Anda di halaman 1dari 16

Tinjauan Kepustakaan Makalah dibacakan pada :

Hari / Tanggal : Selasa / 8 mei 2018

Tempat : Konfren bangsal mata

Pukul : 11.00 wib

HEIDELBERG RETINA TOMOGRAPH

Sandiyanto

Andrini Ariesti

MAKALAH TAHAP II

SUB BAGIAN GLAUKOMA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah kumpulan gejala yang memiliki karakteristik optik


neuropati dan berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Neuropati yang
progresif dari papil nervus optikus terjadi akibat hilangnya serat saraf optik. Papil
nervus optikus merupakan bagian distal dari nervus optikus yang peka terhadap
peningkatan tekanan intraokuler (TIO). Selain akibat peningkatan TIO, Perubahan
saraf optik juga dipengaruhi oleh resistensi akson-akson saraf tersebut terhadap
tekanan yang merusak. Mekanisme autoregulasi vaskular juga memiliki peranan
penting terhadap glaukoma. Oleh karena itu, teori kerusakan saraf optik pada
glaukoma terus berkembang. 1,2
Glaukoma menjadi penyebab kedua terbanyak kebutaan di seluruh dunia
setelah katarak. Pengobatan ataupun tindakan operatif yang dilakukan untuk
pasien glaukoma saat ini bermanfaat untuk memperlambat atau mencegah
kehilangan penglihatan lebih lanjut. Perubahan struktur Retinal Nerve Fiber Layer
(RNFL) dapat muncul sebelum terjadi perubahan fungsional defek pada lapangan
penglihatan. Studi klinis membuktikan bahwa deteksi dan pengobatan dini
glaukoma dapat memperlambat prognosis kerusakan optic disc dan kebutaan yang
permanen. 1,2,3

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa instrumen telah diperkenalkan


untuk mendeteksi perubahan struktur optic disc secara kuantitatif sebagai awal
kelainan akibat glaukoma, salah satunya adalah Heidelberg Retina Tomograph
(HRT). HRT merupakan teknik oftalmoskop dengan laser konfokal scaning dan
pada perkembangannya yaitu HRT I, HRT II, dan HRT III menghasilkan analisa
optic disc yang lebih baik. HRT merupakan penggunaan teknologi laser yang
digunakan untuk deteksi dini dan follow up pada pasien glaukoma. 3,4,5

Pada makalah ini akan dibahas mengenai anatomi dan pemeriksaan papil
nervus optikus dengan Heidelberg Retina Tomograph.

1
BAB II
PAPIL NERVUS OPTIKUS

2.1 Anatomi Papil Nervus Optikus


Nervus optikus merupakan saraf optik yang terbentuk dari kurang lebih
1,2 juta akson sel ganglion retina. Nervus optikus terdiri dari jaringan neural,
glial, matriks ekstraseluler dan pembuluh darah. Panjang nervus optikus normal
mulai dari belakang bola mata sampai kiasma optikum rata-rata 50 mm. Nervus
optikus dapat dibagi berdasarkan topografinya menjadi empat bagian, intraokular
(optic disc) dengan panjang 1 mm, intraorbita dengan panjang 25 mm,
intrakanalikuli dengan panjang 9 mm, dan intrakranial dengan panjang 16 mm.2,6
Papil nervus optikus atau optic disc merupakan bagian dari nervus optikus
yang dapat dilihat dengan oftalmoskop (gambar 1). Papil nervus optikus mulai
dari retina sampai ke bagian bermielin yang berada tepat setelah sklera, posterior
dari lamina kribrosa. Rata-rata diameter vertikal optic disc 1,92 mm sedikit lebih
besar daripada diameter horizontal 1,76 mm. Optic disc mempunyai pusat yang
disebut optic cup, dimana ukurannya sepertiga optic disc dan merupakan tempat
keluar dari cabang arteri dan vena retina sentralis. Pada bagian akhir optic disc,
akson akan mengalami mielinisasi. 2,6,7,8

Gambar 1. Papil nervus optikus (optic disc) 7


Pada pemeriksaan oftalmoskop optic disc normal berwarna merah muda,
dengan bagian nasal terlihat lebih merah muda dan terang daripada bagian
temporal. Warna optic disc bisa berbeda-beda antar individu. Pasien dengan miop
mempunyai ukuran optic disc yang lebih besar dan warna yang lebih terang.

2
Ukuran optic disc adalah salah satu unsur yang harus diperhatikan dalam
pemeriksaan fundus. Ukuran optic disc bervariasi antar individu, ukurannya lebih
kecil pada orang kulit putih, dan hiperopia. Ukuran optic disc biasanya simetris
antara kedua mata. 2,6,7
Optic disc memiliki batas yang tegas, batas nasal biasanya lebih kabur dan
sulit diamati. Cup adalah bagian sentral optic disc yang mengalami depresi, area
ini terlihat lebih pucat karena hilangnya akson parsial ataupun komplit.
Normalnya luas cup adalah 30-50% dari area optic disc. Jaringan antara cup dan
batas optic disc disebut neuroretinal rim atau neural rim. Neuroretinal rim lebih
luas pada daerah inferior diikuti oleh bagian superior kemudian bagian nasal dan
terakhir di bagian temporal atau yang dikenal dengan istilah ISNT Rule ( Inferior-
Superior-Nasal-Temporal). Daerah neuoretinal rim akan berkurang dengan
bertambahnya umur dan peningkatan TIO (gambar 2). 2,6,7

Gambar 2. Gambaran daerah neuroretinal rim pada optic disc 7

Daerah peripapil adalah garis pinggir putih tipis yang menjadi batas optic
disc, tampak sebagai garis pinggir yang penuh sejauh 360°. Daerah ini mewakili
perluasan anterior sklera antara koroid dan optic disc. Daerah ini terdiri dari zona
alfa dan zona beta. 6,7

2.2 Suplai Darah Nervus optikus


Nervus optikus diperdarahi oleh arteri oftalmika dari percabangan arteri
karotis interna yang berada di bagian inferior nervus optikus. Di dalam kanalis
optikus dan rongga orbita, terdapat beberapa cabang arteri yang berfungsi untuk
mensuplai sirkulasi pial. Pada 8-12 mm dibelakang bola mata, arteri sentralis

3
retina (percabangan dari arteri oftalmika) melewati selubung pembungkus nervus
optikus dan menuju nervus optikus. Kemudian arteri ini berjalan di sepanjang
sentral nervus optikus dan berakhir di optic disc. Arteri sentralis retina tidak
berkonstribusi secara langsung terhadap sirkulasi optic disc tapi berasal dari
sirkulasi Zinn-Haller (gambar 3). Sirkulasi Zinn-Haller berasal dari anastomosis
tiga pembuluh darah utama, yaitu pembuluh darah koroid, empat sampai lima
arteri siliaris posterior brevis dan konstribusi kecil dari sirkulasi arteri pial. 6,7,9

Gambar 3. Suplai darah dari papil nervus optikus berasal dari sirkulasi Zinn-
Haller. 9

4
BAB III
HEIDELBERG RETINA TOMOGRAPH

Heidelberg retina tomograph (HRT) merupakan sistem scaning laser


konfokal yang didesain untuk pengambilan gambar dan analisis 3 dimensi segmen
posterior bola mata. Alat ini mengunakan laser scaning untuk membuat gambar
serial bagian-bagian optic disc dengan pemetaan tiga dimensi topografi optic disc.
Gambar yang diambil memiliki resolosusi gambar yang tinggi. HRT
memungkinkan pengukuran kuantitatif topografi struktur okuler dan berperan
untuk follow up secara tepat terhadap perubahan topografi tersebut. HRT berguna
untuk memperkirakan ketebalan RNFL. HRT menscan permukaan retina dan
nervus optikus termasuk garis kontur cup optic disc. Sampai saat ini, telah
diperkenalkan tiga generasi HRT. HRT III memiliki sensitivitas yang lebih tinggi
dibandingkan HRT generasi sebelumnya (gambar 4). 4,10,11,12

Gambar 4. Heidelberg retinal tomography III 12

Data yang didapat dari pemeriksaan HRT merupakan data dasar dan dapat
digunakan sebagai perbandingan dalam mengidentifikasi perubahan yang terjadi
dari waktu ke waktu. Karena itu pengukuran optic disc yang berulang
menggunakan HRT dapat mengetahui progresifitas kerusakan optic disc akibat
glaukoma lebih cepat dibandingkan pemeriksaan lapangan pandang. 10,12,13

HRT menggunakan laser sebagai sumber cahaya. Cahaya laser difokuskan


pada satu titik objek pemeriksaan. Cahaya direflesikan dari titik tersebut ke mata

5
yang dipisahkan dari cahaya laser kemudian dibelokkan ke detektor. Berdasarkan
gambar 2 dimensi yang dihasilkan iluminasi cahaya laser dibelokkan secara
periodik tegak lurus di aksis optikal yang menggunakan cermin scaning. Karena
itu objek discan titik demi titik secara berurutan dalam 2 dimensi (gambar 5).
4,10,14,15

Gambar 5. Sistem optikal konfokal pada HRT 10

Pada gambar di atas, sebuah diafragma kecil ditempatkan di depan


detektor sekitar daerah yang dikonjugasikan secara optik lempeng fokus terhadap
sistem penerangan. Efek pinhole konfokal ini terjadi saat cahaya yang
direfleksikan dari objek pada lempeng fokus difokuskan pada pinhole. Cahaya
yang direfleksikan di atas atau di bawah lempeng fokus tidak difokuskan pada
pinhole dan hanya fraksi kecil saja yang dapat melewati pinhole dan dideteksi.
Dengan demikian, cahaya di luar fokus, ditekan dengan kekuatan tinggi dengan
peningkatan tekanan secara cepat dengan jarak yang jauh dari permukaan fokus.
Konsekuensinya, sistem scaning laser konfokal memiliki resolusi tinggi tidak
hanya tegak lurus tapi juga sejajar terhadap sumbu optik sesuai kedalaman.
Dimensi yang didapat pada bidang fokus hanya akan membawa informasi lapisan
objek yang berada di lokasi atau dekat lempeng fokus. Gambaran ini menjadi
segmen optik objek 3 dimensi sekitar lempeng optik. Karenanya, sistem scaning
laser konfokal mampu mencitrakan objek 3 dimensi secara nyata. Prosedur ini
dikenal sebagai scaning laser tomografi. 10,12,15

6
Aplikasi umum HRT adalah pengukuran kuantitatif topografi retina dan
dapat memperlihatkan perubahan kuantitas topografi seperti deskripsi dari optic
disc yang glaucomatous, analisis macular hole dan edem makula serta analisis
defek nerve fiber layer. Pada glaukoma, terjadi kehilangan serabut-serabut saraf
yang diikuti kehilangan lapangan penglihatan. Hilangnya serabut saraf
menimbulkan perubahan topografi 3 dimensi dari optic disc yang dapat dipakai
sebagai dasar hilangnya lapangan penglihatan bertahun-tahun sebelum hal itu
terjadi. 1,10,12,16

Tujuan analisis topografi optic disc adalah untuk mendeskripsikan dan


mengklasifikasikan secara kuantitatif kerusakan saat pemeriksaan, atau
membandingkan untuk follow up perubahan topografi dan menilai progresifitas
glaukoma. 17,18

HRT II tidak hanya dapat menentukan akurasi topografi dalam


menentukan perubahan selama monitoring, tapi juga dapat melihat profil disc
dengan menggunakan cara Moorfields Regression Analysis (MRA) untuk
memprediksi suspek risiko dari disc. Fasilitas ini digunakan sebagai cara praktis
menskrining glaukoma. HRT II memerlukan operator yang ahli untuk menetapkan
garis luar disc secara manual, sehingga dapat mengkalkulasi profil analisa regresi
MRA. HRT II lebih praktis dan nyaman bila dibandingkan HRT I yang lebih
besar, HRT I sendiri saat ini hanya ditemukan pada rumah sakit atau laboratorium
penelitian. 10, 11,15

HRT III menggunakan unit laser yang terhubung dengan laptop dan meja
kecil. HRT III juga mudah dipindahkan ke ruangan lain. Ada fasilitas tambahan
dibandingkan generasi sebelumnya, yaitu adanya pengambilan gambar disc secara
otomatis yang disebut Glaucoma Probability Score (GPS). Satu kali pengambilan
gambar didapatkan 3 scan disc dan proses data topografi, kemudian GPS otomatis
akan menganalisa profil disc secara spesifik dalam bentuk 3 dimensi, lalu
dibandingkan dengan data spesifik grup etnik yang akan menghasilkan analisa.
HRT III juga dapat digunakan secara manual untuk menentukan disc yang
kemudian dibandingkan dengan MRA (gambar 6).11,19,20

7
Gambar 6. Contoh laporan standar HRT III (kedua mata): analisa ukuran disk,
cup, rim dan RNFL tiap mata20

Keterangan gambar 6:20


1. Etnik pasien : data dasar spesifik etnik yang digunakan untuk analisa MRA
dan klasifikasi GPS. Pada HRT III mempunyai 3 etnis spesifik data dasar
normatif, yaitu : Kaukasia, Afrika dan India.
2. Kualitas gambar harus dievaluasi dan diklasifikasikan dari sangat jelek
sampai sangat baik, berdasarkan standar deviasi yang dapat diterima (<40)

8
3. Pengaturan fokus (dalam dioptri) digunakan untuk akuisisi gambar yang
ditampilkan.
4. Ukuran optic disc sebagai area dalam mm2: diklasifikasikan sebagai kecil,
rata-rata atau besar.
5. Gambar topografi untuk penilaian kualitatif optic disc:
 Merah sebagai cup
 Biru sebagai area kemiringan rim
 Hijau sebagai area datar rim
6. MRA, memberikan penilaian dari enam segmen optic disc, ditambah
penilaian global terhadap data dasar normatif etnis tertentu.
Untuk MRA, klasifikasi normal diberikan untuk masing-masing sektor rim.
 Tanda hijau betul hijau berarti normal
 Tanda seru kuning berarti borderline
 Tanda silang merah berarti diluar batas normal
7. Cup: hasilnya ditunjukkan sebagai sebuah lembaran atas gambar topografi,
dan area penipisan rim. Hasil analisa perubahan topografi ditampilkan
sebagai lembaran pada gambar reflektivitas hitam dan putih.
8. Rim adalah daerah tertutup oleh garis kontur dan terletak diatas bidang
referensi. Klasifikasi bidang dari rim optic disc berdasarkan hubungan dari
rim ke area diskus untuk tiap bidang.
9. Profil RNFL adalah profil tinggi sepanjang margin diskus disekitar optic disc
dari sisi temporal, ke superior, nasal, inferior, dan kembali ke sisi temporal
(TSNIT). Ketinggian sepanjang kontur sebagian besar sesuai dengan
ketebalan RNFL.
10. Parameter asimetris inter mata mengevaluasi derajat asimetris profil RNFL
antara mata dan diberikan sebagai persentase dengan nilai 0% menunjukkan
simetris profil RNFL.
Nilai asimetris adalah perbedaan ukuran antara kedua mata. Perbedaan dalam
profil RNFL antara dua mata diplot dalam grafik ini untuk memudahkan
perbandingan.

9
11. Parameter cup, rim, dan RNFL diklasifikasikan berdasarkan nilai-p, yang
menunjukkan statistik probabilitas bahwa nilai rentang normal dihubungkan
dengan data dasar normatif yang berdasarkan usia dan dasar etnik.
nilai-p > 0,05 menunjukkan nilai batas normal
nilai-p < 0,05 tapi lebih dari 0,001 adalah borderline, dan
nilai-p < 0,001 diluar batas normal.
Batas normal sudah ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan pada mata
normal :
 > 700 orang Kaukasia dengan ukuran diskus 1,0-3,6 mm2
 > 200 orang normal dari asli Afrika dengan ukuran diskus 1,4-3,4 mm2,dan
 lebih dari 100 orang India Asia Tenggara dengan ukuran diskus 0,9-4,1
mm2
12. Komentar: komentar mengenai laporan HRT III akan dimasukkan dalam surat
laporan yang dikirim ke praktisi (dokter yang meminta).

Klasifikasi GPS melengkapi penilaian struktural objektif optic disc. GPS


membandingkan pemeriksaan pada model normal dengan diskus glaucomatous
awal yang didapatkan dari data dasar normatif dan probabilitas pemeriksaan mata
pada populasi dengan glaucomatous awal (gambar 7). 19,20

10
Gambar 7. Contoh hasil pelaporan GPS untuk penilaian struktur objektif dari papil
nervus optikus. 20

Keterangan gambar 7: 20
1. Etnik pasien, kualitas gambar dan pengaturan fokus ditampilkan di bagian
atas print out dalam Laporan standar.
2. Klasifikasi normal sektoral GPS terhadap data dasar normatif yang
ditampilkan pada gambar reflektansi dan dalam tabel format. Parameter yang
diukur meliputi kecuraman rim, ukuran dan kedalaman cup, dan lapisan serat
saraf peripapiler.

11
3. Klasifikasi GPS keseluruhannya untuk setiap mata di bagian bawah laporan.
dalam kasus diskus sangat dangkal, perangkat lunaknya tidak dapat
mengidentifikasi diskus sentral dengan benar.
4. Tanda betul hijau menunjukkan parameter yang diukur dalam batas normal,
tanda seru kuning menunjukkan borderline, dan tanda silang merah
menunjukkan di luar batas normal.
5. Klasifikasi GPS juga ditunjukkan dalam format grafik batang dimana tinggi
dari setiap sektor adalah dalam batas normal, borderline, dan diluar batas
normal.

12
BAB IV

KESIMPULAN

1. Glaukoma merupakan optik neuropati akibat kerusakan sel ganglion dan


retina, berkaitan dengan perubahan jaringan papil nervus optikus.

2. Heidelberg retina tomograph (HRT) merupakan sistem laser scaning


konfokal yang menganalisa segmen posterior bola mata secara tiga dimensi.
HRT dapat memetakan topografi termasuk ukuran, bentuk, dan kontur optic
disc, neuroretinal rim, optic cup, peripapil retina dan lapisan serat saraf.

3. Pada perkembangannya, HRT III memiliki keunggulan dibandingkan


generasi sebelumnya, yaitu adanya pengambilan gambar disc secara otomatis
yang disebut Glaucoma Probability Score (GPS).

4. Klasifikasi GPS melengkapi penilaian struktural objektif dari papil nervus


optikus. GPS membandingkan pemeriksaan pada model normal dengan
diskus glaucomatous awal yang didapatkan dari data dasar normatif dan
probabilitas pemeriksaan mata pada populasi dengan glaucomatous awal.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Introduction to Glaucoma. In: Glaucoma.
American Academy of Ophthalmology. San Francisco. 2014-2015; pp 3-12.

2. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Clinical Evaluation. In: Glaucoma.
American Academy of Ophthalmology. San Francisco. 2014-2015; pp 27-72.

3. Pahlitzsch M, Torun N, Erb C, et all. Significance of the disc damage


likelihood scale objectively measured by a non-mydriatic fundus camera in
preperimetric glaucoma. In: Clinical Ophthalmology. Berlin. 2015; pp 2147-
58.

4. Tanaka HG, Lin S. Digital Imaging of the Optic Nerve. In: Clinical Glaucoma
Care. Philadelphia. 2014; pp 103-116.

5. Banister K, Boachie C,Bourne R, et all. Can Automated Imaging for Optic


Disc and Retinal Nerve Fiber Layer Analysis Aid Glaucoma Detection?. In:
American Academy of Ophthalmology. UK. 2016; pp 930-938.

6. Fudemberg SJ, Cvintal V, Myers JS, et all. Clinical Examination of the Optic
Nerve. In: Clinical Glaucoma Care. Philadelphia. 2014; pp 73-96.

7. Ferreras A. Optic Nerve Head Assessment and Retinal Nerve Fiber Layer
Evaluation. In: Glaucoma Imaging. Switzerland. 2016; 149-172.

8. Bowling B. Evaluation of the Optic Nerve Head. In: Glaucoma. Kanski’s


Clinical Ophthalmology. Eight Edition. Sydney. 2015; 316-320.

9. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Cranial Nerves: Central and Peripheral
Connections. In: Fundamentals and Principles of Ophthalmology. American
Academy of Ophthalmology. San Francisco. 2014-2015; pp 83-107.

10. Iester M. Confocal Scanning Laser Ophthalmology. In: Glaucoma Imaging.


Switzerland. 2016; 173-208.

14
11. Cvenkel B. Heidelberg Retina Tomograph for the Detection of Glaucoma. In:
Zdrav Vestn Supl. Ljubljana. 2012; pp 157-169.

12. Saarela V. Stereometric Parameters of the Heidelberg Retina Tomograph in


the Follow up of Glaucoma. In: Acta Universitatis Ouluensis. Finland. 2010;
19-40.

13. Patel D. Optic Nerve. In: I Notes Glaucoma. First Edition. 2014; 43-55.

14. Bowling B. Imaging in Glaucoma. In: Glaucoma. Kanski’s Clinical


Ophthalmology. Eight Edition. Sydney. 2015; 320-323.

15. Dascalu AM, Alexandrescu C,Pascu R, et all. Heidelberg Retina Tomography


Analysis in Optic Disks with Anatomic Particularities. In: Journal of
Medicine and Life, Vol. 3. Bucarest. 2010; 359-364.

16. Francesco Oddone F, Centofanti M,Tanga L, et all. Influence of Disc Size on


Optic Nerve Head versus Retinal Nerve Fiber Layer Assessment for
Diagnosing Glaucoma. In: Ophthalmology vol. 118. Rome. 2011; 1340-1347.

17. Andersson S,Heijl A, Bengtsson B. Optic disc classification by the


Heidelberg Retina Tomograph and by physicians with varying experience of
glaucoma. In: Lund University. London. 2011; 1401-1407.

18. O’Leary N, Crabb DP, Mansberger SL. Glaucomatous Progression in Series


of Stereoscopic Photographs and Heidelberg Retina Tomograph Images. In.
Arch Ophthalmol, vol 128. 2010; 560-568.

19. Prata TS,Meira-Feitas D, Lima VC. Factors affecting the variability of the
Heidelberg Retina Tomograph III measurements in newly diagnosed
glaucoma patients. In: Arq Bras Oftalmol . 2010;73 (4): 354-357.

20. Kensington. Hiedelberg Retina Tomography (Glaucoma Module). The


university of New South Wales. 2010; 1-4.

15

Anda mungkin juga menyukai