Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

DERMATOLOGI

URTIKARIA HIPERPIGMENTOSA

Disusun oleh :
Vincentia Liny Alwina Tambunan
1161050186

Dosen Pembimbing :
dr Vitalis Pribadi, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


PERIODE 13 JUNI 2016 - 23 JULI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA
URTIKARIA

A. Definisi
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan
edema (bengkak) setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan
kemerahan, meninggi di permukaan kulit serta disertai keluhan gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Di
Indonesia, urtikaria dikenal dengan nama lain biduran atau kaligata. Urtikaria termasuk penyakit
alergi yang sering ditemukan pada praktek sehari-hari selain asma, alergi obat, alergi makanan, dan
dermatitis. Urtikaria dijumpai pada kira-kira 10-20% dari populasi.

B. Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria
bermacam-macam, di antaranya : obat, makanan, gigitan/sengatan serangga, bahkan fotosensitizer,
inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetik, dan penyakit sistemik.
1)

Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun

nonimunologik. Hampir semua obat sistemik dapat menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I
atau II. Contohnya ialah obat-obat golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan
diuretik. Adapula obat yang secara nonimunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan
histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena
menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.
2)

Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat reaksi

imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan kedalamnya seperti zat
warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan
yang sering menimbulkan urtikaria ialah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju
bawang, dan semangka; bahan yang icampurkan seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi, salisilat, dan
penisilin. CHAMPION (1969) melaporkan +2% urtikaria kronik disebabkan sensitasi terhadap
makanan.
3)

Gigitan/sengatan serangga

Gigitan/sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, agaknya hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom an toksin bakteri,
biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya
menimbulkan urtikaria bentuk papular di sekitar tempat gigitan. Biasanya sembuh dengan sendirinya
setelah beberapa hari, mingu atau bulan.
4)

Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, dan sabun germisid sering

menimbulkan urtikaria

5)

Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol,

umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada
penderita atopi dan disertai gangguan nafas.
6)

Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur

binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia misalnya insect repellent (penangki


serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan karena bahan tersebut menembus kulit dan
menimbulkan urtikaria.
TUFT (1975) melaporkan urtikaria akibat sefalosporin pada seorang apoteker, hal yang jarang terjadi;
karena kontak dengan antibiotik umumnya menimbulkan dermatitis kontak. Urtikaria akibat kontak
dengan klorida kobal, indikator warna pada tes provokasi keringat, telah dilaporkan oleh SMITH
(1975).
7)

Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda

yang dingin; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar ultraviolet, radiasi dan panas pembakaran;
faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air,
vibrasi dan tekanan berulang-ulang contonya pijatan, keringat, pekerjaan berat, demam dan emosi
menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi
pada tempat-tempat yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setekah goresan dengan
benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme
atau fenomena Darier.
8)

Infeksi dan infestasi

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus,


jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri, contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi, dan
sinusitis. Masih merupakan pertanyaan, apakah urtikaria timbul karena toksin bakteri atau oleh
sensatisasi. Infeksi virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus Coxsackie pernah dilaporkan
sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan
infeksi virus subklinis. Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab
urtikaria. Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga Schistosoma.
9)

Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas

dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5% penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis.
Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria. Pada
percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat.
10)

Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema, walaupun jarang

menunjukkan penurunan autosomal dominan. Di antaranya ialah angioneurotik edema herediter,


familial cold urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial
syndrome of urticaria deafness and amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria.
11)

Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering

disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan


dermatitis herpetiformis Duhring, sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9% penderita lupus
eritematosus sistemik dapat mengelami urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai
urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam
reumatik, dan artritis reumatoid juvenilis.

C. Klasifikasi
Terdapat bermacam-macam paham penggolongan urtikaria, berdasarkan lamanya serangan
berlangsung dibedakan menjadi urtikaria akut dan kronik. Disebut akut bila serangan berlangsung
kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari; bila melebihi
waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut lebih sering terjadi pada anak
muda, umumnya laki-laki lebih sering daripada perempuan. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita
usia pertengahan. Penyebab urtikaria akut lebih mudah diketahui, sedangkan urtikaria kronik sulit
ditemukan. Ada kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik.

Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya, yaitu urtikaria papular
bila berbentuk papul, gutata bila besarnya sebesar tetesan air, dan gurata bila ukurannya besar-besar..
Terdapat pula yang anular dan arsinar. Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena,
dibedakan menjadi urtikaria lokal, generalisata dan angioedema. Ada pula yang menggolongkan
berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya, maka dikenal urtikaria imunologik,
nonimunologik, dan idiopatik sebagai berikut :
1) Urtikaria atas dasar reaksi imunologik :
a.

b.

c.

Bergantung pada IgE (reaksi alergi tipe I)


i.

Pada atopi

ii.

Antigen spesifik (polen, obat, venom)

Ikut sertanya komplemen :


i.

Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II)

ii.

Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III)

iii.

Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik)

Reaksi Alergi tipe IV (urtikaria kontak)

2) Urtikaria atas dasar reaksi nonimunologik


a.

Langsung memacu sel mast, sehingga terjadi pelepasan mediator (misalnya obat golongan opiat

dan bahan kontras).


b.

Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (misalnya aspirin, obat anti-

inflamasi nn-steroid, golongan azodyes).


c.

Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar, dan bahan

kolinergik.
3) Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya, digolongkan sebagai urtikaria idiopatik.

D. Patogenesis
Mekanisme terjadinya urtikaria sangat penting untuk diketahui, karena hal ini akan dapat
membantu pemeriksaan yang rasional. Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas

kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan
setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediatormediator, misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan
prostaglandin leh sel mast dan atau basofil. Selain itu terjadi inhibisiproteinase oleh enzim proeolotik,
misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast.
Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil
untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin
mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti
golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa
antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik, misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf
kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui, langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk
melepaskan mediator. Faktor fisik, misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan,
dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan , misalnya demam, panas, emosi, dan alkohol
dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas. Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang
kronik; biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc,
bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu
melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat
dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara
alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3aC5a) yang mampu merangsang sel mast dan
baofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada
urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat
anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis
serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik
menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.

E. Manisfestasi Klinis
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan
edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat
papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai
plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa dan
subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran serna dan nafas, disebut angioedema. Pada
keadaan ini jaringan yang lebih sering terkena adalah muka, disertai sesak nafas, serak, dan rinitis.

Dermografisme berupa edema dan eritema yang linier di kulit yang terkena goresan benda
tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria akibat tekanan, urtikaria timbul
pada tempat yang tertekan, misalnya di sekitar pinggang, pada penderita ini dermografisme jelas
terlihat.
Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320nm dan 400-500nm, timbul
setelah 18-72 jam penyinaran, dan klinis berbentuk urtikaria papular. Hal ini harus dibuktikan dengan
tes foto tempel. Sejumlah 7-17% urtikaria kronik disebabkan faktor fisik, antara lain akibat dingin,
panas, tekanan, dan penyinaran. Umumnya pada dewasa muda, terjadi pada episode singkat dan
biasanya umum kortikosteroid sistemik kurang bermanfaat.
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang
merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal, urtika bervariasi dari beberapa mm sampai
numular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti
nyeri perut, diare, munta-muntah, dan nyeri kepala; dijumpai pada umur 15-25 tahun. Urtikaria akibat
obat atau makanan umumnya timbul secara akut dan generalisata.

F. Diagnosis
Pembantu Diagnosis
Walaupun melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis mudah ditegakkan diagnosis urtikaria,
beberapa pemeriksaan diperlukan untuk membuktikan penyebabnya, misalnya :
1.

Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi

atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan urtikaria
dingin.
2.

Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu untuk menyingkirkan

dugaan adanya infeksi fokal.


3.
4.

Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen.


Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu diagnosis. Uji

gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes intradermal dapat dipergunakan untuk mencari
alergen inhalan, makanan, dermatofit dan kandida.
5.

Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa

waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.


6.

Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat membantu diagnosis.

Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papilla dermis, geligi epidermis mendatar, dan

serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi seluler dan pada tingkat
lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah
7.

Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.

8.

Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria kolinergik.

9.

Tes dengan es (ice cube test)

10. Tes dengan air hangat.

Diagnosis Banding
1. Angioedema herediter
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang tidak disertai urtikaria. Pada kelainan ini
terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai rasa sakit dan terkadang disertai edema
laring. Edema biasanya mengenai ekstremitas dan mukosa gastrointestinalis yang sembuh setelah 1
sampai 4 hari. Pada keluarga terdapat riwayat penyakit yang serupa. Diagnosis ditegakkan dengan
menemukan kadar komplemen C4 dan C2 yang menurun dan tidak adanya inhibitor C1-esterase
dalam serum.

2.

Sengatan serangga multipel / Dermatitis Kontak Iritan Toksik


Pada sengatan serangga akan terlihat titik di tengah bentol, yang merupakan bekas sengatan

serangga.

G. Tata Laksana
Pengobatan yang paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila mungkin menghindari
penyebab yang dicurigai. Bila tidak mungkin paling tidak mencoba mengurangi penyebab tersebut,
minimal tidak menggunakan dan tidak berkontak dengan penyebabnya.
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin
telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan
reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1
(antiistamin 1, AH1) dan reseptor H2 (AH2).

Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek
antagonis terhadap histamin pada reseptor H1, namun efektifitas tersebut acapkali berkaitan dengan
efek samping farmakologik, yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin yang baru
yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi nonsedasi, golongan ini disebut sebagai
antihistamin nonklasik.
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit setelah pemakaian
oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Tetapi
ada juga antihistamin yang waktu kerjanya lebih lama yaitu meklizin dan klemastin.
Pemakaian di klinik hendaknya selalu mempertimbangkan cara kerja obat, farmakokinetik dan
farmakodinamik, indikasi dan kontra indikasi, cara pemberian, serta efek samping obat dan
interaksinya dengan obat lain.
Biasanya antihistamin golongan AH1 yang klasik menyebabkan kontraksi otot polos, vasokonstriksi,
penurunan permeabilitas kapiler, penekanan sekresi dan penekanan pruritus. Selain efek ini terdapat
pula efek yang tidak berhubungan dengan antagonis reseptor H1, yaitu efek antikolinergik atau
menghambat reseptor alfa adrenergik.
Antihistamin AH1 yang nonklasik contohnya : terfenadin, astemizol, loratadin, dan
mequitazin. Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam.
Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin),
sedangkan aztemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih
lama dibandingkan dengan AH1 yang klasik, bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah
pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang
long acting.
Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak dapat menembus
sawar darah otak. Di samping itu golongan ini tidak memberi efek antikolinergik, tidak menimbulkan
potensiasi dengan alkohol, dan tidak terdapat penekanan pada SSP serta relatif nontoksik.
Akhir-akhir ini juga berkembang istilah antihistamin yang berkhasiat berspektrum luas, yang
dimaksud adalah selain berkhasiat sebagai antihistamin, juga berkhasiat terhadap mediator lain
umpamanya serotonin, contohnya hemoklorsiklizin.
Bila pengobatan dengan satu jenis antihistamin gagal hendaknya dipergunakan antihistamin
grup lain. Hidroksizin ternyata lebih efektif daripada antihistamin lain untuk mencegah urtikaria,
dermografisme dan urtikaria kolinergik. Pada urtikaria karena dingin ternyata siproheptadin lebih
efektif. Kadang-kadang golongan beta adrenergik seperti epinefrin atau efedrin, kortikosteroid, serta
tranquilizer, baik pula untuk mengatasi urtikaria. Penyelidik lain mengemukakan pengeobatan dengan

obat beta adrenergik ternyata efektif untuk urtikaria yang kronik. Pemberian kortikosteroid sistemik
diperlukan pada urtikaria yang akut dan berat, tetapi tidak banyak manfaatnya pada urtikaria kronik.
Pada tahun-tahun terakhir ini dikembangkan pengobatan yang baru, hasil pengamatan
membuktikan bahwa dinding pembuluh darah manusia juga mempunyai reseptor H2. Hal ini apat
menerangkan, mengapa antihistamin H1 tidak selalu berhasil mengatasi urtikaria. Kombinasi
antihistamin H1 dan H2 masih dalam penelitian lebih lanjut. Tetapi pada dermografisme yang kronik
pengobatan kombinasi ternyata lebih efektif daripada antihistamin H1 saja.
Pada edema angioneurotik kematian hampir 30% disebabkan oleh karena obstruksi saluran nafas.
Biasanya tidak responsif terhadap antihistamin, epinefrin, maupun steroid. Pada gigitan serangga akut
mungkin dapat diberikan infus dengan plasma fresh frozen, yang obyektif tentu saja pemberian
plasma yang mengandung C1 esterase inhibitor, C2, dan C4. Hal yang penting ialah segera dilakukan
tindakan mengatasi edema larins.
Pengobatan dengan anti-enzim, misalnya anti plasmin dimaksudkan untuk menekan aktifitas
plasmin yang timbul pada perubahan reaksi antigen-antibodi. Preparat yang digunakan adalah ipsilon.
Obat lain ialah trasilol, hasilnya 44% memuaskan.
Pengobatan dengan cara desensitasi, misalnya dilakukan pada urtikaria dingin, dengan melakukan
sensitisasi air pada suhu 10oC (1-2 menit) dua kali sehari selama 2-3 minggu. Pada alergi debu,
serbuk sari bunga jamur, desensitasi mula-mula dengan alergen dosis kecil 1 minggu 2x; dosis
dinaikkan dan dijarangkan perlahan-lahan sampai batas yang dapat ditolerir oleh penderita. Eliminasi
diet dicobakan pada yang sensitif terhadap makanan.
Pengobatan lokal di kulit dapat diberikan secara simptomatik, misalnya anti-pruritus di dalam bedak
atau bedak kocok.

H. Pencegahan
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1.

Hindari alergen yang diketahui. Termasuk beberapa makanan dan penyedap makanan, obat-

obatan dan beberapa situasi seperti panas, dingin atau stress emosional
2.

Membuat catatan. Mencatat kapan dan dimana urtikaria terjadi dan apa yang kita makan. Hal ini

akan membantu anda dan dokter untuk mencari penyebab urtikaria.


3.

Hindari pengobatan yang dapat mencetuskan urtiakria seperti antibiotik golongan penisilin,

aspirin dan lainnya.

STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS

NO.RM

: 09675xx

Nama

: An. S

Jenis Kelamin : Perempuan


Umur

: 10 tahun

Status

: Belum menikah

Alamat

: Cipinang

Pekerjaan

: Siswi SD

Suku

: Jawa Tengah

Agama

: Islam

II.

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan di Poli Kulit dan Kelamin RSU UKI pada hari Kamis, 23 Juni 2016 pukul 12.00
WIB
a.

Keluhan utama
: bercak-bercak coklat, sebagian dilapisi sisik putih halus yang
berada diseluruh bagian perut dan dikedua sisi selangkangan

b.

Keluhan tambahan

c.

Riwayat Penyakit Sekarang

: gatal

Pasien datang dengan keluhan bercak-bercak coklat ditambah gatal yang terus menerus di
seluruh bagian perut dan dikedua sisi selangkangan, keluhan sudah muncul sejak 5 minggu sebelum
pasien memutuskan datang ke poli kulit. Awalnya, timbul biduran merah berjumlah sekitar dua buah
di perut kanan, lama kelamaan menyebar ke perut sebelah kiri, lalu pasien pergi berobat ke dokter
umum dan diberikan salep anti-radang namun tidak membaik, menurut pasien justru bercak menyebar
lagi kearah selangkangan kanan dan kiri lalu lama kelamaan warna biduran berubah menjadi coklat
dan mengempes. Rasa gatal bertambah saat berkeringat, saat pasien terkena udara dingin dan makan
telur ayam yang membuat pasien menggaruk bercak tersebut sehingga mengakibatkan bercak tersebut
lecet dan perih hingga tidak dapat tidur. Ketika sekolah pasien tidak memakai ikat pinggang dan
riwayat benturan di lokasi bercak coklat disangkal. Tidak ada binatang peliharaan di rumah. Keluhan
serupa belum pernah dirasakan pasien.

d.

Riwayat Penyakit Dahulu

e.

Riwayat asma disangkal


Riwayat bersin-bersin disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa dan tidak ada keluarga yang mengidap penyakit
asma, bersin-bersin, penyakit kulit, dan mata berair akibat alergi tertentu.

f.

Riwayat Kehidupan Pribadi

tempat tidur pasien jarang bahkan tidak pernah dijemur dibawah sinar matahari

mengganti seprei paling cepat tiga minggu sekali

pasien suka bermain hingga berkeringat, membuat kulit semakin gatal dan digaruk

pasien suka jajan yang mengandung zat warna, penyedap rasa dan bahan pengawet

mandi dengan sabun dewasa (lux) dan mandi dilakukan 2 kali sehari

g.

Riwayat Alergi

Alergi obat disangkal

Alergi debu disangkal

Alergi makanan disangkal

Alergi bulu hewan & tanaman disangkal

III.

PEMERIKSAAN FISIK

A.

Keadaan Umum

: Tampak Sakit Ringan

B.

Kesadaran

: Compos Mentis

C.

Tanda-tanda vital

D.

TD
Nadi
Suhu
Frek. Nafas
BB
TB

Status Generalis

: 110/70 mmHg
: 89x/m
: 36,1oC
: 24 x/m
: 24 kg
: 122 cm

Kepala

KGB

Mata
Hidung
Telinga
Tenggorokan

: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)


: septum deviasi (-), secret (-)
: serumen (-/-)
: dinding faring hiperemis (-)

: tidak teraba membesar

Thorax

: tidak ada kelainan

Abdomen

: tidak ada kelainan

E.

Status Dermatologis

Regio

: Regio abdomen bilateral hingga cruris bilateral

Distribusi

: Regional

Lesi

Pada regio abdomen bilateral hingga region cruris bilateral tampak makula hiperpigmentasi multiple
disertai patch hiperpigmentasi multiple berukuran bervariasi garis tengah 3cm s/d 5cm tersebar
sebagian diskret sebagian berkonfluens yang sebagiannya ditutupi skuama tipis halus berwarna putih.

IV.

RINGKASAN

Pasien wanita usia 10 tahun datang dengan keluhan sudah 5 minggu ini terdapat makula
hiperpigmentasi multiple dan patch hiperpigmentasi multiple tersebar diskret dan berkonfluens
ditutupi skuama halus berwarna putih di regio abdomen bilateral hingga regio cruris bilateral, pada
lesi juga dirasakan gatal yang terus-menerus. Riwayat kebersihan tempat tidur jarang dijemur di
matahari, dan mengganti seprei tiga minggu sekali. Pasien suka jajan makanan mengandung zat
warna, penyedap, dan bahan pengawet. Sudah berobat dengan obat topikal kortikosteroid namun tidak
membaik.

V.

DIAGNOSIS BANDING

VI.

Urtikaria Hiperpigmentasi
Dermatitis Kontak Iritan Toksik
Tinea Korporis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan KOH 10% (-)

VII.

DIAGNOSIS KERJA

Urtikaria Hiperpigmentasi

VIII.

PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

Menjemur tempat tidur pasien agar terkena sinar matahari sehingga dapat meminimkan
jumlah virus, bakteri, dan serangga.

Mengganti seprei seminggu sekali

Tidak bermain dulu karena akan menimbulkan keringat yang akan membuat gatal semakin
hebat dan menghindari lesi digaruk yang akan mengakibatkan lesi baru

Mandi dengan peralatan bayi terlebih dahulu karena kandungan peralatan mandi bayi lebih
lembut untuk kulit

Mulai mengamati kejadian-kejadian yang ada hubungannya dengan faktor resiko munculnya
urtikaria seperti konsumsi obat, makanan, gigitan serangga, bahan inhalan, trauma fisik, atau psikis

Medikamentosa

Cream betamethasone diproprionate 0,05%

3x1

CTM tablet 4mg

1x1

Metilprednisolon tablet 4mg

2x1

Resep

R/ Betamehasone diproprionate 0,05% Cr

No. I tube

S 2 dd I u.e
R/ CTM tab 4mg

No. X

S 1 dd I tab (malam)
R/Metilprednisolon tab 4mg
S 2 dd I tab

Nama : An. S
Umur : 10 tahun

IX.

PROGNOSIS

Ad Vitam

: Bonam

Ad Sanationum

: Bonam

Ad Functionum

: Bonam

Ad Kosmetikum

: Dubia ad bonam

No. X

PEMBAHASAN
ANAMNESIS
TEORI

KASUS

Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, Pasien An. S ,perempuan, berusia 10 tahun
orang dewasa lebih banyak mengalami dan mengeluh biduran.
urtikaria. Tidak ada perbedaan frekuensi
jenis kelamin, baik laki-laki maupun wanita.
Makanan berupa protein atau bahan lain
yang dicampurkan ke dalamnya seperti zat
warna, penyedap rasa atau bahan pengawet
sering menimbulkan urtikaria alergika.
CHAMPIOM 1969 mengatakan 2%
urtikaria kronik disebabkan sensitisasi
terhadap makanan.

Pasien memiliki riwayat jajan makanmakanan dengan zat penyedap rasa


disekolah sudah berlangsung lama dan
belakangan lumayan sering membeli jajan
tersebut.

Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa


terbakar, dan tertusuk.
Pasien mengeluh bercak-bercak tersebut
terasa sangat gatal.

STATUS DERMATOLOGIS
TEORI
Klinis tampak eritema dan edema setempat
berbatas tegas, kadang-kadang bagian
tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat
papular seperti pada urtikaria akibat
sengatan
serangga,
besarnya
dapat
lentikular, numular, sampai plakat.

KASUS
Pada regio abdomen bilateral hingga region
cruris
bilateral
tampak
makula
hiperpigmentasi multiple disertai patch
hiperpigmentasi
multiple
berukuran
bervariasi garis tengah 3cm s/d 5cm tersebar
sebagian diskret sebagian berkonfluens
yang sebagiannya ditutupi skuama tipis
halus berwarna putih.

DAFTAR PUSTAKA
1. Siti Aisah, Urtikaria, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1999, hal: 169-175
2. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical dermatology.
Edisi ke-6. New York : McGraw Hill, 2009. Hlm 457-67
3. Respiratory.usu.ac.id: urticaria

Anda mungkin juga menyukai