PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarahnya, urtikaria dikenal pertama kali oleh pengamat-pengamat dibidang
medis seperti Hippocrates, Pliny dan Celcus. Terminologi urtikaria pertama kali
dipergunakan secara luas pada abad 18 masehi.
Urtikaria dikenal juga sebagai penyakit kulit dengan bintul-bintul kemerahan sebagai
akibat proses alergi. Bentuk kelainan klinisnya amat bervariasi dengan ukuran beberapa
millimeter hingga berdiameter beberapa sentimeter.
Secara umum keluhan pasien urtikaria hanya merasakan gatal, tetapi pada episode
serangan urtikaria yang berat dapat mengeluh badan terasa lelah, gangguan pencernaan dan
menggigil.
Walaupun dapat terjadi pada setiap umur, namun urtikaria meningkat insidennya setelah
dewasa dan mencapai puncaknya pada usia decade ketiga. Suatu survei pada pelajar sekolah,
memperkirakan sekitar 15-20% pelajar pernah mengalami urtikaria. Mugkin sekali
frekuensinya lebih dari angka-angka tersebut, mengingat kelainan ini bersifat dapat hilang
sendiri dan jarang memerlukan pertolongan secara medis, apalagi kalau hanya terbatas pada
kulit. Belum ada data insiden yang terjadi di Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengerti pengertian urtikaria dan bentuk-bentuk urtikaria
2. Agar dapat mengetahui etiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis pada penderita
urtikaria
3. Agar dapat mengetahui pemberian asuhan keperawatan kepada penderita urtikaria
C. Manfaat Penulisan
Agar kita sebagai tenaga kesehatan dapat mengerti tentang urtikaria dan khusunya dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan tepat kepada pasien urtikaria.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Urtikaria (gelagata) merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe 1 pada kulit yang
ditandai oleh kemunculan mendadak lesi yang menonjol yang edematous, berwarna
1
merah muda dengan ukuran serta bentuk yang bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan
gangguan rasa nyaman yang setempat. Kelainan ini dapat mengenai setiap bagian tubuh,
termasuk membran mukosa (khususnya mulut), laring (kadang-kadang dengan
komplikasi respiratorius yang serius) dan traktus gastrointestinal. Setiap urtikaria akan
bertahan selama periode waktu tertentu yang bervariasi dari beberapa menit hingga
beberapa jam sebelum menghilang. Selama berjam-jam atau berhari-hari, kumpulan lesi
ini dapat timbul, hilang dan kembali lagi secara episodik (Brunner dan Sudarth, 2002).
Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang di tandai
dengan adanya pembentukan bilur-bilur pembengkakan kulit yang dapat hilang tanpa
meninggalkan bekas yang terlihat (Brown Robin Graham 2005).
Urtikaria (biduran) merupakan suatu reaksi pada kulit yang timbul mendadak (akut)
karena pengeluaran histamin yang mengakibatkan pelebaran pembuluh darah dan
kebocoran dari pembuluh darah. Secara imunologik, dari data yang ada sejak tahun 1987,
urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering
dikemukakan oleh penderita, keadaan ini juga didukung oleh penelitian ahli yang lain
(Hodijah, 2009).
Secara umum, Urtikaria yang disebut juga Kaligata, Biduran, atau Gelagata adalah
suatu reaksi alergi pada kulit akibat pengeluaran histamin ditandai dengan kemunculan
mendadak lesi yang menonjol yang edematous, berwarna merah muda dengan ukuran
serta bentuk yang bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan gangguan rasa nyaman
yang setempat.
Istilah lain yang digunakan untuk urtikaria yaitu : Hives, nettle rash, biduran,
kaligata, gelagata.
ultikaria
gigitan/serangga,bahkan
bermacam-macam
,diantaranya
fotosensitizer,inhalasi,kontaktan,trauma
obat
,makanan,
fisik,infeksi
dan
tipe
atau
II.
Contohnya
ialah
obat-obat
yang
secara
nonimunologik
langsung
merangsang
sel
mast
untuk
melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan
urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan ke
dalamnya
seperti
rasa,
atau
bahan pengawet,
sering
Bahan
yang
dicampurkan
seperti asam
nitrat,asam
benzoat, ragi, salisilat, dan penisilin. CHAMPION 1969 melaporkan +-2% urtikaria
kronik disebabkan sensitisasi terhadap makanan
3. Gigitan/sengatan serangga
Gigitan/sengat serangga dapat menyebabkan urtikaria setempat, agaknya hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom dan
toksinbakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding,
dan serangga lainnya, menimbulkan urtika bentuk papular di sekitar tempat gigitan,
biasanya sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau bulan.
4. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang
benda dingin. Faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV, radiasi, dan panas
pembakaran. Faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang
menetes
atau
semprotan
air, vibrasi,
dan
tekanan
berulang-ulang
contohnya pijat, keringat, benda berat,demam, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik
baik secara imunologik maupun nonimunologik.
5. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam
infeksi
dapat
menimbulkan
urtikaria,
misalnya
infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri, contohnya
pada infeksi tonsil, infeksigigi, dan sinusitis. Masih merupakan pertanyaan, apakah
urtikaria
timbul
karena
toksin
bakteri
atau
oleh
sensitisasi.
Infeksi
virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus Cosackie pernah dilaporkan sebagai
penyebab. Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab
urtikaria. Infeksi cacing pita, cacing tambang,cacing gelangjuga schistoma atau
echinococus dapat menyebabkan urtikaria.
6. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast
atau
langsung
menyebabkan
cold
urticaria, familial
localized
heat
urticaria, vibratory
disebabkan
reaksi
kompleks antigen-antibodi.
herpetiformis
Duhring,
Penyakit vesiko-bulosa,
sering
menimbulkan
urtikaria. Beberapa penyakit sistemik dapat mengalami urtikaria antara lain limfoma,
hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam reumatik, dan artritis
reumatoid juvenilis.
(Djuanda,2005 : 169)
D. Manifestasi Klinis
Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema
dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
Bentuknya dapat popular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat
lentikular, nummular, sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai
dermis dan jaringan sub mukosa atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya
saluran cerna dan napas, disebut angiodema. Pada keadaan ini jaringan yang lebih sering
terkena ialah muka, disertai sesak napas, serak dan rhinitis.
6
Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear dikulit yang terkena goresan
benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria akibat tekanan,
urtika timbul pada tempat yang tertekan, misalnya disekitar pinggang, pada penderita ini
dermografisme jelas terlihat.
Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320 nm dan 400-500 nm,
timbul setelah 18-72 jam penyinaran, dan klinis berbentuk urtikaria popular. Hal ini harus
dibuktikan dengan tes foto temple. Sejumlah 7-17% urtikaria kronik disebabkan oleh
faktor fisik, antara lain akibat dingin, panas, tekanan dan penyinaran. Umunya pada
dewasa muda, terjadi pada episode singkat, dan biasanya umum kortikosteroid sistemik
kurang bermanfaat.
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan
yang merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal, urtika bervariasi dari
beberapa mm sampai nummular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering
disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah-muntah, dan nyeri kepala;
dijumpai pada umur 15-25 tahun. Urtikaria akibat obat atau makanan umumnya timb4ul
secara akut dan generalisata.
E. Patofisiologi
Urtikaria timbul akibat masuknya antigen ke area kulit yang spesifik dan
menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis. Histamin yang dilepaskan
setempat akan menimbulkan (1) vasodilatasi yang menyebabkan timbulnya red flare
(kemerahan) dan (2) peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam
beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan setempat yang berbatas jelas
(Guyton, 2008).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,
sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan lokal.
Sehingga secara klinis tampak edema lokal disertai eritem. Vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator misalnya histamine, kinin,
serotonin, slow reacting substance of anafilacsis (SRSA) dan prostaglandin oleh sel mast
dan atau basofil (Asta Qauliyah, 2007).
Sel mast merupakan sel yang berperan dalam pelepasan mediator vasoaktif seperti
histamin yaitu agen utama dalam urtikaria. Mediator lain seperti leukotrin dan
prostaglandin juga mempunyai kontribusi baik dalam respon cepat maupun lambat
dengan adanya kebocoran cairan dalam jaringan (Hodijah, 2009).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,
sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat.
Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator,
misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan
prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu terjadi inhibisiproteinase oleh
enzim proeolotik, misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast.
Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau
basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali
siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan
mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan
seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini.
Bahan kolinergik, misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang
mekanismenya belum diketahui, langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk
melepaskan mediator. Faktor fisik, misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan
pemijatan, dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan, misalnya demam,
panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler
sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Faktor imunologik lebih
berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik dimana biasanya Ig. E terikat
pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen
yang sesuai berikatan dengan Ig. E, maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu
melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya
alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara
klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3aC5a) yang
mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin
bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan
kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat
kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan
9
Gangguan Citra Tubuh
G. Komplikasi
Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan gatal yang
hebatbisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi sekunder.
Penggunaanantihistamin bisa menyebabkan somnolens dan bibir kering. Pasien dengan
keadaan penyakityang berat bisa mempengaruhi kualitas hidup (Asta Qauliyah, 2007).
H. Penatalaksanaan
1. Menghindari Alergen
Prioritas utama pengobatan urtikaria adalah eliminasi dari bahan penyebab,
bahan pencetus, atau antigen, yang sebenarnya lebih mudah diucapkan dari pada
dilakukan. Menghindari alergen penyebab dari urtikaria kontak atau anafilaksis,
seharusnya akan dapat menyelesaikan masalah. Intoleransi terhadap makanan dan
obat yang tidak diperantarai IgE, harus dipertimbangkan sebagai urtikaria kronik
yang tidak memberikan respons yang baik dengan pemberian antihistamin. Pada
kasus seperti ini, lebih menguntungkan menghindari salisilat, azodyes, benzoat dan
pengawet makanan lain seperti asam sorbik, khususnya bila akan dilakukan tes
provokasi double blind.
2. Medikamentosa
Pengobatan Lini Pertama. Mayoritas pasien urtikaria kronik, mendapatkan
pengobatan simtomatis dengan antihistamin 1 (AH1) klasik. Keberhasilan obat-obat
tersebut agak terbatas, karena timbulnya efek samping berupa sedasi dan mulut
kering. Seperti telah diketahui, bahwa sel mast kulit dapat mengalami degranulasi
oleh berbagai macam stimulus yang kadang-kadang tidak diketahui, dengan
mengeluarkan bermacam-macam mediator. Mediator-mediator tersebut, terutama
adalah histamin dan triptase. Dengan keterangan seperti ini, sangat sesuai
memberikan antihistamin sebagai cara profilaksis dari pada saat terjadinya urtikaria.
Beberapa dokter menjadi segan memberikan obat-obat tersebut, dengan adanya
antihistamin yang lebih baru yang tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Beberapa antihistamin non sedasi yang saat ini digunakan untuk urtikaria adalah
setirizin, loratadin, astemizol, akrivastin dan feksofenadin yang juga bersifat non
kardiotoksik, tidak seperti terfenadin. Pengalaman klinis menunjukkan terdapat
sedikit variasi di antara obat-obat tersebut dalam mengatasi urtikaria kronik,
walaupun beberapa pasien menyukai suatu obat disbanding lainnya. Loratadin lebih
efektif dibanding plasebo. Berdasarkan kinetika obat, loratadin diberikan sekali sehari
10
yang cukup efektif dalam beberapa jam setelah ditelan dan mempunyai lama kerja 1248 jam. Akrivistin berbeda dengan antihistamin non sedasi lainnya, karena singkatnya
masa paruh dalam darah dan diberikan dalam dosis 3 kali sehari, setirizin merupakan
metabolit dari hidroksizin yang merupakan golongan antihistamin dengan efek sedasi
yang rendah. Obat ini terbukti mengurangi insiden eritema, bintul dan pruritis pada
urtikari spontan dan yang diprovokasi, pada double-blind cross-over trials. Beberapa
peneliti dapat menunjukkan berkurangnya infiltrasi eosinofil pada lesi reaksi fase
lambat, setelah diberikan setirizin,. Dengan memiliki sifat sebagai anti inflamasi serta
penyekat H1 yang baik, mungkin menguntungkan pasien dimana gambaran
histopatologisnya menunjukkan inflamasi dengan infiltrasi berbagai macam sel
radang.
Table antihistamin yang ditujukan untuk urtikaria kronik
Golongan
Contoh
Dosis
Klasik (sedasi)
Klorfeniramin
Hidroksizin
Difenhidramin
prometazin
Akrivastin
25 Mg (malam hari)
4 Mg, 3 kali sehari
Setirizin
Loratadin
Generasi III
Mizolastin
Desloratadin
Antagonis H2
feksofenadin
Simetadin
ranitidin
Generasi II
Obat-obat yang secara teoritis sebagai stabilisator membran sel mast, seperti
nifedipin, pada beberapa penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan.
Namun demikian, penggunaan dilapangan mempunyai efek yang minimal dan
mungkin baik dipergunakan pada pasien urtikaria yang bersamaan menderita
hipertensi. Sodium kromolin, absorbsinya dari saluran pencernaan buruk sekali dan
tidak mempunyai makna dalam terapi urtikaria.
11
antibody
menghambat reseptor IgE pada sel mast dan penelitian murin anti IgE, bisa member
pilihan pendekatan terapi yang baru di masa mendatang.
13
BAB III
KONSEP ASKEP
A. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan diagnostik untuk memperoleh
informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
asuhan keperawatan klien. Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan atau penyakit di masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pola aktifitas sehari-hari, dan riwayat psikososial.
Adapun yang bisa dikaji dari pasien dengan urtikaria adalah :
1. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan atau kelelahan, warna kulit, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS, pola nafas, posisi klien dan respon verbal klien.
2. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
a.
b.
c.
d.
Tekanan darah
Heart Rate
Respiratory rate
Suhu
14
Perhatikan manifestasi distres pernafasan seperti: sinkronisasi gerakan dinding dadaabdomen, dypsnea, orthopnea, PND, Cheyne Stokes, tanda-tanda retraksi otot
intercostae & suprasternal.
b. Palpasi
Menilai getaran suara pada dinding dada (tactile fermitus), denyut apex (normal: ICS
V MCL sinistra, lebar denyutan 1 cm), getaran/thrill (menunjukkan bising jantung),
dan denyut arteri.
c. Perkusi
Menilai batas-batas paru dan jantung, serta kondisi paru
d. Auskultasi
Perhatikan suara nafas dan suara nafas tambahan (ronchi, rales, wheezing, pleural
friction rub), bunyi jantung, bising jantung atau murmur.
5. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
Meliputi bentuk, ketegangan dinding perut, gerakan dinding perut, pelebaran vena
abdominal, denyutan di dinding perut.
b. Auskultasi
Menilai peristaltik usus dan bising sistolik
c. Palpasi
Meliputi ada tidaknya hepatomegali, splenomegali, asites.
d. Perkusi
Shifting dullness menunjukkan adanya accites
6. Ekstrimitas dan Integumen
a. Inspeksi
1) Warna kulit : kaji adanya eritema
2) Kaji adanya edema
3) Kaji adanya lesi
4) Inspeksi kesimetrisan ekstremitas kanan dan kiri
b. Palpasi
1) Kaji adanya edema
2) Kaji perubahan warna saat ditekan
3) Nyeri tekan
4) Kaji akral hangat atau dingin
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar Imunoglobulin E, eosinofil dan
komplemen.
b. Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai
untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu per satu.
15
c. Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang
tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu
diperiksa pada dugaan urtikaria dingin.
d. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu untuk
menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
e. Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu
diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes intradermal dapat
dipergunakan untuk mencari alergen inhalan, makanan, dermatofit dan kandida.
f. Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat membantu
diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papilla dermis,
geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan
tidak tampak infiltrasi seluler dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit,
g.
h.
i.
j.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya lesi ditandai dengan penilaian melaporkan
nyeri secara verbal atau non verbal, perilaku melindungi atau proteksi, perilaku
distraksi (merintih, menangis, gelisah) wajah tampak menahan nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan status alergenik ditandai dengan
bentol kemerahan pada kulit dan rasa gatal, terbaka, tertusuk pada daerah kemerahan.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas ditandai dengan klien mengeluh
sering terbangun saat tidur karena gatal pada daerah kemerahan dan klien tampak
pucat.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder
akibat urtikaria ditandai dengan kulit tampak kemerahan, mata dan bibir bengkak,
telinga menebal.
C. Perencanaan
No
1
Dx Keperawatan
Nyeri
akut
berhubungan NOC
NOC
NIC
NIC
16
komunikasi teraupeutik
untuk
dengan
menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala,intensitas,frekuensi
dan tanda nyeri )
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
mengetahui
respon
nyeri
Evaluasi
masa lampau
Kurangi
presipikasi nyeri
Pilih
danlakukan
rasa
nyeri
faktor
penanganan
(
nyeri
farmakologi,
nonfarmakologi
-
dan
inter personal)
Kaji tipe resumber
nyeri
untuk
menentukan intervensi
Ajarkan
teknik
nonfarmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
17
tindakan
nyeri
tidak berhasil
Analgetik administration
-
Tentukan
lokasi
karakteristik,
dan
derajat
sebelum
-
obat
Cek
kualitas,
nyeri
pemberian
intruksi
dokter
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan
atau
kombinasi
dari
analgesik
ketika
satu
Tentukan
pilihan
rute
optimal
Berikan analgesik tepat
waktu
terutama
nyeri hebat
Evaluasi
analgesik,
saat
efektifitas
tanda
gejala
18
dan
Kerusakan
integritas
berhubungan
dengan
kulit NOC
NIC
kemerahan.
ditandai
dengan
bisa
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
tidur
- Jaga kebersihan kulit agar
temperature,
pigmentasi)
Tidak ada luka atau lesi
jam sekali
pada kulit
- Monitor kulit akan adanya
Perfusi jaringan baik
kemerahan
Menunjukkan pemahaman
- Oleskan
lotion
atau
dalam proses perbaikan
minyak/baby oil pada
kulit
dan
mencegah
daerah yang tertekan
terjadinya cedera berulang - Monitor
aktivitas
dan
Mampu melindungi kulit
mobilisasi pasien
dan
mempertahankan - Memandikan pasien dengan
kelembaban
kulit
perawatan alami
dan
memantau
ditutup
dengan
atau
staples,
steril
- Gunakan
preparat
balutan
pada
waktu
yang
interval
Gangguan
tidur NOC
Anxiety reduction
berhubungan dengan pruritas
Comfort level
ditandai
dengan
klien Pain level
mengeluh sering terbangun Rest: extent and pattern
Sleep: extent and pattern
saat tidur karena gatal pada Kriteria hasil:
daerah kemerahan dan klien Jumlah jam tidur dalam
tampak pucat.
pola
terbuka
(tidak
tidur
Jelaskan
pentingnya
mempertahankan
aktivitas sebelum tidur
sesudah
(membaca)
Ciptakan
lingkungan
yang nyaman
Kolaborasi pemberian
obat tidur
Diskusikan
tidur
pasien
dan
tentang
dengan
keluarga
teknik
tidur
pasien
Intruksikan
minum
untuk
dengan
waktu tidur
Monitor/catat
kebutuhan tidur pasien
setiap hari dan jam.
20
NOC
Immune status
Knowledge :
organisme sekunder.
NIC
Infection control (kontrol
infeksion infeksi)
control
Risk control
Kriteria hasil :
bila
proses
perlu
- Instruksikan
pada
pengunjung
mencuci
yang
berkunjung
mempengaruhi
penularan
serta
untuk
tangan
dan
saat
setelah
berkunjung meninggalkan
penatalaksanaannya
pasien
Menunjukkan kemampuan - Gunkan sabun antimikrobia
untuk mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah
leukosit
dalam
sesudah
tindakan
batas normal
Menunjukkan
keperawatan
baju,
prilaku - Gunakan
hidup sehat
tangan
sarung
sebagai
pelindung
- Pertahankan
aseptic
alat
perlindungan
selama
pemasangan alat
- Berikan terapi anti biotic
bila
perlu
protection
Infection
(proteksi
terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala
infeksi sitemik dan local
- Monitor hitung granulosit,
WBC
- Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
- Batasi pengunjung terhadap
21
penyakit menular
- Pertahankan tehnik aspesis
pada pasien yang beresiko
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari
Gangguan
citra
tubuh NOC
Body image
berhubungan
dengan
Self esteem
perubahan dalam penampilan
Kriteria hasil:
sekunder
akibat
urtikaria
Body image positif
ditandai dengan kulit tampak Mampu mengidentifikasi
kemerahan, mata dan bibir
kekuatan personal
bengkak, telinga menebal.
Mendeskripsikan
infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
NIC
Body image enhancement
- Kaji secara verbal dan
-
non verbal
Monitor
mengkritik dirinya
Jelaskan
tentang
pengobatan, perawatan,
secara
kemajuan
frekuensi
dan
prognosis penyakit
Dorong
klien
mengungkapkan
sosial
-
perasaannya
Identifikasi
arti
pengurangan
melalui
D. Implementasi
Implementasi dapat dilakukan berdasarkan intervensi yang ditegakkan dan
sehubungan dengan dapat tidaknya terlaksana itu kembali pada situasional di lapangan.
22
Pelaksanaan dari rencana keperawatan yang jelas disusun atau ditentukan, yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dilakukan oleh pasien itu
sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerja sama dengan anggota tim
kesehatan lainnya.
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Nyeri yang berhubungan dengan adanya lesi hilang dan tidak tampak wajah menahan
nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berkurang disertai berkukrangnya kemerahan pada kulit.
3. Gangguan pola tidur kembali normal karena sudah tidak ada gatal yang dirasakan
klien dan wajah klien tidak tampak pucat.
4. Berkurangnya risiko infeksi sekunder.
5. Tidak ada gangguan citra tubuh yang disebabkan urtikaria.
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Urtikaria yang disebut juga Kaligata, Biduran, atau Gelagata adalah suatu reaksi alergi
pada kulit akibat pengeluaran histamin ditandai dengan kemunculan mendadak lesi yang
menonjol yang edematous, berwarna merah muda dengan ukuran serta bentuk yang
bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan gangguan rasa nyaman yang setempat.
Secara umum keluhan pasien urtikaria hanya merasakan gatal, tetapi pada episode
serangan urtikaria yang berat dapat mengeluh badan terasa lelah, gangguan pencernaan dan
menggigil.
Prioritas utama pengobatan urtikaria adalah eliminasi dari bahan penyebab, bahan
pencetus, atau antigen, yang sebenarnya lebih mudah diucapkan dari pada dilakukan.
B. Saran
Bagi para pembaca khususnya mahasiswa semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam
memahami,mengetahui dan menambah wawasan tentang angina pectoris.
24