Anda di halaman 1dari 26

M.

SHINTA FRENNANDA (42190307)


YOHANES BASCO PANJI P (42190308)
CHRISTOFER SATYA WIJAYA BS (42190309)
AGATA FITRI AMBARINI (42190310)
NOVIA BELLA RIANTO (42190311)
NI PUTU DIVI SWANDEWI P (42190312)
PENDAHULUAN
Menurut UK's National Institute for Health and Care
Excellence (NICE) Guidelines (CG133) Self Harm
adalah “segala tindakan meracuni atau mencederai
diri sendiri yang dilakukan oleh seseorang, terlepas
dari apapun alasannya”.
Self Harm adalah faktor risiko Pada lansia, self harm lebih
utama untuk bunuh diri. sering terjadi pada wanita,
Meskipun demikian, Self Harm seseorang dengan kondisi
juga dapat muncul walaupun kesehatan fisik dan atau mental
tidak ada niat untuk bunuh diri yang kurang baik, dan orang
(yaitu cedera diri non-bunuh dengan riwayat melukai diri
diri) sendiri sebelumnya.

Peningkatan kejadian ini sering


Meracuni diri sendiri adalah
mengakibatkan peningkatan
metode yang paling umum
kebutuhan sumber daya dan
dilaporkan (86%). Lansia dengan
peningkatan biaya perawatan
riwayat Self Harm atau
karena komplikasi medis yang
perawatan psikiatri beresiko
disebabkan oleh masalah
tinggi mengulangi tindakan
kesehatan yang kompleks pada
tersebut (17%).
lansia
Kehilangan
kontrol
Alasan
Kesepian

Penuaan
Tujuan Penelitian

Mengeksplorasi cerita yang


beragam dari pengalaman
melukai diri dari perspektif
lansia dengan perilaku
melukai diri sendiri dan
support worker

Mengidentifikasi bagaimana
lansia dan support worker
memaknai faktor-faktor
yang menyebabkan lansia
melakukan self harm
 Metode kualitatif dengan in-depth interview
semi terstruktur
 Responden lansia diwawancarai sebanyak 2
kali dan responden dari support worker
diwawancarai sebanyak 1 kali
 Selang waktu wawancara pertama dan kedua
pada responden lansia yaitu 1 bulan
PPIE (Patient and Public
Involvement and Engagement
• PPIE berkontribusi pada pengembangan dan
penyempurnaan dalam penelitian kesehatan
 2 kelompok responden :
1. lansia (≥60 tahun) dengan riwayat self-harm
2. support worker yang pernah mendampingi
lansia dengan riwayat self-harm
 Teknik sampling menggunakan purposive
sampling
 Kriteria eksklusi : tidak bersedia mengikuti
penelitian, tidak bisa berbahasa Inggris
 Etika penelitian didapat dari Ethics Review
Panel di Keele University
 Responden yang memenuhi kriteria akan
diberikan penjelasan mengenai penelitian ini
 Informed consent dilakukan di awal
wawancara dan dicek ulang di akhir
 Pengambilan data responden dilakukan dari
September 2017-September 2018
 Interview dilakukan via telepon atau bertemu
langsung
 Wawancara direkam dan ditranskrip verbatim
 Data dianalisis menggunakan analisis tematik
dan metode perbandingan konstan
 Penyandang dana tidak berperan dalam desain
penelitian, pengambilan data, analisis data,
interpretasi data, maupun penulisan naskah
 Wawancara dilakukan pada 16 responden (9
lansia dan 7 support worker)
 Wawancara berkisar antara 28-129 menit
 Responden lansia mengalami sakit fisik dan
mental, sementara lebih dari setengah
responden support worker memiliki riwayat
self-harm sebelumnya (Karakteristik responden
dapat dilihat pada tabel)
 Beberapa stressor yang berpengaruh antara lain
masalah kesehatan, riwayat masa kanak-kanak,
masalah interpersonal, kehilangan dan kesepian
(Stressor dapat dilihat pada tabel)
1. Mencari bantuan
Responden melakukan self-harm secara sadar
maupun tidak sadar. Hal tersebut merupakan upaya
mencari pertolongan, perhatian dan dukungan serta
menghindari bunuh diri.
2. Mekanisme koping
Responden melakukan self-harm sebagai
mekanisme koping untuk mengatasi stressor yang
dihadapi
3. Regain control vs gratification
Responden merasa mendapatkan kontrol/kendali
atas hidupnya dan responden merasa puas setelah
melakukan self-harm.
Adanya stigma bahwa lansia dipandang sebagai
‘’role model’’, sehingga mereka merasa malu atas
self-harm yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai