DENGAN URTIKARIA
OLEH
KELOMPOK SGD III
PSIK PROGRAM B 2011
1. PENGERTIAN
Urtikaria adalah erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna
merah, memutih bila ditekan, dan disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara
akut, kronik, atau berulang (klinik pediatric, 2009).
Urtikaria adalah penonjolan di atas permukaan kulit akibat edema setempat dan dapat
hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa, dan gigitan serangga
(Saripati Penyakit Kulit halaman 3).
Urtikaria atau lebih di kenal dengan biduran adalah suatu gejala penyakit berupa gatal-
gatal pada kulit di sertai bercak-bercak menonjol (edema) yang biasanya disebabkan oleh
alergi (www.urtikaria.com).
Urtikaria (gelagata) merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe 1 pada kulit yang
ditandai oleh kemunculan mendadak lesi yang menonjol yang edematous, berwarna
merah muda dengan ukuran serta bentuk yang bervariasi, keluhan gatal dan
menyebabkan gangguan rasa nyaman yang setempat. Kelainan ini dapat mengenai setiap
bagian tubuh, termasuk membran mukosa (khususnya mulut), laring (kadang-kadang
dengan komplikasi respiratorius yang serius) dan traktus gastrointestinal. Setiap urtikaria
akan bertahan selama periode waktu tertentu yang bervariasi dari beberapa menit hingga
beberapa jam sebelum menghilang. Selama berjam-jam atau berhari-hari, kumpulan lesi
ini dapat timbul, hilang dan kembali lagi secara episodik (Brunner dan Sudarth, 2002).
Secara umum, Urtikaria yang disebut juga Kaligata, Biduran, atau Gelagata adalah
suatu reaksi alergi pada kulit akibat pengeluaran histamin ditandai dengan kemunculan
mendadak lesi yang menonjol yang edematous, berwarna merah muda dengan ukuran
serta bentuk yang bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan gangguan rasa nyaman
yang setempat.
Gambar 1 : Urtikaria di berbagai tempat
2. EPIDEMIOLOGI
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, namun orang dewasa lebih banyak
mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. SHELDON (1951),
menyatakan bahwa umur rata-rata penderita urtikaria ialah 35 tahun, jarang
dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun.
Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% bentuk urtikaria bersama angioderma,
dan 11% bentuk angioederma saja. Lama serangan berlangung bervariasi, ada yang
lebih dari satu tahun, bahkan ada yang lebih dari 20 tahun.
Penderita atopi (alergi) lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan
orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi dari faktor jenis kelamin baik laki-
laki atau perempuan. Umur, ras, jabatan/pekerjaan, letak geografis, dan perubahan
musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE (Irga,
2009).
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami
urtikaria dibandingkan dengan usia muda. Umur rata-rata penderita urtikaria ialah
35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun
(Hodijah, 2009).
b. Zat kolinergik
Zat yang bersifat kolinergik dapat menyebabkan pelepasan histamine. Pada
urtikaria kolinergik, asetilkolin dilepaskan melalui ujung saraf kolinergik kulit
dan menyebabkan pelepasan histamine dengan mekanisme yang belum diketahui.
c. Bahan kimia
Berbagai bahan kimia dapat menyebabkan pelepasan histamine dari mastosit atau
basofil. Bahan-bahan kimia utama yang dapat menyebabkan pelepasan histamine
oleh mastosit ialah amina dan derivate amidine serta berbagai macam obat,
sepertimorfin, kodein tubokurarin, polimiksin, tiamin, kinin dan papaverin.
d. Infeksi
Penyakit infeksi dan penyakit sistemik yang lain dapat menyebabkan urtikaria,
misalnya pada hepatitis B.
2. Faktor imunologik
Pada umumnya proses imunologik lebih sering merupakan faktor penyebab
terjadinya urtikaria akut daripada urtikaria kronik. Mekanisme hipersensitivitas yang
mendasari terjadinya urtikaria pada umumnya adalah reaksi hipersensitivitas tipe I
dengan perantaraan Imunoglobulin E.
Penelitian menunjukkan bahwa insidensi urtikaria kronik tidak bertambah pada
orang atopi, dan pada urtikaria kronik seringkali pengukuran kadar Imunoglobulin E
di dalam serum tidak menunjukkan kenaikan apabila dibandingkan orang tanpa
urtikaria kronik.
3. Faktor modulasi
Beberapa faktor lain yang juga dapat menyebabkan urtikaria ialah alcohol, panas,
dingin, demam, latihan fisik, stress emosional, hormonal. Penyakit autoimunitas
dapat pula merangsang timbulnya gambaran urtikaria.
Ada pula sumber lain yang membagi faktor penyebab urtikaria menjadi lebih spesifik,
meliputi :
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun nonimunologik. Hampir semua obat sistemik dapat menimbulkan urtikaria
secara imunologik tipe I atau II. Contohnya ialah obat-obat golongan penisilin,
sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan diuretik. Adapula obat yang secara
nonimunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya
kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat
sintesis prostaglandin.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan
kedalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering
menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria
ialah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju bawang, dan
semangka; bahan yang icampurkan seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi, salisilat,
dan penisilin. CHAMPION (1969) melaporkan +2% urtikaria kronik disebabkan
sensitasi terhadap makanan.
3. Gigitan/sengatan serangga
Gigitan/sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, agaknya hal ini
lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom an
toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding,
dan serangga lainnya menimbulkan urtikaria bentuk papular di sekitar tempat gigitan.
Biasanya sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, mingu atau bulan.
4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, dan sabun
germisid sering menimbulkan urtikaria.
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan
aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi ini
sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan nafas.
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air
liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia misalnya insect
repellent (penangki serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan karena
bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang
benda yang dingin; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar ultraviolet, radiasi
dan panas pembakaran; faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang,
air yang menetes atau semprotan air, vibrasi dan tekanan berulang-ulang contohnya
pijatan, keringat, pekerjaan berat, demam dan emosi menyebabkan urtikaria fisik,
baik secara imunologik maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi pada
tempat-tempat yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setekah goresan
dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini
disebut dermografisme atau fenomena Darier.
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5% penderita urtikaria
menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis dapat
menghambat eritema dan urtikaria. Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu
kulit dan ambang rangsang eritema meningkat.
10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema, walaupun
jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Di antaranya ialah
angioneurotik edema herediter, familial cold urticaria, familial localized heat
urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and
amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria.
11. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih
sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa,
misalnya pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring, sering menimbulkan
urtikaria. Sejumlah 7-9% penderita lupus eritematosus sistemik dapat mengelami
urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain
limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam reumatik,
dan artritis reumatoid juvenilis.
4. KLASIFIKASI
Terdapat bermacam-macam paham penggolongan urtikaria. Irga, 2009
mengklasifikasikan urtikaria menurut beberapa hal.
Berdasarkan lamanya serangan berlangsung, urtikaria dibedakan menjadi :
Urtikaria Akut
Disebut akut bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung
selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari. Urtikaria akut lebih sering terjadi pada
anak muda, umumnya laki-laki lebih sering daripada perempuan. Penyebab
urtikaria akut lebih mudah diketahui.
Urtikaria Kronik
Disebut kronik bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu. Urtikaria kronik
lebih sering pada wanita usia pertengahan. Kasus urtikaria kronik sulit
ditemukan.
Urtikaria kronik dibagi menjadi beberapa subtipe meliputi :
a. Urtikaria Fisis
Pada urtikaria fisis timbulnya gejala biasanya terkait dengan perubahan
tempratur lingkungan yang mencolok, lebih sering akibat dingin. Pemicu
yang lain misalnya; trauma mekanis, getaran, aktivitas fisik / exercise,
stres emosional, sinar matahari, air.
b. Urtikaria Vaskulitis
Urtikaria Vaskulitis sebenarnya merupakan manifestasi kulit dari penyakit
sistemik / Autoimmune diseases.
6. PATHWAY URTIKARIA
7. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan
edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat
lentikular, numular, sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai
dermis dan jaringan submukosa dan subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran
serna dan nafas, disebut angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang lebih sering
terkena adalah muka, disertai sesak nafas, serak, dan rhinitis.
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang
merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal, urtika bervariasi dari beberapa
mm sampai numular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering disertai
gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, munta-muntah, dan nyeri kepala; dijumpai
pada umur 15-25 tahun. Urtikaria akibat obat atau makanan umumnya timbul secara akut
dan generalisata.
Manifestasi lesi urtikaria disesuaikan dengan jenisnya, dimana pada dermografisme lesi
sering berbentuk linear. Sedangkan pada urtikaria solar lesi terdapat pada bagian tubuh
yang terbuka. Pada urtikaria dingin dan panas lesi akan terlihat pada daerah yang terkena
dingin atau panas. Lesi pada urtikaria kolinergik adalah kecil-kecil dengan diameter 1-3
milimeter dikelilingi daerah warna merah dan terdapat di daerah yang berkeringat.
8. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi : kulit tampak kemerahan, terdapat batas pinggir yang jelas (timbul secara tiba-
tiba, memudar bila disentuh, jika digaruk akan timbul bilur-bilur yang baru), tampak
adanya edema dan pembengkakan.
Palpasi : terasa adanya edema dan pembengkakan serta adanya nyeri tekan.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar Imunoglobulin E, eosinofil dan
komplemen.
Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai
untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu per satu.
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang
tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu
diperiksa pada dugaan urtikaria dingin.
Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu
diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes intradermal dapat
dipergunakan untuk mencari alergen inhalan, makanan, dermatofit dan kandida.
Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat membantu
diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papilla dermis,
geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan
tidak tampak infiltrasi seluler dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit,
terutama disekitar pembuluh darah.
Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria kolinergik.
Tes dengan es (ice cube test) pada urtikaria dingin.
Tes dengan air hangat pada urtikaria panas. (Irga, 2009).
10. PENATALAKSAAN
Secara umum penatalaksanaan dari urtikaria itu sendiri meliputi :
1. Identifikasi dan pengobatan adalah menghindari faktor resiko
Ini yang paling penting dan hanya ini yang efektif untuk terapi jangka panjang.
Menghindari aspirin atau zat-zat aditif pada makanan, diharapkan dapat memperbaiki
kondisi sekitar 50% pasien dengan urtikaria kronik idiopatik.
2. Pengobatan lokal
a. Kompres air es atau mandi air hangat dengan mencampurkan koloid Aveeno
oatmeal yang bisa mengurangi gatal.
b. Lotion anti pruritus atau emulsi dengan 0,25% menthol bisa membantu dengan
atau tanpa 1% fenol dalam lotion Calamine.
3. Pengobatan sistemik
a. Anti histamine dengan antagonis H1 adalah terapi pilihan.
b. Doxepin, yaitu anti depresan trisiklik dengan efek antagonis H1 dan H2.
c. Kombinasi antihistamin H1 dan H2, misalnya simetidin.
d. Cyproheptadin, mungkin lebih efektif daripada antihistamin.
e. Korticosteroid, biasanya digunakan untuk mengontrol vascukitis urtikaria.
f. Profilaksis dengan steroid anabolic, misalnya : danazol, stanozolol.
g. Hormon tyroid juga dilaporkan dapat meringankan urtikaria kronis dan
angioderma.
h. Terapi antibiotic juga dilaporkan bisa pada pasien yang terinfeksi Helicobacter
pylory dengan urtikaria kronis (Asta Qauliyah, 2007).
Pada edema angioneurotik kematian hampir 30% disebabkan oleh karena obstruksi
saluran nafas. Biasanya tidak responsif terhadap antihistamin, epinefrin, maupun steroid.
Pada gigitan serangga akut mungkin dapat diberikan infus dengan plasma fresh frozen,
yang obyektif tentu saja pemberian plasma yang mengandung C1 esterase inhibitor, C2,
dan C4. Hal yang penting ialah segera dilakukan tindakan mengatasi edema larins.
Pengobatan dengan cara desensitasi, misalnya dilakukan pada urtikaria dingin, dengan
melakukan sensitisasi air pada suhu 10oC (1-2 menit) dua kali sehari selama 2-3 minggu.
Pada alergi debu, serbuk sari bunga jamur, desensitasi mula-mula dengan alergen dosis
kecil 1 minggu 2x; dosis dinaikkan dan dijarangkan perlahan-lahan sampai batas yang
dapat ditolerir oleh penderita. Eliminasi diet dicobakan pada yang sensitif terhadap
makanan.
11. PENCEGAHAN
Membuat catatan. Mencatat kapan dan dimana urtikaria terjadi dan apa yang kita
makan. Hal ini akan membantu untuk mencari penyebab urtikaria.
Hindari pengobatan yang dapat mencetuskan urtiakria seperti antibiotik golongan
penisilin, aspirin dan lainnya (Anonim, 2009).
12. KOMPLIKASI
Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan gatal yang hebat
bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi sekunder.
Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan somnolens dan bibir kering. Pasien dengan
keadaan penyakit yang berat bisa mempengaruhi kualitas hidup (Asta Qauliyah, 2007).
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah
Heart Rate
Respiratory rate
Suhu
e. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Meliputi bentuk, ketegangan dinding perut, gerakan dinding perut, pelebaran vena
abdominal, denyutan di dinding perut.
Auskultasi
Menilai peristaltik usus dan bising sistolik
Palpasi
Meliputi ada tidaknya hepatomegali, splenomegali, asites.
Perkusi
Shifting dullness menunjukkan adanya accites
Palpasi
i. Kaji adanya edema
ii. Kaji perubahan warna saat ditekan
iii. Nyeri tekan
iv. Kaji akral hangat atau dingin
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar Imunoglobulin E, eosinofil
dan komplemen.
Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai
untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu per satu.
Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu untuk
menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu
diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes intradermal
dapat dipergunakan untuk mencari alergen inhalan, makanan, dermatofit dan
kandida.
Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat membantu
diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papilla dermis,
geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat
permulaan tidak tampak infiltrasi seluler dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi
leukosit, terutama disekitar pembuluh darah.
Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria
kolinergik.
Tes dengan es (ice cube test) pada urtikaria dingin.
Tes dengan air hangat pada urtikaria panas.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang ditemukan pada pasien Urtikaria antara lain :
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan inflamasi antara dermal-
epidermal sekunder akibat urtikaria ditandai dengan adanya lesi, eritema, edema,
dan pembengkakan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya lesi ditandai dengan penilaian melaporkan
nyeri secara verbal atau non verbal, perilaku melindungi atau proteksi, perilaku
distraksi (merintih, menangis, gelisah) wajah tampak menahan nyeri.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder ditandai
dengan adanya lesi.
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
Dorong masukan
cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur
positif
4. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan dari perencanaan yang dibuat, tetapi tidak semua
perencanaan tersebut dilakukan.
5. HEALTH EDUCATION
Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang
menyebabkan, pengobatan, komplikasi dan pencegahannya.
Anjurkan klien untuk menghindari alergen.
Anjurkan kepada keluarga untuk memantau klien agar terhindar dari alergen.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Urtikaria. http://www.klikdokter.com/illness/detail/28.
Carpenito, Lynda Juall. 1992. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Moorhead, Johnson, Maas dan Swanson. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC),
USA : Mosby.
Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC