Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN

RASIKO BUNUH DIRI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:

Aria Ningsih

24.19.1412

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXV

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2020
RESIKO BUNUH DIRI
A. DEFINISI
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya
sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya
yang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain
dalam Retnani, 2015).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Risiko bunuh diri dapat diartikan sebagai resiko
individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai diri, serta mengancam jiwa (Nanda,
2012 dalam Retnani, 2015).

B. ETIOLOGI
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua faktor,
yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor pencetus).
a. Faktor predisposisi
Stuart dalam Retnani (2015) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang
perilaku resiko bunuh diri meliputi:
1) Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan
alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
4) Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis yang
tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada gangguan
pada level serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan perilaku
agresif dan kecemasan. Penelitian lain mengatakan bahwa perilaku bunuh diri
merupakan bawaan lahir, dimana orang yang suicidal mempunyai keluarga yang
juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Walaupun demikian, hingga saat ini
belum ada faktor biologis yang ditemukan berhubungan secara langsung dengan
perilaku bunuh diri
5) Psikologis
Tiga bentuk penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama
didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is murder turned around
180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri dengan kehilangan
seseorang atau objek yang diinginkan. Secara psikologis, individu yang beresiko
melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang tersebut.
Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini dan berharap untuk menghukum
atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut. Meskipun individu
mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah dan harapan
untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku destruktif diri
terjadi.
6) Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang perilaku
bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan masyarakatnya, yang
menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur atau tidak dengan
masyarakatnya
b. Faktor presipitasi
Stuart (2006) dalam Marpaung (2018) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa
kejadian yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk
bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan perilaku bunuh
diri.
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah perasaan
terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres, perasaan
marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri sendiri, serta cara utuk
mengakhiri keputusasaan.
C. PATOFISIOLOGI
1. Suicidal Ideation
Sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan klien
pada tahap ini tidak akan menungkapkan idenya apabila tidak di tekan.
2. Suicidal Intent
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit
untuk melakukan bunuh diri
3. Suicidal Threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicidal Gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri
yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya, tetapi sudah oada percobaan
untuk melakukan bunuh diri.
5. Suicidal Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien mempunyai indikasi individu yang ingin mati
dan tidak mau diselamatkan.Misalnya, minum ibat yang mematikan.
D. PATHWAY/ POHON PERMASALAHAN

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi: resiko membahayakan diri, melukai diri, dan kematian.

F. PENATALKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh diri
salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (videbeck, 2008), obat-obat
yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri adalah SSRI (selective
serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per oral), venlafaksin (75-225
mg/hari per oral), nefazodon (300-600 mg/hari per oral), trazodon (200-300 mg/hari
per oral), dan bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebut sering dipilih
karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter
monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter ini
dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhataian,
mood, proses sensori, dan nafsu makan.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri selanjutnya perawat
dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang tepat bagi klien. Tujuan
dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh diri adalah (Keliat, 2009) :
a. Klien tetap aman dan selamat
b. Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
c. Klien mampu mengungkapkan perasaannya
d. Klien mampu meningkatkan harga dirinya
e. Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik
3. Penatalaksanaan Klien dengan Perilaku Bunuh Diri
Menurut Stuart dan Sundeen (1997, dalam Keliat, 2009:13) mengidentifikasi
intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh diri yaitu :
a. Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di tempat yang aman,
bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani klien terus-menerus
sampai klien dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari
semua benda yang berbahaya.
b. Meningkatkan harga diri
Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien
mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang
positif.
c. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian
penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu
dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
d. Menggali perasaan
Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor
predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
e. Menggerakkan dukungan sosial
Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu
keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat
mengontrol prilaku klien.
4. Penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri yaitu:
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
b. Meningkatkan harga diri klien, dengan cara:
1) Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
2) Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif.
3) Meyakinkan klien bahwa dirinya penting
4) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh klien
5) Merencanakan aktifitas yang dapat klien lakukan
6) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a. Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah
c. Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
Pertemuan
1 2 3 4 5 s.d 12
1. Identifikasi 1. Evaluasi 1. Evaluasi 1. Evaluasi 1. Evaluasi
beratnya kegiatan kegiatan kegiatan kegiatan
masalah berpikir berpikir berpikir latihan
risiko bunuh positif positif positif peningk
diri: isarat, tentang diri tentang tentang atan
ancaman, sendiri, beri diri, diri, positif
percobaan pujian. Kaji keluarga keluarga diri,
(jika ulang risiko dan dan keluarga
percobaan bunuh diri lingkungan lingkunga dan
segera 2. Latih cara . Beri n serta lingkun
rujuk) mengendalik pujian. kegiatan gan.
2. Identifikasi an diri dari Kaji risiko yang Beri
benda-benda dorongan bunuh diri dipilih. pujian
berbahaya bunuh diri: 2. Diskusikan Beri 2. Evaluasi
dan buat daftar harapan pujian tahapan
mengankann aspek positif dan masa 2. Latih kegiatan
ya keluarga dan depan tahap mencap
(lingkungan lingkungan, 3. Diskusikan kedua ai
aman untuk latih cara kegiatan harapan
pasien) afirmasi/ber mencapai mencapai masa
3. Latihan cara pikir aspek harapan masa depan
mengendalik positif dan masa depan 3. Latih
an diri dari keluarga dan depan 3. Masukkan kegiatan
dorongan lingkungan 4. Latih cara- pada harian
bunuh diri: 3. Masukkan cara jadual 4. Nilai
buat daftar pada jadual mencapai latihan kemamp
aspek positif latihan harapan berpikir uan
diri sendiri, berpikir dan masa positif yang
latihan positif depan tentang telah
afirmasi/ber tentang diri, secara diri, mandiri
pikir aspek keluarga dan bertahap keluarga 5. Nilai
positif yang lingkungan (setahap dan apakah
dimiliki demi lingkunga risiko
4. Masukan setahap) n, serta bunuh
pada jadual 5. Masukkan kegiatan diri
latihan pada yang teratasi
berpikir jadual dipilih
positif 5 kali latihan untuk
per hari berpikir persiapan
positif masa
tentang depan
diri,
keluarga
dan
lingkungan
dan
tahapan
kegiatan
yang
dipilih
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko Bunuh Diri

H. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA NOC NIC
Resiko Setelah 1. Membantu klien untuk mengenali masalah
Bunuh Diri dilakukan yang sedang dialami.
tindakan 2. Manajemen perilaku
keperawatan a. Bantu klien untuk menurunkan resiko
selama .....x24 perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
jam, resiko sendiri dengan cara:
bunuh diri dapat 1) Kaji tingkatan resiko yang dialami klien:
teratasi dengan tinggi, sedang, rendah
kriteria hasil: 2) Kaji level Long-Term Risk: lifestyle,
klien mampu dukungan sosial, tindakan yang bisa
menunjukkan membahayakan dirinya
pengendalian b. Bantu klien untuk meningkatkan harga diri
diri terhadap 1) Tidak menghakimi dan bersikap empati
bunuh diri. 2) Mengidentifikasi aspek positif yang
dimiliki
3) Berikan jadwal aktivitas harian yang
terencana untuk klien dengan control
impuls yang rendah
4) Lakukan terapi kelompok dan terapi
kognitif serta perilaku bila diindikasikan
3. Surveillance: safety
a. Berikan lingkungan yang aman (safety)
1) Tempatkan klien di ruang perawatan
yang mudah dipantau
2) Mengidentifikasi dan mengamankan
benda-benda yang dapat membahayakan
klien
3) Berikan ruangan yang nyaman, dan aman
yaitu dengan situai lingkungan yang
cukup cahaya dan jendela yang tidak
terbuka lebar untuk menghindari
kemungkinan klien lari dari ruang
perawatan
4) Ketika memberikan obat oral, dampingi
klien dan pastikan semua obat telah
diminum
5) Monitor keadaan klien scara kontinyu
6) Batasi orang dalam ruangan klien
4. Active Listening
a. Bantu klien untuk mendapatkan dukungan
sosial
1) Informasikan kepada keluarga dan
saudara bahwa klien membutuhkan
dukungan sosial yang adekuat
2) Dorong klien melakukan aktivitas sosial
3) Jadilah pendengar yang baik bagi klien
dan bantu klien untuk mengatasi masalah
5. Afirmasi Positif
6. Berikan reinforcement positif kepada klien

DAFTAR PUSTAKA
Marpaung, Sinta, Delima. 2018. Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Jiwa.
Universitas Pelita Harapan (diakses pada tanggal 31 Maret 2019 pukul 12.02
WIB dari http://www.academia.edu/).

Retnani Ajeng Dwi. 2015. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Resiko Bunuh Diri.
Jember: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember (diakses pada
tanggal 31 Maret 2019 pukul 12.37 WIB dari http://www.academia.edu/).

Anda mungkin juga menyukai