DIABETES MELLITUS
KELOMPOK 9 :
1.
2.
3.
4.
ASTRI MILANI
BANGUN NUGROHO
DENI ESTU UTAMI
DESI MUSTIKASARI
(13060)
(13061)
(13013)
(13014)
A. PENGERTIAN
1. Menurut Perkeni (2011) dan ADA (2012) Diabetes Melitus adalah suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
2. Diabetes Melitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang
melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang disebabkan oleh kekurangan hormone insulin secara relatif maupun
absolut, apabila dibiarkan tidak terkendali dapat terjadinya komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler jangka panjang yaitu mikroangiopati dan makroangiopati
(Soegondo dkk, 2004).
3. Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan yang ditandai dengan kenaikan
kadar gula darah (Bruner & Suddarth, 2002). Diabetes mellitus adalah keadaan
hiperglikemia kronik disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagi komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer, A, 2001).
4. Kaki diabetik adalah infeksi, ulkus, dan atau kerusakan pada jaringan yang
berhubungan dengan gangguan pada saraf dan aliran darah pada kaki (Adhiarta, 2011;
Gitarja, 2008). Gangguan pada saraf dan aliran darah ini disebabkan karena
hiperglikemia, sedangkan menurut Waspadji (2007) kaki diabetik adalah kelainan
tungkai bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkontrol.
5. Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah
satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer,
(Andyagreeni, 2010).
6. Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat
Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan ADA (2012) dan Perkeni (2011) adalah sebagai
berikut (Gustaviani, 2007; Ignativicius dan Workman, 2006; Smeltzer et al, 2008) :
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (ADA, 2007)
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut):
a) Melalui Proses Imunologik
b) Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (Bervariasi mulai terutama yang predominan resistensi insulin
disertai defesiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin
bersama resistensi insulin)
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a) Defek Genetik fungsi sel Beta :
Kromosom 12, HNF-1 (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1)
Kromosom 13, insulin Promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY
Kromosom 17, HNF-1 (dahulu MODY 5)
Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
DNA Mitochondria, dan lainnya
b) Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom
Rhabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
c) Penyakit eksokrin Pankreas : Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma,
fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibrokalkulus, lainnya.
d) Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromotositoma, hipertiroidisme
somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
e) Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormone tiroid, diazoxid, agonis edrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa,
lainnya.
f) Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya.
g) Imunologi (jarang) : sindrom Stiff-man, antibody anti reseptor insulin lainnya.
h) Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, sindrom Turner,
sindrom Wolframs, Ataksia Friedreichs, Chorea Hutington, sindrom LaurenceMoon-Biedl, Distrofi Miotonik, Porfiria, Sindrom Prader Willi, lainnya.
4. Diabetes kehamilan
Diagnosis dari Diabetes Melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa
darah. Penegakan diagnosis Diabetes Melitus harus memperhatikan asal bahan darah
yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Penegakan diagnosis berdasarkan
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena (Gustaviani, 2007; Perkeni, 2011). Penggunaan
bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan
dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO, sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler (Perkeni, 2011).
C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan
asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal,
mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan
yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh
darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan
terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati,
dan
pada
pembuluh
darah
halus
(mikrovaskular)
disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI
1. Diabetes Tipe I
a) hiperglikemia berpuasa
b) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c) keletihan dan kelemahan
d) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a) lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah : darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
2. Glukosa urin : 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai
GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain : fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet
cellantibody)
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1. Komplikasi akut :
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangrene
e. Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/Jaringan
Yang Terjadi
Komplikasi
Yang Terkena
Pembuluh darah
kebocoran.
Terjadi kerusakan pada
Ginjal
Gagal ginjal
Saraf
otonom
Darah
perlahan
Berkurangnya rasa, kesemutan
diabetikum)
Penyembuhan luka yg jelek
Mudah terkena infeksi, terutama
infeksi saluran kemih & kulit
I. PENATALAKSANAAN
Kaki diabetik dapat timbul karena tidak terkontrolnya gula darah, oleh sebab itu sangat
diperlukan manajemen diabetes yang baik dalam upaya pencegahan primer kaki diabetik.
Menurut Perkeni (2011), manajemen Diabetes Melitus terdiri dari:
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi.
2. Terapi gizi medis atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota
tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Menurut
Smeltzer et al, (2008) yang juga mengutip dari ADA bahwa perencanaan makan pada
pasien diabetes meliputi :
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien Diabetes Melitus
b. Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin
dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati).
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan kekuatan otot.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya.
7. Potensial Komplikasi (PK) : Hipo / Hiperglikemi.
8. Potensial Komplikasi (PK) : Infeksi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Diagnosa
NOC
NIC
Manajemen nyeri :
agen injuri
asuhan keperawatan,
fisik
tingkat
kenyamanan klien
meningkat, dan
dibuktikan dengan
level nyeri:
ketidaknyamanan.
klien dapat
melaporkan nyeri
pada petugas,
frekuensi nyeri,
menyatakan
120/80 mmHg, N:
(farmakologis/non farmakologis)..
16-20x/mnt
Control nyeri
mengetasi nyeri..
dibuktikan dengan
klien melaporkan
nyeri.
control nyeri.
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Ketidakseimb
Setelah dilakukan
Manajemen Nutrisi
angan nutrisi
asuhan keperawatan,
kurang dari
klien menunjukan
kebutuhan
status nutrisi
tubuh bd
adekuat dibuktikan
ketidakmamp
dengan BB stabil
uan tubuh
mengabsorbsi
zat-zat gizi
adekuat, masukan
asupan nutrisinya.
berhubungan
nutrisi adekuat
dengan faktor
biologis.
mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh
klien.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
Monitor lingkungan selama makan.
Kerusakan
Setelah dilakukan
Wound care
integritas
asuhan keperawatan,
jaringan bd
Wound healing
faktor
meningkat
mekanik:
dengan criteria:
perubahan
keluar.
sirkulasi,
ukuran dan
imobilitas dan
peningkatan
penurunan
granulasi jaringan
sensabilitas
(neuropati)
4..
Kerusakan
Setelah dilakukan
bd tidak
yang dialami
dapat teridentifikasi
intoleransi
Joint movement:
aktifitas,
aktif.
penurunan
Self care:ADLs
kekuatan otot
pergerakan sendi
Aktivitas fisik
meningkaT.
ROM normal
Melaporkan perasaan
bergerak.
yang sesuai
terpenuhi walaupun
atau keluarga
Kurang
Setelah dilakukan
pengetahuan
asuhan keperawatan,
tentang
pengetahuan klien
penyakit dan
meningkat.
perawatan
Knowledge : Illness
nya
Care dg kriteria :
Tahu Diitnya
Proses penyakit
klien.
Konservasi energi
Kontrol infeksi
Pengobatan
perkembangan klien.
Aktivitas yang
dianjurkan
klien
Prosedur pengobatan
Regimen/aturan
pengobatan
Sumber-sumber
kesehatan
penyakit.
Manajemen penyakit
Defisit self
Setelah dilakukan
care
asuhan keperawatan,
klien mampu
perawatan diri.
Perawatan diri
makan.
dengan indicator :
Pasien dapat
melakukan aktivitas
diri.
sehari-hari (makan,
berpakaian,
kebutuhannya.
kebersihan, toileting,
ambulasi).
Kebersihan diri
kemampuannya.
pasien terpenuhi
PK: Hipo /
Setelah dilakukan
Hiperglikemi
asuhan keperawatan,
diharapkan perawat
indikasi.
meminimalkan
episode hipo /
hiperglikemia
PK : Infeksi
Setelah dilakukan
kebutuhan
Pantau tanda dan gejala infeksi primer
asuhan keperawatan,
& sekunder.
perawat akan
menangani /
pasien lain.
mengurangi
komplikasi defesiensi
imun
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi
8, Penerbit RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC)
second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]
cited
12
Februari
2012],
avaible
from
URL:
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatandiabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta :
Penerbit Erlangga