Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarahnya, urtikaria dikenal pertama kali oleh pengamat-pengamat dibidang
medis seperti Hippocrates, Pliny dan Celcus. Terminologi urtikaria pertama kali
dipergunakan secara luas pada abad 18 masehi.
Urtikaria dikenal juga sebagai penyakit kulit dengan bintul-bintul kemerahan sebagai
akibat proses alergi. Bentuk kelainan klinisnya amat bervariasi dengan ukuran beberapa
millimeter hingga berdiameter beberapa sentimeter.
Secara umum keluhan pasien urtikaria hanya merasakan gatal, tetapi pada episode
serangan urtikaria yang berat dapat mengeluh badan terasa lelah, gangguan pencernaan dan
menggigil.
Walaupun dapat terjadi pada setiap umur, namun urtikaria meningkat insidennya setelah
dewasa dan mencapai puncaknya pada usia decade ketiga. Suatu survei pada pelajar sekolah,
memperkirakan sekitar 15-20% pelajar pernah mengalami urtikaria. Mugkin sekali
frekuensinya lebih dari angka-angka tersebut, mengingat kelainan ini bersifat dapat hilang
sendiri dan jarang memerlukan pertolongan secara medis, apalagi kalau hanya terbatas pada
kulit. Belum ada data insiden yang terjadi di Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengerti pengertian urtikaria dan bentuk-bentuk urtikaria
2. Agar dapat mengetahui etiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis pada penderita
urtikaria
3. Agar dapat mengetahui pemberian asuhan keperawatan kepada penderita urtikaria
C. Manfaat Penulisan
Agar kita sebagai tenaga kesehatan dapat mengerti tentang urtikaria dan khusunya dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan tepat kepada pasien urtikaria.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Urtikaria (gelagata) merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe 1 pada kulit yang
ditandai oleh kemunculan mendadak lesi yang menonjol yang edematous, berwarna
1

merah muda dengan ukuran serta bentuk yang bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan
gangguan rasa nyaman yang setempat. Kelainan ini dapat mengenai setiap bagian tubuh,
termasuk membran mukosa (khususnya mulut), laring (kadang-kadang dengan
komplikasi respiratorius yang serius) dan traktus gastrointestinal. Setiap urtikaria akan
bertahan selama periode waktu tertentu yang bervariasi dari beberapa menit hingga
beberapa jam sebelum menghilang. Selama berjam-jam atau berhari-hari, kumpulan lesi
ini dapat timbul, hilang dan kembali lagi secara episodik (Brunner dan Sudarth, 2002).
Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang di tandai
dengan adanya pembentukan bilur-bilur pembengkakan kulit yang dapat hilang tanpa
meninggalkan bekas yang terlihat (Brown Robin Graham 2005).
Urtikaria (biduran) merupakan suatu reaksi pada kulit yang timbul mendadak (akut)
karena pengeluaran histamin yang mengakibatkan pelebaran pembuluh darah dan
kebocoran dari pembuluh darah. Secara imunologik, dari data yang ada sejak tahun 1987,
urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering
dikemukakan oleh penderita, keadaan ini juga didukung oleh penelitian ahli yang lain
(Hodijah, 2009).
Secara umum, Urtikaria yang disebut juga Kaligata, Biduran, atau Gelagata adalah
suatu reaksi alergi pada kulit akibat pengeluaran histamin ditandai dengan kemunculan
mendadak lesi yang menonjol yang edematous, berwarna merah muda dengan ukuran
serta bentuk yang bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan gangguan rasa nyaman
yang setempat.
Istilah lain yang digunakan untuk urtikaria yaitu : Hives, nettle rash, biduran,
kaligata, gelagata.

Gambar 1 : Urtikaria di berbagai tempat


B. Klasifikasi
Terdapat bermacam-macam paham penggolongan urtikaria. Irga, 2009 mengklasifikasikan
urtikaria menurut beberapa hal.
1. Berdasarkan lamanya serangan berlangsung, urtikaria dibedakan menjadi :
a. Urtikaria Akut
Disebut akut bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama
4 minggu tetapi timbul setiap hari. Urtikaria akut lebih sering terjadi pada anak muda,
umumnya laki-laki lebih sering daripada perempuan. Penyebab urtikaria akut lebih
mudah diketahui.
1) Urtikaria Kronis
Disebut kronik bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu. Urtikaria kronik lebih
sering pada wanita usia pertengahan. Kasus urtikaria kronik sulit ditemukan.
Urtikaria kronik dibagi menjadi beberapa subtipe meliputi :
a) Urtikaria Fisis
Pada urtikaria fisis timbulnya gejala biasanya terkait dengan perubahan tempratur
lingkungan yang mencolok, lebih sering akibat dingin. Pemicu yang lain misalnya;
trauma mekanis, getaran, aktivitas fisik / exercise, stres emosional, sinar matahari,
air.
b) Urtikaria Vaskulitis
3

Urtikaria Vaskulitis sebenarnya merupakan manifestasi kulit dari penyakit sistemik /


Autoimmune diseases.
c) Urtikaria Kronik Idiopatik
Disebut Urtikaria kronik idiopatik jika tidak diketahui pemicunya yang spesifik pada
penelusuran dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, maupun hasil laboratorium.
Sebanyak 80-90% dari urtikaria kronik adalah idiopatik.
2. Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya, yaitu :
a. Urtikaria Papular bila berbentuk papul,
b. Urtikaria Gutata bila besarnya sebesar tetesan air, dan
c. Urtikaria Gurata bila ukurannya besar-besar..
d. Terdapat pula yang Urtikaria Anular dan Urtikaria Arsinar.
3. Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena, urtikaria dibedakan menjadi :
a. Urtikaria Lokal
b. Generalisata
c. Angioederma
4. Ada pula yang menggolongkan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme
terjadinya, meliputi :
a. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik :
1) Bergantung pada IgE (reaksi alergi tipe I) :
- Pada atopi
- Antigen spesifik (polen, obat, venom)
2) Ikut sertanya komplemen :
- Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II)
- Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III)
- Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik)
3) Reaksi Alergi tipe IV (urtikaria kontak)
b. Urtikaria atas dasar reaksi nonimunologik
1) Langsung memacu sel mast, sehingga terjadi pelepasan mediator (misalnya obat
golongan opiat dan bahan kontras).
2) Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (misalnya
aspirin, obat anti-inflamasi nn-steroid, golongan azodyes).
3) Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar, dan
bahan kolinergik.
4) Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya, digolongkan sebagai
urtikaria idiopatik.
C. Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Di duga
penyebab

ultikaria

gigitan/serangga,bahkan

bermacam-macam

,diantaranya

fotosensitizer,inhalasi,kontaktan,trauma

obat

,makanan,

fisik,infeksi

dan

infestasi parasit,psikis,genetik dan penyakit sistemik.


1. Obat
4

Bermacam- macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik


maupun nonimunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara
imunologik

tipe

atau

II.

Contohnya

ialah

obat-obat

golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar,hormon, dan diuretik. Ada pula


obat

yang

secara

nonimunologik

langsung

merangsang

sel

mast

untuk

melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan
urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan ke
dalamnya

seperti

zat warna, penyedap

rasa,

atau

bahan pengawet,

sering

menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria


ialah, telur, ikan, kacang, udang, cokelat, tomat, arbei, babi, keju, bawang,
dan semangka.

Bahan

yang

dicampurkan

seperti asam

nitrat,asam

benzoat, ragi, salisilat, dan penisilin. CHAMPION 1969 melaporkan +-2% urtikaria
kronik disebabkan sensitisasi terhadap makanan
3. Gigitan/sengatan serangga
Gigitan/sengat serangga dapat menyebabkan urtikaria setempat, agaknya hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom dan
toksinbakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding,
dan serangga lainnya, menimbulkan urtika bentuk papular di sekitar tempat gigitan,
biasanya sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau bulan.
4. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang
benda dingin. Faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV, radiasi, dan panas
pembakaran. Faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang
menetes

atau

semprotan

air, vibrasi,

dan

tekanan

berulang-ulang

contohnya pijat, keringat, benda berat,demam, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik
baik secara imunologik maupun nonimunologik.
5. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam
infeksi
dapat
menimbulkan

urtikaria,

misalnya

infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri, contohnya

pada infeksi tonsil, infeksigigi, dan sinusitis. Masih merupakan pertanyaan, apakah
urtikaria

timbul

karena

toksin

bakteri

atau

oleh

sensitisasi.

Infeksi

virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus Cosackie pernah dilaporkan sebagai
penyebab. Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab
urtikaria. Infeksi cacing pita, cacing tambang,cacing gelangjuga schistoma atau
echinococus dapat menyebabkan urtikaria.
6. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast

atau

langsung

menyebabkan

peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapilar. Ternyata hampir 11,5% penderita


urtikaria menunjukkan gangguan psikis.
7. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan pada urtikaria dan angiodema, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya ialah angineurotik edema
herediter,familial

cold

urticaria, familial

localized

heat

urticaria, vibratory

angiodema, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and amyloidosis,


dan erythropoietic protoporphyria.
8. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih
sering

disebabkan

reaksi

kompleks antigen-antibodi.

misalnya pemfigus dan dermatitis

herpetiformis

Duhring,

Penyakit vesiko-bulosa,
sering

menimbulkan

urtikaria. Beberapa penyakit sistemik dapat mengalami urtikaria antara lain limfoma,
hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam reumatik, dan artritis
reumatoid juvenilis.
(Djuanda,2005 : 169)
D. Manifestasi Klinis
Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema
dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
Bentuknya dapat popular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat
lentikular, nummular, sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai
dermis dan jaringan sub mukosa atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya
saluran cerna dan napas, disebut angiodema. Pada keadaan ini jaringan yang lebih sering
terkena ialah muka, disertai sesak napas, serak dan rhinitis.
6

Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear dikulit yang terkena goresan
benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria akibat tekanan,
urtika timbul pada tempat yang tertekan, misalnya disekitar pinggang, pada penderita ini
dermografisme jelas terlihat.
Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320 nm dan 400-500 nm,
timbul setelah 18-72 jam penyinaran, dan klinis berbentuk urtikaria popular. Hal ini harus
dibuktikan dengan tes foto temple. Sejumlah 7-17% urtikaria kronik disebabkan oleh
faktor fisik, antara lain akibat dingin, panas, tekanan dan penyinaran. Umunya pada
dewasa muda, terjadi pada episode singkat, dan biasanya umum kortikosteroid sistemik
kurang bermanfaat.
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan
yang merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal, urtika bervariasi dari
beberapa mm sampai nummular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering
disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah-muntah, dan nyeri kepala;
dijumpai pada umur 15-25 tahun. Urtikaria akibat obat atau makanan umumnya timb4ul
secara akut dan generalisata.
E. Patofisiologi
Urtikaria timbul akibat masuknya antigen ke area kulit yang spesifik dan
menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis. Histamin yang dilepaskan
setempat akan menimbulkan (1) vasodilatasi yang menyebabkan timbulnya red flare
(kemerahan) dan (2) peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam
beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan setempat yang berbatas jelas
(Guyton, 2008).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,
sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan lokal.
Sehingga secara klinis tampak edema lokal disertai eritem. Vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator misalnya histamine, kinin,
serotonin, slow reacting substance of anafilacsis (SRSA) dan prostaglandin oleh sel mast
dan atau basofil (Asta Qauliyah, 2007).
Sel mast merupakan sel yang berperan dalam pelepasan mediator vasoaktif seperti
histamin yaitu agen utama dalam urtikaria. Mediator lain seperti leukotrin dan

prostaglandin juga mempunyai kontribusi baik dalam respon cepat maupun lambat
dengan adanya kebocoran cairan dalam jaringan (Hodijah, 2009).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,
sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat.
Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator,
misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan
prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu terjadi inhibisiproteinase oleh
enzim proeolotik, misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast.
Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau
basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali
siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan
mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan
seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini.
Bahan kolinergik, misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang
mekanismenya belum diketahui, langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk
melepaskan mediator. Faktor fisik, misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan
pemijatan, dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan, misalnya demam,
panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler
sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Faktor imunologik lebih
berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik dimana biasanya Ig. E terikat
pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen
yang sesuai berikatan dengan Ig. E, maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu
melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya
alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara
klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3aC5a) yang
mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin
bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan
kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat
kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan

kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik


menyebabkan edema angioneurotik yang herediter (Irga, 2009).
F. WOC

9
Gangguan Citra Tubuh

G. Komplikasi
Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan gatal yang
hebatbisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi sekunder.
Penggunaanantihistamin bisa menyebabkan somnolens dan bibir kering. Pasien dengan
keadaan penyakityang berat bisa mempengaruhi kualitas hidup (Asta Qauliyah, 2007).
H. Penatalaksanaan
1. Menghindari Alergen
Prioritas utama pengobatan urtikaria adalah eliminasi dari bahan penyebab,
bahan pencetus, atau antigen, yang sebenarnya lebih mudah diucapkan dari pada
dilakukan. Menghindari alergen penyebab dari urtikaria kontak atau anafilaksis,
seharusnya akan dapat menyelesaikan masalah. Intoleransi terhadap makanan dan
obat yang tidak diperantarai IgE, harus dipertimbangkan sebagai urtikaria kronik
yang tidak memberikan respons yang baik dengan pemberian antihistamin. Pada
kasus seperti ini, lebih menguntungkan menghindari salisilat, azodyes, benzoat dan
pengawet makanan lain seperti asam sorbik, khususnya bila akan dilakukan tes
provokasi double blind.
2. Medikamentosa
Pengobatan Lini Pertama. Mayoritas pasien urtikaria kronik, mendapatkan
pengobatan simtomatis dengan antihistamin 1 (AH1) klasik. Keberhasilan obat-obat
tersebut agak terbatas, karena timbulnya efek samping berupa sedasi dan mulut
kering. Seperti telah diketahui, bahwa sel mast kulit dapat mengalami degranulasi
oleh berbagai macam stimulus yang kadang-kadang tidak diketahui, dengan
mengeluarkan bermacam-macam mediator. Mediator-mediator tersebut, terutama
adalah histamin dan triptase. Dengan keterangan seperti ini, sangat sesuai
memberikan antihistamin sebagai cara profilaksis dari pada saat terjadinya urtikaria.
Beberapa dokter menjadi segan memberikan obat-obat tersebut, dengan adanya
antihistamin yang lebih baru yang tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Beberapa antihistamin non sedasi yang saat ini digunakan untuk urtikaria adalah
setirizin, loratadin, astemizol, akrivastin dan feksofenadin yang juga bersifat non
kardiotoksik, tidak seperti terfenadin. Pengalaman klinis menunjukkan terdapat
sedikit variasi di antara obat-obat tersebut dalam mengatasi urtikaria kronik,
walaupun beberapa pasien menyukai suatu obat disbanding lainnya. Loratadin lebih
efektif dibanding plasebo. Berdasarkan kinetika obat, loratadin diberikan sekali sehari
10

yang cukup efektif dalam beberapa jam setelah ditelan dan mempunyai lama kerja 1248 jam. Akrivistin berbeda dengan antihistamin non sedasi lainnya, karena singkatnya
masa paruh dalam darah dan diberikan dalam dosis 3 kali sehari, setirizin merupakan
metabolit dari hidroksizin yang merupakan golongan antihistamin dengan efek sedasi
yang rendah. Obat ini terbukti mengurangi insiden eritema, bintul dan pruritis pada
urtikari spontan dan yang diprovokasi, pada double-blind cross-over trials. Beberapa
peneliti dapat menunjukkan berkurangnya infiltrasi eosinofil pada lesi reaksi fase
lambat, setelah diberikan setirizin,. Dengan memiliki sifat sebagai anti inflamasi serta
penyekat H1 yang baik, mungkin menguntungkan pasien dimana gambaran
histopatologisnya menunjukkan inflamasi dengan infiltrasi berbagai macam sel
radang.
Table antihistamin yang ditujukan untuk urtikaria kronik
Golongan

Contoh

Dosis

Klasik (sedasi)

Klorfeniramin

4Mg, 3 kali sehari

Hidroksizin

10-25Mg, 3 kali sehari

Difenhidramin

10-25 Mg, (malam hari)

prometazin
Akrivastin

25 Mg (malam hari)
4 Mg, 3 kali sehari

Setirizin

10 Mg, sekali sehari

Loratadin

10 Mg, sekali sehari

Generasi III

Mizolastin
Desloratadin

10 Mg, sekali sehari


5 Mg, sekali sehari

Antagonis H2

feksofenadin
Simetadin

180 Mg, sekali sehari


400 Mg, 2 kali sehari

ranitidin

150 Mg, 2 kali sehari

Generasi II

Obat-obat yang secara teoritis sebagai stabilisator membran sel mast, seperti
nifedipin, pada beberapa penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan.
Namun demikian, penggunaan dilapangan mempunyai efek yang minimal dan
mungkin baik dipergunakan pada pasien urtikaria yang bersamaan menderita
hipertensi. Sodium kromolin, absorbsinya dari saluran pencernaan buruk sekali dan
tidak mempunyai makna dalam terapi urtikaria.
11

Pengobatan Lini Kedua. walaupun umumnya antihistamin dapat mengatasi


gejala urtikaria, pada beberapa kasus yang berat memerlukan kortikosteroid. Sebelum
diputuskan pemberian steroid jangka panjang berkaitan dnegan beberapa efek
samping, saat ini sedang diteliti kemungkinan penggunaan obat seperti stanozolol,
sulfasalazin dan metotreksat. Obat-obat tersebut dapat mengurangi kebutuhan akan
steroid. Pada urtikaria yang berat dan sangat mengganggu aktivitas pasien, dapat
diberikan dosis tinggi steroid secara oral. Prednisolon 60 mg sehari diberikan sebagai
pulse dosing untuk 3-5 hari.
Obat-obatan lain seperti kolkisin, dapson, indometasin dan hidroksiklorokuin
pernah dilaporkan pada beberapa kepustakaan, mempunyain efektivitas yang cukup
baik dalam mengurangi dosis atau frekuensi penggunaan steroid pada kasus urtikaria
vaskulitis.
Pengobatan Lini Ketiga. Plasmaferesis pernah berhasil dilakukan pada beberapa
pasien urtikaria kronik yang terjadi sepanjang waktu. Pada kasus tersebut, didapatkan
bukti-bukti adanya autoantibody yang dapat mencetuskan pelepasan histamine. Obatobatan imunosupresan yang cukup menjanjikan, seperti siklosporin A dan
immunoglobulin secara intravena dapat dipergunakan dengan evaluasi yang ketat.
Namun demikian, penggunaannya masih amat terbatas pada pusat-pusat rujukn
tertentu.
3. Pengobatan Dengan Pendekatan Terapi Terbaru
Urtikaria, etiologinya dan cara penatalaksanaannya masih merupakan masalah
pada dokter maupun pasiennya. Dengan semakin dipahaminya perkembangan terbaru
tentang sitokin yang dapat mendorong terjadinya degranulasi sel mast , interleukin
yang merangsang aktivitas dan menghambat terjadinya apoptosis eosinofil serta
autoantibody yang mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor IgE pada sel mast ,
merupakan gambaran yang kompleks pada urtikaria. Walaupun kita telah memiliki
berbagai cara yang adekuat pada pengobatan urtikaria umumnya, penatalaksanaan di
masa mendatang seperti imunomodulasi dari produksi sitokin, penggunaan obat-obat
anti inflamasi non steroid yang lebih baik dan pengaturan produksi

antibody

autoimun akan semakin berkembang. Perkembangan penggunaan peptide yang


12

menghambat reseptor IgE pada sel mast dan penelitian murin anti IgE, bisa member
pilihan pendekatan terapi yang baru di masa mendatang.

13

BAB III
KONSEP ASKEP
A. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan diagnostik untuk memperoleh
informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
asuhan keperawatan klien. Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan atau penyakit di masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pola aktifitas sehari-hari, dan riwayat psikososial.
Adapun yang bisa dikaji dari pasien dengan urtikaria adalah :
1. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan atau kelelahan, warna kulit, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS, pola nafas, posisi klien dan respon verbal klien.
2. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
a.
b.
c.
d.

Tekanan darah
Heart Rate
Respiratory rate
Suhu

3. Pemeriksaan Kepala dan Leher


a. Bentuk wajah
b. Grimace/tanda kesakitan, tanda ketegangan, dan atau kelelahan
c. Bentuk hidung, sekret, elastisitas septum
d. Kaji adanya pernafasan cuping hidung
e. Kaji adanya cyanosis
f. Adanya ptosis
g. Konjungtiva
h. Sklera normal/ikhterus
i.
4. Pemeriksaan Thorax dan Abdomen
a. Inspeksi

14

Perhatikan manifestasi distres pernafasan seperti: sinkronisasi gerakan dinding dadaabdomen, dypsnea, orthopnea, PND, Cheyne Stokes, tanda-tanda retraksi otot
intercostae & suprasternal.
b. Palpasi
Menilai getaran suara pada dinding dada (tactile fermitus), denyut apex (normal: ICS
V MCL sinistra, lebar denyutan 1 cm), getaran/thrill (menunjukkan bising jantung),
dan denyut arteri.
c. Perkusi
Menilai batas-batas paru dan jantung, serta kondisi paru
d. Auskultasi
Perhatikan suara nafas dan suara nafas tambahan (ronchi, rales, wheezing, pleural
friction rub), bunyi jantung, bising jantung atau murmur.
5. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
Meliputi bentuk, ketegangan dinding perut, gerakan dinding perut, pelebaran vena
abdominal, denyutan di dinding perut.
b. Auskultasi
Menilai peristaltik usus dan bising sistolik
c. Palpasi
Meliputi ada tidaknya hepatomegali, splenomegali, asites.
d. Perkusi
Shifting dullness menunjukkan adanya accites
6. Ekstrimitas dan Integumen
a. Inspeksi
1) Warna kulit : kaji adanya eritema
2) Kaji adanya edema
3) Kaji adanya lesi
4) Inspeksi kesimetrisan ekstremitas kanan dan kiri
b. Palpasi
1) Kaji adanya edema
2) Kaji perubahan warna saat ditekan
3) Nyeri tekan
4) Kaji akral hangat atau dingin
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar Imunoglobulin E, eosinofil dan
komplemen.
b. Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai
untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu per satu.
15

c. Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang
tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu
diperiksa pada dugaan urtikaria dingin.
d. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu untuk
menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
e. Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu
diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes intradermal dapat
dipergunakan untuk mencari alergen inhalan, makanan, dermatofit dan kandida.
f. Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat membantu
diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papilla dermis,
geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan
tidak tampak infiltrasi seluler dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit,
g.
h.
i.
j.

terutama disekitar pembuluh darah.


Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria kolinergik.
Tes dengan es (ice cube test) pada urtikaria dingin.
Tes dengan air hangat pada urtikaria panas.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya lesi ditandai dengan penilaian melaporkan
nyeri secara verbal atau non verbal, perilaku melindungi atau proteksi, perilaku
distraksi (merintih, menangis, gelisah) wajah tampak menahan nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan status alergenik ditandai dengan
bentol kemerahan pada kulit dan rasa gatal, terbaka, tertusuk pada daerah kemerahan.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas ditandai dengan klien mengeluh
sering terbangun saat tidur karena gatal pada daerah kemerahan dan klien tampak
pucat.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder
akibat urtikaria ditandai dengan kulit tampak kemerahan, mata dan bibir bengkak,
telinga menebal.
C. Perencanaan
No
1

Dx Keperawatan
Nyeri
akut
berhubungan NOC

NOC

NIC
NIC
16

dengan adanya lesi ditandai Pain level


Pain management
dengan penilaian melaporkan Pain control
- Lakukan
pengkajian
Comfort level
nyeri secara verbal atau non
nyeri
:
secara
Kriteria Hasil :
verbal, perilaku melindungi
konprehensif termasuk
Mampu mengontrol nyeri
atau proteksi, perilaku distraksi
lokasi,
karakteristik,
( tahu penyebab nyeri,
(merintih, menangis, gelisah)
durasi,
frekuensi,
mampu
menggunakan
wajah tampak menahan nyeri.
kualitas, dan faktor
teknik
nonfarmakologis
presipikasi
untuk mengurangi nyeri - Gunakan
teknik
,mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang

komunikasi teraupeutik
untuk

dengan

menggunakan manajemen

nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala,intensitas,frekuensi
dan tanda nyeri )
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

mengetahui

pengalamn nyeri pasien


Kaji
kultur
yang
mempengaruhi

respon

nyeri
Evaluasi

masa lampau
Kurangi

presipikasi nyeri
Pilih
danlakukan

rasa

nyeri
faktor

penanganan
(

nyeri

farmakologi,

nonfarmakologi
-

dan

inter personal)
Kaji tipe resumber
nyeri

untuk

menentukan intervensi
Ajarkan
teknik

nonfarmakologi
Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri
Evaluasi
keefektifan

kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
17

dokter jika ada keluhan


dan

tindakan

nyeri

tidak berhasil
Analgetik administration
-

Tentukan

lokasi

karakteristik,
dan

derajat

sebelum
-

obat
Cek

kualitas,
nyeri

pemberian

intruksi

dokter

tentang jenis obat, dosis


-

dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan

atau

kombinasi

dari

analgesik

ketika

pembetian lebih dari


-

satu
Tentukan

pilihan

analgesik esuai dengan


-

tipe dan beratnya nyeri


Tentukan
analgesik
pilihan,

rute

pemberian, dan dosis


-

optimal
Berikan analgesik tepat
waktu

terutama

nyeri hebat
Evaluasi
analgesik,

saat

efektifitas
tanda

gejala

18

dan

Kerusakan

integritas

berhubungan

dengan

kulit NOC

NIC

status Tissue integrity : skin and Pressure management

- Anjurkan pasien untuk


mucous membranes
bentol kemerahan pada kulit Hemodyalis akses
menggunakan
pakaian
dan rasa gatal, terbaka, Kriteria hasil :
yang longgar
Hindari
kerutan pada tempat
tertusuk
pada
daerah Integritas kulit yang baik
alergenik

kemerahan.

ditandai

dengan

bisa

dipertahankan

(sensasi,

elastisitas,

tidur
- Jaga kebersihan kulit agar

tetap bersih dan kering


hidrasi, - Mobilisasi pasien (ubah

temperature,

pigmentasi)
Tidak ada luka atau lesi

posisi pasien) setiap 2

jam sekali
pada kulit
- Monitor kulit akan adanya
Perfusi jaringan baik
kemerahan
Menunjukkan pemahaman
- Oleskan
lotion
atau
dalam proses perbaikan
minyak/baby oil pada
kulit
dan
mencegah
daerah yang tertekan
terjadinya cedera berulang - Monitor
aktivitas
dan
Mampu melindungi kulit
mobilisasi pasien
dan
mempertahankan - Memandikan pasien dengan
kelembaban

kulit

perawatan alami

dan

sabun dan air hangat


Insision site care
- Membersihkan,

memantau

dan meningkatkan proses


penyembuhan pada luka
yang

ditutup

dengan

jahitan, klip atau straples


- Monitor proses kesembuhan
pada area insisi
- Monitor tanda dan gejala
infeksi pada area insisi
- Bersihkan
area
sekitar
jahitan

atau

staples,

menggunakan lidi kapas


19

steril
- Gunakan

preparat

antiseptic, sesuai program


ganti

balutan

pada

waktu

yang

interval

sesuai atau biarkan luka


tetap
3

Gangguan

tidur NOC
Anxiety reduction
berhubungan dengan pruritas
Comfort level
ditandai
dengan
klien Pain level
mengeluh sering terbangun Rest: extent and pattern
Sleep: extent and pattern
saat tidur karena gatal pada Kriteria hasil:
daerah kemerahan dan klien Jumlah jam tidur dalam
tampak pucat.

pola

batas normal 6-8 jam/hari


Pola tidur, kualitas dalam
batas normal
Perasaan segar

terbuka

(tidak

dibalut) sesuai program


NIC
Sleep Enchancement
- Determinasi efek-efek
medikasi terhadap pola
-

tidur
Jelaskan

tidur yang adekuat


Fasilitasi
untuk

pentingnya

mempertahankan
aktivitas sebelum tidur

sesudah

tidur atau istirahat


Mampu mengidentifikasi

(membaca)
Ciptakan
lingkungan

hal-hal yang meningkatkan

yang nyaman
Kolaborasi pemberian

obat tidur
Diskusikan

tidur

pasien

dan

tentang

dengan
keluarga

teknik

tidur

pasien
Intruksikan

memonitor tidur pasien


Monitor waktu makan
dan

minum

untuk

dengan

waktu tidur
Monitor/catat
kebutuhan tidur pasien
setiap hari dan jam.
20

Risiko infeksi berhubungan

NOC

dengan tempat masuknya

Immune status
Knowledge :

organisme sekunder.

NIC
Infection control (kontrol
infeksion infeksi)

control
Risk control

- Bersihkan ligkungan setelah

Kriteria hasil :

bila

dipakai pasien lain


- Batasi pengunjung

Klien bebas dari tanda dan


gejala infeksi
Mendeskripsikan

proses

perlu
- Instruksikan

pada

pengunjung

penularan penyakit, factor

mencuci

yang

berkunjung

mempengaruhi

penularan

serta

untuk
tangan
dan

saat
setelah

berkunjung meninggalkan

penatalaksanaannya
pasien
Menunjukkan kemampuan - Gunkan sabun antimikrobia
untuk mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah

leukosit

dalam

untuk cuci tangan


- Cuci tangan setiap sebelum
dan

sesudah

tindakan

batas normal
Menunjukkan

keperawatan
baju,
prilaku - Gunakan

hidup sehat

tangan

sarung

sebagai

pelindung
- Pertahankan
aseptic

alat

perlindungan
selama

pemasangan alat
- Berikan terapi anti biotic
bila

perlu

protection

Infection
(proteksi

terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala
infeksi sitemik dan local
- Monitor hitung granulosit,
WBC
- Monitor

kerentanan

terhadap infeksi
- Batasi pengunjung terhadap
21

penyakit menular
- Pertahankan tehnik aspesis
pada pasien yang beresiko
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari

Gangguan

citra

tubuh NOC
Body image
berhubungan
dengan
Self esteem
perubahan dalam penampilan
Kriteria hasil:
sekunder
akibat
urtikaria
Body image positif
ditandai dengan kulit tampak Mampu mengidentifikasi
kemerahan, mata dan bibir
kekuatan personal
bengkak, telinga menebal.

Mendeskripsikan

infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
NIC
Body image enhancement
- Kaji secara verbal dan
-

non verbal
Monitor

mengkritik dirinya
Jelaskan
tentang
pengobatan, perawatan,

secara

kemajuan

factual perubahan fungsi


tubuh
Mempertahankan interaksi

frekuensi

dan

prognosis penyakit
Dorong
klien
mengungkapkan

sosial
-

perasaannya
Identifikasi

arti

pengurangan

melalui

pemakaian alat bantu


Fasilitasi
kontak
dengan individu lain
dalam kelompok kecil

D. Implementasi
Implementasi dapat dilakukan berdasarkan intervensi yang ditegakkan dan
sehubungan dengan dapat tidaknya terlaksana itu kembali pada situasional di lapangan.

22

Pelaksanaan dari rencana keperawatan yang jelas disusun atau ditentukan, yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dilakukan oleh pasien itu
sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerja sama dengan anggota tim
kesehatan lainnya.
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Nyeri yang berhubungan dengan adanya lesi hilang dan tidak tampak wajah menahan
nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berkurang disertai berkukrangnya kemerahan pada kulit.
3. Gangguan pola tidur kembali normal karena sudah tidak ada gatal yang dirasakan
klien dan wajah klien tidak tampak pucat.
4. Berkurangnya risiko infeksi sekunder.
5. Tidak ada gangguan citra tubuh yang disebabkan urtikaria.

23

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Urtikaria yang disebut juga Kaligata, Biduran, atau Gelagata adalah suatu reaksi alergi
pada kulit akibat pengeluaran histamin ditandai dengan kemunculan mendadak lesi yang
menonjol yang edematous, berwarna merah muda dengan ukuran serta bentuk yang
bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan gangguan rasa nyaman yang setempat.
Secara umum keluhan pasien urtikaria hanya merasakan gatal, tetapi pada episode
serangan urtikaria yang berat dapat mengeluh badan terasa lelah, gangguan pencernaan dan
menggigil.
Prioritas utama pengobatan urtikaria adalah eliminasi dari bahan penyebab, bahan
pencetus, atau antigen, yang sebenarnya lebih mudah diucapkan dari pada dilakukan.
B. Saran
Bagi para pembaca khususnya mahasiswa semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam
memahami,mengetahui dan menambah wawasan tentang angina pectoris.

24

Anda mungkin juga menyukai