Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan Risiko Bunuh Diri


di RSJD Dr Amino Gondohutomo

Disusun oleh:
EKO HARMOKO N P
P1337420618039
4A3 RKI

PRODI SARJANA TERAPAN NERS KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress
yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal
melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,
2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).

B. Macam Bunuh Diri


Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:
1. Bunuh Diri Anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh Diri Altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh Diri Egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
C. Etiologi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor yang menunjang perilaku resiko bunuh diri
meliputi:
1. Diagnosis psikiatri. Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian. Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial. Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,
kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting
yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
5. Faktor biokimia. Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilaku resiko bunuh diri.
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang memalukan,
seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau
ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan
bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin
rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.

D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati
3. Impulsif
4. Menunjukan perilaku yang mencurigakan
5. Mendekati orang lain dengan ancaman
6. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
7. Latar belakang keluarga
E. Akibat Yang Dapat Ditimbulkan
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidakterpeliharanya
kebersihan perorangandengan baik, gangguan fisik yang seering terjadi adalah:
gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata
dan telinga dan gangguan fisik pada kuku
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan aman nyaman , kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial (Damaiyanti, 2012)

F. Penatalaksanaan
Pencegahan bunuh diri menurut Conwell terdiri atas pencegahan primer, sekunder
dan tertier. Pencegahan primer adalah suatu upaya pencegahan terjadinya perilaku bunuh
diri atau keadaan yang berkembang menjadi menjadi upaya bunuh diri. Pencegahan
sekunder adalah suatu upaya pencegahan dengan cara menemukan sedini mungkin krisis
bunuh diri dan melakukan tindakan agar tidak berlanjut menjadi bunuh diri. Sedangkan
pencegahan tertier adalah tindakan yang ditujukan untuk menyelamatkan sesorang yang
melakukan bunuh diri, mengurangi gejala psikiatris dan penyakit sosial pada kelompok
risiko. Penanganan di ruang gawat darurat dan di bangsal rawat inap psikiatri merupakan
pelayanan tertier (WHO, 2010; Yoga, 2003). 
Pasien gangguan mental dapat diberikan terapi sesuai indikasi dengan tujuan utama
menangani gejala mental akutnya. Langkah berikutnya adalah melakukan intervensi
psikologis. Sejumlah proses psikologis yang mendahului ide dan perilaku bunuh diri
dapat meningkat bila muncul stresor. Peran terapis adalah mengenali faktor tersebut.
Selama proses tersebut pencegahan dapat dilakukan dengan membatasi sarana dan
prasarana yang mungkin digunakan untuk melakukan bunuh diri (Caroline, 2016).
Penderita depresi dapat melakukan bunuh diri justru di saat mereka tampak mulai
pulih (paradoxal suicide) (Surilena, 2014). Pengenalan faktor risiko sangat penting bagi
klinisi yang merawat pasien psikiatri rawat inap. Petugas kesehatan harus cermat menilai
kondisi pasien secara keseluruhan. Faktor-faktor yang harus dinilai adalah status mental
terbaru, ide-ide terakhir mengenai kematian dan bunuh diri, rencana bunuh diri terbaru,
seberapa siap orang itu, dan sesegera apa aksi tersebut akan dijalankan, sistem
pendukung individu (WHO, 2010).

F. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan Akibat

Resiko Bunuh Diri Core Problem

Isolasi Sosial
Penyebab

Harga Diri Rendah Penyebab


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Masalah Keperawatan
1. Resiko bunuh diri
2. Harga diri rendah
3. Koping tidak efektif

B. Intervensi
Tujuan Intervensi
TUM : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
Klien tidak mencederai diri prinsip komunikasi terapeutik:
sendiri 1. Sapa pasien dengan ramah, baiak verbal maupun
TUK 1 : Klien dapat membina non verbal
hubungan saling percaya. 2. Perkenalkan diri dengan sopan
Kriteria Evaluasi : Ekspresi 3. Tanyakan nama lengkap, nama panggilan yang
wajah bersahabat, menunjukkan disukai pasien
rasa senang, ada kontak mata, 4. Jelaskan tujuan pertemuan
mau berjabat tangan,mau 5. Jujur dan menepati janji
menyebutkan nama, mau 6. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa
menjawab salam, mau duduk adanya
berdampingan dengan perawat, 7. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar
mau mengutarakan masalah pasien
yang dihadapi
TUK 2 : Klien dapat terlindung 1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat
dari perlaku bunuh diri, membahayakan.
Kriteria evaluasi :Klien dapat 2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan
terlindung dari perilaku bunuh selalu terlihat oleh perawat.
diri 3. Awasi klien secara ketat setiap saat
TUK 3 : Klien dapat 1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
mengekspresikan perasaannya, 2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan
Kriteria evaluasi :Klien dapat keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
mengekspresikan perasaannya 3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan
arti penderitaannya.
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien
yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
TUK 4 : Klien dapat 1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat
meningkatkan harga diri, mengatasi keputusasaannya.
Kriteria evaluasi :Klien dapat 2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal
meningkatkan harga dirinya individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan
(misal : hubungan antar sesama, keyakinan, hal-
hal untuk diselesaikan).
TUK 5 : Klien dapat 1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-
menggunakan koping yang pengalaman yang menyenangkan.
adaptif, 2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan
Kriteria evaluasi :Klien dapat yang ia sayangi dan pentingnya terhadap
menggunakan koping yang kehidupan orang lain.
adaptif 3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada
orang lain.
TUK 6 : Klien dapat 1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal
menggunakan dukungan sosial, individu.
Kriteria evaluasi :Klien dapat 2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki
menggunakan dukungan sosial. klien.
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).
TUK 7 : Klien dapat 1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
menggunakan obat dengan benar efek dan efek samping minum obat).
dan tepat 2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
Kriteria evaluasi :Klien dapat 3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping
menggunakan obat dengan tepat yang dirasakan oleh klien.
4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat
dengan benar.
C. Strategi Pelaksanaan
(SP : Melindungi klien dari isyarat bunuh diri)
Fase Orientasi “Selamat pagi, perkenalkan nama saya Eko Harmoko, saya biasa
dipanggil Eko. Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa Pak?”
“Bagaimana perasaan dan kabar Bapakhari ini? Bagaimana tadi malam,
apakah bisa tidur nyenyak Pak?”
“Bagaimana Pak kalau hari ini kita berbincang tentang benda-benda apa
saja yang dapat membahayakan Bapak, serta bagaimanacara
mengendalikan keinginan bunuh diri? Tujuannya agar Bapak tahu benda-
benda apa saja yang dapat membahayakan diri bapak, serta bapak dapat
mengetahui cara mengendalikan dorongan bunuh diri. Dimana kita akan
berbincang? Bagaimana kalau di teras Pak? Berapa lama kita akan
berbincang? Bagaimana kalau 15 menit? Apakah Bapak setuju?”
Fase Kerja “Baik Pak, apakah Bapak tahu benda-benda yang dapat membahayakan
diri bapak? coba sebutkan apa saja benda-benda tersebut. Bagus sekali
Pak! Bapak tahu benda-benda yang dapat membahayakan diri Bapak.
Apakah salah satu benda tersebut ada dikamar Bapak? Kalau ada benda
tersebut jangan Bapak dekati atau sentuh ya Pak.”
“Apa Bapak sering mendengar bisikan yang meminta Bapak untuk bunuh
diri?”
“Apa yang Bapak lakukan ketika suara-suara itu datang? Bapak R,
bagaimana kalau saya ajarkan cara-cara untuk mengusir suara itu, apakah
Bapak mau?”
“Pak, kalau suara-suara itu terdengar, bapak tutup kedua telinga rapat-
rapat seperti ini Pak, dan katakan dengan keras “Hentikan, Saya tidak
mau dengar,Jauhi saya, pergi kamu !!! Kamu palsu.” Coba Bapak
lakukan seperti yang saya ajarkan tadi. Iya Pak seperti itu, bagus sekali!”
Fase “Bagaimana perasaan Bapak setelah mengetahui benda-benda yang dapat
Terminasi membahayakan diri Bapak, dan mengetahui cara mengusir suara-suara
yang menyuruh Bapak melakukan bunuh diri? Coba Bapak  ulangi lagi
apa yang saya ajarkan tadi. Iya begitu pak, bagus”
“Bapak, selama kita tidak bertemu, bila Bapak melihat benda-benda yang
dapat membahayakan Bapak, segera jauhi, dan jika Bapak mendengar
suara-suara itu kembali, segera Bapak usir dengan cara yang sudah kita
pelajari tadi ya Pak”
“Baiklah sekarang Bapak saya pamit dulu, kapan kita bisa bertemu lagi
Pak? Bagaimana kalau besok? Baiklah besok kita akan membahas
tentang cara berfikir positif tentang diri sendiri dan menghargai diri
sebagai manusia yang berharga. Tempatnya mau dimana Pak?
Bagaimana kalau di teras? Jam berapa Pak ? Bagaimana kalau jam 09.00
? Apakah Bapak setuju ?Baiklah Pak selamat beristirahat, Selamat Pagi”
DAFTAR PUSTAKA

Captain, C. (2008). Assessing suicide risk, Nursing made incrediblyeasy, Volume 6(3).
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EG
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai