Anda di halaman 1dari 11

LEARNING OBJECTIVE

TUTORIAL SCENARIO 2
BLOK PBDK
Referensi by :

Bobak. I.M, Lowdermilk. D.L, Jen


sen, M.D. (2012). Buku Ajar
Keperawatan Transkultural. Ed. 4.
Jakarta: EGC.
Hamilton, P.M. (2005). Dasar-dasar
keperawatan komunikasi. Jakarta :
EGC
Foestr.(2010). Buku Ajar Sosiologi
Keperawatan. Jakarta.EGC

Kozier.(2008).Fundamental of Nursing
1. DEFINISI KEBUDAYAAN ( TRANSKULTURAL NURSING)
1. Pengertian Transkultural

Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans
berarti aluar perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui.
Culture berarti budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti :
- kebudayaan , cara pemeliharaan , pembudidayaan.
- Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok
dan diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti : Sesuatu yang
berkaitan dengan kebudayaan.
Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat.
Dan kebudayaan berarti :
- Hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan , kesenian
dan adat istiadat.
- Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
menjadi pedoman tingkah lakunya
Jadi , transkultural dapat diartikan sebagai :
- Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya
yang lain
- Pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial
- Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda , ras , yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien /
pasien ). Menurut Leininger ( 1991 ).

2. Peran dan Fungsi Transkultural

Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab itu , penting
bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat ( Pasien ) . Misalnya
kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan diri , pekerjaan ,
pergaulan social , praktik kesehatan , pendidikan anak , ekspresi perasaan , hubungan
kekeluargaaan , peranan masing – masing orang menurut umur . Kultur juga terbagi
dalam sub – kultur . Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya
mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau member makna yang
berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural.

Nilai – nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat
pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa setting , lebih mudah menerima pelayanan
kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan bahwa budaya
Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu.

Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin ditekankan pentingknya pengaruh kultur
terhadap pelayanan perawatan . Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative
baru ; ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang
kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya . Leininger ( 1991 ) mengatakan
bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda ras , yang
mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada
pasien. Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan
untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional) . Caring practices adalah kegiatan
perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.

Menurut Dr. Madelini Leininger , studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah
berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan
dengan kesehatannya . Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai
budaya ( kultur ) , baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul
persamaan – persamaan . Lininger berpendapat , kombinasi pengetahuan tentang pola
praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya
pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.
2. PENGARUH BUDAYA TERHADAP FISIK, PSIKOLOGI DAN PERILAKU

1. Pengaruh budaya pada kesehatan dan perilaku kesehatan

Menurut Foster (1987), aspek budaya yang dapat memengaruhi kesehatan seseorang antara lain
adalah tradisi, sikap fatalism, nilai, ethnocentrism, dan unsure budaya dipelajari pada tingkat
awal dalam proses sosialisasi.

Terdapat beberapa tradisi di dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negative terhadap
kesehatan masyarakat.

1. Sikap fatalistis. Sikap fatalistis dalam masyarakt mampu memengaruhi status kesehatan.
Beberapa anggota masyarakat di kalangan kelompok yang beragama Islam percaya bahwa
anak adalah titipan Tuhan dan sakit atau mati itu adalah takdir sehingga masyarakat kurang
berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit atua
menyelamatkan seseorang dan kematian. Sika pseperti ini perlu dihindari karena hal ini
memberi kesan bahwa kita merasa tidak berdaya.
2. Pengaruh sikap ethnocentris terhadap perilaku kesehatan. Sikap ethnocentris adlaah sikap
yang memandang kebudayaan sendiri paling baik jika dibandingakn kebudayan lain.
Misalnya, orang Barat merasa bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang dimilikinya
dan selalu beranggapan bahwa kebudayaan yang paling maju, merasa superior terhadap
budaya dan masyarakat yang sedang berkembang. Tetapi di sisi lain, semua anggota dan
budaya lainnya menganggap bahwa apa yang dilakukan secara alamiah adalah yang terbaik.
Menurut pandangan kaum relativitas tidak benar menilai budaya lain menggunakan kacamata
budaya sendiri, karena kedua budaya tersebut berbeda. Oleh karena itu, sebagai perawat kita
harus menghindari sikap yang menganggap bahwa perawat adalah orang yang paling pandai,
paling mengetahui tentang masalah kesehatan dan merasa pendidikan perawat lebih tinggi dan
masyarakat setempat sehingga tidak perlu mengikutsertakan masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatan masyarakat. Dalam hal ini memang perawat lebih menguasai tentang
masalah kesehatan tetapi masyarakta lebih mengetahui keadaan dirinya.
3. Pengaruh perasan bangga pada status kesehatan. Bangga terhadap budaya boleh berlaku
pada semua orang. Hal tersebut berkaitan dengan sikap ethnocentris. Di Surabaya, penulis
melakukan ebrbagai upaya perbaikan gizi di kelurahan Wonokusumo tahun 2008, masalah
yang ditemukan penulis masih banyak masyarakat yang enggan membawa bayinya ke
Posyandu untuk dilakukan penimbangan dan diberikan makanan tambahan, padahal
pemerintah bersama Puskesmas dan diberikan makanan tambahan, padahal pemerintah
bersama Puskesmas memiliki program perbaikan gizi. Setelah dilakukan pendekatan dengan
keluarga, baru diketahui bahwa terdapat anggapan bahwa kalau anaknya dibawa ke posyandu
dan ditimbang mereka menganggap anaknya seperti beras yang ditimbang.
4. Pengaruh norma terhadap perilaku kesehatan. Seperti halnya dengan rasa bangga
terhadap statusnya, norma yang berlaku di masyarakat sangat memengaruhi perilaku
kesehatan dan anggota masyarakat yang mendukung norma tersebut. Misalnya upaya untuk
menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena adanya norma
yang melarang hubungan antara dokter sebagai pemberi pelayanan dengan ibu hamil sebagai
pengguna pelayanan. Maslaah tersebut juga terjadi pada masyarakat yang beragama Islam di
Indonesia pada awal program KB diperkenalkan kepada masyarakat. Di daerah Serpong
sekitar tahun 1976, akseptor KB menurun pada Puskesmas yang pelayanan KB-nya ditangani
oleh seorang dokter spesialis obsteri ginekologi pria.
5. Pengaruh nilai terhadap perilaku kesehatan. Terdapat perilaku kesehatan yang
menguntungkan dan merugikan bidang kesehatan. Perilaku yang merugikan kesehatan,
misalnya adanay penilaian yang tinggi terhadap beras putih meskipun masyarakat mengetahui
bahwa beras merah lebih banyak mengadung vitamin B1 jika dibandingkan dengan beras
putih. Masyarakat lebih memberikan nilai yang tinggi bagi beras putih, karena mereka menilai
beras putih lebih enak dan lebih bersih. Contoh lain, masih banyaknya petugas kesehatan yang
merokok meskipun mereka mengetahui bagaimana bahaya merokok terhadap tubuh. Mereka
memberikan nilai tinggi untuk perilaku merokok karena rokok memberikan kenikmatan,
karena bahaya merokok tidak dapat segera dirasakan.
6. Pengaruh proses sosialisasi unsure budaya terhadap perilaku kesehatan. Pada tingkat awal
proses sosialisasi, seorang anak diajarkan bagaiaman cara makan, bahan makanan apa yang
dapat dimakan, cara buang air kecil dan besar, dan kebiasaan lain. Kebiasaan tersebut akan
terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa dan tua. Kebiasaan tersebut sangat memengaruhi
perilaku kesehatan dan sulit untuk diubah. Misalnya, manusia yang biasa makanan nasi sejak
kecil, akan sulit untuk diubah kebiasan makannya setelah dewasa. Oleh karena itu, upaya
menganjurkan masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang beraneka ragam harus dimulai
sejak kecil.
7. Pengaruh konsekuensi dan inovasi perilaku kesehatan. Suatu proses perubahan akan
menghasilkan sebuah konsekuensi. Apabila seorang pendidik kesehatan ingin melakukan
perubahan perilaku kesehatan pada masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah
konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis factor yang
berpengaruh pada perubahan dan berusaha untuk memprediksi perubahan yang terjadi.
Misalnya, masyarakat menggunakan kayu untuk memasak sehingga dapur penuh dengan asap
dan mengakibatkan banyak ibu yang sakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas atau ISPA.
Menyadari keadaan tersebut akan membahayakan kesehatan penduduk, perawat bersama ahli
teknik berkolaborasi menciptakan cerobong asap. Setelah diterapkan ternyatatimbul
konsekuensi dan akibat yang sebelumnya tidak dipeikirkan. Di rumah penduduk menjadi
banyak semut putih, padahal semut tersebut mati terkena asap. Adanya cerobong asap
menyebabkan populasi semut putih semakin banyak sehingga semakin banyak uang yang
dikeluarkan untuk perbaikan rumahnya. Oleh karena itu, ide cerobong asap tidak bisa diterima
bukan karena masyarakat yang kolot, ketidaktahuan manfaat cerbong asap, biaya cerbong asap
yang murah tapi karena kerugian pemasang cerobong asap lebih tinggi daripada
keuntungannya (Foster, 1978).

Aneka ragam kepribadian individu dan Kebudayaan

Adanya beragam struktur kepribadian manusia disebabkan adanya beragam isi dan sasaran
dari pengetahuan, perasaan, kehendak dan keinginan kepribadian serta perbedaan kualitas
hubungan antar berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran individu. Mempelajari materi
dari setiap unsur kepribadian merupakan tugas psikologi yang berupa kebiasaan / habit atau
berbagai macam materi yang menyebabkan timbulnya kepribadian.

· Kebiasaan ( Habit

· Adat istiadat (custom)

· Sistem social (social system)

· Kepribadian individu (individual personality)

· Kepribadian umum (modal personality)

· Kebiasaan, adat dan kepribadian

Karena materi yang merupakan isi dari pengetahuan dan perasaan seorang individu berbeda
dengan individu yang lain, dan juga sifat serta intensitas kaitan antara beragam bentuk
pengetahuan maka setiap manusia memiliki kepribadian yang khas. Dari berbagai jenis
kepribadian tersebut telah diringkas menjadi berbagai type dan sub type yang merupakan
tugas psikologi. Walaupun begitu, antropologi dan ilmu sosial lainnya juga memperhatikan
masalah kepribadian ini walaupun hanya memperdalam atau memahami adat istiadat dan
sistem sosial lainya. Ini dikarenakan ada hubungan yang sangat jelas antara kepribadian
individu atau kelompok dengan adat dan kebudayaan suatu daerah. Dimana kebudayaan itu
mempengaruhi pembentukan pola kepribadian seorang individu.

Berbicara mengenai kepribadian dan kebudayaan, tidak terlepas dari hubungan antara
masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat dan kebudayaan merupakan perwujudan atau
abstraksi perilaku manusia. Kepribadian mewujudkan perilaku manusia. Perilaku manusia
dapat dibedakan dengan kepribadiannya, karena kepribadian merupakan latar belakang
perilaku yang ada dalam diri seorang individu.

Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap, dan lain-lain sifat ynag khas dimiliki
seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain. Kepribadian
sebenarnya merupakan organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang
mendasari perilaku individu. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi suatu individu baik secara
langsung maupun tidak langsung.

Dalam menelaah pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian, sebaiknya dibatasi pada bagian
kebudayaan yang secara langsung mempengaruhi kepribadian. Berikut tipe-tipe kebudayaan
khusus yang nyata mempengaruhi bentuk kepribadian yakni:

1. Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar factor kedaerahan. Di sini dijumpai


kepribadian yang saling berbeda antara individu-individu yang merupakan anggota suatu
masyarakat tertentu, karena masing-masing tinggal di daerah yang tidak sama dan dengan
kebudayaan-kebudayaan khusus yang tidak sama pula. Contoh adat-istiadat melamar
mempelai di Minangkabau berbeda dengan adat-istiadat melamar mempelai di Lampung.

2. Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda (urban dan rural ways of life). Contoh
perbedaan antara anak yang dibesarkan di kota dengan seorang anak yang dibesarkan di desa.
Anak kota terlihat lebih berani untuk menonjolkan diri di antara teman-temannya dan
sikapnya lebih terbuka untuk menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan kebudayaan
tertentu. Sedangkan seorang anak yang dibesarkan di desa lebih mempunyai sikap percaya
diri sendiri dan lebih banyak mempunyai sikap menilai (sense of value).

3. Kebudayaan khusus kelas sosial. Di dalam setiap masyarakat akan dijumpai lapisan sosial
karena setiap masyarakat mempunyai sikap menghargai yang tertentu pula.

4. Kebudayaan khusus atas asar agama. Agama juga mempunyai pengaruh besar di dalam
membentuk kepribadian seorang individu. Bahkan adanya berbagai madzhab di dalam satu
agama pun melahirkan kepribadian yang berbeda-beda pula di kalangan umatnya.

5. Kebudayaan berdasarkan profesi. Pekerjaan atau keahlian juga memberi pengaruh besar
pada kepribadian seseorang. Kepribadian seorang dokter, misalnya, berbeda dengan
kepribadian seorang pengacara, dan itu semua berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan
cara-cara mereka bergaul.
3. KONSEP DALAM TRANSKULTURAL NURSING
Kazier Barabara ( 1983 ) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of Nursing Concept
and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang
merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan
ilmu humanistic , philosopi perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu
sosial . Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang
menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho – social –
spiritual . Oleh karenanya , tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan yang
komperhensif sekaligus holistik.

Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai
manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma , adat istiadat menjadi acuan
perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung
lama dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang
dijalaninya . Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi
dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir , pola
interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan
intervensi keperawatan ( cultural nursing approach )

1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yangdipelajari, dan dibagi
serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak danmengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu
tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu danmelandasi tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yangoptimal dari pemberian
asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinanvariasi pendekatan keperawatan yang
dibutuhkan untuk memberikan asuhanbudaya yang menghargai nilai budaya individu,
kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang
danindividu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggapbahwa budayanya
adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimilikioleh orang lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yangdigolongkan
menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan padamendiskreditkan asal muasal
manusia.
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologipada penelitian
etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkankesadaran yang tinggi pada perbedaan
budaya setiap individu, menjelaskandasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-
orang, dan salingmemberikan timbal balik diantara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,dukungan perilaku pada
individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadianuntuk memenuhi kebutuhan baik aktual
maupun potensial untuk meningkatkankondisi dan kualitas kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaanyang nyata atau antisipasi
kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupanmanusia.
10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,kepercayaan
dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukungatau memberi kesempatan
individu, keluarga atau kelompok untukmempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan
bertahan hidup, hidupdalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatanuntuk memaksakan
kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena percaya bahwa ide yang dimiliki
oleh perawat lebih tinggi daripadakelompok lain.

4. PERAN PERAWAT DALAM MENGHADAPI BUDAYA YANG


MEMPENGARUHI PERILAKU KESEHATAN

1. Perawat harus mempertimbangkan latar belakang individual, baru kemudian latar


belakang budaya yang anut pasien.
2. Jika perawat tidak mengerti dengan bahasa yang menjadi latar belakang budaya pasien
libatkan penerjemah, anggota keluarga, atau layanan penerjemahan untuk membantu
komunikasi.

3. Dekatilah pasien pelan-pelan dan beri salam padanya dengan penuh hormat, mula-mula
gunakan nama formal dan ucapkan namanya dengan benar dan/atau tanyakan bagaimana
mengucapkan namanya.

4. Hati-hati untuk tidak meninggikan suara, agar dimengerti.

5. Berikan waktu yang cukup dan kondisi yang tenang.

6. Dengarkan kata-kata pasien sambil mengamati bahasa non verbalnya.

7. Yakinkan pasien bahwa informasi apapun yang diberikannya akan dijaga kerahasiaannya.

8. Cobalah unuk meniru gaya komunikasi pasien (misalnya, berbicara sesuai logat dan gaya
berkounikasi pasien serta sedikit kontak mata dapat digunakan saat pertama berbicara
dengan pasien yang memiliki latar belakang budaya dan kemudian disesuaikan dengan
individual pasien tersebut).

Berbagai upaya dilakukan oleh perawat untuk memperbaiki status kesehatan masyarakat,
termasuk mempelajari unsure social dan kebudayaan masyarakat. Melalui proses keperawatan,
khususnya pada tahap pengkajian perawat perlu mengkaji unsure social masyarakat seperti umur,
jenis kelamin, pekerjaan, social ekonomi dan unsure budaya.

System kepercayaan tertentu berkaitan dengan pemilihan menu makanan. Pemeluk beragama
Islam tidak makan daging babi, meskipun diolah dengan baik. Secara medis sudah terbukti
bahwa daging babi yang dikonsumsi mentah atau setengah matang dapat menularkan cacing pita
(Taenia solium). Perawat tidak dapat menganjurkan masyarakat yang beragama Islam untuk
makan daging babi.

Sangat penting bagi perawat untuk mempekajari system organisasi di masyarkaat. Dengan
mempelajari organisasi masyarakat, perawat akan mengethaui organisasi apa saja yang ada di
masyarakat, kelompok mana yang berkuasa, kelompok mana yang menjadi panutan, dan tokoh
mana yang disegani. Perawat akan menemukan key person untuk dijadikan kader kesehatan.
Dengan pengetahuan tersebut maka perawat dapat menentukan strategi pendekatan yagn lebih
tepat dalam upaya mengubah perilaku kesehatan masyarakat menuju perilaku sehat dan
perbaikan status kesehatan masyarakat.

Perawat harus memiliki pengetahuan tentang kesehatan masyarakat. Dengan menguasai


pengetahuan tersebut, akan membantu mereka dalam menentukan pengetahuan mana yang perlu
ditingkatkan, diubah, dan kesehatan. Sebagai contoh, hasil penelitian Sudarto Kresno (2008)
meunjukkan bahwa konsep masyarakat tentang penyebab penyakti diare berbeda dengan konsep
medis. Menurut masyarakat, penyebab penyakit diarea pada bayi adalah karena bayi tersebut
sedang mengalami proses peningkatan kepandaiannya. Bayi yang semula hanya bisa merangkak
kemudian meningkat bisa berdiri, maka dalam proses perubahan tersebut, bayi akan mengalami
diare dan hal tersebut dianggap wajar sehingga tidak perlu diobati. Selain itu, bayi byang baru
tumbuh gigi juga bisa mengakibatkan diare. Masyarakat juga berpendapat bahwa penyakit yang
disebabkan oleh guna-guna, gangguan ro halus, pergantian cuaca atau dosa manusia. Penelitian
yang dilakukan di pedesaan daerah Kabupaten Soe, Nusa Tenggara Timur, menunukkan bahwa
bayi yang sakit disebabkan oleh dosa kedua orang tuanya sehinggauntuk menyembuhkan anak
yang sakit ISPA, kedua orang tuanya harus mengutarakan dosa mereka dan meminta maaf.
Pertmaa kali mereka mencari pertolongan pengobatan kepada tim doa dan jika tidak sembuh
kemudian mereka mencari pertolongan pengobatan ke pelayanan kesehatan (Sudarto Kresno
2008). Petugas kesehatan perlu mempelajari bahasa local dan istilah local tentang penyakit.
Penguasaan bahasa local, tidak hanya sekadar untuk memudahkan berkomunkasi dengan
masyarkaat. Umumnya masyarakat mempunyai istilah local tentang suatu penyakit yang berbeda
dengan istilah penyakit yang digunakan perawat.

5. MANFAAT DAN KERUGIAN BUDAYA TERHADAP KESEHATAN

1. Budaya memungkinkan kita untuk bisa menginterprestasi lingkungan dan


kegiatan orang seputar kita dan beperilaku dengan cara yang sesuai
2. Sementara antropologi memandang budaya sebagai satu tatanan peraturan
menyiapkan individu untuk berperilaku dan menginterpasikan perilaku orang lain.
3. Konsep holisme memerlukan perilaku orang agar tidak terkurung dari konteks
dimana berlangsung dan budaya dipandangan dengan baik dan dianalisa secara
keseluruhan.
4. Budaya tidak pernah statis tapi merupakan proses yang konstan untuk menambah
dan mengurangi elemen – elemen.
5. Enkulturasi merupakan proses mendapatkan pengetahuan dan penghayatan nilai-
nilai, dengan [roses tersebut untuk memperoleh kompetensi kultur
6. Karena kita seringkali memandang dunia pandangan kita, seringkali kita
menganggap budaya kita adalah yang terbaik / etnosentris.
7. Sangatenting bagi perawat untuk mempertimbangkan cara sendiri sebagai yang
terbaik dan ide orang lain tidak diperdulikan dan dipandang inferior.
8. Stereptip adalah kepercayaan yang dibesar – besarkan dan image – imege yang
dimunculkan dalam media sebagai kriteria kebangsaanya image – imege itu palsu:
menyelubungi perbedan yang penting dikalangan kelompok dan membesar –
besarkan itu diantara kelompok.
9. Nilai – nilai budaya adalah panduan yang menonjol dan tekun mempengaruhi
pikikiran dan kegiatan orang.
10. Orang yang dibesarkan didalam koletifikasi etnis ( kelompok yang sama dari asal
yang biasa, perasaan identitas dan mempunyai standart perilaku yang sama )
seringkali memerlukan dari pengalaman itu norma – norma budaya yang menentukan
jalan pikiran dan perilaku dari anggota individu itu.
11. ” Shock budaya ” adalah salah satu pengaruh karena bekerja dengan individu
yang latar belakang kulturnya berbeda

Anda mungkin juga menyukai