Anda di halaman 1dari 68

Diagnosis dan Tatalaksana

TB Sensitif Obat
Ferdy Ferdian

Divisi Respirasi dan Kritis Respirasi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Universitas Padjajaran
Outline
Pendahuluan
Diagnosis
Gejala klinis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Alur diagnosis
Tatalaksana
Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.tb)
MTB dpt menginfeksi hampir semua organ, tersering paru-paru
TB Sensitif Obat (SO) adalah TB yang masih sensitif terhadap
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Lini pertama
MTB ditularkan melalui udara (airborne disease). Satu kasus TB
yang tidak diobati, dapat menularkan 10-15 dengan kontak
selama 1 tahun
Pendahuluan
Kuman MTB ditemukan oleh Robert Koch pada tahun
1882 dan mendapatkan Nobel Prize tahun 1902
Pendahuluan
Apakah MTB sudah ada sebelum era Robert Koch?
Diagnosis
Diagnosis harus mengikuti panduan atau guideline yang ada. Panduan
menuntun kita pada keseragaman pola pikir

Berdasarkan Permenkes no 67 tahun 2016, diagnosis TB ditetapkan


berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan
laboratorium dan penunjang lainnya

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan foto toraks saja.


Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan overdiagnosis
ataupun underdiagnosis

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis


Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis
Gejala klinis
Gejala klinis TB dibagi menjadi keluhan yang bersifat lokal
(organik) dan yang bersifat sistemik
Gejala klinis TB sering menyerupai penyakit infeksi lainnya
seperti demam tifoid. Seringkali diobati tipes tetapi tidak
kunjung mengalami perbaikan secara klinis
Mengingat prevalensi TB Indo sangat tinggi, maka setiap
orang yg datang ke fasyankes dengan gejala klinis TB
dianggap sebagai seorang terduga pasien TB
Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis
Gejala klinis
Gejala utama TB paru adalah batuk
selama 2 minggu atau lebih disertai
dengan gejala sistemik yang khas
Pada populasi tertentu (HIV misalnya)
pasien bisa saja tidak batuk
10–25% of patients with bacteriologically-
confirmed tuberculosis do not report cough
(ISTC 3rd 2014)
KNCV.or.id. Poster TB - Apa itu TB

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Gejala klinis
Variasi dari batuk nonproduktif - produktif
(berdahak) - hemoptisis
The cough of TB may be mild initially & may be
non-productive or productive of only scant
sputum. Initially, it may be present only in the
morning, when accumulated secretions are
expectorated. As the disease progresses, cough
becomes more continuous and productive of
yellow / green sputum. Frank hemoptysis, due to
caseous sloughing or endobronchial erosion,
KNCV.or.id. Poster TB - Apa itu TB
typically is present later in the disease rarely
Pulmonary tuberculosis. UptoDate. 
Gejala klinis
Demam dan
keringat malam
dapat terjadi pada
50% kasus TB
Fever and night
sweats or night sweats
alone were present in
approximately one-half
KNCV.or.id. Poster TB - Apa itu TB KNCV.or.id. Poster TB - Apa itu TB

Pulmonary tuberculosis. UptoDate. 


Gejala klinis
1/3 kasus TB paru disertai nyeri dada dan
sesak. Nyeri dada atipikal (pleuritic chest pain).
Menandakan ada lesi parenkim subpleura atau
keterlibatan pleura
Chest pain and dyspnea each were reported in
approximately one-third of patients . Pleuritic chest
pain when present, signifies inflammation abutting or
invading the pleura, with or without an effusion
Pleuritic chest pain sometimes develops in patients
with subpleural parenchymal lesions or pleural disease
KNCV.or.id. Poster TB - Apa itu TB
Pulmonary tuberculosis. UptoDate. 
Kasper DL et al (2015). Harrison's principles of internal medicine 18th ed
Gejala klinis
Early in the course of
disease, symptoms and
signs are often
nonspecific and
insidious, consisting
mainly of diurnal fever
and night sweats due to
defervescence, weight
loss, anorexia, general
malaise, and weakness
KNCV.or.id. Poster TB - Apa itu TB KNCV.or.id. Poster TB - Apa itu TB

Kasper DL et al (2015). Harrison's principles of internal medicine 18th ed


Gejala klinis
Setiap penderita yang dicurigai TB perlu ditanyakan
mengenai FAKTOR RESIKO seperti kontak erat dengan
pasien TB, tinggal di daerah padat penduduk, kumuh,
pengungsian dan orang yang bekerja dengan bahan kimia
yg beresiko menimbulkan infeksi paru
Perlu juga ditanyakan riwayat pengobatan TB sebelumnya

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan keadaan umum sakit
sedang dengan pemeriksaan fisik normal sampai berat.
Pemeriksaan fisik yang bisa ditemukan seperti hipotensi,
takikardia, takipneu, febris, penurunan IMT (status gizi kurang),
diaforesis, konjungtiva anemis, trakea deviasi, pembesaran
KBG leher, suara napas menghilang, suara napas tambahan
amforik, pleural friction rub dan lain sebagainya (sangat
beragam)
Pemeriksaan dahak
Pemeriksaan dahak dgn mikroskopis langsung
berfungsi untuk menegakan diagnosis & menilai
keberhasilan terapi
Kumpulkan 2 contoh uji dahak berupa dahak
Sewaktu-Sewaktu (SS) atau Sewaktu-Pagi (SP) atau
(PS). ATS/IDSA/CDC menganjurkan 3 sampel dahak
sementara Permenkes dan WHO cukup 2 sampel
dahak saja
WHO mengatakan cukup satu BTA sputum yang
positif, sudah dikatakan pemeriksaan bakteriologis
positif. sebelumnya masih membutuhkan 2+
Pemeriksaan dahak
ATS/IDSA/CDC menganjurkan 3 spesimen sementara
Permenkes no 67 th 2016 dan WHO cukup 2 spesimen saja
Testing of 3 specimens is considered the normative practice in the
United States and is strongly recommended by the CDC.
The sensitivity of the 1st specimen is 53.8%, which increases by a
mean of 11.1% by obtaining a 2nd specimen. Obtaining a 3rd
specimen increases the sensitivity by a mean of only 2%–5%

Clinical Infectious Diseases 2017;64(2):e1–e33


Pemeriksaan dahak
Guideline WHO edisi 4 mengatakan cukup satu pemeriksaan BTA
sputum yang positif, sudah dikatakan pemeriksaan bakteriologis
positif. sedangkan guide WHO edisi 3 masih membutuhkan 2(+)
Patient with one positive AFB smear is considered a definite case
(In the third edition, two positive smears were required before a
patient could be considered a definite case)

TB WHO Guideline 4th ed 2010


Pemeriksaan TCM
Suatu alat uji berdasarkan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
secara otomatis untuk menditeksi kasus TB dan resistensi rifampisin
Sensitivitas dan spesivisitas untuk TB sangat baik
Xpert mTb/rif achieved a pooled sensitivity of 88% and pooled specificity of 98%.
For detection of rifampicin resistance Xpert mTb/rIf achieved a pooled sensitivity
of 94% and pooled specificity of 98% (ISTC 3rd 2014)
Pemeriksaan TCM TIDAK untuk menilai keberhasilan terapi
Cepheid Xpert MTB/Rif test (Sunnyvale, California)
Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis
ISTC 2014. International Standards for Tuberculosis Care, Edition 3
Pemeriksaan TCM
Mekanisme dari Nucleic Acid Amplification Test
Pemeriksaan bakteriologis
Kebutuhan Pooled Pooled
Jenis Pemeriksaan
Koloni Sensitifity Specificity

5.000 - 10.000
Mikroskopis BTA 70.8 % 94.9 %
cfu / ml

TCM TB untuk
88% 99%
diagnosis TB
(84.92) (98.99)
Tes Cepat Paru dewasa*
Molekuler 131 cfu / ml
(GeneXpert) TCM TB untuk
95% 98%
mendeteksi Rif
(90.97)
Tes Cepat Molekuler (GenXpert) (97.99)
Resistan **
TCM hanya membutuhkan 131 koloni/ml agar positif
* Berdasarkan 27 studies, 9558 partisipan Diagnosis TB paru dewasa - Sensitivitas 88% Spesifisitas 99%
** Berdasarkan 24 studies, 2414 spesimen, 555 rif res spesimen
Diagnosis Resistensi rifampisin - Sensitivitas 95% Spesifisitas 98%
Pemeriksaan bakteriologis

Intepretasi :
DNA MTB terdeteksi
Mutasi gen rpoB terdeteksi, kemungkinan besar resistan terhadap rifampisin
Pemeriksaan TCM

Theron et al, 2016. Clinical Infectious Diseases 2016;62(8):995–1001


Pemeriksaan pencitraan
Permenkes no 67 tahun 2016 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB
hanya berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru
Pemeriksaan rontgen toraks memiliki sensitivitas yang baik tapi
spesivisitas rendah, sehingga menegakan diagnosis hanya dari
rontgen dapat berakibat overdianosis ataupun under diagnosis
Diagnosis of TB cannot be established by radiography alone. Although the sensitivity
of chest radiography for the presence of tuberculosis is high, the specificity is low.
Reliance on the chest ro as the sole test for the diagnosis of tuberculosis will result
in both overdiagnosis of tuberculosis and missed diagnoses (ISTC 2014)

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Pemeriksaan pencitraan

ISTC 2014. International Standards for Tuberculosis Care, Edition 3


Pemeriksaan pencitraan
Lokasi reaktivasi TB tersering adalah lobus superior segmen
apiko posterior (80-90% kasus) lokasi lain bisa di lobus bawah
segmen superior atau lobus superior segmen anterior
Reactivation TB typically involves apical-posterior segments of the upper lobes (80 to 90
percent of patients), followed in frequency by the superior segment of the lower lobes and
the anterior segment of the upper lobes (Pulmonary tuberculosis. UptoDate)
Isolated anterior involvement, without other segmental disease, is very unusual in post-
primary tuberculosis (Curry F. Radiographic Manifestation of Tuberculosis)
The predilection for the upper lobes is thought to be due to decreased lymph flow in the
upper regions (Curry F. Radiographic Manifestation of Tuberculosis)

Pulmonary tuberculosis. UptoDate. 


Pemeriksaan pencitraan

Fishman
Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan CT scan toraks lebih sensitif dibandingkan
rontgen toraks untuk menditeksi keberadaan lesi kecil di
apeks paru. CT bisa menditeksi kavitas, nodul dan lainnya
Computed tomographic (CT) scanning is more sensitive than plain
chest radiography for diagnosis, particularly for smaller lesions
located in the apex of the lung. CT scan may show a cavity or
centrilobular lesions, nodules and branching linear densities,
sometimes called a "tree in bud" appearance

Pulmonary tuberculosis. UptoDate. 


Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan biakan merupakan bagian dari pemeriksaan
bakteriologis. Di Indonesia pemeriksaan biakan tidak rutin
diperiksakan pada TB kasus baru
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat
Lowenstein-Jensen (LJ) dan media cair Mycobacteria
Growth Indicator Tube (MGIT)

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Pemeriksaan biakan
Negara maju dengan prevalensi TB yang rendah seperti USA
menerapkan bahwa semua pasien TB (tidak melihat SO
ataupun RO) diperiksakan kultur dan DST
ATS/IDSA/CDC Recommendation : We suggest that both liquid and solid
mycobacterial cultures be performed, rather than either culture method
alone,for every specimen obtained from an individual with suspected TB
disease (conditional recommendation, low-quality evidence)

Clinical Infectious Diseases 2017;64(2):e1–e33


Pemeriksaan darah
Penderita TB bisa ditemukan anemia, leukositosis, trombositosis,
LED dan CRP yang meningkat
The most common hematologic findings are mild anemia, leukocytosis &
thrombocytosis with a slightly elevated ESR and/or CRP level. None of
these findings is consistent or sufficiently accurate for diagnostic purposes
Penderita TB bisa ditemukan hiponatremia karena SIADH
Hyponatremia due to the syndrome of inappropriate secretion of
antidiuretic hormone has also been reported

Kasper DL et al (2015). Harrison's principles of internal medicine 18th ed


Pemeriksaan serologi
Interferon Gamma Release Assay or IGRA / TB Blood test
adalah pemeriksaan darah untuk mendeteksi Interferon γ
yang disekresi oleh sel T sebagai respon restimulasi
kembali dari antigen spesifik MTB. Antigen ESAT-6 (Early
Secreted Antigenic Target 6) dan CFP-10 (Culture Filtrate
Protein 10). Antigen ini lebih spesifik dari PPD (purified
protein derivative) yang ada di vaksin BCG
Terdapat dua macam : QuantiFERON®-TB & T-SPOT®.TB
Pemeriksaan serologi
Seorang wanita usia 34
tahun dengan keluhan nyeri
seluruh lapang perut sejak 1
bulan SMRS. Membawa
hasil serologi IGRA positif,
hasil USG whole abdomen
dikatakan terdapat ascites
(lainnya dalam batas normal)
Kasus asli di RS Swasta tahun 2018
Pemeriksaan serologi
Permenkes 67 th 2016. Pemeriksaan serologis sampai saat
ini belum direkomendasikan (untuk mendiagnosis TB aktif)
ATS/IDSA/CDC Recommendation 2: There are insufficient data to
recommend a preference for either a TST or an IGRA as the first-
line diagnostic test in individuals 5 years or older who are likely to
be infected with Mtb, who have a high risk of progression to disease

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Clinical Infectious Diseases 2017;64(2):e1–e33
Pemeriksaan serologi
IGRA tidak direkomendasikan sebagai alat diagnosis untuk TB
yang aktif karena IGRA (dan uji tuberkulin) tidak dapat
membedakan antara infeksi tuberkulosis aktif (paru maupun
ekstra paru) dengan infeksi tuberkulosis laten (hasil akan positif
pada keduanya)
Berarti IGRA bisa memberikan false positif atau positif palsu.
Hasilnya positif tetapi sebenarnya pasien tidak sedang menderita
TB aktif
Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi pd kasus yang dicurigai TB ekstraparu
Akan dibahas lebih dalam pada topik TB ekstraparu

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang
terkonfirmasi baik secara bakteriologis maupun
klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula.
Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi misalnya
fungsi hati, ginjal dll

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Alur diagnosis
Alur diagnosis TB pada orang dewasa dibagi sesuai
dengan fasilitas yang tersedia
1. Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan
dengan TCM
2. Faskes yang hanya mempunyai pemeriksaan
mikroskopis dan tidak memiliki akses ke TCM

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Alur diagnosis
Terduga TB
TCM adalah Tes Cepat Molekuler
Terduga TB

BILA terdapat salah satu dibawah ini WAJIB TCM


1. Pasien riwayat pengobatan TB sebelumnya
Pasien baru
2. Kontak erat dengan penderita TB RO
Tidak ada akses TCM 3. Pasien HIV

Sputum BTA 2x Ada akses TCM Pemeriksaan TCM

Antibiotik non OAT


MTB pos MTB pos MTB pos MTB negatif
Rontgen thorax Rif sensitif Rif intermedia Rif resisten
PMK no 67 Pengendalian TB, Pedoman TB Nasional 2016
Pemeriksaan TCM
Tidak ada akses TCM
Sputum BTA 2x
MTB pos MTB pos MTB posTerduga TB MTB negatif
Antibiotik non OAT
Rif sensitif Rif intermedia Rif resisten
Rontgen thorax
TB sensitif Ulang TCM TB RR
Evaluasi kembali
OAT Lini 1 Program TB RO
Pengambilan baseline data
Memulai pengobatan

Biakan kultur dan resistensi

TB MDR TB Pre XDR TB XDR

PMK no 67 Pengendalian TB, Pedoman TB Nasional 2016


Terduga TB

Tidak ada akses TCM

Pemeriksaan mikroskopis BTA

Hasil - -

ADA akses rontgen

Gambaran mendukung TB

TB terkonfirmasi klinis
Pengobatan OAT lini 1
Permenkes no 67 tahun 2016
Terduga TB

Tidak ada akses TCM

Pemeriksaan mikroskopis BTA

Hasil - -

TIDAK ADA akses rontgen

Terapi AB non OAT

Tidak ada perbaikan klinis


Ada faktor resiko TB
Permenkes no 67 tahun 2016
Pertimbangan dr diberikan OAT lini 1
Tatalaksana
PRINSIP Pengobatan TB dengan OAT yang adequat :
1. Diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
2. Diberikan dalam dosis yang tepat
3. Ditelan secara teratur & diawasi langsung PMO sampai selesai
4. Diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam dua
tahap yaitu tahap awal serta tahap lanjutan

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Tatalaksana
1.Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Panduan OAT tahap awal
bertujuan untuk menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh
dan meminimalkan pengaruh sebagian kecil kuman yang mungkin
sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan
Pada umumnya daya penularan sudah sangat menurun setelah
pengobatan selama 2 minggu pertama

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Tatalaksana
1.Tahap awal
2.Tahap lanjutan
Pengobatan fase lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman
yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga
pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Tatalaksana
OAT Lini pertama terdiri atas RHZES
1.Rifampisin (R)
2.Isoniazid (H)
3.Pirazinamid (Z)
4.Etambutol (E)
5.Streptomisin (S)

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Tatalaksana
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia :
Kategori 1 : 2(RHZE)/4(RH)3 atau 4(RH)
Kategori 2 : 2(RHZE)S/1(RHZE)/5(RH)3E3 atau 5(RH)E
Pengobatan TB dgn OAT lini pertama dpt diberikan
dengan dosis harian maupun dosis intermiten
(diberikan 3 kali perminggu). Penyediaan OAT dengan dosis harian
saat ini sedang dalam proses pengadaan oleh Program TB Nasional

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Tatalaksana
Panduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kontinuitas pengobatan sampai selesai.
Satu (1) paket untuk satu (1) pasien untuk satu (1) masa
pengobatan
Panduan OAT kat-1/2 disediakan dlm btk paket
kombinasi dosis tetap (FDC) dan paket Kombipak (paket
obat lepas dikemas dalam bentuk blister)
Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis
Tatalaksana
Berdasarkan rekomendasi WHO 1.2. Penggunaan FDC lebih
direkomendasikan bila dibandingkan obat kombipak / lepasan
The use of fixed-dose combination (FDC) tablets is recommended
over separate drug formulations in treatment of patients with drug
susceptible TB (Conditional recommendation, low certainty in the
evidence)

Guideline for treatment of drug suceptible tuberculosis and patient care. WHO 2017 5th ed
Tatalaksana
Keuntungan FDC
1) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep
2) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektivitas obat dan mengurangi efek samping
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Tatalaksana
Kategori 1 diberikan untuk pasien baru, yaitu 1) Pasien TB
paru terkonfirmasi bakteriologis 2) Pasien TB paru
terdiagnosis klinis 3) Pasien TB ekstraparu
Kategori 2 diberikan untuk pasien BTA positif yang
pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu 1)
Pasien kambuh 2) Pasien gagal pada pengobatan dengan
panduan OAT kategori 1 sebelumnya 3) Pasien yang
diobati kembali setelah putus berobat (loss to folow)
Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis
SOAL Dosis rekomendasi
Pasien TB kasus baru diobati dengan OAT kategori 1 tahap awal
BeratObat
badan pasien 50 kg Harian 3 kali per minggu
Dosis rekomendasi
Rifampisin : 10x50 = R500
Dosis (mg/kg) Maksimum Dosis (mg/kg) Maksimum
Isoniazid : 5x50 = H250
Pirazinamid(R)
Rifampisin : 25x508-(10)-12
= Z1250 600 8-(10)-12 600
Etambutol : 15x50 = E750
INH (H) 4-(5)-6 300 8-(10)-12 900

Pirazinamid (Z) 20-(25)-30 30-(35)-40

Etambutol (E) (15)-20 25-(30)-35

Streptomisin (S) 12-(15)-18


Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis
SOAL Tahap Intensif Tahap Lanjutan
PasienBerat
TB kasus baru diobati dengan
badan OAT kategori
Setiap hari 1 tahap awal
3 kali seminggu
Berat badan pasien 50 kg RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
Dosis rekomendasi
Rifampisin : 10x50 = R500 Selama 56 hari Selama 16 minggu
INH : 5x50 = H250
30-37
Pirazinamid kg = Z1250 2 tab 4FDC fase intensif
: 25x50 2 tab 2FDC
Etambutol : 15x50 = E750
Rekomendasi R500 H250 Z1250 E750
38-54 kg 3 tab 4FDC 3 tab 2FDC
Satu tablet FDC R150 H75 Z400 E275
Tiga tablet FDC R450 H225 Z1200 E825
Empat tablet
44-70 FDC
kg R600 H300 Z16004 E1100
tab 4FDC 4 tab 2FDC

>71 kg 5 tab 4FDC 5 tab 2FDC

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat badan Setiap hari Setiap hari
RHZE (150/75/400/275) RH (150/75)
Selama 56 hari Selama 16 minggu

30-37 kg 2 tab 4FDC fase intensif 2 tab 2FDC

38-54 kg 3 tab 4FDC 3 tab 2FDC

44-70 kg 4 tab 4FDC 4 tab 2FDC

>71 kg 5 tab 4FDC 5 tab 2FDC

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Tahap intensif Tahap Lanjutan
Setiap hari 3 kali per minggu
Berat badan RHZE (150/75/400/275)+S RH (150/150) + E(400)
Selama 56 hari 28 hari 20 minggu

30-37 kg 2 tab 4FDC + S500 2 tab 4FDC 2 tab 2FDC + 2 tab E

38-54 kg 3 tab 4FDC + S750 3 tab 4FDC 3 tab 2FDC + 3 tab E

55-70 kg 4 tab 4FDC + S1000 4 tab 4FDC 4 tab 2FDC + 4 tab E

>71 kg 5 tab 4FDC + S1000 5 tab 4FDC 5 tab 2FDC + 5 tab E

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Tahap intensif Tahap Lanjutan
Setiap hari Setiap hari
Berat badan RHZE (150/75/400/275)+S RHE (150/75/275)
Selama 56 hari 28 hari 20 minggu

30-37 kg 2 tab 4FDC + S500 2 tab 4FDC 2 tab 2FDC

38-54 kg 3 tab 4FDC + S750 3 tab 4FDC 3 tab 2FDC

55-70 kg 4 tab 4FDC + S1000 4 tab 4FDC 4 tab 2FDC

>71 kg 5 tab 4FDC + S1000 5 tab 4FDC 5 tab 2FDC

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Tatalaksana
Berdasarkan rekomendasi WHO 1.3. Dalam pengobatan TB sensitif
obat tidak direkomendasikan pemberian dosis intermiten (diberikan
3 kali perminggu) baik dalam tahap awal maupun tahap lanjutan,
rekomendasinya adalah baik tahap awal maupun lanjutan
menggunakan dosis harian
In all patients with drug-susceptible pulmonary TB, the use of thrice-
weekly dosing is NOT RECOMMENDED in both the intensive and
continuation phase of therapy, and daily dosing remains the
recommended dosing frequency (Conditional recommendation, very
low certainty in the evidence)
Guideline for treatment of drug suceptible tuberculosis and patient care. WHO 2017 5th ed
Tatalaksana
Berdasarkan rekomendasi WHO 1.7. Sebaiknya pengobatan
TB ulangan tidak menggunakan OAT kategori 2 lagi dan
sebaiknya dilakukan pemeriksaan DST untuk menentukan
pilihan terapi yang tepat
In patients who require TB retreatment, the category II regimen
should no longer be prescribed and drug susceptibility testing
should be conducted to inform the choic of treatment regimen
(Good practice statement)

Guideline for treatment of drug suceptible tuberculosis and patient care. WHO 2017 5th ed
Tatalaksana
Berdasarkan rekomendasi WHO 1.7. Sebaiknya pengobatan TB ulangan
tidak menggunakan OAT kategori 2 lagi dan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan DST untuk menentukan pilihan terapi yang tepat
One of the basic principles of TB treatment is that a single drug should not
be added to an unsuccessful regimen. Adding streptomycin to the previously
unsuccessful regimen of INH, rifampicin, ethambutol and pyrazinamide
violates this principle and fuels the development of drug resistance, leading
to the loss of streptomycin as a second line agent in MDR-TB theraphy.

Guideline for treatment of drug suceptible tuberculosis and patient care. WHO 2017 5th ed
Tatalaksana
Periksa TCM atau DST untuk menentukan resistensi R dan H. Bila
tidak ditemukan resistensi pada keduanya, dapat diberikan kembali
OAT kategori 1
Patients eligible for retreatment should be referred for a rapid molecular
test or drug susceptibility testing to determine at least rifampicin
resistance, and preferably also isoniazid resistance status. On the basis
of the drug susceptibility profile, a standard first-line treatment regimen
(2HRZE/4HR) can be repeated if no resistance is documented.

Guideline for treatment of drug suceptible tuberculosis and patient care. WHO 2017 5th ed
Monitoring pengobatan

PMK no 67 Pengendalian TB, Pedoman TB Nasional 2016


Hasil pengobatan
Sembuh : Pasien TB dengan hasil pemeriksaan bakteriologis
positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan
bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi negatif dan pada
salah satu pemeriksaan sebelumnya
Lengkap : Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan
secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum
akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil
pemriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Hasil pengobatan
Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama masa pengobatan;
atau kapan saja dalam masa pengobatan diperoleh hasil laboratorium yg
menunjukan adanya resistensi OAT
Meninggal : Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum
memulai atau sedang dalam pengobatan
Putus berobat : Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang
pengobatannya terputus terus menerus selama 2 bulan atau lebih
Tidak dievaluasi : Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatan

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis


Take home messege
TB adalah penyakit infeksi menular karena kuman M.tb
TB Sensitif Obat adalah TB yang masih sensitif terhadap OAT lini 1
Diagnosis ditetapkan berdasarkan keluhan, gejala klinis, penunjang lab dan
penunjang lainnya. Tidak benar mendiagnosis hanya dari toraks / serologis
Gejala klinis TB terdiri atas gejala organik dan sistemik. tanyakan faktor
resiko dan riwayat pengobatan
Pemeriksaan fisik bisa normal dan bervariasi tergantung beratnya penyakit.
Pemeriksaan penunjang bakteriologis yg penting sputum BTA dan TCM
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia :
Kategori 1 : 2(RHZE)/4(RH)3 atau 4(RH)
Kategori 2 : 2(RHZE)S/1(RHZE)/5(RH)3E3 atau 5(RH)E
TERIMAKASIH
atas atensinya
Ilmu itu bagaikan binatang buruan, dan
menulis adalah pengikatnya
Referensi
TB Guideline ISTC 3RD 2014

WHO 5RD 2017 KEMENKES 2014

Permenkes no 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis Clinical Infectious Diseases 2017;64(2):e1–e33

Anda mungkin juga menyukai