Anda di halaman 1dari 3

Annisa Rachma Yana Eka Putri

072011633090
Ujian Akhir Semester
Informasi dan Aspek Psikologi

Soal:
1. Jelaskan fenomena terkait informasi yg membuat permasalahan psikologi pribadi
atau seseorang
2. Jelaskan dampak yang mempengaruhi individu dari informasi tersebut
3. Analisis fenomena tersebut dengan salah satu teori psikologi
4. Buatkan saran dan rekomendasi dari perspektif bidang Ilmu Informasi dan
Perpustakaan
Penjabaran jawaban:

Salah satu fenomena yang dapat menjadi permasalahan psikologi dari seseorang
adalah self harm karena berbagai penyebab. Anehnya hampir sebagian besar dilakukan oleh
kalangan anak muda,  mulai dari remaja sampai dewasa awal. Bentuk self harm mereka pun
bermacam-macam, ada yang cutting (menggores pergelangan tangan dengan pisau, cutter
ataupun benda tajam lainnya), memukul-mukul kepalanya sendiri bahkan membentur-
benturkan  ke tembok, bahkan ada yang sengaja menempelkan tangannya di knalpot panas
sepeda motor. Oleh karena itu mari kita bersama-sama mencermati apa itu self harm?
Mengapa  bisa terjadi self harm? Bagaimana solusinya? Supaya kita bisa lebih memahami
penderita dan mungkin diantara kita juga pernah atau sedang mengalaminya. Self harm
merupakan suatu tindakan atau dorongan untuk menyakiti atau melukai diri sendiri dengan
berbagai cara untuk mengalihkan rasa sakit psikis ke rasa sakit fisik. Biasanya terjadi pada
usia remaja dan usia dewasa awal. Mereka cenderung menutupi perilakunya tersebut dan
enggan terbuka  atau bercerita kepada orang lain di sekitarnya, bahkan terhadap keluarga atau
teman terdekatnya mengenai masalah yang sedang dihadapinya tersebut. Self harm dan
suicide (bunuh diri) adalah perilaku yang berbeda dalam hal tujuan tindakan, tingkat
mematikan / keparahan dan frekuensi tindakan. Meskipun demikian, self harm dan suicide
sering terjadi bersamaan dan biasanya mereka yang mencoba suicide memiliki riwayat self
harm lebih lama dan sudah menggunakan lebih banyak metode. Dengan demikian, penting
bagi kita untuk memiliki kecurigaan tinggi kepada mereka yang melukai diri sendiri karena
berisiko lebih tinggi untuk suicide. Menurut data WHO (2018), secara global hampir 800.000
orang meninggal dunia karena suicide setiap tahun dan hampir sepertiga dari semua kasus
suicide terjadi di kalangan remaja. WHO juga menemukan bahwa suicide adalah penyebab
utama kematian kedua diantara usia 15-29 tahun dan penyebab kedua kematian wanita
berusia 15-19 tahun. Dampak yang dihasilkan dari sepanjang masa kanak-kanak sampai
dengan anak, masalah mereka sebagian besar diselesaikan oleh orangtua dan guru-guru,
sehingga kebanyakan remaja tidak memiliki pengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua,
karena remaja merasa dirinya mandiri, sehingga ia ingin mengatasi masalahnya sendiri dan
menolak bantuan orangtua dan orang lain. Namun sayangnya mereka seringkali  gagal dalam
menyelesaikan masalahnya sendiri karena ternyata penyelesaiannya tidak sesuai dengan yang
mereka harapkan. Kegagalan demi kegagalan tersebut akhirnya membuat mereka stress dan
tertekan sehingga tidak tahu bagaimana cara melampiaskannya dengan baik. Sebagai salah
satu cara untuk mengalihkan dan melampiaskan perasaan negatif yang dirasakan saat itu,
seperti perasaan sedih yang mendalam, marah, kesal, tertekan, depresi dan emosi lainnya
adalah dengan melakukan self harm.  Bila ditanya mengapa harus dengan self harm untuk
melampiaskan perasaaan-perasaan negatif tersebut, maka mereka biasanya menjawab agar
merasa lega, puas dan lebih tenang, meskipun setelah melakukan itu muncul perasaan
bersalah atau menyesal,  dan merasakan sakit di bagian tubuh yang dilukai secara sengaja
tersebut. Menurut American Psychiatric Association (2013) Perilaku melukai diri sendiri atau
self-harm atau self-injury tersebut merupakan suatu bentuk perilaku yang dilakukan untuk
mengatasi tekanan emosional atau rasa sakit secara emosional dengan cara menyakiti dan
merugikan diri sendiri tanpa bermaksud untuk melakukan bunuh diri (Jenny, 2016; Klonsky
dkk., 2011). Definisi lain menyatakan bahwa Non-Suicidal Self-Injury (NSSI) didefinisikan
sebagai perilaku melukai diri sendiri yang disengaja, yang dapat menyebabkan pendarahan,
memar, dan rasa sakit yang ditujukan untuk menyebabkan kerusakan tubuh yang ringan tanpa
disertai niat untuk bunuh diri. Dari kedua definisi tersebut, terdapat kesamaan di mana
perilaku atau tindakan self-harm bukanlah perilaku yang bertujuan untuk mengakhiri hidup
atau bunuh diri. Namun, penelitian menunjukkan bahwa tindakan self-harm atau NSSI
menjadi faktor risiko yang signifikan untuk percobaan bunuh diri pada berbagai kalangan,
terutama pada remaja, pasien kejiwaan yang masih remaja, mahasiswa, dan orang dewasa
(Klonsky, May, & Glenn, 2013). Penelitian selanjutnya melaporkan bahwa 70% percobaan
bunuh diri dilakukan oleh individu yang sebelumnya pernah melakukan self-harm (Tresno
dkk., 2012).

Terdapat beberapa saran yang dapat diberikan untuk mengatasi dampak negatif dari
self harm dalam mencari pekerjaan di media social dalam perspektif bidang Ilmu Informasi
dan Perpustakaan :

1. Kesadaran dan Pemahaman: Penting untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman


tentang self-harm di kalangan staf perpustakaan. Melalui pelatihan dan pendidikan,
mereka dapat belajar mengenali tanda-tanda self-harm dan cara-cara untuk
memberikan dukungan kepada individu yang membutuhkan.
2. Ruang Aman: Menciptakan ruang yang aman dan nyaman di perpustakaan dapat
membantu individu yang mungkin mengalami dampak negatif dari self-harm. Ini
dapat melibatkan penyediaan area pribadi atau ruang diskusi di mana mereka dapat
merasa aman dan terhubung dengan sumber daya perpustakaan.
3. Pelayanan Dukungan: Menawarkan pelayanan dukungan yang komprehensif bagi
individu yang terkena dampak self-harm adalah langkah penting. Hal ini dapat
meliputi mengadakan program-program konseling atau menggandeng ahli kesehatan
mental untuk memberikan bantuan dan dukungan.
4. Sumber Daya dan Bahan Bacaan: Menyediakan sumber daya dan bahan bacaan yang
berkaitan dengan self-harm dan kesehatan mental di perpustakaan dapat memberikan
akses dan informasi yang penting bagi mereka yang membutuhkannya. Buku-buku
panduan, artikel, dan brosur dapat membantu meningkatkan pemahaman dan
memberikan panduan bagi individu yang ingin mengatasi self-harm.
5. Kolaborasi dengan Institusi Kesehatan: Bekerjasama dengan institusi kesehatan
setempat seperti pusat kesehatan mental atau lembaga bantuan krisis dapat menjadi
langkah efektif untuk mengatasi dampak negatif dari self-harm. Melalui kolaborasi
ini, perpustakaan dapat mengarahkan individu yang membutuhkan kepada sumber
daya dan layanan yang sesuai.
6. Kampanye Kesadaran: Mengadakan kampanye kesadaran di perpustakaan tentang
self-harm dan kesehatan mental secara umum dapat membantu mengurangi stigma
dan meningkatkan pemahaman di kalangan staf dan pengunjung perpustakaan.
Kampanye semacam ini dapat mencakup pameran buku, seminar, atau kegiatan
edukatif lainnya.
7. Jaringan Dukungan: Membangun jaringan dukungan dengan organisasi dan
kelompok-kelompok yang berfokus pada kesehatan mental dapat memberikan
manfaat yang signifikan. Kolaborasi dengan kelompok-kelompok tersebut dapat
membantu perpustakaan mengembangkan program-program dukungan yang relevan.
8. Pengelolaan Informasi Sensitif: Mengelola informasi sensitif seperti data pribadi atau
catatan medis adalah hal yang penting dalam menghadapi dampak negatif self-harm.
Menjaga kerahasiaan informasi individu dan menerapkan kebijakan privasi yang ketat
adalah langkah penting yang harus diambil.

Anda mungkin juga menyukai