Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL PROMOSI KESEHATAN MENTAL

"SELF -HARM PADA REMAJA"

Mata kuliah : Kesehatan mental

Dosen pengampu :Setyani Alfinuha, S.psi, M.psi, psikologi

Disusun oleh.

Dzurrotul fitriayh (210701018)

Fakultas Psikologi

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK

2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik
dan hidayat-nya kami telah menyelesaikan ‘Laporan ini’ dengan baik

meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada ibu setyani alfinuha
selaku Dosen mata kuliah Kesehatan mental yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat
berharap Laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna.

Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan Laporan yang telah kami
buat. Semoga Laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang
telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan

Gresik, 12 Desember 2021

Dzurrotul Fitriyah

DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………….2

Daftra isi………………………………………………………………3

Bab 1 pendahuluan………………………………………………4

1.Latar belakang…………………………………………...4
2.Landasan teori self harm……………………….5
3.Bentuk media……………………………………………..7
4.Pelaksanaan promosi…………………………………9
Kesimpulan…………………………………………………………...9

Daftar pustaka………………………………………………………10

BAB I

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG

Self-injury merupakan perilaku yang dilakukan oleh indivídu secara langsung untuk melukai dirinya yang
terdiri dari non-suicidal self-injury dan suicide attempt. Kedua perilaku ini termasuk salah satu perilaku
yang menjadi fokus utama dalam permasalahan kesehatan mental dunia (Joiner, Ribeiro, & Silva, 2012).
Non-suicidal self Injury atau yang biasa kerap disebut self-harm adalah perilaku melukai diri sendiri
tanpa adanya tujuan untuk melakukan pembunuhan. Perilaku ini merupakan bentuk perwujudan dari
emosi negatif yang tidak mampu dikontrol secara tepat oleh mereka yang melakukan hal tersebut
(Tresno, Ito,\& Mearns, 2012). Selain itu, perilaku melukai diri sendiri dilakukan untuk menyalurkan
emosi negatif akibat rasa sakit psikis yang dirasakan dan tidak dapat diungkapkan secara verbal oleh
pelaku (Maidah, 2013).

Selaras dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Zlotnick dkk mendapatkan hasil bahwa
adanya asosiasi yang kuat antara self-harm dengan emosi negatif seperti keputusasaan dan kemarahan.
Kebanyakan dari pelaku melakukan hal tersebut sebagai bentuk kemarahan atas situasi / orang lain yang
diarahkan pada diri sendiri. Selain itu, dengan melakukan self-harm dapat meningkatkan emosi positif
seperti perasaan lega, tenang, dan nyaman. Pelaku beranggapan bahwa segala beban yang bergejolak di
dalam tubuh ikut keluar bersamaan dengan darah menetes (Maidah, 2013). Dapat dikatakan pula bahwa
keinginan untuk melukai diri sendiri sangat berhubungan dengan keyakinan bahwa dengan melukai diri
dapat mengubah keadaan emosionalnya.

Padahal hal ini tentunya merupakan suatu pola pikir yang salah. Bagaimana seharusnya ada cara yang
lebih tepat untuk mengurangi emosi negatif tersebut tanpa dengan melakukan hal yang merugikan diri
sendiri. Mencari dukungan sosial merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan karena salah satu
penelitian yang dilakukan oleh Muthia dkk menunjukkan erat kaitannya antara kesepian dengan perilaku
melukai diri sendiri pada remaja (Muthia & Hidayati. 2016). Orang yang kesepian akan cenderung
menerima dukungan sosial yang rendah sehingga mereka kurang memiliki orang yang dapat dimintai
bantuan dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka miliki yang berujung dengan menggunakan
cara melukai diri sendiri (Muthia & Hidayati, 2016).

Self-harm sendiri biasanya mulai dilakukan pada usia remaja pertengahan. Data menunjukkan para
pelakunya berasal dari remaja (14\%-24\%) dan mahasiswa (13,4\%) . Dimana diantaranya melukai diri
sendiri yang kemudian berlanjut pada tindakan bunuh diri, dan mengalami kemungkinan paling besar
meninggal dengan bunuh diri (Bresin & Schoenleber, 2015). Remaja yang melakukan perilaku ini
biasanya memiliki karakter impulsif, melakukan perilaku melukai diri sendiri dengan perencanaan yang
tiba-tiba dan merasa ketagihan susah berhenti ketika melakukan perilaku tersebut (Peterson,
Freedenthal, Sheldon, & Andersen, 2008).
Di Indonesia sendiri, gejala bunuh diri pada remaja meningkat dari tahun ke tahun seperti yang
dilaporkan oleh WHO pada tahun 2010 angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1.6 hingga 1.8 per
100.000 jiwa (Muthia & Hidayati, 2016). Selain itu, terdapat data yang mengejutkan, seperti yang dikutip
dari tribunjatim.com sebanyak 56 siswa sekolah menengah pertama di Surabaya melakukan self-harm
(Zahro, 2018). Ditambah munculnya tren pada awal tahun 2017 silam bernama pass out challenge yang
sempat heboh dimana adanya intensi melukai diri sendiri digunakan sebagai bahan bercandaan dan
mencari kesenangan. Sangat jelas bahwasanya, perilaku melukai diri sendiri ini menjadi permasalahan
yang muncul pada masa remaja.

Oleh karena itu, dengan maraknya perilaku self-harm di kalangan remaja maka diperlukannya intervensi
yang tepat agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan. Promosi kesehatan mental sangat
diperlukan agar tidak ada lagi permasalahan terkait keinginan dan melakukan self-harm pada remaja.

2. LANDASAN TEORI SELF HARM

Observasi Freud tentang self-destruction yang pertama kali, akhirnya mengarahkan kepada teori dan
studi tentang psikoanalisa yang mengekspolarasi femonema bunuh diri. Tertera pada karya Freud yang
berjudul Beyond the Pleasure Principle, Freud (1920) ia menjelaskan kekuatan dari dalam diri
manusialah yang mendorong adanya self-destruction. Hal ini dijelaskan dengan Freud yang mengatakan
bahwa terdapat dua dorongan hidup yaitu, dorongan hidup dan mati, dimana hal tersebut adalah dua
instink dasar yang saling berlawanan. Dorongan kehidupan (life instinct) ditujukkan untuk mengurangi
tegangan dan tekanan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk bertahan hidup, sementara dorongan
kematian (death instinct) ditujukkan untuk menghilangkan ketegangan yang berasal dari kehidupan itu
sendiri. Freud juga berpendapat bahwa tujuan universal dari segala makhluk hidup adalah untuk kembali
kepada ketenangan yang didapat dari dunia anorganik, keinginan tersebut yang akan berulang-ulang
dan membentuk perilaku self-defeating atau merusak diri sendiri. Bila dikaitkan dengan perilaku self-
injury atau menyakiti diri sendiri, Freud juga menjelaskan bahwa energi untuk membunuh diri sendiri
atau sekadar menyakiti diri sendiri justru berasal dari keinginan kita yang ditekan untuk menghancurkan
atau menyakiti orang lain.

Selain itu, perilaku self-harm maupun bunuh diri dapat dipahami sebagai wujud dari gangguan yang
dialami seseorang, dan dilakukan sebagai usaha untuk mengatur kembali antara pikiran dan tubuh, dan
menyelesaikan trauma yang dialami saat masa kecil, Freud (1914) mengatakan bahwa perilaku tersebut
dilakukan sebagai cara untuk melupakan pengalaman masa kecil yang traumatis. dan secara tidak sadar
ditujukkan untuk mengembalikan atau memperbaiki trauma tersebut.

Pandangan lain mengenai self-harm dijelaskan melalui opponent-process theory yang dicetuskan oleh
Richard L. Solomon (1980). Teori ini menyatakan bahwa ketika seseorang mengalami sebuah emosi,
maka emosi yang lain akan ditekan. Contoh ilustrasi dari teori ini seperti permainan bungee jumping,
ketikaseseorang akan melakukan bungee jumping ia merasa takut dan gugup, sedangkan respons yang
berkebalikan seperti perasaan senang akan terkubur. Namun ketika berhasil meloncat maka perasaan
takut dan gugup akan berangsur-angsur berkurang dan digantikan oleh perasaan senang dan bangga.

Teori ini lebih lanjut menjelaskan bahwa apabila sebuah perilaku telah dilakukan secara berulang maka
respon awal pun akan terus menurun kemunculannya sementara respon yang berkebalikan akan
semakin sering muncul. Sama halnya ketika seseorang melakukan self-harm, pertama kali rasa takut dan
sakit karena perilakunya akan muncul ke permukaan sedangkan rasa senang dan lega ditekan, namun
setelah melakukan self-harm justru perasaan lega dan bahagia akan muncul. Sejalan dengan teori ini,
individu dilaporkan merasa lebih tenang. lega, dan ringan setelah melakukan self-harm (Gordon, dkk.,
2010).
BENTUK MEDIA

PELAKSANAAN PROMOSI

Promosi dilakukan tanggal 12 DESEMBER 2021 pukul 22:00 di media sosial media instagram. Untuk
sasaran subjek lebih mengarah ke para remaja karena self harm ini sedang banyak dibicarakan
dikalangan masyarakat indonesia yang sedang mengalami seperti stres, depresi atau merasa putus asa

Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil temuan dan pembahasan mengenai perilaku
self-harm yang dialami remaja dalam penelitian ini.
Peneliti menyimpulkan :
1. Bentuk dari perilaku self-harm yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah mengukir, menggores,
menyayat menggunakan benda tajam pada permukaan kulit, memukul diri sendiri, memukul benda
padat dan keras hingga bagian tubuh memar dan bengkak, tidak makan selama beberapa hari dan
mencegah proses penyembuhan pada bekas luka goresan atau ukiran.
2. Dan penyebab dari perilaku self-harm yang dilakukan oleh remaja adalah karena menyalurkan emosi
negatif yang terpendam, seperti depresi, stres, kecemasan yang disebabkan oleh beberapa
permasalahan yang sedang dihadapi oleh informan Seperti, tidak adanya keharmonisan dan kehangatan
dalam hubungan keluarga, kurangnya kasih sayang atau perhatian dari keluarga, memiliki masalah
dengan orang lain, seperti masalah dalam hubungan asmara, dan pertemanan seperti pembullyan. Serta
masalah disekolah seperti banyaknya tugas yang diberikan pada informan .

DAFTAR PUSTAKA

Bresin, K., & Schoenleber, M. (2015). Gender differences in the prevalence of nonsuicidal self-injury: A
meta-analysis. Clinical Psychology Review, 38. 55-64. https://doi.org/10.1016/j.cpr.2015.02.009

Joiner, T. E., Ribeiro, J. D., & Silva, C. (2012). Nonsuicidal Self-Injury, Suicidal Behavior, and Their Co-
occurrence as Viewed Through the Lens of the Interpersonal Theory of Suicide. Current Directions in
Psychological Science, 2I * (5) 342-347. https://doi.org/10.1177/0963721412454873

Maidah, D. (2013). Studi kasus pada mahasiswa pelaku self injury. Development and Clinical Psychology,
2(1), 6-13.
Muthia, E. N., & Hidayati, D. S. (2016). Kesepian dan keinginan melukai diri sendiri remaja. Ilmiah
Psikologi, 2(2), 185-198.

Sileti Tubunya Sendiri, Diambil dari [http://jatim.tribunnews.com/2018/09/10/56-siswi-smpn-56


surabaya-suka-sileti dampingi] tubunya-sendiri-psikolog-dan-hypnotherapy-akan

Yakeley, J., & Burbridge-James, W. (2018). Psychodynamic approaches to suicide and self-harm. BJPsych
Advances, 24(01).37-45. doi:10.1192/bja.2017.6

Anda mungkin juga menyukai