TD : 230/130 mmHg Paru ↑
- N : 120 x/mnt
- P : 30 x/mnt Odema Paru

21
- S : 36,2⁰C
Fungsi Pernapasan ↓

Dyspnea
DS : Iskemik Miokard Nyeri akut
- Klien mengatakan nyeri
dirasakan tiba-tiba Suplai O2 miokard ↓
- Klien mengatakan nyerinya
memberat bila berbaring dan Hypoksia otot jtg
merasa seperti ditusuk-tusuk
- Klien mengatakan nyeri
Metabolisme anaerob
dirasakan dari dada kiri
menjalar ke seluruh tangan As.
kiri laktat ↑
- Klien mengatakan skala nyeri
yang dirasakan sampai pada Pelepasan Mediator
skala 9 kimia
DO :
- Berkeringat Merangsang nosiseptor
- Akral teraba dingin
- Peningkatan JVP R +1 H2O Proses transmisi,
- Irama jantung Ireguler - transduksi, modulasi
Takikardi
- Klien tampak gelisah Persepsi Nyeri di
- Hyperventilasi Hypothalamus
- TD : 230/130 mmHg
- N : 120 x/mnt
- P : 30 x/mnt
- S : 36,2⁰C

C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah


1. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan penurunan fungsi paru
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard

22
D. Asuhan Keperawatan
Nama : Tn. D Usia : 54 Tahun Jenis Kelamin : L No. MR : 01-10-89 Diagnosa Medis : Chest Pain
TUJUAN DAN
TGL./JAM DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUATION

1 2 3 4 5 6

17-11-2012 Ketidak efektifan TUJUAN : Pkl. 18. 45 Pkl. 20.30


Pkl. 18.30 Pola Napas b/d Setelah dilakukan 1. Observasi dan 1. Mengobservasi TTV setiap
penurunan fungsi tindakan keperawatan dokumentasikan TTV setiap 30 menit :
paru. selama 1 x 2 jam, klien TD : 230/130 mmHg S: - Klien
30 menit
akan menunjukkan N : 120 x/mnt mengatakan
pola napas yang tidak merasa
S : 36,2⁰C
efektif. sesak lagi
P : 30 x/mnt
2. Memantau dan
KRITERIA HASIL : 2. Pantau dan dokumentasikan mendokumentasikan - TD : 160/100
kecepatan, irama, O:
1. Klien akan kecepatan, irama, mmHg
mengatakan tidak kedalaman dan usaha kedalaman dan usaha
merasa sesak lagi respirasi respirasi : - N : 80 x/mnt
2. RR dalam rentang
- P : 30 x/mnt - S : 36,8⁰C
16-20 x/menit - P : 20 x/mnt
3. Irama napas reguler - Irama tidak teratur
4. Klien tampak tenang - Cepat dan dangkal -
- Irama
pernapasan
Hyperventilasi
teratur - Klien
3. Mengatur posisi klien
senyaman mungkin : tampak tenang

3. Atur posisi klien senyaman Posisi Fowler, kepala lebih


tinggi 45⁰ dari kaki Tujuan Tercapai,
mungkin
4. Menciptakan lingkungan klien siap di
yang tenang bagi klien pindahkan ke
dengan mengurangi A : ruang perawatan
4. Ciptakan lingkungan yang penjaga yang mendampingi
tenang bagi klien klien
5. Melakukan kolaborasi
dengan medis untuk

23
5. Lakukan kolaborasi dengan pemberian terapi :
medis untuk pemberian
terapi :

1 2 3 4 5 6

- IFVD RL 12 tts/mnt - Memasang O2 Nasal 5


- Pasang O2 nasal 2-5 lpm lpm
- Memasang Infus dengan
cairan RL 12 tts/mnt

Pkl. 18.50
1. Mengkaji keluhan klien
17-11-2012 Nyeri akut b/d iskemik TUJUAN : 1. Kaji keluhan nyeri klien dengan menggunakan Pkl. 20.30
Pkl. 18.40 pada miokard Setelah dilakukan dengan menggunakan PQRST : S: - Klien
tindakan keperawatan PQRST
- P : klien mengatakan mengatakan
selama 1 x 2 jam, nyeri
nyerinya
berkurang. nyeri dirasakan tiba-tiba - berkurang
Q : klien mengatakan
KRITERIA HASIL : nyerinya seperti - Skala nyeri
1. Klien akan ditusuktusuk dan yang dirasakan
mengatakan nyeri memberat pada skala 6
yang dirasakan - R : klien mengatakan
berkurang nyeri dirasakan mulai dari - Klien dapat
2. Klien dapat dada kiri menjalar melakukan
melakukan tehnik keseluruh tangan kiri O: tehnik relaksasi
relaksasi secara
- S : klien mengatakan secara mandiri
mandiri
3. Skala nyeri 6 skala nyerinya pada skala - Klien tampak
4. Klien tampak 9 (rentang 1 – 10) lebih tenang
tenang - T : klien mengatakan

24
nyeri dirasakan sejak 4 Tujuan tercapai
hari yang lalu.
2. Mengajarkan klien tehnik
relaksasi napas dalam untuk
mengatasi nyeri :
2. Ajarkan klien tehnik Klien mengerti dan dapat A:
relaksasi napas dalam untuk melakukan secara mandiri
mengatasi nyeri

1 2 3 4 5 6
3. Anjurkan klien untuk tidak 3. Menganjurkan klien untuk
melakukan aktivitas yang tidak melakukan aktivitas
dapat memberatkan yang dapat memperberat
keluhannya keluhannya :
Klien dianjurkan bedrest
total
4. Melakukan tehnik distraksi
4. Lakukan tehnik distraksi bila klien mengeluh
bila klien mengeluh nyerinya memberat dengan
nyerinya memberat cara bercerita atau
menyentuh klien secara
perlahan agar klien
teralihkan dan merasa
diperhatikan
5. Melakukan kolaborasi
dengan tim medis untuk
5. Lakukan kolaborasi dengan pemberian terapi ; -
tim medis untuk pemberian Memberikan inj.
terapi : Ranitidine 1 amp/IV
- Ranitidin 1 amp/8 jam/IV - Memberikan tab ISDN 5
- ISDN 3 x 5 mg (SL) mg/SL
- Captopril tab 2 x 25 mg - Memberikan tab
Captopril 25 mg/oral -

25
- Amlopidin tab 1 x 10 mg Memberikan tab.
Amlopidin 10 mg/oral
- Trombo aspilet 1 x 1 tab
- Memberikan trombo
aspilet 1 tab/oral

26
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC

Hudak&Gallo. 1995. Keperawatan Kritis cetakan I. Jakarta : EGC

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

D;;;;oenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,

Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda,

NIC, NOC, 2010, Nuha Medika, Yogyakarta

Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis

Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta

Wilkinson J M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC

Edisi Bahasa Indonesia, 2006, EGC, Jakarta


;;

Anda mungkin juga menyukai