542
Ind.
p
Kalalog Dalam Terbilan. Kementerian Kesehalan Rl
614.542
lnd Indonesia. Kementerian Kesehalan Rl. Dineklorat
p Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehalan Lingkungan
Pedoman nasionalPengendalian Tuberkulosis.-
Jakarta: Kementerian Kesehatan Rl. 2014
ISBN 978-602-235-733-9
Kontributor:
Js(•
• •
DAFTARISI
Tim Penyusun
Daftar lsi iii
Kata Pengantar vii
Daftar Singkatan ix
BABI Pendahuluan 1
A. Epidemiologi dan Permasalahan TB Dunia 1
B. Patogenesis dan Penularan TB 2
c. Upaya Pengendalian TB 4
DArrARISI e
BABY Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis 51
Resistan Obat (MTPTRO)
A. Defenisi TB Resistan Obat 51
B. Tujuan dan Kebijakan MTPTRO 51
c. Pengorganisasian MTPTRO 52
D. Diagnosis TB Resistan Obat 54
E. Pengobatan TB MDR 57
F. EvaluasiAkhir Pengobatan TB MDR 59
G. Evaluasi Lanjutan Setelah Pasien Sembuh atau Pengobatan Lengkap 60
H. Tatalaksana TB Resistan Obat pada Anak 60
Seiring dengan penemuan baru ilmu dan tekhnologi serta perkembangan program
pengendalian TB di lapangan, maka buku Pedoman Nasional Pengendalian TB ini harus
mengikuti perkembangan-perkembangan tersebut. Untuk itu pada cetakan ini, dilakukan
beberapa perubahan sesuai dengan perkembangan yang terjadi di lapangan, seperti
perubahan definisi, terminologi, sistematika dan kebijakan operasional. Beberapa
perubahan baru mengikutibuku pedoman, pengobatan yang diterbitkan WHO, dengan
tetap mempertimbangkan situasi spesifik program TB di Indonesia, antara lain perubahan
pada teknis tatalaksana pasien TB, baik TB pada dewasa maupun TB pada anak.
Perubahan itu dilakukan untuk mengakomodasi kewaspadaan terhadap terjadinya TB
resisten obat, masalah koinfeksi TB-HIV, upaya pencegahan dan Pengendalian lnfeksi
dan lain-lain. Demikian pula perluasan strategi penemuan pasien TB bukan hanya
bertumpu pada penemuan secara pasif tetapi juga secara aktif pada kelompok yang
berisiko seperti di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan ditempat kerja.
• KATA PUGAITAR.
•
DAFTAR SINGKATAN
DUTJIR IIIIIGIIATO 0
IDAI IDI = lkatan Dokter Anak Indonesia
IUATLD = lkatan Dokter Indonesia
KBNP = International Union Against TB and Lung Diseases
KBPP = Kesalahan besar negatif palsu
KDT = Kesalahan besar positif palsu
KG = Kombinasi Oasis Tetap
KKNP = Kesalahan Gradasi
KKPP = Kesalahan kecil negatif palsu
Km = Kesalahan kecil positif palsu
KPP =Kanamycin
Lapas = Kelompok Puskesmas Pelaksana
Lfx = Lembaga Pemasyarakatan
LP LSM = Levofloxacin
LPLPO = Lapang Pandang
MDG = Lembaga Swadaya Masyarakat
MDR/XDR = Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
Mfx = Millenium Development Goals
MOTT = Multi Drugs Resistance I extensively Drugs Resistance
OAT = Moxifloxacin
Ofl = Mycobactrium Other Than Tuberculosis
PAPDI = ObatAnti Tuberkulosis
PCR = Ofloxacin
PDPI = Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia
PME = Poly Chain Reaction
PMI = Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
PMO = Pemantapan Mutu Eksternal
POA = Pemantapan Mutu Internal
POGI = Pengawasan Minum Obat
POM = Plan of Action
PPM = Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
PPM = Pengawasan Obat dan Makanan
PPNI = Puskesmas Pelaksana Mandiri
PPTI = Public Private Mix
PRM = Perhimpunan Perawat Nasionallndonesia
PS = Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia
PSDM = Puskesmas Rujukan Mikroskopis
Pta = Puskesmas Satelit
Puskesmas = Pengembangan Sumber Daya Manusia
= Prothionamide
= Pusat Kesehatan Masyarakat
.--.--------------------------------------mD-o!..!
.
Pustu = Puskesmas Pembantu
R = Rifampisin
RSP = Rumah Sakit Paru
RTL = Rencana Tindak Lanjut
Rutan = Rumah tahanan
s = Streptomisin
SDM = Sumber Daya Manusia
SGOT = Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT = Serum Pyruric Oxaloacetic Transaminase
SKRT = SurveiKesehatan Rumah Tangga
SPS = Sewaktu-Pagi-Sewaktu
TB = Tuberkulosis
TNA = Training Need Assessment
UPK = Unit Pelayanan Kesehatan
WHO = World Health Organization
z = Pirazinamid
ZN = Ziehl Neelsen
DUTJIR IIIIIGIIATO e
• •
BABI
PENDAHULUAN
A. Epidemiologidan Permasalahan TB Dunia.
TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
didunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah diterapkan di banyak
negara sejak tahun 1995.
Dalam laporan WHO tahun 2013:
• Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%)
diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut
berada di wilayah Afrika.
• Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBMDR dan
170.000 orang diantaranya meninggal dunia.
• Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada pria tetapi angka
kesakitan dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2,9
juta kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah kematian karena TB mencapai 410.000
kasus termasuk di antaranya adalah 160.000 orang wanita dengan HIV positif. Separuh
dari orang dengan HIV positif yang meninggal karena TB pada tahun 2012 adalah
wanita.
• Pada tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus TB anak diantara seluruh kasus TB secara
global mencapai 6% (530.000 pasien TB anakl tahun). Sedangkan kematian anak
(dengan status HIV negatif) yang menderita TB mencapai 74.000 kematian/ tahun, atau
sekitar 8% dari total kematian yang disebabkan TB.
• Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi untuk penyakit yang
sebenamya bisa dicegah dan disembuhkan tetap fakta juga menunjukkan keberhasilan
dalam pengendalian TB. Peningkatan angka insidensi TB secara global telah berhasil
dihentikan dan telah menunjukkan tren penurunan (turun 2% per tahun pada tahun
2012), angka kematian juga sudah berhasil diturunkan 45% bila dibandingkan tahun
1990.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15_ 50
tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya
3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah
tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk lainnya secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
)IJ• BABI
PENDABOLUAI.
o Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,
penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya,
tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan
sebagainya).
o Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,
gagalmenyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
o Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
o lnfrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat.
o Belum adanya sistem jaminan kesehatan yang bisa mencakup masyarakat luas
secara merata.
-/ Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur
umur kependudukan.
-/ Besamya masalah kesehatan lain yang bisa mempengaruhi tetap tingginya beban TB
seperti gizi buruk, merokok, diabetes.
-/ Dampak pandemi HIV.
Pandemi HIVIAIDS di dunia akan menambah perrnasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV
akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan.
-/ Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhimya akan menyebabkan terjadlnya epidemi
TB yang sulit ditangani. ( 11 )
-ii -----------------------------------M-WW--
2. Cara Penularan TB.
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan
BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi
oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc
dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan
penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA
negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil
kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik
dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
a. Paparan
Peluang Jumlah kasus menular di masyarakat
peningkatan Peluang kontak dengan kasus menular
paparan Tingkat daya tular dahak sumber penularan
terkait dengan: Intensitas batuk sumber penularan
Kedekatan kontak dengan sumber penularan
Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan
Faktor lingkungan: konsentrasi kuman diudara (ventilasi, sinar ultra
violet, penyaringan adalah faktor yang dapat menurunkan
konsentrasi)
Catatan: Paparan kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk terinfeksi. Setelah
terinfeksi, ada beberapa faktor yang menentukan seseorang akan terinfeksi saja,
menjadi sakit dan kemungkinan meninggal dunia karena TB.
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6 – 14 minggu setelah infeksi
Reaksi immunologi (lokal)
Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap oleh makrofag dan kemudian berlangsung
reaksi antigen – antibody.
Reaksi immunologi (umum)
Delayed hypersensitivity (hasil Tuberkulin tes menjadi positif)
Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut
(dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali.
Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi
c. Sakit TB
Faktor risiko Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup
untuk menjadi Lamanya waktu sejak terinfeksi
sakit TB adalah Usia seseorang yang terinfeksi
tergantung dari : Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya
tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB
aktif (sakit TB). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan
TB di masyarakat akan meningkat pula.
Catatan: Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Namun bila
seorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB melalui proses reaktifasi. TB
umumnya terjadi pada paru (TB Paru). Namun, penyebaran melalui aliran darah atau
getah bening dapat menyebabkan terjadinya TB diluar organ paru (TB Ekstra Paru).
Apabila penyebaran secara masif melalui aliran darah dapat menyebabkan semua organ
tubuh terkena (TB milier).
d. Meninggal dunia
Faktor risiko Akibat dari keterlambatan diagnosis
kematian karena Pengobatan tidak adekuat
TB: Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit
penyerta
Catatan: Pasien TB tanpa pengobatan, 50% akan meninggal dan risiko ini meningkat
pada pasien dengan HIV positif.
C. Upaya Pengendalian TB
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD
mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada
pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan
demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
BAB I
4 PENDAHULUAN
Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara. Pada
tahun 2005 strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS tersebut
diperluas menjadi “Strategi Stop TB”, yaitu:
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian
Pada tahun 2013 muncul usulan dari beberapa negara anggota WHO yang mengusulkan
adanya strategi baru untuk mengendalikan TB yang mampu menahan laju infeksi baru,
mencegah kematian akibat TB, mengurangi dampak ekonomi akibat TB dan mampu
meletakkan landasan ke arah eliminasi TB.
Eliminasi TB akan tercapai bila angka insidensi TB berhasil diturunkan mencapai 1 kasus
TB per 1 juta penduduk, sedangkan kondisi yang memungkinkan pencapaian eliminasi TB
(pra eliminasi) adalah bila angka insidensi mampu dikurangi menjadi 10 per 100.000
penduduk. Dengan angka insidensi global tahun 2012 mencapai 122 per 100.000 penduduk
dan penurunan angka insidensi sebesar 1-2% setahun maka TB akan memasuki kondisi pra
eliminasi pada tahun 2160. Untuk itu perlu ditetapkan strategi baru yang lebih komprehensif
bagi pengendalian TB secara global.
Pada sidang WHA ke 67 tahun 2014 ditetapkan resolusi mengenai strategi pengendalian TB
global pasca 2015 yang bertujuan untuk menghentikan epidemi global TB pada tahun 2035
yang ditandai dengan:
1. Penurunan angka kematian akibat TB sebesar 95% dari angka tahun 2015.
2. Penurunan angka insidensi TB sebesar 90% (menjadi 10/100.000 penduduk)
Strategi tersebut dituangkan dalam 3 pilar strategi utama dan komponen-komponenya yaitu:
1. Integrasi layanan TB berpusat pada pasien dan upaya pencegahan TB
a. Diagnosis TB sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi semua dan penapisan TB
secara sistematis bagi kontak dan kelompok populasi beresiko tinggi.
b. Pengobatan untuk semua pasien TB, termasuk untuk penderita resistan obat dengan
disertai dukungan yang berpusat pada kebutuhan pasien (patient-centred support)
c. Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TB yang lain.
d. Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan dan beresiko tinggi
serta pemberian vaksinasi untuk mencegah TB.
2. Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas.
a. Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan layanan dan pencegahan
TB.
b. Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan dan pemberi layanan
kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
c. Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage) dan kerangka
kebijakan lain yang mendukung pengendalian TB seperti wajib lapor, registrasi vital, tata
kelola dan penggunaan obat rasional serta pengendalian infeksi.
d. Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk mengurangi dampak
determinan sosial terhadap TB.
3. Intensifikasi riset dan inovasi
a. Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat, metode intervensi dan
strategi baru pengendalian TB.
b. Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan merangsang inovasi-
inovasi baru untuk mempercepat pengembangan program pengendalian TB.
BABII
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA
Beberapa tantangan internal yang masih dialami program pengendalian TB Nasional antara
lain:
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Faskes yang ada belum seluruhnya terlibat sepenuhnya dalam program pengendalian
TB. Bersumber data dasar provinsi pada tahun 2012, sudah 100% BKPM/BBKPMIRS
Paru dan 98% dari jumlah Puskesmas yang ada telah menerapkan strategi DOTS.
Namun, baru sekitar 38% RS (Pemerintah, BUMN, TNI, Polri dan Swasta) yang
menerapkan pelayanan dengan menggunakan strategi DOTS.
2. Ketenagaan
Meskipun dilaporkan bahwa 98% staf di Puskesmas dan lebih kurang 24% staf TB di
rumah sakit telah dilatih, program TB harus tetap melakukan pengembangan sumber
daya manusia mengingat tingkat mutasi staf yang cukup tinggi. Tantangan baru yang
harus dihadapi oleh program TB adalah meningkatnya kebutuhan akan pelatihan untuk
pendekatan baru seperti TB resistan obat, PAL, PPI TB, dan lainnya. Pelatihan dasar
tentang TB tetap dibutuhkan mengingat ekspansi program serta berbagai inovasi baru
untuk memperkuat pelaksanaan program,misalnya pengenalan alat diagnostikbaru,
Jst(•BABD
sistem informasi TB elektronik, AKMS (Advokasi, Komnikasi dan Mobilisasi Sosial),
manajemen logistik.
3. OAT
Pemenuhan kebutuhan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) merupakan tanggung jawab
pemerintah pusat. Kendala yang masih harus dihadapi adalah masih belum optimalnya
sistem manajemen mulai dari perencanaan, pengadaan, distribusi sampai kepada
dispensing obat kepada pasien dan pencatatan pelaporan. Kemampuan SDM dan sistem
manajemen OAT ditingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota harus ditingkatkan secara
terus menerus agar tidak terjadi kekurangan cadangan obat.
4. Pembiayaan
Dalam era desentralisasi, pembiayaan program kesehatan termasuk pengendalian TB
sangat bergantung pada alokasi dari pemerintah pusat dan daerah. Alokasi APBD untuk
pengendalian TB secara umum rendah dikarenakan masih tingginya ketergantungan
terhadap pendanaan dari donor internasional dan banyaknya masalah kesehatan
masyarakat lainnya yang juga perlu didanai. Rendahnya komitmen politis untuk
pengendalian TB merupakan ancaman bagi kesinambungan program pengendalian TB.
Program pengendalian TB nasional semakin perlu penguatan kapasitas untuk melakukan
advokasi dalam meningkatkan pembiayaan dari pusat maupun daerah baik untuk
pembiayaan program maupun biaya operasional lainnya sesuai kebutuhan daerah. Saat
ini struktur pembiayaan yang tersedia lebih banyak terpusat kepada aspek kuratif
sedangkan pembiayaan untuk aspek promotif, preventif dan rehabilitatif masih sangat
kecil. Tantangan baru seberti TB resisten obat, epidemi ganda TB-HIV dan TB-DM juga
memerlukan dukungan pendanaan yang lebih besar.
Selain tantangan yang bersifat internal maka program pengendalian TB juga menghadapi
kendala di luar program yang apabila tidak ditanggulangi secara bersamaan akan
mengakibatkan pencapaian program akan terhambat. Tantangan tersebut antara lain:
1. Sistem Jaminan Kesehatan
Belum meratanya akses terhadap layanan yang bermutu karena kendala finansial.
Sehingga tanpa tersedianya suatu jaminan kesehatan yang bisa mencakup seluruh
warga negara akan mengakibatkan capaian semua program kesehatan termasuk TB
menjadi tidak optimal.
Misi
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani
dalam pengendalian TB.
2. Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya pengendalian TB.
4. Menciptakan tata kelola program TB yang baik.
Target
Merujuk pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang
ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun.
Pada RPJMN 2010-2014 maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB per 100,000
penduduk dari 235 menjadi 224, Persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang
ditemukan dari 73% menjadi 90% dan Persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang
disembuhkan dari 85% menjadi 88%..Keberhasilan yang dicapai pada RPJMN 2010-2014
akan menjadi landasan bagi RPJMN berikutnya.
Pada tahun 2015-2019 target program pengendalian TB akan disesuaikan dengan target
pada RPJMN II dan harus disinkronkan pula dengan target Global TB Strategy pasca 2015
dan target SDGs (Sustainable Development Goals). Target utama pengendalian TB pada
tahun 2015-2019 adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1-2%
per tahun menjadi 3-4% per tahun dan penurunan angka mortalitas > dari 4-5% pertahun.
Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target penurunan insidensi sebesar
20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka insidensi tahun 2015.
G. Kegiatan
1. Tatalaksana TB Paripurna
a. Promosi Tuberkulosis
b. Pencegahan Tuberkulosis
c. Penemuan pasien Tuberkulosis
d. Pengobatan pasien Tuberkulosis
e. Rehabilitasi pasien Tuberkulosis
2. Manajemen Program TB
a. Perencanaan program pengendalian Tuberkulosis
b. Monitoring dan evaluasi program pengendalian Tuberkulosis
c. Pengelolaan logistik program pengendalian Tuberkulosis
d. Pengembangan ketenagaan program pengendalian Tuberkulosis
e. Promosi program pengendalian Tuberkulosis.
3. Pengendalian TB Komprehensif
a. Penguatan layanan Laboratorium Tuberkulosis;
b. Public-Private Mix Tuberkulosis;
c. Kelompok rentan: pasien Diabetes Melitus (DM), ibu hamil, gizi buruk;
d. Kolaborasi TB-HIV;
e. TB Anak;
f. Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB;
g. Pendekatan praktis kesehatan paru (Practicle Aproach to Lung Health = PAL);
h. Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat (MTPTRO)
i. Penelitian tuberkulosis.
H. Organisasi Pelaksana
1. Aspek Manajemen Program TB
a. Tingkat Pusat
Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian
Tuberkulosis (Gerdunas-TB) yang merupakan forum kemitraan lintas sektor dibawah
koordinasi Menko Kesra. Menteri Kesehatan R.I. sebagai penanggung jawab teknis
upaya pengendalian TB.
Dalam pelaksanaannya program TB secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Sub Direktorat
Tuberkulosis.
b. Tingkat Propinsi
Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan
Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
Dalam pelaksanaan program TB di tingkat propinsi dilaksanakan Dinas Kesehatan
Propinsi.
c. Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten / kota yang terdiri dari
Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan
kebutuhan kabupaten / kota.
1. Strateglpenemuan
a. Penemuan pasien TB dilakukan secara intensif pada kelompok populasi terdampak
TB dan populasirentan.
b. Upaya penemuan secara intensif harus didukung dengan kegiatan promosi yang aktif,
sehingga semua terduga TB dapat ditemukan secara dini.
c. Penjaringan terduga pasien TB dilakukan di fasilitas kesehatan; didukung dengan
promosi secara aktif oleh petugas kesehatan bersama masyarakat.
d. Pelibatan semua fasllitas kesehatan dimaksudkan untuk mempercepat penemuan dan
mengurangi keterlambatan pengobatan.
e. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap:
1) kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien
dengan HIV, Diabetes mellitus dan malnutrisi.
2) kelompok yang rentan karena berada dl lingkungan yang berisiko tinggi terjadinya
penularan TB, seperti: Lapas/Rutan, tempat penampungan pengungsi, daerah
kumuh, tempat kerja, asrama dan panti jompo.
3) Anak dibawah umur lima tahun yang kontak dengan pasien TB.
4) Kontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resistan obat.
f. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi pasien dengan gejala dan tanda
yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan praktis kesehatan paru (Practical
Approach to Lung health = PAL), manajemen terpadu balita sakit (MTBS), manajemen
terpadu dewasa sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan penemuan pasien TB di
faskes, mengurangi terjadinya misopportunity dan sekaligus dapat meningkatkan mutu
layanan.
g. Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala:
-1' Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
2. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
• S (sew aktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung
pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah
pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
• S (sew aktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
b. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb)
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu, misal:
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya.
Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut.
Jst(•BAB
m
TATAIAXSAIIA PMIIIll TllBBIIKDLOIIIB e
Gambar 1.
Alur diagnosis dan tindak lanjut TB Paru pada pasien dewasa
(tanpa kecurigaan/bukti: hasil tes HIV(+) atau terduga TB Resistan Obat)
[ "'
Pemeriksaan ldinis 1, SPS
I
]
(+++)
! ,, ,,
!
o tOI'Ib mendukunilB,
( -- +) r l
,,,,
pellilll.,_lpll daldli'
Foto toraks tidak mendukung
TB, per!imbangan dokter
J ,,'
,,,,''
! ,,,,,'
,,'
l BUKAN TB ] ,,"' [
,,,,'
Tidak ada perbaikan Terapi AB non OATs ]
,,
I
I
,"' [ I
I
[ Pmrks. klinis ulang, SPS 6 ] [ Pemaikan J
J, L
( Pemeriksaan Tes
Cepat/Biakan
--l (-- -)1
J (+++)
---------- -----------
+
(- +. )
M.tb (+)
Rif.
:
resistan
I
J,
J
1B
ll Jtujuk ke Faskes Jtujukan
TBMDR
[ Observasi 7
!
Pei......TB
-.1 pliilarMn l8lianll
I
I
I
I
(
I
KOLABORASI KEGIATAN TB HIV }----: [ * BUKANTB J
(dimodifikasi dari :
Treatment of Tuberculosis, Guidelines for National Programme, WHO, 2003)
-i-i-m----------------------T-T----AP_A_mD n-m--B---'--!
Keterangan :
1) Pemeriksaan klinis secara cermat dan hasilnya dicatat sebagai data dasar kondisi
pasien dalam rekam medis.
Untuk faskes yang memiliki alat tes cepat, pemeriksaan mikroskopis langsung tetap
dilakukan untuk terduga TB tanpa kecurigaan/bukti HIV maupun resistensi OAT.
2) Hasil pemeriksaan BTA negatif pada semua contoh uji dahak (SPS) tidak
menyingkirkan diagnosis TB. Apabila akses memungkinkan dapat dilakukan
pemeriksaan tes cepat dan biakan. Untuk pemeriksaan tes cepat dapat dilakukan
hanya dengan mengirimkan contoh uji.
3) Sebaiknya pembacaan hasil foto toraks oleh seorang ahli radiologi.
4) Pemberian AB (antibiotika) non OAT yang tidak memberikan efek pengobatan TB
termasuk golongan Kuinolon.
5) Untuk memastikan diagnosis TB
6) Dilakukan TIPK (Test HIV atas lnisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling)
7) Bila hasil pemeriksaan ulang tetap BTA negatif, lakukan observasi dan asesment
lanjutan oleh dokter untuk faktor2 yg bisa mengarah ke TB
Catatan:
1. Agar tidak terjadi over diagnosis atau under diagnosis yang dapat merugikan pasien
serta gugatan hukum yang tidak perlu, pertimbangan dokter untuk menetapkan dan
memberikan pengobatan didasarkan pada:
a. Keluhan, gejala dan kondlsi klinis yang sangat kuat mendukung TB
b. Kondisi pasien perlu segera diberikan pengobatan, misal: pada Meningitis TB, TB
milier, pasien ko-infeksi TB/HIV, dsb
c. Sebaiknya tindakan medis yang diberikan dikukuhkan dengan persetujuan tertulis
pasien atau pihak yang diberikan kuasa (informed consent).
2. Semua terduga pasien TB dengan gejala batuk harus diberikan edukasi tentang PPI
(Pencegahan dan Pengendalian lnfeksi) untuk menurunkan risiko penularan
Terduga TB: adalah seseorang yang mempunyaikeluhan atau gejala klinis mendukung TB.
Jst(•BAB m
TATALAKSANA PASIBI
TUBERKOLOSIS.
1. Definisi Pasien TB:
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat
yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.
BAB III
18 TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
Tuberkulosis ekstra paru:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis.
Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan
sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan
OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:
• Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena
reinfeksi).
• Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
• Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
BAB III
19
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
Catatan:
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya temyata hasil tes HIV menjadipositif,
pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai pasien TB dengan HIV
positif.
3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB tanpa ada bukti
pendukung hasil tes HIV saat diagnosisTB ditetapkan.
Catatan:
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV pasien, pasien
harus disesuaikan kembaliklasifikasinya berdasarkan hasil tes HIV terakhir.
D.Pengobatan Pasien TB
1. Tujuan Pengobatan TB adalah:
a. Menyembuhkan pasien dan memperbaikiproduktivitas serta kualitas hidup
b. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya
c. Mencegah terjadinya kekambuhan TB
d. Menurunkan penularan TB
e. Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat
Dosia
Catatan:
• Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau pasien dengan
berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis >500mg/hari.( 2 )
Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan dosis menjadi 10 mglkg/BB/hari.
-ii
Tabel4.OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR
Janis Sifat Efek samping
Golongan 1:OAT lini
pertama oral
Pirazinamid (Z) bakterisidal gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati,gout artritis
Etambutol (E) bakteriostatik gangguan penglihatan, buta wama, neuritis perifer
Golongan 2 :OAT
suntikan
Kanamycin (Km) bakterisidal
Km,Am, Cm memberikan efek samping yang serupa seperti
Amikacin (Am) bakterisidal pada penggunaan Streptomisin
Capreomycin (Cm) bakterisidal
Golongan 3:
Fluorokuinolon
Levofloksasin (Lfx) bakterisidal mual, muntah, sakit kepala, pusing, sulit tidur, ruptur tendon
uarang)
Moksifloksasin (Mfx) bakterisidal mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, nyeri sendi, ruptur
tendon uarang)
Golongan 4:OAT lini
keduaoral
Para-aminosalicylic acid bakteriostatik gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati dan
(PAS) pembekuan darah Oarang),hipotiroidisme yang reversible
Cycloserine (Cs) bakteriostatik gangguan sistem saraf pusat : suilt konsentrasi dan lemah,
depresi, bunuh diri, psikosis. Gangguan lain adalah
neuropati perifer, Stevens Johnson syndrome
Ethionamide (Etio) bakterisidal gangguan gastrointestinal, anoreksia, gangguan fungsi hati,
jerawatan, rambut rontok, ginekomasti, impotensi, gangguan
siklus menstruasi, hipotiroidisme yang reversible
Golongan 5:obat yang masih belum jelas manfaatnya dalam pengobatan TB resistan obat.
Clofazimine (Cfz), Linezolid (Lzd), Amoxicillin/Ciavulanate (Arnx/Civ}, Thioacetazone (Thz),
lmipenem/Cilastatin (lpm/Cin), Isoniazid dosis tinggi (H),Clarithromycin-(Cir),Bedaquilin (Bdq).
5. Paduan OAT yang digunakan diIndonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC) ( ,,)
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia adalah:
• Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
• Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
• Kategori Anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
• Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri
dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide,
Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada
pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa
keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
Etambutol Jumlah
Tablet Kaplet Tablet
Tahap Lama Streptomi hari/kali
Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Tablet @ Tablet @
Pengobatan Pengobatan sin injeksi menelan
@ 300 mgr @ 450 mgr @ 500 mgr 250 mgr 400 mgr
obat
Tahap
Awal 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)
Tahap
Lanjutan
5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
semggu)
Catatan:
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
• Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan
apabila terjadi perubahan berat badan. ( ² )
• Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan
golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang
jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
• OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan pelayanan
pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.
Tindak lanjut atas dasar hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat
pada tabel di bawah ini. ( ⁹ )
Tabel 9. Pemeriksaan dahak ulang untuk pemantauan hasil pengobatan
KATEGORI
-= baru
BTApositif
( ==
4(HR)3
BTApositif•,
baru
BTAnegetlf
4(HR)3
pe BTAposltlf•,
Paslen ( ==
ulang
BTApositif
I (HRZE) BTApositif•,
15(HR)3£3
'"'J
2:;
( dimodifikasi dari : Management of Tuberculosis, Training for Health Facility staf,WH0,2010)
Keterangan:
rn ( ==) Pengobalan tahap awal
(-) Pengobalan tahap lanjutan
X Pemeriksaan dahak ulang pada minggu terakhir bulan pengobalan unluk memantau hasil pengobatan
(X) Pamariksaan dahak ulang pada bulan inidilakukan hanya apabila hasil pamariksaan pada akhir lahap awalhasilnya BTA(+)
lakukan pemariksaan biakan dan ujikspakaan.Jiks hasilnya manunjukkan ada rasislllnsi,pasian dinyatakan GAGAL,rujuk kB faskas rujukan TB niSistan obat
Pasien dinyatakan gagal.lakukan pameriksaan biakan dan ujikapakaan.Jika hasilnya manunjukkan ada r!lsistensi,rujuk ka faskas rujukanTB r!lsistan obal.
-
paslan lerpanuhl•
= Tlndakan pada paalen yang putua antara 2
Tindakan Tindakan
lelpenuhi•
paru
•
• mencarl
barobat
positif
• 1. cepal
bulan 2. awa1••
•
apabila:
1.
paru te kambeli
• pelien l1au
bllum sampai
• mancari
berobat
I hasilnya
MDR
Keterangan :
• Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhidan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kern balisetelah menyelesaikan dosis pengobatan pada bulan ke 5 dan AP
.. Sementara menunggu hasilpemeriksaln ujikepekaan pasien dapat diberikan pengobatan paduan OAT kategori 2•
...Sementara menunggu hasilpemeriksaan uji kepekaan pesien lidak diberikan pengobatan paduan OAT.
c. Hasil Pengobatan Pasien TB ( ¹ )
Hasil Definisi
pengobatan
Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada
Sembuh awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan
sebelumnya.
Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap
Pengobatan dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan
lengkap hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan
bakteriologis pada akhir pengobatan.
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan
atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil
Gagal laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai
atau sedang dalam pengobatan.
Putus Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang
berobat pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
(loss to
follow-up)
1) Persyaratan PMO
a) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
b) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
b) Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan pengobatan OAT yang
biasa digunakan apabila tidak ada kondisi kronis :
• Pembawa virus hepatitis
• Riwayat penyakit hepatitis akut
• Saat ini masih sebagai pecandu alkohol
Reaksi hepatotoksis terhadap OAT umumnya terjadi pada pasien dengan
kondisi tersebut diatas sehingga harus diwaspadai.
c) Hepatitis Kronis
Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis, pemeriksaan
fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan. Apabila hasil
pemeriksaan fungsi hati >3 x normal sebelum memulai pengobatan, paduan
OAT berikut ini dapat dipertimbangkan:
• 2 obat yang hepatotoksik
2 HRSE / 6 HR
9 HRE
• 1 obat yang hepatotoksik
2 HES / 10 HE
• Tanpa obat yang hepatotoksik
18-24 SE ditambah salah satu golongan fluorokuinolon (ciprofloxasin tidak
direkomendasikan karena potensimya sangat lemah).
Semakin berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita pasien TB,
harus menggunakan semakin sedikit OAT yang hepatotoksik.
Konsultasi dengan seorang dokter spesialis sangat dianjurkan,
Pemantauan klinis dan LFT harus selalu dilakukan dengan seksama,
Pada panduan OAT dengan penggunaan etambutol lebih dari 2 bulan
diperlukan evaluasi gangguan penglihatan.
Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat dan ringannya
keluhan serta respon klinis.
Predinisolon (per oral):
• Anak: 2 mg / kg BB, sekali sehari pada pagi hari
• Dewasa: 30 – 60 mg, sekali sehari pada pagi hari
Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu, dosis harus
diturunkan secara bertahap (tappering off).
8) Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (misalnya reseksi paru),
adalah:
a) Untuk TB paru:
• Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
• Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif.
• Pasien TB MDR dengan kelainan paru yang terlokalisir.
b) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien
TB tulang yang disertai kelainan neurologik.
8. Efek samping OAT dan penatalaksanaannya ( ²⁶ )
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami efek
samping OAT yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami efek
samping yang merugikan atau berat.
Guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat penting untuk memantau kondisi
klinis pasien selama masa pengobatan sehingga efek samping berat dapat segera
diketahui dan ditatalaksana secara tepat. Pemeriksaan laboratorium secara rutin tidak
diperlukan.
Petugas kesehatan dapat memantau terjadinya efek samping dengan cara mengajarkan
kepada pasien unuk mengenal keluhan dan gejala umum efek samping serta
menganjurkan mereka segera melaporkan kondisinya kepada petugas kesehatan. Selain
daripada hal tersebut, petugas kesehatan harus selalu melakukan pemeriksaan dan aktif
menanyakan keluhan pasien pada saat mereka datang ke fasyankes untuk mengambil
obat.
Efek samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang diberikan harus dicatat
pada kartu pengobatannya.
Secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping ringan sebaiknya tetap
melanjutkan pengobatannya dan diberikan petunjuk cara mengatasinya atau pengobatan
tambahan untuk menghilangkan keluhannya.
Apabia pasien mengalami efek samping berat, pengobatan harus dihentikan sementara
dan pasien dirujuk kepada dokter atau fasyankes rujukan guna penatalaksanaan lebih
lanjut. Pasien yang mengalami efek samping berat sebaiknya dirawat di rumah sakit.
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan
pendekatan keluhan dan gejala.
OAT lini pertama yang dapat memberikan gangguan fungsi hati adalah : H, R dan Z.
Sebagai tambahan, Rifampisin dapat menimbulkan ikterus tanpa ada bukti gangguan
fungsi hati. Penting untuk memastikan kemungkinan adanya faktor penyebab lain
sebelum menyatakan gangguan fungsi hati yang terjadi disebabkan oleh karena paduan
OAT.
Penatalaksanaan gangguan fungsi hati yang terjadi oleh karena pengobatan TB
tergantung dari:
• Apakah pasien sedang dalam pengobatan tahap awal atau tahap lanjutan
• Berat ringannya gangguan fungsi hati
• Berat ringannya TB
• Kemampuan fasyankes untuk menatalaksana efek samping obat
A.Epidemiologi
TB pada anak adalah penyakit TB yang terjadipada anak usia 0-14 tahun.
Cara Penularan TB pada anak adalah:
• Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak.
• Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang disekitamya, kecuali anak
tersebut BTA positif atau menderita adult type TB.
• Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan,
daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif.
• Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit
TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan
hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto
Toraks positif adalah 17%.
• Beban kasus TB Anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik yang
"child-friendly'' dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB Anak.
• Diperkirakan banyak anak menderita TB yang tidak mendapatkan penatalaksanaan yang
tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan memberikan
peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak.
• Data TB Anak Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus
TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2%
pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari
1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak yang masih sangat
bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4
tahun dan 5-14 tahun, dengan data jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang
lebih tingi dari kelompok umur 0-4 tahun. Sesuai dengan epidemiologinya, seharusnya
jumlah kasus TB pada kelompok umur 0-4 tahun lebih tinggi dari kelompok umur 5-14
tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB
anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.
BAB IV
40 TATALAKSANA TB PADA ANAK (16)
dapat menyerupai gejala akibat penyakit lain. Oleh karena itulah diperlukan ketelitian
dalam menilai gejala klinis pada pasien maupun hasil foto toraks.
Parameter 0 1 2 3 Skor
Laporan
keluarga, BTA
Tidak
KontakTB
Jelas
- BTA(+)
(-)IBTA lidak
ielasltidak tahu
Uji Tuberkulin Positif 10 mm atau5 mm
(Mantoux)
Negalif - - pada imunokompromais)
Klinis gizi buruk
Berat Badan/ BBITB <90% atau BB/U atau BB/TB
Keadaan - <80% <70% atau -
Gizi BBIU <60%
Demam yg tidak
diketahui - 0!2 minggu - -
penyebabnya
Batuk kronik - 3minggu - -
Pembesaran
1 em, lebih dari 1 KGB,
kelenjar limfe kolli, - tidaknyeri - -
aksila,inguinal
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut, - Ada pembengkakan - -
falang
NorrnaV Gambaran sugestif
Fototoraks kelainan
(mendukung) TB
- -
tidakjelas
TotalSkor=
-N -------------------------------- 11 OAK
Gambar 2: Algoritma Tatalaksana TB Anak
Anak 0 – 14 th
Suspek TB Anak
Sistem Skoring
Skor = 6 Skor< 6
Skor> 6
Infeksi laten TB
Didapat dari
parameter uji Didapat dari
tuberkulin (+) parameter uji
atau kontak tuberkulin (+)
dengan gejala dan kontak; Pertimbangan Bukan
klinis lain tanpa gejala dokter (**) TB
klinis lain
TB ANAK
Keterangan :
(*) Gejala TB anak sesuai dengan parameter sistem skoring
(**) Pertimbangan dokter untuk mendapatkan terapi TB anak pada skor < 6 bila
ditemukan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif disertai dengan 2 gejala klinis
lainnya pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin
3. Penegakan Diagnosis
a. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di fasilitas
kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter, pelimpahan wewenang terbatas
dapat diberikan pada petugas kesehatan ter1atih strategi DOTS untuk menegakkan
diagnosis dan tatalaksana TB anak mengacu pada Pedoman Nasional.
b. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13)
c. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan hasil
uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi atau diberi
INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut.
d. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak BTA (+) atau uji tuberkulin dengan
ditambah 3 gejala klinis lainnya, diobati sebagai pasien TB Anak.
e. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka
pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
f. Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada
faskes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan
dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila
terdapat perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
g. Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
h. Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai telah
terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
i. Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
j. Untuk daerah dengan fasilitas kesehatan dasar yang terbatas (uji tuberkulin dan/atau
toto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem skoring tetap dilakukan, dan
dapat didiagnosis TB dengan syarat skor 6 dari total skor 13.
k. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis
sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya
kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, giziburuk, TB MDR maupun masalah
dengan kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien
dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal
yang ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.
Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjut (FKRTL):
a. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura, milier atau kavitas
b. Gibbus, koksitis
c. Tanda bahaya:
1) Kejang,kaku kuduk
2) Penurunan kesadaran
3) Kegawatan lain, misalnya sesak napas
.OAK
•
BABIV
•
E.Pengobatan TB Pada Anak
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pengobatan pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan
profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang
terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:
1. Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.
2. Pemberian gizi yang adekuat.
3. Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
TATAJ.oiiiSAIIATBPADAAIAK(uj
.OAK ·-
Tabel 16: OAT Anak yang biasa dipakai dan dosisnya
Dosis harian Dosis
Nama Obat (mg/kgBB/hari) maksimal Efek samping
(mg /hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitis
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,
hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksisitas hepar, artralgia,
gastrointestinal
Etambutol (E) 20 (15–25) - Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah
hijau, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin (S) 15 – 40 1000 Ototoksik, nefrotoksik
j. Paduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya secara lebih lengkap sesuai dengan
tabel berikut ini:
BAB IV
2. OAT Kategori Anak kemasan Kombinasi dosis tetap (KDT) OAT (FDC=Fixed Dose
Combination)
Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan minum obat,
2. pOaAdTuaKnaO teAgT ord i iA
sendaikakkaenmdaasl an K boenmtubkinpaaski edt oKsD
isTt/eFtaDpC(.KSDaTtu) O paAkTet(FdD ibCua=tFiuxnetd
ukDsoastu e
p a s ie n
Com bination) u n t u k satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif,
yUanitukrim faemmppiseinrm(u Rd) a7h5m pegm , bINeHria(nHO) 5
A0T m segh, indgagnapmiraeznin
inagm
kaidtk(aZn) k1e5t0ermatgu,rasnermtainoubmat ofbaaset,
lpaandj uaann,OyAaT itudR isediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Sat u pak et dibuat untukdasp
7 5 m g d a n H 5 0 m g d a m sa t u p ak et. D o s is y a n g d ia n jur k a n aatut
d
pialishiaetnpuandtauktabse altubem rikausta. pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif,
yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase
T
laanbjuetla1n8, :yD
aiotusiR s k7o5mm bignadsainOHAT50TBmpgadalaam naskatu paket. Dosis yang dianjurkan dapat
di li ha t p a d a ta b e l b e rik u
Tabel 18: Dosis kombinasi OAT TB pada anakt.
Berat badan 2 bulan 4 bulan
Tabel 18: D(oksgi)s kombinasi OAT R TH BZp(a7d5a/5a0n/1a5k0) (RH (75/50)
5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
Keterangan: BB >30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa.
BAB IV
47
TATALAKSANA TB PADA ANAK (16)
50
3. Pengobatan ulang TB pada anak
Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan keluhan
gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-benar menderita TB. Evaluasi
dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring. Evaluasi dengan
sistem skoring harus lebih cermat dan dllakukan di fasilitas rujukan. Apabila hasil
pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus
Kambuh. Pada pasien TB anak yang pemah mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan
untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan evaluasi
baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto rontgen dada. Pemeriksaan
tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk pemantauan pengobatan,
karena uji tuberkulin yang positif masih akan memberikan hasil yang positif. Meskipun
gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai
perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan
selesai.
Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya BTA positif,
pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak ulang sesuai
dengan alur pemantauan pengobatan pasien TB BTA pos.
•
BABIV
•
G.Efek Samping pengobatan TB pada anak
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan piridoksin
(vitamin 86) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat diberikan vitamin 86 10 mg
tiap 100 mg INH.
Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/ hari direkomendasikan
diberikan pada:
1. Bayi yang mendapat ASIeksklusif,
2. Pasien gizi buruk,
3. Anak dengan HIV positif.
Penanganan efek samping lain dari OAT pada anak mengacu pada buku Pedoman
Nasional Pengendalian TB.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan risiko terjadinya TB
resistan obat.
Jst(•BABIV .OAK
Tabel 19: Cara Pemberian Isoniazid untuk Pencegahan TB pada Anak
Keterangan
• Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg)
setiap hari selama 6 bulan.
• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya
gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka
harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus
segera ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai dari awal
• Jika PP-INH selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan pemberian), maka
pemberian INH dapat dihentikan.
• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah
PP- INH selesai diberikan.
BAB IV
BABV
MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
RESISTAN OBAT (MTPTRO)
Pada tahun 2013 WHO memperkirakan terdapat 6800 kasus baru TB MDR di Indonesia setiap
tahunnya. Diperkirakan 2% dari kasus TB baru dan 12 % dari kasus TB pengobatan ulang
merupakan kasus TB MDR.
Indonesia telah memulai program MTPTRO sejak tahun 2009 dan dikembangkan secara
bertahap ke seluruh wilayah di Indonesia sehingga seluruh pasien TB MDR dapat mengakses
penatalaksanaan TB MDR yang terstandar dan cepat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
13/MENKES/PER/11/2013 program MTPTRO merupakan bagian integral dari Program
Pengendalian TB Nasional.
)IJ• BABV -
2. Kebijakan.
a. Pengendalian TB Resistan Obat di Indonesia dilaksanakan sesuai tatalaksana
Pengendalian TB yang berlaku saat ini dengan mengutamakan berfungsinya jejaring
diantara fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Penerapan MTPTRO menggunakan kerangka kea yang sama dengan strategi
DOTS, untuk saat ini upaya penanganannya lebih diutamakan pada kasus TB
Resistan Rifampisin dan TB MDR.
c. Penguatan MTPTRO dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu
pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB XDR.
d. Pengembangan wilayah disesuaikan dengan rencana pengembangan MTPTRO yang
ada dalam Stranas TB dan Rencana Aksi Nasional (RAN) PMDT, dilakukan secara
bertahap sehingga seluruh wilayah Indonesia dapat mempunyai akses terhadap
pelayanan TB resistan obat yang bermutu.
e. Laboratorium TB merupakan unit yang terdepan dalam diagnosis dan evaluasi
penatalaksanaan pasien TB resistan obat sehingga kemampuan dan mutu
laboratorium harus sesuai standar intemasional dan selalu dipertahankan kualitasnya
untuk biakan dan uji kepekaan M. tuberculosis.
f. Pemerintah menyediakan OAT lini kedua yang berkualitas dan logistik lainnya untuk
pasien TB resistan obat.
g. Mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai
untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
h. Meningkatkan dukungan keluarga dan masyarakat bagi pasien TB MDR.
i. Pencatatan dan pelaporan MTPTRO menggunakan gabungan "paper based" dan
"web basedu menggunakan eTB manager.
j. Pemantauan dan evaluasi MTPTRO dilakukan secara berkala menggunakan indikator
baku.
C.Pengorganisasian MTPTRO.
1. OrganisasiPelaksana
Manajemen Terpadu Pengendallan TB Resistan Obat (MTPTRO) merupakan bagian dari
upaya Pengendalian TB Nasional. Organisasi pelaksana MTPTRO di tingkat Nasional,
Provinsi, Kabupaten/Kota dilaksanakan mengikuti kerangka kerja pengendalian TB
nasional yang sudah be alan selama ini.
0 .V
.;.i..i... ir- IIAK:AJEI_IEli T_
ERP
- UPENGENDALIAITUBBRKULOSISRESISTAR OBAf IM
_T_PT
'_. 01'
Tabel 20:Fungsi dan tanggung jawab organisasipelaksana MTPTRO
.
TabeI 21 Standar fasyankes untuk keg1atan MTPTRO
Sub
Rujukan Satelit
Rujukan
Tim Ahli Klinis {TAK} + +I- -
Tim Ad hoc
Dokter pelaksana harian
+
+
-
+
-
+
Fasilitas penanganan efek samping + +/- -
Ruang rawat inap standar TB MDR + +/- -
Ruang rawat jalan standar TB MDR + + +
lnstalasi Farmasi sesuai standar + +
Laboratorium penunjang + +I-
BABV
MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT (MTPTROj
D. Diagnosis TB Resistan Obat
a. Kriteria Terduga TB Resistan Obat
Terduga TB resistan obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB yang
memenuhi satu atau lebih kriteria terduga/suspek di bawah ini:
Dengan tersedianya alat diagnosis TB Resistan Obat dengan metoda cepat, maka
alur diagnosis TB Resistan obat yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
v- --------------------------------- 11
IIABAJEIIEJI TERPADUPENGENDALA
I ITUBBRKULOSISRESISTAR OBAT (MTP'l'ROI
Gambar 3. Alur Diagnosis TB Resistan Obat
',
MtbSensitifRifampisin Mtb Resistan Rifampisin Mtb Negatif
J.
Biakan dan identifikasi kuman Mtb
J, J,
+
Ujikepekaan
.. TB MDR Oika ada tambahan resistensi
OAT Lini-1dan
lini-2
- terhadap INH), lanjutkan pengobatan
OAT MDR standar.
)!J• BABV -
IIAIAJEJIEN TERPADU PBNGBRDALL\1 TUBBRKULOSJS RBSISTAI OBAT (MTPTRO) -
Keterangan dan Tindak lanjut setelah penegakan diagnosis:
a. Pasien terduga TB resistan obat akan mengumpulkan 3 spesimen dahak, 1 (satu)
spesimen dahak untuk pemeriksaan GeneXpert (sewaktu pertama atau pagi) dan 2
spesimen dahak (sewaktu-pagi/pagi-sewaktu) untuk pemeriksaan sediaan apus sputum
BTA, pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
b. Pasien dengan hasil GeneXpert Mtb negatif, lakukan investigasi terhadap kemungkinan
lain. Bila pasien sedang dalam pengobatan TB, lanjutkan pengobatan TB sampai selesai.
Pada pasien dengan hasil Mtb negatif, tetapi secara klinis terdapat kecurigaan kuat
terhadap TB MDR (misalnya pasien gagal pengobatan kategori-2), ulangi pemeriksaan
GeneXpert 1 (satu) kali dengan menggunakan spesi mendahak yang memenuhi kualitas
pemeriksaan. Jika terdapat perbedaan hasil, maka hasil pemeriksaan yang terakhir yang
menjadi acuan tindakan selanjutnya.
c. Pasien dengan hasil GeneXpert Mtb Sensitif Rifampisin, mulai atau lanjutkan tatalaksana
pengobatan TB kategori-1 atau kategori-2, sesuai dengan riwayat pengobatan sebelumnya.
d. Pasien dengan hasil GeneXpert Mtb Resistan Rifampisin, mulai pengobatan standar TB
MDR. Pasien akan dicatat sebagai pasien TB RR. Lanjutkan dengan pemeriksaan biakan
dan identifikasi kuman Mtb.
e. Jika hasil pemeriksaan biakan teridentifikasi kuman positif Mycobacterium tuberculosis (Mtb
tumbuh), lanjutkan dengan pemeriksaan uji kepekaan lini pertama dan lini kedua sekaligus.
Jika laboratorium rujukan mempunyai fasilitas pemeriksaan uji kepekaan lini-1 dan lini-2,
maka lakukan uji kepekaan lini-1 dan lini-2 sekaligus (bersamaan). Jika laboratorium
rujukan hanya mempunyai kemampuan untuk melakukan uji kepekaan lini-1 saja, maka uji
kepekaan dilakukan secara bertahap. Uji kepekaan tidak bertujuan untuk mengkonfirmasi
hasil pemeriksaan GeneXpert, tetapi untuk mengetahui pola resistensi kuman TB lainnya.
f. Jika terdapat perbedaan hasil antara pemeriksaan GeneXpert dengan hasil pemeriksaan uji
kepekaan, maka hasil pemeriksaan dengan GeneXpert menjadi dasar penegakan
diagnosis.
g. Pasien dengan hasil uji kepekaan menunjukkan TB MDR (hasil uji kepekaan menunjukkan
adanya tambahan resistan terhadap INH), catat sebagai pasien TB MDR, dan lanjutkan
pengobatan TB MDR-nya.
h. Pasien dengan hasil uji kepekaan menunjukkan hasil XDR (hasil uji kepekaan
menunjukkan adanya resistan terhadap ofloksasin dan Kanamisin/Amikasin), sesuaikan
paduan pengobatan pasien (ganti paduan pengobatan TB MDR standar menjadi paduan
pengobatan TB XDR), dan catat sebagai pasien TB XDR.
Catatan:
Untuk pasien yang mempunyai risiko TB MDR rendah (diluar 9 kriteria terduga TB
Resistanobat), jika pemeriksaan GeneXpert memberikan hasil Rifampisin Resistan, ulangi
pemeriksaan GeneXpert 1 (satu) kali lagi dengan spesi mendahak yang baru. Jika terdapat
perbedaan hasil pemeriksaan, maka hasil pemeriksaan yang terakhir yang dijadikan acuan
untuk tindak lanjut berikutnya.
E.Pengobatan TB MDR.
1. Prinsip Pengobatan TB MDR
Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB RRITB MDR mengacu kepada strategi
DOTS.
a. Paduan OAT MDR untuk pasien TB RRITB MDR adalah paduan standar yang
mengandung OAT lini kedua dan lini pertama.
b. Paduan OAT MDR dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji kepekaan M.
tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh TAK.
c. Penetapan untuk mulai pengobatan pada pasien TB RRITB MDR serta perubahan
dosis dan frekuensi pemberian OAT MDR diputuskan oleh TAK dengan masukan dari
tim terapeutik.
d. Semua pasien TB RRITB MDR harus mendapatkan pengobatan dengan
mempertimbangkan kondisi klinis awal.
Tidak ada kriteria klinis tertentu yang menyebabkan pasien TB RRITB MDR harus
dieksklusi dari pengobatan, namun ada beberapa kondisi khusus yang harus
diperhatikan oleh TAK sebelum memulai pengobatan TB RRITB MDR misalnya pasien
dengan penyakit penyerta yang berat seperti kelainan fungsi ginjal, kelainan fungsi hati,
epilepsy, psikosis, dan ibu hamil.
2) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap fluorokuinolon maka paduan standar
adalah sebagai berikut:
Km-Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E) / Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E)
3) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin dan fluorokuinolon (TB XDR)
maka paduan standar adalah sebagai berikut:
Cm-Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E) / Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E)
b. Paduan standar ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB RR/MDR
secara laboratoris.
c. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian obat oral dan suntikan dengan lama
paling sedikit 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Tahap lanjutan
adalah pemberian paduan OAT oral tanpa suntikan.
d. Lama pengobatan seluruhnya paling sedikit 18 bulan setelah terjadi konversi biakan.
Lama pengobatan berkisar 19-24 bulan.
Pemantauan yang dilakukan selama pengobatan meliputi pemantauan secara klinis dan
pemantauan laboratorium seperti pada tabel berikut.
Pemantauan yang dilakukan selama pengobatan meliputi pemantauan secara klinis dan
pemantauan laboratorium seperti pada tabel berikut.
Bulan pe111obatan
Pemantauan
0 1j2J3J4l5l6 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasl Utama
Pemeriksaan dahak dan biakan
Setiap bulan pada tahap awal,setiap 2 bulan pada fase lanjutan
dahak
Evaluasl Penunjans
"'
Evaluasiklinis (termasuk BB) Setiap bulan sampaipengobatan selesaiatau lengkap
Uji kepekaan obat Berdasarkan indikasi
Foto toraks
"' L I J I I "' "' "'
Ureum,Kreatinin 1-3 minggu sekali selama
suntikan
Elektrolit (Na,Kalium,Cl) 11 11 11 11
1"'1 1 1 1"'
EKG Setiap 3 bulan sekali
"'
Thyroid stimulating hermon
(TSH)
Enzim hepar (SGOT,SGPT)
"' II J I I "' "'
Evaluasisecara periodik
"'
Tes kehamilan "' Berdasarkan indikasi
Darah Lengkap "' Berdasarkan indikasi
Audiometri Berdasarkan indikasi
Kadar gula darah Berdasarkan indikasi
Asam Urat Berdasarkan indikasi
Test HIV dengan atau tanpa faktor risiko
"'
F. EvaluasiAkhir Pengobatan TB MDR.
1. Sembuh
a. Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan TB MDR
tanpa bukti terdapat kegagalan, dan
b. Hasil biakan telah negatif minimal 3 kali berturut-turut dengan jarak pemeriksaan
minimal 30 hari selama fase lanjutan.
2. Pengobatan Lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan TB MDR
tetapi tidak memenuhi definisi sembuh maupun gagal.
3. Meninggal
Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB MDR.
)IJ• BABV -
IIAIAJEJIEN TERPADU PBNGBRDALL\1 TUBBRKULOSJS RBSISTAI OBAT (MTPTRO) ••
4. Gagal
Pengobatan TB MDR dihentikan atau membutuhkan perubahan paduan pengobatan TB
MDR yaitu 2 obat TB MDR yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa kondisi di
bawah ini yaitu :
a. Tidak terjadikonversi sampai dengan akhir bulan ke-8 pengobatan.
b. Terjadi reversi pada fase lanjutan (setelah sebelumnya konversi).
c. Terbukti terjadi resistansi tambahan terhadap obat TB MDR golongan kuinolon atau
obat injeksi lini kedua.
d. Terjadi efek samping obat yang berat.
5. Lost to Follow-up
Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut atau lebih.
6. Tidak diEvaluasi
Pasien yang tidak mempunyailtidak dlketahui hasil akhir pengobatan TB MDR termasuk
pasien TB MDR yang pindah ke fasyankes di daerah lain dan hasil akhir pengobatan TB
MDR nya tidak diketahui.
Penggunaan OAT lini kedua bukan merupakan kontra indikasi dan pada umumnya
toleransi anak kepada obat lebih baik dibandingkan orang dewasa. Diagnosis TBMDR
pada anak tidak mudah dan perlu kecermatan. Alur diagnosis dihalaman berikut dapat
digunakan sebagai sarana bantu untuk skrining faktor risiko TBMDR pada anak yang
diduga atau sudah terdiagnosis sebagai pasien
v- --------------------------------- 11
IIAB.AJEIIEJI' TERPADUPENGENDALIAITUBBRKULOSISRESISTAR OBAT (MTP'l'ROI
Gambar4:
Kriteria terduga TB RR/ MDR Anak:
1. Memiliki riwayat pengobatan TB sebelumnya (> 1bulan)
a. Kambuh:pernah diobatisampaiselesai (lengkap/ sembuh) datang lagi dengan
keluhan dan gejala TB.
b. Putus berobat (lost to follow up)
c. GagaI: tidak menunjukkan respon klinis yang memadai setelah menjalani
pengobatan TB secara teratur lebih dari 2-3 bulan termasuk BTA/ Biakan tetap
positif,menetapnya gejala-gejala dan kegagalan untuk menaikkan berat
badan.
2. Memiliki kontak erat dengan pasien yang telah diketahui menderita TB RR/ TB
MDR.
3. Kontak erat dengan terduga TB resistan yang memiliki probablitas tinggisebagai
pasien TB RR/ MDR yaitu: Pasien gagal K2,Pasien gagal K1dan Pasien kambuh.
!
Penilaian klinis dan diagnosis TB RR/ MDR
dengan tes cepat
(sesuai pedoman MTPTRO)
I
+
Konfirmasi TB
+
KonfirmasiTB saja
+
Tidak ada konfirmasi
RR/MDR halctf'rinln JiJ: TR/ TR Rf'J:iJ:ta n
! ! !
Terapi RR/MDR I Terapi OAT
KategoriAnak
Penegakan diagnosis secara
klinis bila secara klinis tetap
mengarah ke TB Anak
Prinsip dasar paduan terapi pengobatan untuk anak sama dengan paduan terapi dewasa
pasien TB MDR. Obat-obatan yang dipakaiuntuk anak MDR TB juga sama dengan dosis
disesuaikan dengan berat badan pada anak. Bagaimanapun, kebanyakan obat lini kedua
tidak child-friendly.
Anak-anak dengan MDR TB harus ditata laksana sesuai dengan prinsip pengobatan
pada dewasa. Yang meliputi:
a. Gunakan sedikitnya 4 obat lini kedua yang masih sensitif; terdiri dari satu
darigolonganinjectab/e, satu golongan fluorokuinolon ditambah dua golongan
bakteriostatik lini kedua.
b. Etambutol dan PZA sebaiknya diberikan tetapi tidak dihitung sebagai obat baru.
c. Gunakan high-end dosing bila memungkinkan.
d. Pemberian obat harus dalam pengawasan seorang PMO.
e. Obat diminum setiap hari, Durasi pengobatan harus 18-24 bulan.
f. Pemantauan pengobatan TB MDR pada anak sesuai dengan alur pada dewasa
dengan TB MDR.
)!J• BABV -
IIAIAJEJIEN TERPADU PBNGBRDALL\1 TUBERKULOSJS RBSISTAI OBAT (MTPTRO) -
BABVI
15
KEGIATAN KOLABORASI TB/HIV ( )
A. LATAR BELAKANG
Koinfeksi TB sering te adi pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA). Orang dengan HIV
mempunyai kemungkinan sekitar 30 kali lebih berisiko untuk sakit TB dibandingkan dengan
orang yang tidak terinfeksi HIV. Lebih dari 25% kematian pada ODHA disebabkan oleh TB.
Di tahun 2012, sekitar 320,000 orang meninggal karena HIV terkait dengan TB (Global
Report 2013).
Sebagai upaya menghadapi perkembangan global menuju 3 zeroes (zero new infection,
zero deaths, zero stigma discrimination) Kementerian Kesehatan Rl melalui Permenkes
No.21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV-AIDS menyusun strategi penanggulangan
HIV/AIDS secara menyeluruh dan terpadu. Pasal 24 pada Permenkes tersebut
menyebutkan bahwa setiap orang dewasa, remaja dan anak-anak yang datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan dengan tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan atau
patut dlduga telah terjadi infeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit tuberkulosis
dan IMS ditawarkan untuk pemeriksaan HIV melalui KTS atau TIPK. Manajemen koinfeksi
TB-HIV tidak dapat dipisahkan karena sangat berkaitan, baik dari manajemen penyakit
maupun operasional, oleh karena itu kegiatan kolaborasi TB-HIV perlu diperkuat di semua
tingkatan manajemen dan layanan kesehatan.
Kegiatan:
Kegiatan KolaborasiTB-HIV di Indonesia, meliputi kegiatan sebagaiberikut:
Kebijakan:
1. Kegiatan kolaborasi TB-HIV di Indonesia dilaksanakan sesuai tatalaksana pengendalian
TB dan HIV yang berlaku saat ini dengan mengutamakan berfungsinya jejaring diantara
fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Kelompok kerja atau forum komunikasi dibentuk pada tingkat Nasional, Provinsi dan
Kabupaten/Kota untuk mengkoordinasikan kegiatan kolaborasi TB-HIV dengan
melibatkan lintas sektoral.
3. Diperlukan keterlibatan lebih banyak komunitas dan LSM dalam program TB dan
HIV/AIDS guna meningkatkan jangkauan dan cakupan penemuan kasus TB-HIV secara
signifikan.
7. Semua pasien koinfeksi TB-HIV sesegera mungkin dilakukan inisiasi ART tanpa menilai
jumlah CD4, setelah pengobatan TB dapat ditoleransi.
10. Penemuan kasus TB secara intensif pada ODHA dilakukan dengan melakukan kaji
status TB secara rutin pada tiap kunjungan.
11. Diagnosis TB pada ODHA memanfaatkan tes cepat TB. Alat tes cepat TB yang saat ini
tersedia diIndonesia adalah Xpert MTB/Rif.
12. Pengobatan pencegahan dengan Isoniazid (PP INH) hanya diberikan pada ODHA yang
tidak terbukti TB aktif dan tidak ada kontraindikasi.
14. Kegiatan monitoring dan evaluasi melibatkan kolaborasi kedua program dengan sistem
kesehatan secara umum, pengembangan jejaring rujukan diantara pelayanan
kesehatan dan institusi yang berbeda serta supervisi yang dilakukan bersama sama
oleh kedua program. Dalam pelaksanaannya harus diintegrasikan dengan sistem
monitoring dan evaluasi yang sudah ada serta harus menjamin kerahasiaan.
C. PENGORGANISASIAN
Keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV sangat tergantung pada kerjasama antar
komponen TB dan HIV dengan membangun kemitraan pada semua tingkatan. Pada tingkat
pengambil keputusan, kolaborasi TB-HIV lebih ditekankan pada komitmen dan koordinasi
tingkat sektoral (lintas bagian/UPF) sedangkan pada tingkat pelaksana layanan lebih
ditekankan pada penyediaan layanan yang menyeluruh dan terpadu. Untuk menjamin
pelayanan TB-HIV yang berkualitas secepat dan sedekat mungkin maka terdapat beberapa
modellayanan TB-HIVyang dapat diterapkan, yaitu:
1. Model layanan terintegrasi
Pelayanan TB-HIV yang diharapkan adalah layanan TB dan HIV terintegrasi pada satu
fasyankes (one stop seNice) di lokasi dan waktu yang sama, yaitu pasien TB-HIV
mendapatkan akses layanan untuk TB dan HIV sekaligus dalam satu unit dalam satu
fasyankes.
2. Modellayanan paralel:
a. Layanan TB-HIV dua unit dalam satu fasyankes.
b. Layanan TB-HIV berdiri sendiri-sendiri di fasyankes yang berbeda
Pemilihan model layanan disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Namun model
yang dianjurkan adalah model layanan terintegrasi untuk mencegah hilangnya kesempatan
penemuan dan pengobatan pasien TB-HIV.
t
TerdapTB
Otjlla: Mlwl, BB tun, briDpt llllala, batuk, pjala TB eatra paru (11, (21
l't111rlbualllimWptl(31
ITB pol
RifBea
l
m,,.
RifBa
IITB nee
(2) Untuk terduga pasien TB Ekstra Paru, lakukan pemeriksaan klinis, pemeriksaan
penunjang bakteriologis,histopatologis, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
(3) Pemeriksaan mikroskopis tetap dilakukan bersamaan dengan tes cepat TB dengan
tujuan untuk mendapat data dasar pembanding pemeriksaan mikroskopis follow up,
namun diagnosis TB berdasarkan hasilpemeriksaan tes cepat
(4) Pada ODHA terduga TB dengan hasil MTB (-) tetapi menunjukkan gejala klinis TB yang
menetap atau bahkan memburuk, maka ulangi pemeriksaan tes cepat sesegera
mungkin dengan kualitas sputum yang lebih baik.
(5) Pada ODHA terduga TB dengan hasil MTB (-)dan foto toraks mendukung TB:
Jika hasil tes cepat ulang MTB (+) maka diberikan terapi TB sesuai dengan hasil tes
cepat
Jika hasil tes cepat ulang MTB (-) pertimbangan klinis kuat maka diberikan terapi
TB
Jika hasil tes cepat ulang MTB (-) pertimbangan klinis meragukan cari penyebab
lain
IStataTB
ODIIA
Tertqa TB
Gejala:de1101, II turaa, ampt mlm, Htuk, pjala TB eUtra pm {lJ, {31
Pelllerlbun miholkopll
+++
t
++· )II rota tonka
•··
t t
Terapl TB liDJ pcta111
lendakuiC Tl{3) Tldu 11a11ukuJ TB
(bt I ataa kat IIJ
AIUaPPI
f
Perblllwl klllll
+
TWU:ada
Rajuk tee cepat utuk lllteiU. PIDalkukiWI
rollow ap eetelU 3 miDgl peqoktm RteiU penpbatlll
koDflnl.ui IIUtedoiogjl lafebi bU:tlrlal bd"ebt 'Nktedal
pe gobata
{41
lllkaaTB 'lllangl
Perbalku TIUk adaPerbaibD pelleribwl
miboakopia
daD ruJd:
Tertup TB Rellsten PPIIB utuktea
PeDpbatan diiajutbn AIT,PPK
Ollat{krlterla 10 9J cepat TB III.Ut
alllr iiagDOiil
dengan tel
raskes yang nlit menjaqba layanu Tea cepatTBI
CepatTB
--.------------------------------- 11
Keterangan :
(1) Lakukan pemeriksaan klinis untuk melihat tanda-tanda bahaya. Tanda-tanda bahaya
yaitu bila dijumpai salah satu dari tanda-tanda berikut: frekuensi pernapasan > 30
kali/menit, demam > 39°C, denyut nadi > 120 kali/menit, tidak dapat berjalan bila tidak
dibantu. Berikan antibiotika non fluorokuinolon ( untuk 10 lain) dengan meneruskan alur
dlagnosa.
(2) Untuk terduga pasien TB Ekstra Paru, lakukan pemeriksaan klinis, pemeriksaan
penunjang bakteriologis,histopatologis, dan pemeriksaan penunjang lainnya
(3) Pada ODHA terduga TB dengan hasil BTA neg dan foto toraks menduku ng TB :
diberikan terapi TB terlebih dahulu
(4) Tes cepat TB bertujuan untuk konfirmasi MTB dan mengetahui resistensi terhadap
rifampisin
(5) Pada ODHA terduga TB dengan hasil BTA neg dan foto toraks tidak mendukung TB
dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes cepat TB yang bertujuan untuk menegakkan
diagnosis TB.
• Tes dan konseling HIV bagi pasien TB dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:
Tes HIV Atas lnisiasi Petugas Kesehatan dan Konseling (TIPK) dan Konseling dan Tes
Sukarela (KTS)
• Merujuk pada Permenkes no. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS,
semua pasien TB dianjurkan untuk tes HIV melalui pendekatan TIPK sebagai bagian dari
standar pelayanan oleh petugas TB atau dirujuk ke layanan HIV.
• Tujuan utama TIPK adalah agar petugas kesehatan dapat membuat keputusan klinis
dan/atau menentukan pelayanan medis secara khusus yang tidak mungkin dilaksanakan
tanpa mengetahui status HIV seseorang seperti dalam pemberian terapi ARV.
• Langkah-langkah untuk pelaksanaan TIPK pada pasien TB akan dijelaskan lebih lengkap
dalam Petunjuk Tatalaksana Klinis Ko-infeksi TB-HIV.
• Penting diperhatikan dari pengobatan TB pada ODHA adalah apakah pasien tersebut
sedang dalam pengobatan ARV atau tidak. Bila pasien sedang dalam pengobatan ARV,
sebaiknya pengobatan TB tidak dimulai di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (strata 1),
rujuk pasien tersebut ke RS rujukan pengobatan ARV.
• Apabila pasien TB didapati HIV Positif, unit DOTS merujuk pasien ke unit HIV atau RS
rujukan ARV untuk mempersiapkan dimulainya pengobatan ARV.
• Sebelum merujuk pasien ke unit HIV, Puskesmas/unit DOTS RS dapat membantu dalam
melakukan persiapan agar pasien patuh selama mendapat pengobatan ARV.
• Pengobatan ARV harus diberikan di layanan PDP yang mampu memberikan tatalaksana
komplikasi yang terkait HIV, yaitu di RS rujukan ARV atau satelitnya. Sedangkan untuk
pengobatan TB bisa didapatkan di unit DOTS yang terpisah maupun yang terintegrasi di
dalam unit PDP.
• Ketika pasien telah dalam kondisi stabil, misalnya sudah tidak lagi dijumpai reaksi atau
efek samping obat, tidak ada interaksi obat maka pasien dapat dirujuk kembali ke
Puskesmas/unit RS DOTS untuk meneruskan OAT sedangkan untuk ARV tetap diberikan
oleh unit HIV.
• Ke asama yang erat dengan Fasyankes yang memberikan pelayanan pengobatan ARV
sangat diperlukan mengingat adanya kemungkinan harus dilakukan penyesuaian ARV
agar pengobatan dapat berhasil dengan balk.
• Pengobatan bersama TB-HIV akan dijelaskan lebih rinci dalam Buku Petunjuk Teknis
Tatalaksana Klinis KoinfeksiTB-HIV.
•
BABVI
•
I. PERAWATAN, DUKUNGAN DAN PENGOBATAN HIV
• Perawatan bagi pasien dengan HIV bersifat komprehensif berkesinambungan, artinya
dilakukan secara holistik dan terus menerus melalui sistem jejaring yang bertujuan
memperbaiki dan memelihara kualitas hidup ODHA dan keluarganya. Perawatan
komprehensif meliputi pelayanan medis, keperawatan dan pelayanan pendukung lainnya
seperti aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan penyembuhan dan
rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikologi, sosial dan kebutuhan spritual
individu termasuk perawatan paliatif.
• Dukungan bagi pasien dengan HIV meliputi dukungan sosial, dukungan untuk akses
layanan, dukungan di masyarakat dan di rumah, dukungan spriritual dan dukungan dari
kelompok sebaya.
Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik yang mengandung kuman
TB melalui mulut atau hidung, saluran pernafasan atas, bronchus hingga mencapai alveoli.
Mencegah penularan tuberkulosis pada semua orang yang terlibat dalam pemberian pelayanan
pada pasien TB harus menjadi perhatian utama. Penatalaksanaan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) TB bagi petugas kesehatan sangatlah penting peranannya untuk
mencegah tersebarnya kuman TB ini.
Semua tempat pelayanan kesehatan perlu menerapkan upaya PPI TB untuk memastikan
berlangsungnya deteksi segera, tindakan pencegahan dan pengobatan seseorang yang
dicurigai atau dipastikan menderita TB. Upaya tersebut berupa pengendalian infeksi
dengan 4 pilar yaitu :
1. Pengendalian Manajerial
2. Pengendalian administratif
3. Pengendalian lingkungan
4. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri
1. Pengendalian Manajerial.
Pihak manajerial adalah pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dan Kabupaten /Kota dan/atau atasan dari institusi terkait.
Komitmen, kepemimipinan dan dukungan manajemen yang efektif berupa penguatan dari
upaya manajerial bagi program PPI TB yang meliputi:
a. Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB
b. Membuat SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan
surveilans
c. Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif
d. Memastikan desain dan persyaratan bangunan serta pemeliharaannya sesuai PPI TB
e. Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB (tenaga, anggaran,
sarana dan prasarana) yang dibutuhkan
f. Monitoring dan Evaluasi
g. Melakukan kajian di unit terkait penularan TB
h. Melaksanakan promosi pelibatan masyarakat dan organisasi masyarakat terkait PPI
TB
2. Pengendalian Administratif.
Adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah/mengurangi pajanan kuman m.
tuberkulosis kepada petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan dengan
menyediakan, mendiseminasikan dan memantau pelaksanaan standar prosedur dan alur
pelayanan.
Penerapannya mudah dan tidak membutuhkan biaya besar, dan ideal untuk diterapkan.
Dengan menggunakan strategi TEMPO akan mengurangi risiko penularan kasus TB dan
TB Resistan Obat yang belum teridentifikasi.
Untuk mencegah adanya kasus TB dan TB Resistan Obat yang tidak terdiagnosis,
dilaksanakan strategi TEMPO dengan skrining bagi semua pasien dengan gejala batuk.
•
BAB VII
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKST
I UBERKULOSIS
Langkah- Langkah Strategi TEMPO sebagai berikut:
a. Temukan pasien secepatnya.
Strategi TEMPO secara khusus memanfaatkan petugas surveilans batuk untuk
mengidentifikasi terduga TB segera mencatat di TB 06 dan mengisi TB 05 dan dirujuk
ke laboratorium.
3. Pengendalian Lingkungan.
Adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi dengan menggunakan
teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/ menurunkan kadar percik renik
di udara. Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik kearah
tertentu (directional airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai
germisida.
Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan setempat.
Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu
struktur bangunan, iklim-cuaca, peraturan bangunan, budaya, dana dan kualitas udara
luar ruangan serta perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik.
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care particular
respirator), merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi
seseorang dari partikel berukuran < 5 mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini
terdiri dari beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah
tanpa ada kebocoran. Masker ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih berat.
Harganya lebih mahal daripada masker bedah. Bila cara pemeliharaan dan penyimpanan
dilakukan dengan baik, maka respirator ini dapat digunakan kembali (maksimal 3 hari).
Sebelum memakai masker ini, petugas kesehatan perlu melakukan fit test.
BAB VIII
PUBLIC PRIVATE MIX DOTS DALAM
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Program Pengendalian TB dalam strategi nasional diarahkan menuju akses universal terhadap
layanan TB yang berkualitas, dapat dicapai dengan upaya yang sistematis melibatkan secara
aktif seluruh penyedia layanan kesehatan oleh karena itu perlu pelibatan semua fasilitas
layanan kesehatan.
Public Private Mix (bauran layanan pemerintah-swasta), adalah pelibatan semua fasilitas
layanan kesehatan dalam upaya ekspansi layanan pasien TB dan kesinambungan program
pengendalian TB dengan pendekatan secara komperhensif.
Sehubungan dengan berlakunya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJKN) yang dimulai
Januari tahun 2014, maka pemberian layanan TB tanpa penyulit dilakukan di FKTP,
sedangkan untuk TB dengan penyulit atau yang memerlukan pemeriksaan diagnosis lanjutan
dilakukan di FKRTL.
A. Tujuan
Tujuan PPM adalah menjamin ketersediaan akses layanan TB yang merata, bermutu dan
berkesinambungan bagi masyarakat terdampak TB untuk menjamin kesembuhan.
C. Penerapan PPM
Penerapan PPM dilaksanakan di setiap tingkat, yaitu:
1. Tingkat Nasional
2. Tingkat Provinsi
3. Tingkat Kabupaten/Kota
1. Tingkat Nasional
Di tingkat nasional, strategi PPM diarahkan untuk mengembangkan kebijakan, peraturan,
pedoman, standar, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang menjadi pegangan
bagi penerapan PPM di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksana PPM di tingkat
nasional terdiri dari jajaran Kementerian Kesehatan RI dan kementerian terkait lainnya,
pemangku kepentingan di tingkat nasional: forum stop TB partnership Indonesia (FSTPI),
organisasi profesi, asosiasi penyelenggara kesehatan, LSM serta mitra internasional.
2. Tingkat Provinsi
Di tingkat provinsi dibentuk tim PPM yang terdiri dari dinas kesehatan, perhimpunan
profesi, serta pemangku kepentingan lain, yaitu: LSM, organisasi keagamaan, tempat
kerja, lapas/rutan. Pembentukan Tim PPM tingkat provinsi dimaksudkan agar dapat
melakukan pembinaan aspek program/kesehatan masyarakat maupun aspek profesi di
tingkat kabupaten/kota.
3. Tingkat kabupaten/kota
Penerapan strategi PPM kabupaten/kota melalui peningkatan jejaring kemitraan antar
pemangku kepantingan dan jejaring rujukan antar fasyankes.Tahapan pelaksanaan
dimulai dengan pembentukan tim, menyusun rencana kerja berdasarkan hasil pemetaan
dan evaluasi kebutuhan. Tim PPM Kab/kota mendukung dinas kesehatan kabupaten/kota
untuk berfungsinya jejaring kemitraan dan jejaring rujukan.
Uraian berikut menjelaskan rincian dari strategi PPM.
Selain IDI, pilar 3 ini juga meliputi pendekatan lain yang dikoordinir oleh Kemenkes
berupa kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional menerbitkan Pedoman
Nasional Penyusunan Modul TB di Kurikulum Fakultas Kedokteran dan telah
disosialisasikan kepada 70 Fakultas Kedokteran di Indonesia.
•
BABVJD
•
Keberhasilan pendekatan PPM sangat tergantung dalam membentuk sistim J9Jarlng
dengan berbagai sector oleh karena itu per1u adanya Koordinator PPM yang mempunyai
tugas sebagai berikut
1. Memastikan mekanisme jejaring seperti yang tersebut diatas berjalan dengan baik.
2. Memfasilitasi rujukan antar fasyankes dan antar prov/kab/kota
3. Memastikan pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan ke fasyankes yang dituju dan
menyelesaikan pengobatannya.
4. Memastikan setiap pasien mangkir dilacak dan ditindak lanjuti
5. Memastikan terlaksananya kegiatan validasi data, supervisi, monitoring dan evaluasi
pasien di fasyankes.
6. Menyusun laporan kegiatan PPM kepada penanggung jawab PPM (Dinas kesehatan
setempat).
Jst(•BABVID
BAB IX
MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS
Diagnosis TB melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas
(gold standard). Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar
6 minggu) dan memerlukan fasilitas sumber daya laboratorium yang memenuhi standar .
Pemeriksaan 3 contoh uji (SPS) dahak secara mikroskopis nilainya identik dengan
pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan hanya dapat
dilaksanakan di semua unit laboratorium. Untuk mendukung kinerja penanggulangan TB,
diperlukan manajemen yang baik agar terjamin mutu laboratorium tersebut.
BAB IX
b. Laboratorium Rujukan Uji Silang Pertama /Lab Intermediate/ RUS 1
Laboratorium RUS 1 ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setelah memenuhi kriteria yang telah ditentukan dan berada di tingkat Kabupaten/Kota
dengan wilayah kerja yang ditetapkan oleh Dinas Kabupaten/Kota terkait atau lintas
kabupaten/kota atas kesepakatan antara Dinas Kabupaten /Kota. Pada Lab RUS 1
dengan wilayah kerja lebih dari 1 kabupaten/kota, penetapan laboratorium oleh Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.
LABORATORIUM INTERMEDIATE/
LABORATORIUM RUJUKAN UJI SILANG 1
LABORATORIUM MIKROSKOPIS TB
Dl FKTP-RM
FKTP SATELIT
BABIX
•
c. Laboratorium biakan
Laboratorium biakan adalah laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan biakan M.
tuberculosis sesuai standar dan memenuhi indikator kinerja laboratorium biakan TB.
Pencatatan pelaporan wajib dilaksanakan oleh laboratorium biakan TB dan indikator
kinerja laboratorium ini dilaporkan kepada Laboratorium Rujukan Regional dan LRN.
Laboratorium ini memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
1) Melaksanakan pelayanan pemeriksaan biakan dan identifikasi parsial NTM
2) Mengirimkan isolat biakan ke Laboratorium Rujukan Regional
3) Mengikuti pemantapan mutu oleh LRN
4) Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi terkait dengan tugasnya sebagai
Laboratorium rujukan biakan provinsi
1) Peran
a) Laboratorium rujukan nasional untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB.
b) Laboratorium pembina mutu dan pengembangan jejaring untuk pemeriksaan
isolasi, identifikasi, dan uji kepekaan TB.
2) Tugas Pokok
a) Pemetaan distribusi, jumlah dan kinerja laboratorium biakan dan uji kepekaan
TB
b) Memfungsikan jejaring laboratorium biakan dan uji kepekaan TB
c) Menentukan spesifikasi alat dan bahan habis pakai untuk laboratorium biakan
dan uji kepekaan TB
d) Mengembangkan pedoman teknis, prosedur tetap, pemantapan mutu eksternal
(PME) dan pedoman pelatihan biakan dan uji kepekaan TB
e) Menyelenggarakan PME dalam jejaring laboratorium biakan dan uji kepekaan
TB
f) Melaksanakan pelayanan rujukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB
g) Menyelenggarakan pelatihan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB
h) Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi data kegiatan jejaring
i) Mengikuti kegiatan PME diselenggarakan oleh laboratorium rujukan TB
supranasional.
3) Tanggung Jawab
j) Memastikan semua kegiatan laboratorium rujukan TB nasional sebagai
laboratorium pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB berjalan sesuai peran
dan tugas pokok.
Laboratorium
Rujukan Nasional
•
• • •
•
I
.
•
•:.I.Lab Biakan
Keterangan
BABIX
•
Jenderal Bina Upaya Kesehatan dengan peran, tanggung jawab dan tugas pokok
sebagai berikut:
1) Peran
a) Sebagai Laboratorium rujukan nasional untuk penelitian operasional TB,
b) Sebagai Laboratorium rujukan nasional untuk pemeriksaan molekuler, serologi
dan MOTT.
2) Tugas Pokok
a) Melaksanakan penelitian operasional TB
b) Melaksanakan pemeriksaan molekuler, serologi dan MOTT.
c) Melaksanakan evaluasi/validasi teknologi baru.
d) Melaksanakan pelatihan dan evaluasi pasca pelatihan teknologi baru
e) Melaksanakan PME untuk teknologi baru
f) Bekerjasama dalam jejaring laboratorium TB internasional.
3) Tanggungjawab
Memastikan semua kegiatan laboratorium rujukan TB nasional sebagai penelitian
operasional TB, pemeriksaan molekuler, serologi dan MOTT berjalan sesuai peran
dan tugas pokok.
Kegiatan PMI harus meliputi setiap tahap pemeriksaan laboratorium yaitu tahap pra-
analisis, analisis, pasca-analisis, dan harus dilakukan terus menerus.
Beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan PMI yaitu:
1) Tersedianya Prosedur Tetap (Protap) untuk seluruh proses kegiatan pemeriksaan
laboratorium, misalnya :
a) Protap pengambilan dahak
b) Protap pembuatan contoh uji dahak
c) Protap pewarnaan Ziehl Neelsen
d) Protap pemeriksaan Mikroskopis
e) Protap pembuatan media
f) Protap inokulasi
g) Protap identifikasi
h) Protap pengelolaan limbah, dan sebagainya.
2) Tersedianya Formulir /buku untuk pencatatan dan pelaporan kegiatan pemeriksaan
laboratorium TB
3) Tersedianya jadwal pemeliharaan/kalibrasi alat, audit internal, pelatihan petugas
4) Tersedianya contoh uji kontrol (positip dan negatip) dan kuman kontrol.
2) Kegiatan PME
Kegiatan PME laboratorium TB dilakukan melalui:
a) PME Mikroskopis
• Uji silang sediaan dahak mikroskopis
Dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan dengan melakukan
pemeriksaan ulang sediaan dahak dari unit laboratorium mikroskopis TB di
fasyankes. Pengambilan sediaan dahak untuk uji silang dilakukan dengan
metode Lot Quality Assurance Sampling (LQAS). Metoda ini diterapkan
diseluruh Indonesia namun dengan mempertimbangkan kondisi geografis
dan sumber daya laboratorium metoda LQAS dapat dimodifikasi sehingga
alur dan peran komponen PME dapat berubah.
Gambar 9. Alur uji silang mikroskopis TB
..;t-r.'.. BABIX
MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS ••
3. Manajemen Sistim Informasi Laboratorium TB
Untuk menjamin data kegiatan laboratorium dapat termonitor dengan baik, maka seluruh
kegiatan laboratorium TB akan terintegrasi dengan Sistem Informasi Terpadu
Tuberkulosis (SITT) untuk pelayanan pemeriksaan mikrokopis (Laporan TB.12) dan eTB
Manager untuk pelayanan pemeriksaan biakan, uji kepekaan dan uji cepat biomolekuler.
Paket OAT KDT/FDC adalah paket OAT yang dalam setiap tablet OAT-nya
telah ada seluruh/beberapa jenis OAT yang digunakan untuk paduan
pengobatan TB. Dimana P2TB pada paket OAT KDT-nya menggunakan
4KDT/4FDC dan 2KDT/2FDC.
Paket Kombipak adalah paket OAT dimana tablet OAT-nya masih lepasan
dari setiap jenis OAT yang digunakan untuk paduan pengobatan TB.
Baik paket OAT KDT/FDC maupun paket OAT Kombipak, tablet OAT-nya
dikemas dalam bentuk blister.
Paduan paket OAT yang saat ini disediakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis adalah:
• Paket KDT OAT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
• Paket KDT OAT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
• Paket KDT OAT Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR)
• Paket Kombipak Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
• Paket Kombipak Kategori Anak : 2HRZ/4HR
Sediaan dari OAT lini kedua dan lini pertama yang digunakan untuk paduan
OAT RR/MDR yang disediakan adalah:
Instalasi Farmasi
Dinkes Kab/kota
Kab/Kota(IFK)
permintaan distribusi
Fasyankes
Keterangan:
Alur distribusi OAT
Alur permintaan dan pelaporan OAT
Keterangan:
Untuk Dokter Praktek Mandiri (DPM) dan klinik akan memperoleh logistik melalui
Puskesmas yang membina wilayah dimana DPS/Klinik tersebut berada.
97
Gambar 11: Jejaring Pengelolaan Logistik P2TB Resistan Obat
Instalasi Farmasi
Pusat
Nasional
Instalasi Farmasi
Dinkes Provinsi
Provinsi (IFP)
Keterangan:
Alur Distribusi OAT
Alur Permintaan dan Pelaporan OAT
Keterangan:
Fasyankes Rujukan TB MDR memperoleh logistik TB Resistan Obat, baik obat
maupun non obat dari Dinas Kesehatan Provinsi. Sedangkan untuk fasyankes
satelit memperoleh logistik dari fasyankes rujukannya.
MANAJEMEN PENDUKUNG
,.t'Organlsasl
,.I'Dana
,.I'Sistem lnfonnasl
,.t'sumber Daya Manusla
,.I' Jaga Mutu
-x- ------------------------------- 11
PBRGBLOLAI' LOG
ISTIK PROGRAMPBRGUDALIAR TOBBRKULOSIS
f. Pelaksanaan perencanaan kebutuhan logistik disesuaikan dengan jadwal
penyusunan anggaran disetiap tingkat pemerintahan di Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Pusat.
a. Perencanaan OAT
Perencanaan kebutuhan OAT menggunakan dua pendekatan yaitu metode
konsumsi dan metode morbiditas. Metode konsumsi adalah proses
penyusunan kebutuhan berdasarkan pemakaian tahun sebelumnya,
sedangkan metode morbiditas adalah proses penyusunan kebutuhan
berdasarkan perkiraan jumlah pasien yang akan diobati (insidensi) sesuai
dengan target yang direncanakan.
a. Pengadaan OAT
OAT merupakan obat dengan kategori “Sangat Sangat Esensial” (SSE)
sehingga Pemerintah wajib menyediakannya, baik pemerintah Pusat maupun
Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).
Saat ini kebutuhan OAT masih dipenuhi dari pengadaan Pusat dengan dana
APBN. Sedangkan untuk OAT resistan obat masih menggunakan dana
bantuan (donor). Pengadaan OAT dengan dana APBN setiap tahunnya
dilakukan oleh Ditjen. Binfar dan Alkse Kemenkes R.I. Sedangkan OAT
resistan obat dengan dana bantuan dilakukan oleh Subdit. TB.
Hal-Hal yang harus diperhatikan dalam pengadaan logistik Non OAT adalah:
1) Logistik Non OAT yang diadakan sesuai dengan kebutuhan Program
Nasional Pengendalian TB.
2) Mutu logistik yang diadakan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan
untuk setiap jenis logistik.
Dalam penyimpanan logistic P2TB baik OAT maupun Non OAT, Program
Nasional Pengendalian TB mengikuti kebijakan Ditjen. Binfar dan Alkes
Kemenkes R.I., yaitu: “One Gate Policy”, dimana seluruh OAT maupun Non OAT
disimpan di dalam Instalasi Farmasi baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten
Kota dan Fasyankes.
Ketentuan-ketentuan dalam penyimpanan logistic P2TB agar terkelola dengan
baik dapat merujuk pada “Buku Panduan Pengelolaan Logistik P2TB”.
6. Manajemen Pendukung
Pengelolaan logistik program TB dilakukan di setiap tingkat pelaksana, mulai dari
tingkat pusat hingga kabupaten/kota maupun Sarana Pelayanan Kesehatan
(SPK). Sehingga diperlukan suatu manajemen pengelolaan dan koordinasi yang
baik antara setiap tingkat pelaksana tersebut.
a. Pengorganisasian
Organisasi pengelolaan logistik P2TB dilakukan disetiap tingkat pelaksana,
mulai dari tingkat Pusat sampai dengan Fasyankes. Organisasi pengelolaan ini
dapat digambark:an di bawah ini:
I KEMENTERIAN KESEHATAN I
DITJEN PP&PL
INSTALASIFARMASI
PUSAT NASIONAL
DINAS KESEHATAN I
PRQVINSI .-'-IN_S_T_A_LA_S_I_F_A-RM_A_S_I--,
PROVINSI (IFP)
...
DINAS KESEHATAN I
KAB/KOTA
INSTALASI FARMASI
!
FASILITAS PELAYANAN
KAB/KOTA (IFK)
KESEHATAN
Pencapaian target global TB menjadi lebih menantang sehubungan dengan isu-isu seperti
HIV/AIDS, TB-MDR, TB-Infection Control (TB-IC) dan lain-lain. Demikian juga isu desentralisasi
di bidang kesehatan telah meningkatkan kompleksitas tantangan untuk pengembangan sumber
daya manusia (SDM). Turnover staf yang tinggi dan distribusi staf yang tidak merata di
provinsi/kabupaten/kota mengakibatkan permintaan lebih tinggi terhadap ketersediaan tenaga
yang terampil.
Di dalam bab ini istilah pengembangan SDM merujuk kepada pengertian yang lebih luas, tidak
hanya yang berkaitan dengan pelatihan tetapi keseluruhan manajemen pelatihan dan kegiatan
lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang pengembangan SDM yaitu
tersedianya tenaga yang kompeten dan profesional dalam Pengendalian TB.
Bab ini akan membahas 3 hal kegiatan pokok yang sangat penting dalam pengembangan SDM
untuk mendukung tercapainya tujuan program yaitu perencanaan ketenagaan Program TB,
peran SDM TB dalam Pengendalian TB, pelatihan dan evaluasi paska pelatihan TB.
Di tingkat provinsi, dibentuk Tim TB yang terdiri dari Provincial Project Officer (PPO),
Pengelola Program TB dan petugas kesehatan lainnya
Dokter • Mendiagnosa
Puskesmas • Mengobati
(Puskesmas Rujukan
Mikroskopis/ Staf klinik • Mengisi daftar terduga TB
Puskesmas Pelaksana • Mengisi kartu pengobatan pasien TB
Mandiri) • Pengawas Menelan Obat
Lab TB rujukan regional Spesialis Patologi klinik, Ahli Kultur, identifikasi dan uji kepekaan
Mikrobiologi, Analis dan M.TB dan MOTT dari dahak dan bahan
analis media. lain
Lab TB rujukan provinsi Spesialis Patologi Klinik, Pemeriksaan mikroskopis BTA, uji
Analis. silang mikroskopis final
Laboratorium rujukan Petugas laboratorium dan Uji silang pertama (Laboratory Quality
Uji silang (Intermediate analis Assurance)
TB Laboratory)
Pusat Fiksasi contoh uji Petugas lab Pembuatan contoh uji apusan dahak
TB (Puskesmas satelit) dan fiksasi
BAB XI
108 PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
1. Konsep Pelatihan P2TB.
Konsep pelatihan dalam program TB, terdiri dari:
a. Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training)
Dengan memasukkan materi Program Pengendalian Tuberkulosis dalam
pembelajaran/kurikulum lnstitusi pendidikan tenaga kesehatan. (Fakultas Kedokteran,
Fakultas Keperawatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Farmasi dan lain-
lain)
b. Pelatihan dalam tugas (in service training)
Dapat berupa aspek klinis maupun aspek manajemen program
1) Pelatihan dasar program TB (initial training in basic DOTS implementation)
a) Pelatihan TB yang terakreditasinasional dengan kurikulum standar.
b) On the job traininglkalakarya (pelatihan ditempat tugaslrefresher): telah
mengikuti pelatihan sebelumnya tetapi masih ditemukan masalah dalam
kinerjanya, dan cukup diatasi hanya dengan dilakukan supervisi.
2) Pelatihan lanjutan (continued training/advanced training): pelatihan ini untuk
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan program dengan materi yang lebih
tinggi dari materi pelatihan dasar.
ldentiflkaslkebutuhan Pelaksanaan
pelatihan
• Kesenjangankompetensi Disain pelatihan
I Evaluasi
I
dan kinerja • Pengembangankuri<ulum
.V
• Variable:
IOrganisasi /program,
ITugas abatan
IPersonal
I
• Penyusunan materi
l
I,..
Penyelenggaraan pelatihan I
• Akreditasipelatilan I
I
MetodeEvaluasi
• Peserta, fasilitator,dan
• Kerangka acuan penyelenggaraan
• Kepanitiaan,dana, • Model evaluasi:
• Persiapan administratif I Selama pelatihan
penyiapan bahan,tempat - Reaksidan
pelatihan dan praktek - Pembelajaran
lapangan I Paska pelatihan
• Peserta , Master of Training - Kinerja
(Morypengendali Diklat dan - Dampak
fasilitator/pelatih,
• Evaluasipelatihan
Penetapan Tujuan
Pelatlhan
)IJ•
PIIGEMBAIGAI SUliBIR DAYA IIAIUSIA PROGRAM PBNGIIDALIAI TUBERKULOSJS.
BABXI
c. Evaluasi bersifat korektif
• Menemukan masalah
(in effisien dan in effektif I under target )
• Menemukan sebab-sebab masalah,
• Mengajukan saran perbaikan
PENINGKATAN
PESERTA PENGETAHUAN
1
PELATIHAN --+
PERUBAHAN
SIKAP --+ BEKERJA
PENERAPAN
KEMBALI --+ HASIL
BELAJAR
KINERJA
INDIVIDU
KINERJA
--+ORGANISASI
(KAP)
PENAMBAHAN
KETRAMPILAN
EVALUASIBELAJAR
EVALUASI PERILAKUIBEHAVIOR
EVAlUASIHASILJRESU J
I
I
I
I
Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merupakan permasalahan kesehatan di masyarakat,
bukan hanya karena TB adalah penyakit menular, namun ada hubungan TB dengan penyakit
tidak menular lainnya seperti pada Diabetes Mellitus, penyakit akibat rokok, alkhohol,
pengguna narkoba dan malnutrisi. TB sebagian besar menyerang pada usia produktif dan
masyarakat dengan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan. TB menjadi penyebab
tersering untuk kesakitan dan kematian pada Orang dengan HIV AIDS. TB sering dihubungkan
dengan kemiskinan, lingkungan yang kumuh, padat dan terbatasnya akses untuk perilaku
hidup bersih dan sehat. Wanita hamil dan anak anak juga sangat rentan terkena TB.
Sebanyak 1/3 kasus TB masih belum terakses atau dilaporkan. Bahkan sebagian besar kasus
TB terlambat ditemukan sehingga saat diagnosa ditegakkan mereka sudah dalam tahap lanjut
bahkan kuman telah resistan obat sehingga suit untuk diobati. Keterlambatan pengobatan ini
bermakna karena menunjukkan lebih banyak lagi penduduk yang sudah terpapar TB.
Kesadaran masyarakat untuk mencari pengobatan secara dini sangatlah penting, oleh sebab
itu diperlukan peran serta masyarakat.dan strategi kunci untuk dapat menemukan sepertiga
kasus TB yang „hilang‟ dan tidak terlaporkan serta untuk menjangkau kasus TB pada kelompok
rentan adalah dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam program pengendalian TB.
Peran Kegiatan
Pencegahan TB. Penyuluhan TB, pengembangan KIE, pelatihan kader.
Deteksi dini terduga TB. Pelacakan kontak erat pasien dengan gejala TB,
pengumpulan dahak terduga TB, pelatihan kader.
Melakukan rujukan. Dukungan motivasi kepada terduga TB untuk ke
Fasyankes, dukungan transport.
Dukungan/motivasi keteraturan Pengawas Menelan Obat (PMO).
berobat pasien TB.
Dukungan sosial ekonomi. Dukungan transport pasien TB, nutrisi dan
sumplemen pasien TB, peningkatan ketrampilan
pasien TB guna meningkatkan penghasilan,
menyediakan pekerja sosial, memotivasi mantan
pasien untuk dapat mendampingi pasien TB.
Advokasi. Membantu penyusunan bahan advokasi, membantu
memberikan masukan kepada pemerintah.
Mengurangi stigma. Diseminasi informasi tentang TB, membentuk
kelompok pendidik sebaya, testimoni pasien TB.
Sistim informasi program pengendalian TB merupakan bagian dari sistem informasi kesehatan.
Sistem informasi kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi,
indikator, prosedur, perangkat, teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang saling
berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang
berguna dalam mendukung pembangunan Nasional.
lnformasi kesehatan adalah data kesehatan yang telah diolah atau diproses menjadi bentuk
yang mengandung nilai dan makna yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan dalam
mendukung pembangunan kesehatan.
lnformasi kesehatan untuk program pengendalian TB adalah informasi dan pengetahuan yang
memandu dalam melakukan penentuan strategi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi program TB. Secara garis besar informasi strategis TB meliputi tiga elemen pokok
yaitu sistem surveilans, sistem monitoring dan evaluasi (monev) program, dan penelitian
operasional.
Non Rutin
H----+ I Pengelolaan Data +----.....-.t
Penelitian
ilmiah (dasar)
(Survei:Periodik
dan Sentinel)
Penyajian
Data
•
BABXIII
SISTIM DWORJIASI PROGRAM PEBGUDALIAI TOBBRKULOSIS
Sistem surveilans TB akan menyediakan informasi mengenai prevalensi TB dan pola
perubahan risiko. Monitoring dan evaluasi menyediakan informasi tentang proses, luaran dan
dampak intervensi. Penelitian operasional dapat mengisi kesenjangan informasi dan menilai
kebijakan dan strategi intervensi. Penempatan ketiga elemen tesebut secara terpadu dan
menyeluruh dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program menjadi
sangat penting agar program berjalan secara efektif dan efisien.
A. Surveilans Tuberkulosis
Surveilans TB adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data penyakit
secara sistematik, lalu dilakukan analisis, dan interpretasi data. Hasil analisis
didiseminasikan untuk kepentingan tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB serta untuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat.
Ada 2 macam metode surveilans TB, yaitu: Surveilans Rutin (berdasarkan data pelaporan),
dan Surveilans Non Rutin (berupa survei: periodik dan sentinel).
1. Surveilans Rutin.
Surveilans rutin dilaksanakan dengan menggunakan data layanan rutin yang dilakukan
pada pasien TB. Sistem surveilans ini merupakan sistem terbaik (mudah dan murah)
untuk memperoleh informasi tentang prevalensi TB, meskipun kemungkinan terjadinya
bias cukup besar. Misalnya dalam layanan kolaborasi TB-HIV, jika jumlah pasien yang
menolak untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasar data rutin ini
interpretasinya kurang akurat. Surveilans berdasarkan data rutin ini tidak memerlukan
biaya khusus tapi mutlak memerlukan suatu pencatatan dan pelaporan yang berjalan
baik. Hasil surveilans berdasarkan data rutin ini perlu dikalibrasi dengan hasil dari
surveilans periodik atau surveilans sentinel.
Komponen utama untuk melakukan monev adalah: pencatatan pelaporan, analisis indikator
dan hasil dari supervisi.
PENTING !!
TB adalah penyakit menular yang wajib dilaporkan. Setiap fasilitas kesehatan yang
memberikan pelayanan TB wajib mencatat dan melaporkan kasus TB yang
ditemukan dan atau diobati sesuai dengan format pencatatan dan pelaporan yang
ditentukan.
c. Pelaporan di Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi menggunakan formulir pelaporan sebagai berikut:
1) Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per kabupaten/kota.
2) Rekapitulasi Hasil Pengobatan per kabupaten/kota.
3) Rekapitulasi Hasil Pengobatan gabungan TB dan TB Resistan Obat di tingkat
Provinsi.
4) Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per kabupaten/kota.
5) Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang propinsi per kabupaten/kota.
6) Rekapitulasi Laporan OAT per kabupaten/ kota.
7) Rekapitulasi Data Situasi Ketenagaan Program TB.
8) Rekapitulasi Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB.
2. Indikator Program TB
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan
program (marker of progress). Dalam menilai kemajuan atau keberhasilan program
pengendalian TB digunakan beberapa indikator.
Indikator utama program pengendalian TB secara Nasional ada 2, yaitu:
Angka Notifikasi Kasus TB (Case Notification Rate = CNR) dan
Angka Keberhasilan Pengobatan TB (Treatment Success Rate = TSR).
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional tersebut
di atas, yaitu:
a. Indikator Penemuan TB
1) Proporsi pasien baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis diantara terduga TB
2) Proporsi pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis diantara semua TB paru
diobati.
3) Proporsi pasien TB terkonfirmasi bakteriologis yang diobati diantara pasien TB
terkonfirmasi bakteriologis.
4) Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB
5) Angka penemuan kasus TB (Case Detection Rate=CDR)
6) Proposi pasien TB yang dites HIV
7) Proporsi pasien TB yang dites HIV dan hasil tesnya Positif
8) Proporsi pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasi dibanding perkiraan kasus TB RR/
MDR yang ada.
9) Proporsi pasien terbukti TB RR/MDR yang dilakukan konfirmasi pemeriksaan uji
kepekaan OAT lini kedua.
10) Proporsi pengobatan pasien TB RR/MDR diobati diantara pasien TB RR/MDR
ditemukan.
b. Indikator Pengobatan TB
1) Angka konversi (Conversion Rate)
2) Angka kesembuhan (Cure Rate)
3) Angka putus berobat
4) Angka keberhasilan pengobatan TB anak
5) Proporsi anak yang menyelesaikan PP INH diantara seluruh anak yang
mendapatkan PP INH
6) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK
7) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART
8) Angka keberhasilan pengobatan TB MDR atau Treatment Success Rate
9)
c. Indikator Penunjang TB
1) Proporsi laboratorium yang mengikuti pemantapan mutu eksternal (PME) uji silang
untuk pemeriksaan mikroskopis
2) Proporsi laboratorium dengan kinerja pembacaan mikroskopis baik diantara peserta
PME uji silang
3) Proporsi laboratorium yang mengikuti kegiatan PME empat kali setahun.
4) Jumlah kabupaten/kota melaporkan terjadinya kekosongan OAT lini
Pemanfaatan lndlkator
No lndikator SumberData Waktu Kab./
Faskes Prov. Pusat
Kota
1 2 3 4 5 6 7 8
Angka Notifikasi Kasus TB Laporan Penemuan (TB.07) Triwulan
1 (Case Notification Rate = Data kependudukan Tahunan - i i i
CNR)
Angka Kebemasilan Kartu Pengobatan (TB.01) Triwulan
Pengobatan Register TB Kab/Kota (TB.03) Tahunan
2
Laporan Hasil Pengobatan
i i i i
(TB.OB)
Proporsi Pasien Baru TB Daftar terduga TB (TB.OS)
Paru Terkonfirmasi Register TB Kab/Kota (TB.03)
3
Bakteriologis diantara Laporan Penemuan (TB.07)
Triwulan i i i i
terduga TB
Proporsi Pasien TB Paru Kartu Pengobatan (TB.01)
Terkonfirmasi Bakteriologis Register TB Kab/Kota (TB.03)
4
diantara Semua Pasien TB Laporan Penemuan (TB.07)
Triwulan i i i i
Paru Tercatat/diobati
Kartu Pengobatan (TB.01)
Proporsi pasien TB Anak
5
diantara seluruh pasien TB
Register TB Kab/Kota (TB.03) Triwulan i i i i
Laporan Penemuan (TB.07)
Laporan Penemuan (TB.07)
Angka Penemuan Kasus Triwulan
6
(CDR)
Data perkiraan jumlah pasien
Tahunan
- - - i
baru BTA positif.
Proposi pasien TB yang dites
7
HIV
Kartu TB.01, RegisterTB.03 Triwulan i i i i
Proporsi pasien TB yang
8 dites HIV dan hasil tesnya Kartu TB.01, RegisterTB.03 Triwulan i i i i
reaktif
Kartu Pengobatan (TB.01)
Angka Konversi (Conversion
9
Rate)
Register TB Kab/Kota (TB.03) Triwulan i i i i
Laporan Konversi (TB.11)
Kartu Pengobatan (TB.01)
Angka Kesembuhan (Cure Register TB Kab/Kota (TB.03)
10
Rate) Laporan Hasil Pengobatan
Triwulan i i i i
(TB.OB)
Angka Kebemasilan Laporan Hasil Pengobatan Triwulan
11
Pengobatan TB Anak (TB.OB) Tahunan
i i i i
ProporsiAnak yang
Menyelesaikan PP INH
12
Diantara Seluruh Anak yang
Kartu TB.01, RegisterTB.03 Triwulan i i i i
Mendapatkan PP INH
Proporsi pasien TB dengan
13 HIV positif yang menerima Kartu TB.01, RegisterTB.03 Triwulan i i i i
PPK
Proporsi pasien TB dengan
14 HIV positif yang mendapat Kartu TB.01, RegisterTB.03 Triwulan i i i i
ART
•
II
•
Proporsi Laboratorium yang
Mengikuti PME (Pemantapan
15 Mutu Ekstemal) Uji Silang Laporan Hasil Uji Silang (TB.12) Triwulan - v v v
untuk Pemeriksaan
Mikroskopis
Proporsi Laboratorium
16
dengan Kinerja Pembacaan
Mikroskopis Baik diantara
Laporan Hasil Uji Silang (TB.12) Triwulan - v v v
Peserta PME Uji Silang
Jumlah Laboratorium dengan
17 Frekuensi Partisipasi4 kali Laporan Hasil Uji Silang (TB.12) Triwulan - v v v
perTahun
Daftar Suspek (TB.06 MDR)
dalam satu periods kohort 1
Proporsi pasien TB RRIMDR tahun
18
yang terkonfirmasi dibanding
perkiraan kasus TB RRI MDR Perkiraan kasus TB RRIMDR
Tahunan - v v
yang ada yang dihitung berdasarkan
estimasi yang ditetapkan oleh
SubditTB
Proporsi pasien terbukti TB
Daftar Suspek (TB.06 MDR)
19
RRIMDR yang dilakukan
konfirmasi pemeriksaan uji
dalam satu periode kohort 1 Tahunan v v
tahun
kepekaan OAT lini ke<lua
Daftar Suspek (TB.OS MDR)
Proporsi pengobatan pasien
20
TB MDR diobatidiantara
pasien TB MDR ditemukan
Kartu pengobatan pasien Triwulan v v
(TB.01 MDR} dalam satu
atau enrollment rate
periode kohort 3 bulan
Register TB Kab/Kota (TB.03
Angka keberhasilan MDR}
21
pengobatan TB MDR atau
Treatment Success Rate Laporan hasil akhir pengobatan
Triwulan
Tahunan
v v
(TB.08 MDR} dalam satu
periode kohort 3 bulan
BABXIII
Angka ini sekitar 5-15%. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan
disebabkan:
•AngPkeanjairniniga se nkittearrdu5g-a15T% B. teBrillaalu alonnggkgaari.niBatneyrlaaklu orkaencgil ya (<n5g%t)idakkem muenmgekninuahni
diskerbitaebrkiaatne:rduga TB, atau
• A Pd ea njamrainsgaalanh tdeardlaumgapeTm Betreikrslaalaunlolanbgograt.orB iuamny(ankegoartaifnpgalysaun).g tidak memenuhi
kriteria terduga TB, atau
B
• ilaAadnagm ka sinailatehrldaalulabmespaerm(> e1ri5ks%a)aknelm abuonrgaktoinraiunmd(isneebgaabtikf apnal:su).
• Penjaringan terlalu ketat atau
•BilaAdaa ngm k asinailatehrdlaalulabmespaerm(e >r1ik5s%a)aknelm abuonrgaktoinriaunmd(ispeobsiatibfkpaanls:u)
• Penjaringan terlalu ketat atau
2) P• roApdoarsmi aPsaaslaiehndaTlB amPapreumT ereikrkso ananfirla
mbaosra i tBoarikutm
er(ipoolosgitiifspdailsaun)tara Semua Pasien
TB Paru Tercatat/diobati
2) APdroaplaohrspiro PsaesnietanseTBpaPsaieru n Teurbkeorku nfilromsiasspi aBraukterki onofigrm isadsi abnatakte
rariSoleom giu
sadP iaanstaiera
n
sTeBmPuaarupa TseirecnatTaut/bdeio rkbualotisis paru tercatat (bakteriologis dan klinis). Indikator ini
mAdeanlgagham prboasreknatnasperip oaristaiesnpTenuebm erukaunlospisaspieanruTtuebre ko rknufilromsiassiyabnagktemrieonlouglaisr diantara
selm uruuah pasien TTuubbeerrkkuulolossisisyapnag di o b a ti.
ru tercatat (bakteriologis dan klinis). Indikator ini
menggambarkan prioritas penemuan pasien Tuberkulosis yang menular diantara
R
seulu
mr us:pasien Tuberkulosis yang diobati.
Rumus:
Jumlah pasien Baru TB paru Terkonfirmasi
Bakteriologis x 100%
Jumlah seluruh pasien TB Paru
Angka ini dianalisis dengan memperhatikan berbagai aspek. Angka indikator ini
diharapkan berkisar 8 – 12% pada wilayah dimana seluruh kasus TB Anak
ternotifikasi. Pada kondisi dimana pencatatan dan pelaporan berjalan dengan baik,
angka ini menggambarkan over atau under diagnosis, serta rendahnya angka
penularan TB pada anak. Bila angka indikator ini kurang atau melebihi kisaran yang
diharapkan, maka perlu diperiksa prosedur diagnosis TB Anak di fasyankes.
Rumus:
Jumlah pasien TB Paru BTA Posilif
yang dilaporkan dalam TB.07 x100%
Perldraan Jumlah paslen baru TB Paru BTA Posltlf
BABXIII
Proporsi yang tinggi dari pasien TB yang mengetahui status HIVnya menyajikan
estimasi yang cukup kuat tentang angka sesungguhnya prevalensi HIV diantara
Proporsi yang tinggi dari pasien TB yang mengetahui status HIVnya menyajikan
pasien TB untuk kepentingan surveilans. Hal ini juga menjadi dasar untuk bentuk
estimasi yang cukup kuat tentang angka sesungguhnya prevalensi HIV diantara
usaha
Proporsi yang lebih detail dalam upaya TB pencegahan.
pasien TByang untuktinggi dari
kepentingan pasien surveilans. yangHal mengetahui status HIVnya
ini juga menjadi menyajikan
dasar untuk bentuk
e tim as i y an g c uk u p k u t en ta
usaha yang lebih detail dalam upaya pencegah an. n g a n g k a s e su g guhnya prevalensi HIV diantara
7) P
paro
sipeonrsTiBpa us
nite
ukn T
keBpyeann tinggdaintessuHrvIeViladnasn. hHaasl ilintiesjungyaa m
Peonsjiatidfi dasar untuk bentuk
Adalah persentase pasien TB yang di tes HIV dengan hasil tes positif . Indikator ini
7) usaha
Proporsi yang lebih TB
pasien det yangl dalam ditesupaya
HIV pencegahan.
dan hasil tesnya Positif
menggambarkan besarnya permasalahan HIV di antara pasien TB.
Adalah persentase pasien TB yang di tes HIV dengan hasil tes positif . Indikator ini
7) P
mreonpgograsmipbarkiean bTeBsa yrannyga dpiete
rms aHsIaVladhaann hHaIVsildti easnntayraaPpoasie tinf TB.
R
Aduamlauhs:persentase pasien TB yang di tes HIV dengan hasil tes positif . Indikator ini
m
Ruem ngugsa:mbarkan besarnya permasalahan HIV di antara pasien TB.
Rumus:
Jumlah pasien TB yang terdaftar yang mempunyai hasil
tes HIV positif (sebelum dan selama pengobatan TB) x 100%
Jumlah pasien TB yang terdaftar yang melakukan
tes HIV (sebelum dan selama pengobatan TB)
Proposi yang relatif tinggi dari proporsi rata-rata nasional dapat saja menunjukkan
prevalensi HIV diantara pasien TB yang sebenarnya lebih tinggi ada di daerah
tertentu.
Di fasyankes, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara
mereview seluruh kartu pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang
mulai berobat dalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya
yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan tahap awal (2 bulan/ 3
bulan). Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat
dihitung dari laporan TB.11. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
128
128
9) Angka Kesembuhan (Cure Rate)
9) Angkkaa kKeesseemmbbuuhh an ana(dCaularhe a Rnagte k)a yang menunjukkan prosentase pasien baru TB
APnagrukaTekreksoenm firbmuh aasinBaadkate larhiolaonggiskayaynagngsem mebnuuhnjsuektkealanhpsroesleesnatai smeap sa spieenngboabru
ataTnB,
PdiaarnutaTra erpkaosnifeirnmbaasriuBTaB ktePraioruloT giesrkyoannfgirm seamsi
bBuahktseeritoelloaghisse yalensgaitem rcaastat.pengobatan,
dUinatnutkarak eppaesnietingbaanrukThBusPuasru(sTuerrvkaoilnafnirsm),asainBgakkatekre iosloeg
misbuyhaanng tdeirhciatutantg. juga untuk
Upanstuiekn kPeapreuntTinegra konnkfih rmusaussi B(saukrte variiolalongsi)s, paennggko
abkaetasnem ublaunhgan(kadm ihbit uhgdajungadeunngtaun k
p a s ie n P a r u T e r k o n f ir m a s i
riwayat pengobat an T B seb elumnya) dengan t ujuan: B a kt e ri o lo g i s p e n g o b a ta n ulang (kambuh dan dengan
riwaUynattukpenmgeonbgaetatanhT uB i seberuam panyab)esdaerngkaenmt unugakni:nan kekebalan terhadap obat
U tenrjtaudki dmi keonm geutnaihtausi, h seabl ienriahpaarusbedsipaarstkikeamnudnegnkg inaannsukrevkeeilbaanlsankekterbhaala dnapoboabt.at
tUenrjtaudki dm i keonmg aum nibtails,kheapluitnuishaanrupsrodg ipramtika pn
addaenpgeanngsoubravteainlanm s eknegkgeubnaalaknanoboabt.at
U banrtiuskkemde unag(asm ecboilndk-elipnuetudsruagns)p.rogram pada pengobatan menggunakan obat
b Maernisuknejudkukaan (sepcreovnadl-elinse H drIuVg,sk).arena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi
M paednaunpjauskikeanndepnregvaanleHnIsV.HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi
p Uandtuakpapseierhnitduennggaann, HdIiV gu.nakan rumus yang sama dengan cara mengganti
U seb utan num erator dan duennaokm
n t pe r h itu n g a n , d ig aninartuom r duesngy gjumsa lamh apadse ienngTanB pcaarrua pemnegnogbgaata nnti
suelabnugta
. n numerator dan denominator dengan jumlah pasien TB paru pengobatan
ulang.
Rumus:
Rumus: Jumlah pasien baru TB paru Terkonfirmasi
Bakteriologis yang sembuh
x 100%
Jumlah pasien baru TB paru Terkonfirmasi
Bakteriologis yang diobati
Di fasyankes, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara
mereview seluruh kartu pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Biologis yang mulai
berobat dalam 9-12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang
sembuh setelah selesai pengobatan.
Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dapat dihitung dari laporan
TB.08. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan
digunakan untuk mengetahui hasil pengobatan.
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya tetap
perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap,
meninggal, gagal, putus berobat (lost to follow-up), dan tidak dievaluasi.
• Angka pasien putus berobat (lost to follow-up) tidak boleh lebih dari 10%, karena
akan menghasilkan proporsi kasus retreatment yang tinggi dimasa yang akan
datang yang disebabkan karena ketidak-efektifan dari pengendalian
Tuberkulosis.
129
• Menurunnya angka pasien putus berobat (lost to follow-up) karena peningkatan
• M kueanliutarusnpneynagaendkaaliapnasTiB enapkuatnusmbeenruorbuantka (l n
ospt rtoopfoorlsloiwk-uaps)uskaprengaopbeantainngu ka
latn
agn
kau a li t s p e n g e n i a
ntara 10-20 % dalam beberapa tahun.n T B a k a n m e n u r unkan proporsi kasus pengobatan ulang
antara 10-20 % dalam beberapa tahun.
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru TB paru BTA positif tidak boleh lebih
S
daerdi a4n% gkauntuakngdkaaergaahgaylaunngtubkelpuamsieandabamruasTaB lahparreusiB stTeA nspi oosbiatift, tiddaank tbidoalekh ble ob
leih
d a r i 4 % u n t uk d a era h y a ng b e l u m a d a
lebih besar dari 10 % u ntuk daerah yang sudah da ma salah resistensi obat. m a s al h r e s i t e n s i o b a t , d a n t id a k boleh
lebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.
10) Angka Keberhasilan Pengobatan TB (Treatment Success Rate = TSR)
10) Angkkaa KeebbeerrhhaassilialannPPeennggoo babtaatnanadTaBla(hTraenagtm kaenya t nSgucmcensusnR juaktkea=n TpS roRs)entase
A
pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang menyreolseesnatikaasn
n g k a K e b e rha s ilan P e n go b a t a n a d al a h a n g a y a n g m en u ukk an p e
pesnigeonbatbaanru(baTikB yaPnagrusem Tbeurkhon mfiarm
upausni pB eankgtoebriaotlaongislengykaanpg) dm iaenntayrealepsasikiean
p
be anrugoTbBap taanru(bTaeirkkoyn afnirgmsaesm i Bbaukhtem aluopguisn ypaennggtoebra
rio ca tatant.leDnegnkgaapn) de iamntikairaan paansgiekna
b a ru T B r u Te r k o n f i rm a s i Ba k t e ri o
ini merupak an penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lo g i s y a n g te rc a t at. D e g a n d e m ik ia n a n g k a
iln
eingmke arpu.pakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan
lengkap.
Rumus:
Rumus: Jumlah pasien TB Paru Terkonfirmasi Biologis
(sembuh + pengobatan lengkap)
x 100%
Jumlah pasien TB Paru Terkonfirmasi Biologis
yang diobati
12) Proporsi Anak yang Menyelesaikan PP INH Diantara Seluruh Anak yang
Mendapatkan PP INH
Adalah persentase Anak yang menyelesaikan PP INH selama 6 bulan diantara
seluruh anak yang mendapatkan PP INH.
130
131
Rumus:
Rumus:
Rumus: Jumlah anak yang menyelesaikan
PP INH selama 6 bulan x 100%
Jumlah anak yang mendapatkan PP INH
Angka ini menggambarkan proporsi anak yang terlindungi dari kejadian sakit TB
dari anak yang terpapar dan terinfeksi TB termasuk anak dengan HIV Positif.
Angka indikator ini diharapkan sebesar 100%. Apabila kurang dari angka yang
diharapkan maka perlu dilakukan evaluasi kepatuhan PP INH.
Rumus:
Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang
menerima PPK selama pengobatan TB x 100%
Jumlah pasien TB dengan HIV positif
Betul
KH(Kesalahan Hitung)
NPR (Negatif Palsu Rendah)
PPR (Positif Palsu Rendah)
NPT (Negatif Palsu Tinggi)
PPT (Positif Palsu Tinggi)
Kesalahan besar terdiri dari NPT dan PPT, sedangkan kesalahan kecil terdiri dari
KH, NPR, dan PPR.
•
II
•
133
Selain dari kinerja pembacaan mikroskopis, kualitas laboratorium juga dilihat
dengan menilai 6 unsur kualitas sediaan mikroskopis, yaitu: kualitas dahak, ukuran,
ketebalan, kerataan, pewarnaan, dan kebersihan.
Interpretasi dari suatu laboratorium berdasarkan hasil uji silang dinyatakan terdapat
kesalahan bila:
Terdapat PPT atau NPT
Laboratorium tersebut menunjukkan tren peningkatan kesalahan kecil dibanding
periode sebelumnya atau kesalahannya lebih tinggi dari rata-rata semua
fasyankes di kabupaten/kota tersebut, atau bila kesalahan kecil terjadi
beberapa kali dalam jumlah yang signifikan.
Bila terdapat 3 NPR.
Jumlah pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasi dan yang dilakukan uji kepekaan
OAT lini kedua bersumber pada TB.06 MDR.
Rumus:
Jumlah pasien TB RR/MDR yang diobati
x 100%
Jumlah kasus TB RR/MDR yang ditemukan
134
Jumlah pasien TB RR/MDR yang ditemukan dan yang diobati bersumber pada
JTuBm .0la6hMpDaR siednanTT BBR .0R1/ .yang ditemukan dan yang diobati bersumber pada
TB.06 MDR dan TB.01 MDR.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 100%.
AInndgikk tomr iniinm i adl iyhaitnugnghasruestiadpicatp ri a
wiualadnalasheb 1a0g0a%i . alat ukur keberhasilan upaya
Imndeim kaatsotrikainni sdeim hiutuanp ga ieniaT pBtrRiw Ru/MlaD n Rse yabnag adiiteam laut kuaknudr iokbeabteirsheahsinila
gnga urpaanyt i
m
penularan bi a diput us. Penc apaian t arget ini sangat tergantung pada egfe
e m a s t ik a n em u a p a s i en T B R R / M D R y a n g d ite m u k a n d i ob a t i s e hi n g akrtaifn
ittaasi
p n u l a r a n b is a d i pu t us . P e n c a p a i
k egiata n KIE yang dilakukan di f asyank es maupun m asyarak at.a n t a r g e t in i s a n g at t erg a n tu n g pada efektifitas
kegiatan KIE yang dilakukan di fasyankes maupun masyarakat.
21) Angka keberhasilan pengobatan TB RR/MDR atau Treatment Success Rate
21) Ad naglkaah kKeebbeerrhasillaann PpeennggoobbaatatannTTBBRRRR/M /MDDRRaadtaalauhTarn eg
aktm
a eyn atngSumcecneusnsjuRka ka ten
Apedrasle an hta Kseebepra hsaiseinlanTP BeR ngRo/bMaDtaRn T yaBnR g Rm /M eDnyRelaedsaiakh ananpgeknagyoabnagtam n e(nbuanikjukyaka nng
psem rsbeunh t asm e apuapsuie nn pTeBngR obRa/Mt aDn Rleynagnkgapm ) edniayenlteasra ikpaansipeenngToBbaR taRn/M (bDaRik yang
sdeiom bbau ti.h Dmeanugpaunn dpeem ngikoiabnataanngle kangkinaip)mdeiraunptakraanpapseiennjumTlB ahaRnR/d MaDriR aynagnkg a
d i o b a ti. D e g a n d e
k esem buhan dan angka pengobatan lengkap. m iki a n a n g k i n i m e ru pakan penjumlahan dari angka
kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.
Rumus:
Rumus:
Jumlah pasien TB RR/MDR yang menyelesaikan
pengobatan (sembuh+pengobatan lengkap) x 100%
Jumlah pasien TB RR/MDR yang diobati
135
Supervisi harus dilaksanakan di semua tingkat dan disemua unit pelaksana, karena
dimanapun petugas bekerja akan tetap memerlukan bantuan untuk mengatasi masalah
dan kesulitan yang mereka temukan. Suatu umpan balik tentang kinerja harus selalu
diberikan untuk memberikan dorongan semangat kerja.
a. Perencanaan Supervisi
Sebelum melaksanakan supervisi efektif perlu dilakukan perencanaan dengan baik,
sehingga supervisi dapat mencapai tujuannya. Hal-hal yang penting diperhatikan
didalam perencanaan supervisi adalah:
1) Supervisi harus dilaksanakan secara rutin dan teratur pada semua tingkat.
• Supervisi ke faskes (misalnya: Puskesmas, RS, BBKPM/BKPM, termasuk
laboratorium) harus dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.
• Supervisi ke kabupaten/kota dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan
sekali, dan
• Supervisi ke provinsi dilaksanakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
b. Persiapan supervisi
Persiapan perlu dilakukan agar pelaksanaan supervisi mencapai tujuannya secara
efektif dan efisien. Persiapan supervisi meliputi:
1) Penyusunan jadual kegiatan.
2) Pengumpulan informasi pendukung.
3) Pemberitahuan atau perjanjian ke faskes/dinkes/instansi yang akan dikunjungi.
4) Penyiapan atau pengembangan daftar tilik supervisi.
5) Menyusun kerangka laporan.
c. Pelaksanaan supervisi.
Dalam pelaksanaan supervisi hal-hal yang perlu diperhatikan, terutama:
1) Kepribadian supervisor:
• Mempunyai kepribadian yang menyenangkan dan bersahabat.
• Mampu membina hubungan baik dengan petugas di faskes/dinkes/instansi yang
dikunjungi.
• Menjadi pendengar yang baik, penuh perhatian, empati, tanggap terhadap
masalah yang disampaikan, dan bersama-sama petugas mencari pemecahan.
• Melakukan pendekatan fasilitatif, partisipatif dan tidak instruktif.
Riset operasional pengendalian TB diarahkan kepada riset yang bersifat Experimental yaitu
riset yang lebih berorientasipragmatis, bukan berorientasi pada penjelasan (explanatory).
Area yang menjadi saasaran operasional riset TB adalah pengujian terhadap teknologi dan
intervensi baru.
•
II
•
3. Mengumpulkan data untuk mendukung perumusan kebijakan untuk intervensi tertentu.
Riset operasional TB perlu disesuaikan dan diprioritaskan sesuai kondisi epidemi TB dan
Strategi Program Pengendalian TB di Indonesia, maka dibutuhkan riset operasional untuk:
1. Memperbaiki kualitas program:
a. Peningkatan aksesibilitas pencegahan, diagnosis, dan pengobatan TB dan TB-HIV
b. Terbentuk kerjasama pihak pelayanan pemerintah dan swasta dalam penanggulangan
TB.
c. Terbentuk kerjasama antara penanggungjawab program TB, dengan program
kesehatan lain yang terkait, seperti Penangulangan HIV, Penanggulangan Penyakit
Tidak Menular-Diabetes Melitus.
d. Mengoptimalkan akses dan kepatuhan pengobatan pengobatan TB,
e. Peningkatan akses pengobatan bagi orang dengan TB resistan obat.
2. Peningkatan peran-serta masyarakat umum & khusus (LSM, Kaum Bisnis, dll).
a. Mengembangkan metode yang menggerakan peran-serta masyarakat termasuk
komponen pendanaan yang mampu meningkatkan efektivitas program.
b. Mengembangkan perilaku yang mampu menekan penularan TB.
3. Mengubah perilaku masyarakat dan penyedia layanan
a. Mengembangkan metode perubahan perilaku masyarakat.
b. Mengembangkan metode yang mengubah perilaku penyedia layanan.
4. Upaya intensifikasi penemuan kasus TB yang dilihat dari sisi penyedia layanan maupun
masyarakat rentan.
a. Meningkatkan akses layanan pengobatan pada populasi rentan dan termarjinalkan.
b. Memperkuatkan integrasi layanan TB dan HIV.
c. Upaya mencegah penularan TB di fasilitas kesehatan, keluarga, dan masyarakat.
Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan, merupakan suatu rencana jangka
pendek yang disusun berdasarkan dari rencana kegiatan jangka panjang yang telah
ditetapkan dalam proses penyusunan program untuk mencapai tujuan atau kondisi tertentu
yang diinginkan dengan berbagai sumber daya.
Alokasi dana dalam anggaran nasional dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) bertujuan
untuk membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan sebagai upaya mendukung pencapaian target program, dan pembangunan
milenium (MDGs) tahun 2015 dan post MDGS 2015.
Pembiayaan kegiatan program TB, saat ini didapatkan dari sumber pembiayaan melalui
anggaran pemerintah dan hibah. Berikut penjelasan untuk sumber pembiayan
pengendalian TB:
••
A BABXIV
•
1. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Alokasi pembiayaan dari APBN digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan
program TB nasional, namun dalam upaya meningkatkan kualitas program di daerah,
Kementerian Kesehatan dalam hal ini Sub Direktorat TB melimpahkan kewenangan
untuk mengelola dana APBN dengan melibatkan pemerintah daerah dengan mekanisme
sebagai berikut:
a. Dana dekosentrasi (dekon) yaitu dana dari pemerintah pusat (APBN) yang diberikan
kepada pemerintah daerah sebagai instansi vertikal yang digunakan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi. Dana dekonsentrasi untuk program pengendalian TB
digunakan untuk memperkuat jejaring kemitraan di daerah melalui lintas program dan
lintas sektor, meningkatkan monitoring dan evaluasi program pengendalian TB di
kabupaten/kota melalui pembinaan teknis, meningkatkan kompetensi petugas TB
melalui pelatihan tatalaksana program TB.
b. Dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan adalah dana perimbangan yang
ditujukan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Kesehatan di Daerah. Dana ini diserahkan
kepada daerah melalui pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menyediakan sarana
dan prasarana pelayanan kesehatan seperti alat dan bahan penunjang di laboratorium
dalam rangka diagnosis TB dan perbaikan infrastruktur di kabupaten/kota termasuk
gudang obat,
c. Bantuan operasional kesehatan (BOK) diserahkan kepada fasilitas pelayanan
kesehatan untuk membiayai operasional petugas, dan dapat digunakan sebagai
transport petugas fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pelacakan kasus yang
mangkir TB, pencarian kontak TB
3. Dana Hibah
Kementerian Kesehatan dalam hal ini Sub Direktorat TB merupakan salah satu program
yang mendapat kepercayaan menerima dana hibah dari luar negeri. Saat ini berbagai
keberhasilan telah banyak dicapai oleh program TB, namun sebagian besar pembiayaan
masih tergantung kepada donor (PHLN).
Hibah dari Global Fund merupakan bagian terpenting dari keseluruhan dana untuk
program TB, permasalahan yang terkait dengan pendanaan donor (restriksi/suspend)
akan berdampak secara langsung terhadap kinerja program. Kondisi saat ini hampir 61%
dana operasional pengendalian TB terutama di provinsi dan kabupaten/kota dibiayai oleh
Global Fund, walaupun sudah ada kebijakan proporsi pemerintah (APBN) dari 23% pada
tahun 2009 menjadi 30% tahun 2011, dan menjadi 35% pada tahun 2014 (Strategi
Pengendalian Nasional TB). Oleh karena itu diperlukan mobilisasi sumber pendanaan
yang ada (APBN/APBD dan peran swasta) untuk kesinambungan keberlangsungan
pengendalian TB.
Kegiatan-kegiatan yang dibayai melalui sumber anggaran hibah ini harus merupakan
bagian komplementer dari kegiatan-kegiatan bersumber anggaran rupiah mumi. Tidak
diperbolehkan ada suatu kegiatan tersendiri yang tidak memiliki keterkaitan dengan
program dan target prioritas nasional, dan tidak pula menyusun kegiatan-kegiatan yang
bersifat tumpang tindih (overlap) dengan kegiatan bersumber pembiayaan lainnya. Tetapi
kegiatan bersumber PHLN justru harus mengisi kesenjangan pembiayaan atas kegiatan
yang sangat dibutuhkan dan dapat menyentuh langsung kepada masyarakat
Pelayanan kesehatan untuk TB adalah penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat sehingga harus dibiayai langsung pemerintah maka dukungan
pembiayaan bisa disusun dengan lebih jelas dan transparan dimana pemerintah (baik pusat,
provinsi maupun kab/ Kota) bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan
pembiayaan kegiatan UKM.
•
BABXIV
•
Pemerintah juga tetap bertanggung jawab dalam pembiayaan kebutuhan sarana UKP
tertentu misalnya OAT, reagensia dan lain, karena barang-barang tersebut langsung terkait
dengan upaya mempercepat diagnosis dan pengobatan TB. Selain itu tentunya terlalu
riskan dari sisi kualitas dan kuantitas untuk menyerahkan komponen pembiayaan tadi ke
masing-masing UKP. Komponen kegiatan kegiatan UKP lainnya baik di strata 1, strata 2
dan strata 3 akan dibiayai langsung oleh komponen pembiayaan UKP yang sejak tanggal 1
Januari 2014 merupakan tanggung jawab BPJS Kesehatan sebagai Badan pelaksana
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJKN).
Upaya keseluruhan pada butir-butir yang telah dibahas diatas adalah saling berhubungan
(saling berkaitan, saling berpengaruh, saling bergantung) satu sama lain, diselengarakan
dalam satu daerah (kabupaten/kota merupakan unit management dasar) dalam satu sistem
kesehatan daerah. Keseluruhan stakeholders dalam sistem kesehatan tersebut dapat dilihat
pada bagan di bawah ini.
Gambar 17. Upaya Kesehatan Perorangan/Rumah Sakit dan Berbagai Stakeholder dan
Lingkungan-Strateginya.
PEMDA&DPRD
Lingkungan Peraturan
BABXIV
PERENCANAAN DAN PENGGANGARAN PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
D.Pembagian peran dan wewenang dalam pengendalian TB.
Pembagian peran dan wewenang dalam pengendalian TB bertujuan untuk:
1. Meningkatkan komitmen dan kepemilikan program antara pemerintah pusat dan daerah
2. Meningkatkan koordinasi, keterpaduan dan sikronisasi perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan penilaian program
3. Efisiensi, efektifas dan prioritasi program sesuai dengan kebutuhan.
4. Meningkatkan kontribusi pembiayaan program bersumber dari dana pemerintah pusat
dan daerah untuk pembiayaan program secara memadai.
2. Tingkat Provinsi
a. Menyediakan kebutuhan reagen dan penunjang laboratorium untuk penegakan
diagnosis TB sebagai buffer
b. Melakukan koordinasi lintas program/lintas sektor dan kemitraan untuk kegiatan
pengendalian TB dengan institusiterkait di tingkat provinsi
c. Mendorong ketersediaan dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan
pengendalian TB
d. Pemantauan dan quality assurance untuk laboratorium/pemeriksaan diagnostik
e. Monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis kegiatan pengendalian TB
f. Pemantapan surveilans epidemiologi TB di tingkat kabupatenlkota
g. Pendanaan kegiatan operasional pengendalian TB yang terkait dengan tugas
pokok dan fungsi
••
A BABXIV
•
d. Menyediakan dan meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan pengendalian TB di
fasilitas pelayanan kesehatan
e. Monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis kegiatan pengendalian TB
f. Pendanaan kegiatan operasional pengendalian TB yang terkait dengan tugas pokok
dan fungsi
g. Pemantapan surveilans epidemiologi TB di tingkat kabupaten/kota
Pembagian peran dan wewenang dalam program pengendalian TB tidak hanya yang
bersifat vertikal namun juga horisontal dimana keterlibatan dari lintas program, lintas sektor
dan unit pelaksana teknis dari Direktorat Jenderal PP&PL seperti Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) dan B/BTKL sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi masing-masing.
BAB XIV
PERENCANAAN DAN PENGGANGARAN PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
147
TAMBAHAN TB HIV PADA ANAK
Anak terinfeksi HIV mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar, terinfeksi, dan sakit TB.
Risiko ini dipengaruhi oleh derajat imunosupresinya. Setiap anak yang terinfeksi HIV di
wilayah endemis TB harus diinvestigasi status TB nya secara regular pada saat melakukan
kunjungan ke Fasyankes dengan cara melakukan penilaian klinis terlebih dahulu. Pada
daerah endemis TB dan HIV, TB banyak ditemukan pada anak terinfeksi HIV, sebaliknya
infeksi HIV banyak ditemukan pada anak sakit TB. Tes HIV dianjurkan dilakukan secara rutin
pada semua anak yang didiagnosis sakit TB dengan metode TIPK
<24 bulan:MulaiARV Bayi atau anak Bayi atau anak berisiko Monitoring klinis
dan ulangi viral load tidak terinfeksi terinfeksi HIV selama secara berkala
untuk konfirmasi inteksi belum berhentiASI
Asumsiterinfeksi
bila anak sakit;
Asumsikan tidak terinfeksi
bila anak sehat
Tuberkulosis pada anak terinfeksi HIV (selain TB milier, meningitis TB dan TB tulang) harus
diberikan 4 macam obat (RHZE) selama 2 bulan pertama dilanjutkan RH selama 4-7 bulan.
Bila menunjukkan perbaikan klinis dilanjutkan dengan INH saja selama 6 bulan untuk mencegah
kekambuhan
Pada meningitis TB, TB milier, dan TB tulang diberikan RHZE selama 2 bulan pertama dilanjutkan
RH sampai 12 bulan.
PETUNJUK PRAKTIS
Dosis OAT yaitu INH 10 mg/KgBB/hari (maksimal 300 mg), Rifampisin 15 mg/KgBB/hari (maksimal
600 mg), PZA 35 mg/KgBB/hari (maksimal 2000 mg), Etambutol 20 mg/KgBB/hari (maksimal 1250
mg)
Pada meningitis TB, TB milier dengan distress pernapasan, efusi pleura dan efusi perikardial
diberikan tambahan kortikosteroid berupa prednison 1 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 6
minggu, selanjutnya di-tapering-off selama 6 minggu.
Riwayat pengobatan sebalumnya: Balum pemah/kurang dari 1 bulan D lnisiatif pasianlkaluarga Baru satalah Gagal
Pamah diobati lebih dari 1 bulan D Anggota masyarakat Kambuh Diobati selalah Lost to follow
P
. -a-ru-t-B-C
--G-· 0Tidakada DA-d--a-. U
-·-k-u
·-r·a
··n··-······-
Fasilitas Kasahatan dahan dari:
····m···m
··
Nama Faskes
Skoring TB Anak Alamat Faskas
Parameter 0 1 2 3 Skar Doktar Prakllk Kab/Kota
Leporan keluarga, Provinsi
. BTA (-)IBTAlldak BTA(+)
KontakTB Tldak
JaluiBTAlldak Kadar
tahu
Uji Tuberkulin Poaitif dart
10mrM:5m
Lain -
Negalii - - m peda
lmmunokompr Paru Exira
omals
Klinia gm buruk
BBITB<IIO% atau
BBglzl - 8111U <70% -
8111U BB/U<60%
HailPemerikllaan Dahak
Demam }'ling Udak dlk8111hul - :t2 mlnggu - - Bulan BB(Kg)
Batukkmnik ;o3 minggu
Ke Tanggal No. Reg Lab BTA") Blakan
Pernbeearan kalenjar limfe 1 em, >1tidak 0
kolll,akella,lngulnlll - -
11}'8 (awall
Pernbengkaken b.Jiang/llandi Ada
panggul,luM,falang - pambengkaken - - 3
Gambaran
Folo Toraks Normal SuiJI'SIIflB AP
SkarTotal ") Tulislah 1+, 2+, 3+, Scanty,atau Neg sesuai dengan hasil pemeriksaan dahak
II.TAHAP LANJUTAN:
Bulan
• • 10 12 14 15 16 17 10 19 20 22 26 27 20 Keterangan
'Bsrilah Ianda "4 jik:a pasisn ds:tang mengambil obat atau pengobatan di bawah pengawasan petugas kesehatan.
Bsrilah tanda "garis lums putus-putus snuai tanggilllll minum obaf' jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri di rumah.
Penyampaian
Status
Tgl. Tes status HIV
(Pos/Nog/TK)
konseling Pasca
I I
Nomor Identitas
Kependudukan (NIK)
Tanggal Perjanjian
Mengambil Obat, Konsultasi Dolder, Periksa Ulang Dahak
Jumlah OAT
Tanggal harus
..
81/a karlu 1m sudah penuh dapat d1gant1 dengan karlu baru.
Keg
I:IUIUI I:IUI8n
Reg
en
(5) Jenls Kel1rnln (11) Rlwayat Pengobalan TB (15) Kategort OAT (16) Sedlaan Obat (17) Sumber Obat (18,19,20) Hasll Sebelum (22,24,26,28) HISIIBTA (29) Hasll Pengobatan (32) status HIV (35) Dlplndah ke
dllsl dengan: sebelumnva dllslden11an: dllsl dengan: dllsl den an; dllslden11an: Pen11obatan dllsl dengan: dllsl dengan: Untuk Hasll dllsl: dllsldengan: TB.03 MDR dllsl den11an
Tulia L:untuk janis kel1rnin Tulis BP :Belum pennah/ Tulia 1untuk Kalsgori 1 Tulis KDT :untuk KDT Dewasa Tulia PR :Program P2TB Tulia Pos :untuk hasilPositif Tulia Pos :untuk hasil Positif Tulia S :untuk Sembuh Tulia Pos :Hasiltas HIV reaktif dangan manulliskan Tanda Rumput
laki-laki kurang dari 1bulan Tulia 2 untuk Kalsgori 2 Tulia Kombipak : untuk Kombipak/ Tulis BS : Biava Sendiri Tulis Nag :untuk hasil Nagatif Tulis Nag : untuk hasil Nagatif Tulis Pl:untuk Pangobaten langkap 3 melode pemeriksaen (.J) jika identitas pasien
Tulis P : untuk jenis kelamin Tulis P : Pamah diobati lebih dari 1bulan Tulis 3 untuk Kalsgori Anak obat lapas d8WBS8 Tulis AS : Asuransi Tulis TD :untuk hasilTidak Dikatahui Tulis G:untuk Gagal Tulis Nag : Hasiltes HIV Non Reaktif dipindahksn ke TB.03 MDR
perempuan Tulis 4 untuk PP INH Tulis Kat Anak 3 Obat:OAT Anak Tulis l : Lain-lain Tulis M:untuk Meninggal Tulis TK:Tidak dikatahui,diisi bila pasien
dengan 3 Jenls obat dart tahap awal Tulia LF:untuk Lost ID Follow up Udak mengetahul status HIV, atau
Tulls Kat Anak 4 Obat: OAT Anak Tulls TD: untuk Tidak Dlevaluasl Petullas Udak men atahulhasll HIV,atau
denQan 4 jenis obat dari tahap awal petuQas tidak bisa menyimpulkan hasiltes HIV
REGISTER TB KABUPATEN/ KOTA
I PENANGGULANGAN TB NASIONAL I ITB.03 I
Koda Kabupaen/Koba
KabUplltanl Kota TRIWULAN :
Prcwlnal : TAHUN
Pam.rtlul•nDahak Hull Akhlr Pangobatan KolaborulKaglatan TB.fiiV
Sebelum PangobMIIn All:hlr Bulan ka 2 Aklllr Bulan ka 3 Bulan ka5 Akhlr Pengobatan L.ayanan T•HIV L.ay.nan hngobatan HIV
DaNr
Rlwayat H .il (Pos/Nag(TD)
No. Nornor ldentltu Jan'- Lokaal Diagnosis TanggalMulal
Umur PangobMIIn SkoringTB Katagori 8adi .n Sumbar Dipindah ka
No Regl.truiTB Nama Polen Kap ndudululn Kalamln Alamat L.anglulp Namafukn DlruJuk Oltth Peny.klt TB Pengobatan Tanggal Kallanngan
(Thn) TB Anak(0·12) OAT Obet Obat No HaiiBTA No HuiiBTA No HuiiBTA No HaiiBTA Hull Tanggaltaa Statua HIV Tanggalmulal Tanggalmulal TB.03MDR
Kabll<ota (NIK) (UP) (PIEP) (Baktartolog (HHIBBITTTT) (HHIBBITTTT)
Sebelurmya Tu Reg Lab (Poa/Nag) Rag Lab (Poe/Nag) Rag Lab (Poa/Nag) Rag Lab (Poa/Nag) HIV (Poa/N'IiJK) ART PPK
181 Kllnla} BTA Blakan
C.pllt
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29) (30) (31) {32) (33) {34) (35) (36)
(5) Janis K&lamin (9) Dirujuk olah diisidangan: (11) Riwayat Pangobatan 1B (15) Kalegori OAT (18) Sadiaan Obat (17) Sumbar Obat (18,19,20) HasilSabalum (22,24,26,28) Hasil BTA (29) HasilPangobatan (32) Status HIV {35) Dipindah ka
diisi dengan: Tulis IP :lnisiatif Pasien/ Keluarga sebelumnya diisi dengan: diisi dengan: diisi dengan; diisidengan: Pengobatan diisi dengan: diisidengan: Untuk Hasil diisi: diisidengan: TB.03 MDR diisidengan
Tulls L :untuk janis kalamln Tulls AM : Anggota Masyarakal Tulia BP : Balum pamah/ Tulls 1 unluk Katago1 Tulls KDT :unluk KDT Dawaaa Tulls PR:Program P2TB Tulls Pos :unluk hull Poslllf Tulls Pos :unluk hullPoslllf Tulls S :unluk Sambuh Tulls Pos : Hulltas HIV rHkllf dangan manulllskan Tanda Rumput
laki aki Tulis FK : Fasilitas KaiiBhatan kurang dari 1bulan Tulia 2 unluk Katagori 2 Tulia Kombipk :unluk Kombip kl Tulis BS : Biaya Sandiri Tulis Nag :untuk haail Nagatif Tulia Nag :unluk hasil Nagatif Tulia PL:unluk Pangobatan Langkap 3 metoda pamariksaan () jiks idantitas p sian
Tulis P :untuk janis kalamin Tulis DPM:Doktar Praktik Mandiri Tulis P : Pamah diobati labih dari 1 bulan Tulis 3 unluk Katagori Anak obat tapas dawasa Tulis AS : Asuransi Tulis TD:untuk hasilTidak Dikatahui Tulis G:unluk Gagal Tulis Nag :Hasil las HIV Non Raaktif dipindahkan ka TB.03 MDR
perempuan TulisK :Kader Tulis 4 unluk PP INH Tulis Kat Anak 3 Obat: OAT Anak Tulis L :Lain-lain Tulis M:unluk Meninggal Tulis TK :Tidak diketahui, diisibila puien
Tulia Lt..... : Lain-lain/ Sabutkan dangan 3 janis obat datahap awal Tulis LF: untuk LCI8t !o Follow up tidak mangetahul status HIV,atau
Tulis Kat Anak 4 Obat: OAT Anak Tulis TD: untuk Tidak Diavaluasi patugas tidak mangstahuihasil HIV,atau
dengan 4 jenis obat dari tahap awal petugas tidak bisa menyimpulkan hasil tes HIV
I PENGENDALIAN TB NASIONAL I I TB.D4 I
REGISTER lABORATORIUM TB
Nama LebMricrium P$tri!Jriba UNTUIK LABORATORJIIJM FASKES MIKROSKOPIS DAN ATAU TES CEPAT Jumlah SEidiun Potlitif
Kebupstertl Kote. Jumleh Sedlun S::enty
Provinsii Jumluh &n:liaan Negatif
'·i·:rlor idE-t;l;le <urwnjc.dt;Van (I'J r,_,
D
Sewaklu
D D D
+
D
")
RIF
Sewaklu/Pagi
Sewaklu/Pagi
4+ 3+ 2+ 1+ D NTM Kontaminasi
1
-19-1
(,,,,,,, ''''' '' ''''' ''''''',,.,,) (.,, ''''''' ''''' ''''''' '''''''..)
*) Diisi sesuai doogan kode huruf sesuai identltas sediaa!V Kritena Suspek MDR
wak:tu pengambilan dahak. Tulis no kri!eria suspek
") Beri lando rumput pado hosil pemeriksaanl tingket posilif yang...uoi. sesuaidi bawah ini
-") lsi denganjumlah BTAikclool yang ditemukan
-) Untuk loolom INH dan RIF diisi R: Resislen,S: Sensilif. 1 : gagal Kal2
Untuk kolom MTB diisl MTB: Mymbacterium Tuba!&Uiosis, NTM: Non Tuba!&Uiosis Mycobacterium 2 :tidak kooversi kat 2
3 : pengobatan non DOTS
Nomor identitas sediaan unh.!k pasien TB MDR,terdiri dari 4 kelompc« angka dan 1huruf,sebagal berikut: 4 : gagal kat 1
o Kalompok a!1;i<a pertama tardiri dari 2 angka yang merupakan kode RS fliLl<an MDR, misalnya 02. 5 :tidak kO!l'lorsi kat 1
o Kolompok a!1;i<a kedua miri dari 3 angke yang merupaken nomor urut "" "'· misalnya 015. 6 :kambuh (kat!atau ka!2)
o Kolompok a!1;i<a kettardiri dan 2 angka yang merupekan kode bulan, misalnyo 10 untuk bun Oklllber. 7 : pengobatan S<>lelah defautt
o Kelompok angfm keampat lertllri dari 2 angka yang marupakan kode untuk. tahun, mlsalnya 08 untuk tahun 2008. 8 :loontak erat pasien MDRIXDR
Nomor identitas sediaan untuk pasiien TB, tmliri dari 9:Til-HIV
Kalompok a!1;i<a kodua miri dan 5 angka:
o Kolompok a!1;i<a pertama terdin dan 2 angka yang merupakan kode kaMrola, misalnya 02.
o- 3 011Jka pertama merupakan kode Faskes, misalnya 015.
2 angka berilrutnya merupakan nomor urut Polldl RS. Untuk Faskes yang penjaringan terduga TB hanya di saiD PcMi,
PfllGfNOAIIAN TB NA. !ONAI TB.06
DAFTAR TERDUGA TB
N""' Fa!llas Koalllllln D TB
Kallupoler/ Kola
l'rov ol D TBII!lll Bt.lan ........................... Talul
Nomor kllontitu Kapandudukan {NIK)
Asuy)
lahir
UIJ Pemelimn l'o n11!1111
I
HniiB ""'I d rnleh
11 16 ""'""' 19 10 11 11 14 15 17 18 31
Keteranpn {1!,19,m) Pemil!tiln Hasl! tatlki'Ollkopl1 (A,B,CJ (22) l'l!nulilon HBIIII Blalon (35} Peoolson Hal Xpolt U111/Rf 11n mlloon HallPA {/ill} Kllt<ria lu'l"k MDR (41}111>iusHII'
121No lderrlltls Sed!aan Oahak :Sesual formullr TR051Kode Kilb/Kode Faskes/No Uru {4) NIK :Nomor lderliltas Kependudukan sesualdengan KTP Tulls Nu:lldakd!temukan BTAd lam 100 lP Ts Neo: Toai lll:ri>l1 Toolloil: Mlll001DElETED TooMTBII'I! Tllis11111ui "'""lR...,..,;""""'" - T sRil<a-
Nomorldentltassedlaan untuk paslen TB MDR,1erdfr1 dar14 kelompokangka dan 1huruf,:sebagalberlkut: fSI Jenis Kelamin : Tulis "L' unruk ienis kelamin Laki-laki. dan "P'' unil.lk ienis kelamin oeremoua1 TullsJuii'Mh !ITA: dltemuk.in 1-9 IJTA dalam100 LP Ts Jumilll Kolont J- kolo!i 1-19 Too Rll illn: !liB IIElECTED, RIF RESISTANCE 001DElETED T is ltfl Sin, IU San Tillsllllluk"'""lRI!i<""""'""""""- Ts NRika Nonlleo l
Ol
>100.21111-
RIIS..
l
Ts NTM: ll!mla d"""-'lllli:\Jmn Ncn 1-
T;oillllli< Polo rB """"liiiS'Isl k<rtak oal""' rB MDR
Tll!W,..W
-3 angka pertama merupakan kode Faskes, misalnya015. (24-33) Ponuli''" HBIIII Uj KopoUI Tulis!ll!rtiika hasil oemer1ksaan tidak ada kesan TB dirtU: 061"1Xlba!anlB MDR
-2 angka berikutnya merupak<ln noroorurut Poli di RS. Untuk F•yarg penjarlngan tmluga TB hanya di sotu Poli, menuliskan 00. T'S' jka lool kepoi>an Sore !
o Kektmpokanglul ketig:<tenliri dari 4 an8ko yangmerupakan nourutsesuai TB Ol.idan d ambahkan !rode huruf ABC s.d JKsesuai dengan pedoman nasionai, misalnya 0101A. T''R" jka hosl kep00l011le0"'n
PENANGGULANGAN TBNASIONAL TB.07
L.APORAN lRIWULAN PENEMUAN DAN PENGOBATAN PASIEN TB KABUPATENIKOTA
Unb.Jk pasian tedaftar dalam Triwlllan: Tahun, _
Bulan: £ld
L T
..... L
M l: ,Tgl
Yarw.Marriluat L.aporan
NIP: NIP:
I PENANGGUI.ANGAN TB NASIONAL I TB.07
REKAPITULASILAPORAN TRIWULAN PENEMUAN DAN PENGOBATAN PASIEN TB PROVINSI
Untuk pasien tedaftar dalam Triwulan: Tahun _
Bulan: sld
Blok2: lsTB
TerdupTBJIIIIhull
blldlrlalagii!IJI Palllf
Ke;llln1BIIIY
Anlk 0.... TOTAL
L p T L p T L p T
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Pasien1B yang di tes HIV atau status
HIV sudah dikalahuipada saat
penegakan diagnosis1B
Pasien1B dengan status HIV positif
Pasien TBIHIV yang mendapatkan
Pasien TBIHIV yang mendapalkan
Mengetahui:
,Tgl
YangMembuat Laporan
NIP: NIP:
PENANGGULANGAN TB NASIONAL TB.08
LAPORAN TRIWULAN HASIL PENGOBATAN PASIEN TB KABUPATENIKOTA
Untuk pasien tedu dalam TriwiEn: _ Tahun
Bulan: s/d
Blok 2 :Dill akhlr kaalatln 1B/HIV untuk paslin yang dlrwalatlr b'lwulln lnl
{2] (3)
da
)tAg
)tAg
Mengetahui: , Tgl
YangMembuatLaporan
PENANGGULANGANTB NASIONAI. TB.OI
REKAPITUL.ASILAPORAN TRIWULAN HASIL PENGOBATAN PASIEN TB PROVINSI
UniJJk paaien ledaftardalam Trtto\Jian: _ Tahun
Bulan: s/d
ProYil&i:-----
NemaWafiiJf _
Blok 2 :Dillalkhlr lrlalalln TBJHIV untuk palen Yina dlrt lsllr trlwulan InI
de a
Mengalalwl: ,Tgl
Yillg Membual Lapo111n
I PENANGGULANGAN1BNASIONAL I 11.01
REKAPITUL.ASITAHUNAN L.APORAN HASIL PENGOBATAN PASIEN TB DAN TB RESISTAN OBAT PROVINSI
Unluk pasien1B tedaflar dalam Ta n: _
Untuk pasien TB Resistan tedaflar dalam Ta n:
ProVinsi:-----
NamaWasor:
TlptPIIill
. . ..... .
Jul1llhpilllnTBJlllll
L p Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Pasien TB RRI TB MDR
Pasien Pre TB XDR
PasienTBXDR
Me elahui: ,Tgl
YaMembiJat Laporan
I PROGRAM TB NASIONAL I I TB.o91
FORMULIR RUJUKAN I PINOAH PASIEN TB
Nama inslansi pengifim Telp.
Nama inslansi yang Telp.
dituju
Nama pasien
Jenis kelamin Umur LIJ thn
Alamallengkap
No Reg TB Kab/Kola
Nom or ldentitas Kependudukan (NIK) :
Jumlah dosis (obal) yg sudah dilerima: Jumlah dosis lobatlva sudah dibawa:
I
Nama Fasyankes (tempat berobat baru)
Telp.
'
----------- Tgl.
I PROGRAM TB NASIONAL I TB.10
Nama pasien
Janis kelamin
Alamat lengkap
(sesuai dgn TB.09)
No Reg Kab/Kota asal pasien (sesuai dgn TB.09)
( )
Kepada Yth.
di
I PENANGGULANGAN TB NASIONAL I I FORM.TB.11 I
LAPORAN TRIWULAN HASIL PEMERIKSAAN DAHAK MIKROSKOPIS AKHIR TAHAP AWAL
(UNTUK PASIEN TERDAFTAR 3-6 BULAN YANG LALU)
Untuk pasien tedaftar dalam Triwulan : _ Tahun: _
Bulan: d
Provinsi: ------------
Kabupaten/ Kota: -----------
NamaVVasor: _
Jumlah
Jumlah Pulen
yang terdllbr Jumlah Pulen Pulenyg
npePulen
dan dlobatl dengan hull BTA dlevalu881
negatlf (38/d 8)
,Tgl
Mengetahui: Yang Membuat Laporan
NIP: NIP:
FORMULIR REKAPITUL.ASI UJISILANG KABUPATEN/ KOTA
Kabupaten Periods Uji
Silang SupeiViscr :Trtwulan :................ Tahun :.........
L.abcratorium WastJr
Kabupaten
JUIILAH BUDE YANG JilL SLIDE Jml.Speelrnen Jml.PIIWVTIUn Jml.Keber.lh1111 Jml.Kelllblllen Jml.Ulwnm Jmi.Kerat.n JUML.AH JENIS KESAI..AHAN BACA KESIMPULAN (JUMLAH)
NAMA FAIILrrAB DIPERIKBA PER TRIWULAN YGDIWI
No. PELAYANAN SILANG
KESEHATAN PER
TRIWULAN
POS Sc.nly NEG B J B J B J B J B J B J PPT NPT PPR II'R 101 KB JCI( B
• • • • I I I .. 1 1z ,. ,. 11 .. ,. ,. ,. .. ., .. .. .. ..
Total :...........fasyankes ... ........ ... ......... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...... ...... ...... ...... ... ...... ...... .....
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
Total dalam % % % % % % % % % % ...% ...% ...% ...% ...%
" " "
Keterangan
• PPT :Posltlf Palsu Tinggi
• NPT :Negatlf Palsu Tinggl
• PPR. :Positif Palsu R.endah
• NPR :Negatif Palsu Rendah
• KH :Kesalahan Hitung
• KB :Kesalahan Besar,terdiri dari PPT dan NPT
• KK :Kesalahan Kecil,terdiri darl PPR,NPR dan KH
•B :Betul
Ketenmpn:
Formulir RekapibJiasi Kabupatenl Katz. diumpanba!ikkan Ire Dinas Kab!Kota dan dilapcrkan ke Lab
RUS2
FORMULIR REKAPIT\JL.ASIUJISILANG PROVINSI
TAIIELI
No.
NEG
POS ScafY NPT PPR P KB KK
• 7
• • 11 11 11
•
.......
"'
Abeolut
"'
Abeolut
"'
1 2 3 4 5 II I 10 11 12 13
Mengetahul
Yang melaporkan
Kepala Bidang
Dinas Kesehatan Provinsi
(........................) ........................)
(
Ketarangan
Form Rekap UJISilang Provtnsldllsloleh wasor Provlnsl
Periode UjiSilang adalah triwulan dimana sediaan diambil untuk diujisilang
Dibuat min 2 rangkap (1untuk Subdit TB,pertinggal provinsi)
Tabelldan II dlklrlmkan kepada SubdltTB Dltjen PP & Psl etlap trlwulan bersama dengan form TB 07, 08, 11, 13, paling lambat tanggallS bulan pertama satu trlwulan berlkutnya
Definisi
Betul :Tidak ada kesalahan
KH :Kesale han Hltung
NPR :Negatif Palsu Rendah
PPR :Positif Palsu Rendah
NTP :Negatif Palsu Tinggi
PPT :Posltlf Palsu Tlnggl
TB12
Dibuat rangkap 2 :
LEMBAR 1 :d sikolom 1sld 3 ,dikirim ka petugas pemeriksa ujisliang
LEMBAR 2 :d sikolom 1sld 4 ,diirim ka koordinator lab RUS, dalam amplop
Hasil Hasil
Pewamaan etebalan (em)
No Baik Jelek Baik Baik Jelek
Baik Baik Besar Kecil
Tgl Tgl Merah Pucat Tipis >2x3 <2x3 Rata
•
10
Hnl1 HasII Kualltal Sedlaan
No ldentltaa
Pemerikaaan Pemerikaaan
Klaelllkasl
Spe lmen "-<naen Keberslhan Ket8bellln Ukuran em Kerataan
No Lab.Pertama Lab. RuJukan Jelek Baik Jelek Baik Jelek
Sadiaan Penilaian Balk, J-. Balk, Jalak,
Baik Jelek Baik BIISIII" Kacll
Tgl Haall Tgl HasII Merah PUcat Berlih Kolor Tebal Tlpls 2x3
>2x3 <2x3 Rata Tdk rata
1 2 3 4 5 8 8 II 10 11 12 13 14 15 18 17 18 111 20 21 22
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
dst
--
Ksnrtaan :Baik ...... % Jelek ...... %
RekDmandaei
( ............................... )
NIP:
Jebe\an:
Laporan Triwulan Penerimaan dan Pemakaian OAT Kabupaten/Kota
2 Jumlah diterima
dalam triwulan
3 Jumlah dipakai/
dikirim ke UPK
(dalam trlwulan)
4
Stok pada han
terakhir triwulan
(Stok akhir)
Total S1ok Akhir
(.....................................) (.............................................)
laporan Triwulan Rskapilulasi Sisa Stok Akhir Triwulan OAT Kabupatsn/Kota
IF Provinsi
Provinsi • Tahun •
Situasi Pengembangan per
Situasi Palatihan (Kompatansi)
KategoriTenaga Ketenaaaan tahun
Pengelola program TB Jumlah Rencana yang akan
Jumlahstaf Aktif Tidakaktif keterangan
yang terlatih TB dilatih
1 2 3 4 5 6 7
TINGKAT FASYANKES
PUSKESMAS
Dokter
Petugas TB (perawat/dll)
Petugas Laboratorium
Petugas Puskesmas
Pembantu
Petugas Farmasi
Petuaas Promkes
Petugas HIV
Petugas PTM (PAL)
Petugas Promkes TB
KaderTB
RUMAHSAKIT
Dokter
Petugas TB {perawat/dll)
Petugas Laboratorium
Petugas HIV
Petugas Farmasi
Petugas Promkes
Petugas PTM(PAL)
TINGKAT PROVINSI
Supervisor TB
WasorTB
Pe!ugas HIV
Pe!ugas PTM (PAL)
Petugas Promkes TB
Laboratorium
Koordinator Pelatihan/PTC
Keterangan:
• UPK lermasuk Puskesmas, RS, klinik lain.
• Pelgas Kab/Kola mengisi kumulatif lingkat UPK dan siluasi ketenagaan spesillk di Kab/Kola. Pelugas Provinsi mengisi kumulalif lingkal
UPK, kumulalif lingkalKab/Kola dan siluasi kelenagaan spesilik Provinsi.
• Jumlah kebuluhan posisi slaf disesuaikan dengan slander yang ada pada buku pedoman.
• Jumlah posisi yang akan dikembangkan disesuaikan dengan rencana pengembangan pelibalan UPK dan slandar kelanagaan pada buku
pedoman.
r-- I'ENANGGULANGAN TB NASIONAL --1
lAPORAN PENGEMBANGAN PUBliC PRIVATE MIX (PPM) DALAM PELAYANAN TB
Kabupaten/Kota Triwulan
Provinsi Tahun
2 4 6
pamerlntah
BP4
---··-. ---··-----· ---- .. --- ··--·- ---- --- ------ ---··-----·· ···--··· -· ·-
JenisUPK didiagnosis
% Dirujuk % llltalaksana %
oleh (pindah) oleh
pemerlntah
BP4
Paru
(1) {2) (3) (4) (5) {6) m (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) {29) (30) (31) (32) (33) (34) (35)
(5) Janis Kelamin (11)Riwayat Pengobatan TB (15) Katagoo OAT (16) Sediaan Obat (17) Sum bar Obat (18,19,20) Hasil Sebelum (22,24,26,28)HasilBTA (29) HasilPangobatan (32)Status Hill (35) Dpi indah ke
diisi dengan: sebalumnya diisi dengan: diisidengan: diisidangan; diisidangan: Pengobatan d sidengan: diisi dangan: Untuk Hasildiisi: diisi dengan: TB.03 MDR diisi dengan
lulls L:unh* jenls kelamln lulls BP :Belum pemah/ T ls 1untuk Kategorl 1 T ls KDT :untuk KDT Dewasa lulls PR:Program P2TB lu s Pol :untuk hasll Posltlf ulls Pol:untuk hasll l'oslllf lulls S:untuk Sembuh lulls Pos:H8SIItes HIV realdlf dengan menulllskan Tanda Rumput
laki-laki kurang dari 1 bulan T is 2 untuk Kategoo 2 T is Kombipak:untuk Kombipakl Tulia BS :Biaya Sendiri Tuila Neg :untuk hasilNegalif Tulia Neg : untuk haeilNegatif Tuli1PL: untuk Pengobatan Langkap 3 metodepemerikeaan (.J) jika identitas pasien
Tulia P:untuk jenia kalamin Tulia P :Pemah diobati lebih dari 1b an T is 3 untuk Katagoo Anak obat lepaa dewaaa Tulia AS :Asuransi Tuila TD :untuk hasilTidak Dikelahui Tulia G:untuk Gegal Tulis Neg : Hasillas HIV Non Reaktif dipindahkan ke TB.03 MDR
perampuan T is 4 untuk PP INH T is Ke!Anak 3 Obat:OAT Anak Tulis L :Lain-lain Tulis M:untuk Maninggal Tulis TK:Tidak diketaooi,diisibila pasien
dengan 3 jenis obat dari tahap awal lulls LF:untuk l..oatiD Follow up tidak mengelaooi status Hill, atau
T is KatAnak4 Obal: OAT Anak Tulia TD:untuk Tidak Dievaluasi pelugas tidak mengetaooihasil Hill, a1au
dengan 4)enls obat dan tahap awal pelugasUdak blsa men)lmp kan haslltes HIV
REGISTER TB KABUPATEN/ KOTA
I PENANGGULANGAN TB NASIONAL
I ITB.03 I
Kocle KabupnNKota :
Kabupalen/l{oja : TRIWULAN
Provlnsl : TAHUN
.. DatU. Hal Akhlr Pengoblan KlnborulKe glmn'J'B.WI
S.belurn Pengobelan Akhlr Bulan kll2 lolchlr Bulan kll S Bulan k115 lolchlr Pengobet.n IAYanu T•HIV l.ayllnsn Pengobet.n HIV
DaNr
No. Nomor ldllnlltee Jenle ..abel DIIQnoale T11f18PIIIIulal Heeil (l'oe Ne ;TD)
Unv Pengobet.n lkoringTB Ka'-aori S.clun Surnber Dipindllh kll
No len.ITB NolaPulen Kapanduduklln Kelln*l Allmlt Langlcap Herne F•klle Dlrujuk 011111 Penyaldt TB Pengobetlln T•IIIIPI KMinlnpn
(NIK)
{Tbn)
(PIEP)
111 Anek(0-12)
(HIWBIITTI)
OAT Obet Ollat No HaiBTA No HaiBTA No H•IIBTA No H•IIBTA Hal T.._.l... statui HIV Tugplmultll T•ngplrrallel 111.03111DR
KabiKIIbl (UP) (Bekterlolog (HHIBBIITTI)
Sltbelurmye
IIIIKini•J BTA Blebn
T11 Reg Lib (Pol/Neg) Reg Lib (PoiiiNeg) Reg Lib (Poll/Neg) Lib (P....eg) HIV (POI/NetiTK) ART PPK
Cepe!
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29) (30) (31) (32) (33) (34) (35) (36)
(5) Janis Kelamin (9) Dirujuk olah diisiclengan: (11) Riwayal Pangobatan1B (15) Kalsgori OAT (16)Sediaan Obat (17) Sumbar Obat (181,9,20) HasilSebelum (22,24,28,28)HasilBTA (29)Ha&il Pengobelan (32) Status HIV (35)Dipindah ke
diisidengan: TuilsIP :hisiatif Pasianl Kaluarga sebalumnya diisidengan: diisidengan: diisi dengan; diisidangan: Pangobatan diisidengan: diisi dangan: Unluk Hasil diisi: diisidangan: 1B.03 MDR diisi dangan
1\JIIa L :unluk)enla kelamln Tuila AM :Anggota Maayarakat 1\JIIa BP :Balum pemahl 1\JIIa 1unluk Kategort 1 Tulia KDT :untuk KDT Dewaaa 1\JIIa PR : Program P21B 1\JIIa Pea :untuk haall Poaltlf 1\JIIa Pea :untuk haall Poallf 11.1111 S:unluk Sembuh 1\JIIa Pea :Haall taa HIV raakllf dengan menulllaken Tanda Rumput
lakHakl Tuila FK : Faallltaa Kasehatan kurang da1bulan Tulia 2 unluk Kategort 2 Tulia Komblpak : unluk Komblpakl Tulia BS :Blaya Sandi Tulia Neg :unluk haall Negatlf Tulia Neg :untuk haall Negatlf Tulia PL: unluk Pengobelan Lengkep 3 matoda pamartkaaan (oo/) Jlka ldant aa paalan
Tulia P:unlukjanis kelamin Tuila DPM: Doklar Praktik Mandiri Tulia P :Pemah diobati lebih clari 1 bulan Tulia 3 unluk Kategori Anak obat tapas dewaaa Tulia AS :Asuransi Tulia TD : unluk hasil Tidak Diketahui Tulia G:unluk Gagat Tulis Neg :Ha&il tea HIV Non Raaldif dipindahkan ke 1B.03 MDR
perempuan TuilsK :Kader Tulia 4 unluk PP INH Tulia Kat Anak 3 Obat :OAT Anak Tulis L :Lai,..lain Tulis M: unluk Meninggal Tulia TK:Tidak diketahui,d aibila pasien
Tuila L /•.•..:Lalnalnl Sebutkan dengan 3 janis obat datahap awal Tulia LF:unluk Lo&t to Follow up Udak mengetahul atatua HIV, atau
Tulia Kat Anak 4 Obat:OAT Anak Tulis TD:unluk lidek Dievaluasi patugas tidak mengalahui hasliHIV, etau
dengan4 janis obat dari tahap awal patugas tidak bisa manyimpulkan hasiltes HIV
PENGENDAUAH TB NASIONAI. TB.06
DAFTAR TERDUGA TB
N""FooilaKosehalan 0 TB
Kallupat>nl Kola
PIWilli 0 TBMDR IIUan............................. Talm .............
.. ,... ,.,.......
No, NloniOnSed... iqjli
"' Llillr Umur
·· IJO"'I'IB lrilln)
"""
..., .........,
.. PfM'llerikuln 1!111erll-
llomile_i.."" Kllnln iB SlloringTB Kolllg1J0{11<01] .._TillB
(Nom«llillnll1a AMI IDI1TanluJa1R
""'"" TiidM:Dirujuk Kllel'lllllfln
" ' l
' I
... ""
"'" '"'
-··
!2) No ldentitls Sedlaan Dahak : Sesuili furmulir TB OS (Kode Kab/Kode Fas No Uru
IOOi'nor idlll'llitas sedia.an .mtuk pasien TB MDR, tmliri dari 41celompok angka dan 1huM,oebafii beribJt:
o Kelompok an@!.;pelt! mil terrliri dari2 an@!.;yang merupakan ltode RS rujubn MDII, rrigln)'il 01
{4} NIK :Nomor ldentltas Kependudukan sesuai denRl!n KrP
o Kelompok an@!.;kedua tercliri clari 3 angka yangmerujlilbn nomor urut suspemisalfl'!llllli
1111!.l01"'"""'""' WI
Tuli$ lieg:lidak ditemulr.an 5TA d.alam 100 iP
.
{l2) Powlilm llal'll!ilkol
Tuo Nog: '""'"" ilri!"11Milt !
{5) Jenis Kflamin :Tulis
'L'untukjen!s kelamin l.ald akf,dan 'P"
untukjenis lrelamin
perempuanTulis.lllmlah STA:diterokan 1-
ll6J """"' Hal Xport 1111!1111
Till !log: Mill MJT IJEitCilll
Keluarga,"AM" untuk
Ilrilor•SUlpelr MDI
Tils1i1111l<Pao0\lllJ011 ·2