Anda di halaman 1dari 26

MATA KULIAH PSIKOLOGI KESEHATAN

KETERKAITAN CURRENT ISSUE “SUICIDE” DENGAN TEORI


KEPRIBADIAN DAN PENGUKURAN KESEHATAN

Oleh :
Kelompok 7
Citra Rachmawati 101611133010
Riphyana Novayanti 101611133031
Fransisca Putri I. D. 101611133155
Fitri Azzahrah 101611133202

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................2
1.3 Tujuan .................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bunuh Diri .........................................................................................3
2.2 Riwayat Personal yang Mempengaruhi Percobaan Bunuh Diri .........................4
2.3 Bunuh Diri di Indonesia .....................................................................................5
2.4 Pencegahan Bunuh Diri ......................................................................................6
2.5 Faktor Penyebab Seseorang Melakukan Bunuh Diri ..........................................6
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Analisis Keterkaitan Kasus dengan Teori Kepribadian ......................................8
3.2 Analisis Keterkaitan Kasus dengan Pengukuran Kesehatan ............................15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .........................................................................................................16
4.2 Saran ...................................................................................................................16
LAMPIRAN...............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA…............................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia kejadian bunuh diri cenderung meningkat. Berdasarkan
data World Federation of Mental Health (WFMH), setiap 40 detik seseorang di
suatu tempat di dunia meninggal akibat bunuh diri. Data kepolisian
menunjukkan ada sebanyak 981 kasus kematian karena bunuh diri pada tahun
2012 dan 921 kasus pada tahun 2013, sedangkan pada Februari 2014 dilaporkan
457 kasus kematian akibat bunuh diri.
Indonesia belum memiliki data secara nasional mengenai kejadian
bunuh diri pada anak dan remaja. Namun berdasarkan data pada tahun 2012,
WHO memperkirakan kejadian bunuh diri di Indonesia adalah 4,3% per
100.000 populasi (WHO, 2012). Kemudian Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI pada tahun 2014 melakukan penelitian
ekstrapolasi dan menunjukkan angka kejadian bunuh diri di Indonesia adalah
1,77 per 100.000 penduduk (Depkes, 2016). Komisi Nasional Perlindungan
Anak (KPAI) pada tahun 2014 melaporkan ada 89 kasus bunuh diri pada anak
dan remaja. Sembilan kasus pada rentang usia 5 sampai 10 tahun. Sementara
12 hingga 15 tahun ada 39 kasus. Sedangkan yang berusia di atas 15 tahun ada
27 kasus.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum sehat secara paripurna
karena belum memenuhi definisi sehat menurut WHO, yaitu keadaan sempurna
secara fisik, mental, dan sosial. Banyak orang terlihat sehat secara fisik, tetapi
keadaan di dalam jiwa tidak ada yang tahu. Kondisi sosial seseorang pun sulit
diketahui apabila tidak ada suatu pengukuran atau wawancara yang dilakukan.
Pada makalah ini penulis akan menjabarkan dengan jelas mengenai keterkaitan
kasus bunuh diri dengan teori kepribadian dan pengukuran kesehatan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana keterkaitan kasus bunuh diri dengan teori kepribadian?
2. Bagaimana keterkaitan kasus bunuh diri dengan pengukuran kesehatan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui keterkaitan kasus bunuh diri dengan teori kepribadian
2. Untuk mengetahui keterkaitan kasus bunuh diri dengan pengukuran
kesehatan

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bunuh Diri

Ide bunuh diri (suicide ideation) merujuk kepada gagasan, khayalan, pemikiran
mendalam, kekhawatiran akan kematian, mencelakai diri sendiri, kematian yang
ditimbulkan diri sendiri. Niat bunuh diri (suicide intent) merujuk kepada keinginan
pasien dan komitmen untuk mati dengan bunuh diri. Rencana bunuh diri (suicide plan)
merupakan suatu strategi personal termasuk kerangka waktu dan sarana untuk
menyelesaikan tindakan bunuh diri. Pada beberapa orang terdapat jarak antara
pikiran/ide bunuh diri dengan tindakan bunuh diri. Mereka memikirkan ide ini dalam
beberapa waktu, ada yang beberapa hari beberapa minggu, beberapa tahun dan tidak
pernah melakukan, sedangkan beberapa lain melakukannya dengan impulsif.

Bridge, Goldstein, dan Brent (2006) merangkum beberapa terminologi yang


sering digunakan dalam memahami definisi bunuh diri. Ide bunuh diri mengacu pada
pikiran-pikiran tentang menyakiti atau membunuh diri sendiri. Percobaan bunuh diri
adalah suatu tindak-an yang tidak fatal, menyakiti diri sendiri dengan maksud eksplisit
untuk kematian. Tindakan bunuh diri adalah tindakan menyakiti diri sendiri yang
bersifat fatal dengan maksud eksplisit untuk mati.

Crosby, Ortega, Melanson (2011) menyatakan bahwa percobaan bunuh diri


adalah perilaku yang tidak fatal, diarahkan pada diri sendiri dan berpotensi melukai diri
sendiri dengan keinginan untuk mati, dan suatu percobaan bunuh diri dapat atau tidak
dapat menghasilkan luka. Silverman et al. (2007) menyatakan bahwa percobaan bunuh
diri adalah perbuatan yang ditimbulkan oleh diri sendiri, suatu perilaku yang berpotensi
melukai diri sendiri dengan hasil yang tidak fatal dan ada bukti baik itu eksplisit
ataupun implisit dari keinginan untuk mati.

3
2.2 Riwayat Personal yang Mempengaruhi Percobaan Bunuh Diri
1. Peristiwa hidup (Stressor)
Peristiwa hidup didefinisikan sebagai suatu pengalaman yang
menyebabkan perubahan dan penyesuaian yang substansial dari aktivitas
seharihari seseorang. Sedangkan menurut Ian M. Good peristiwa hidup
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang permulaan dan akhirannya dapat
diidentifikasi dan berpotensi mengubah keadaan mental dan fisik seseorang.

Peristiwa hidup dibagi menjadi peristiwa hidup yang positif dan


peristiwa hidup yang negatif. Peristiwa hidup yang positif adalah pengalaman
yang menyebabkan meningkatnya kepuasan dan kualitas hidup seseorang.
Sedangkan peristiwa hidup yang negatif adalah suatu insiden atau rangkaian
insiden yang dianggap sebagai penyebab rasa sakit fisik dan psikologis

2. Sikap terhadap bunuh diri (Attitude to Suicide)


Sikap seseorang merupakan suatu hal yang penting dalam model
sosiopsikologis untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia dan
konstruksi sosial dari dunia di sekitar kita. Sikap seseorang didefinisikan
sebagai kognitif berkepanjangan, emosional dan predisposisi yang aktif
terhadap objek tertentu.

Sikap terhadap bunuh diri pertama kali dikenalkan oleh Bayet pada
tahun 1922. Bayet mendefinisikan sikap terhadap bunuh diri menjadi dua garis
besar yaitu: morale simple yaitu merupakan sikap yang menggambarkan
ketidaksetujuan terhadap bunuh diri dalam keadaan apapun, sedangkan morale
nonceé merupakan sikap yang lebih menyambut dan lebih permisif, yaitu
memahami tindakan bunuh diri dalam keadaan tertentu.

3. Dukungan sosial (Perceived social)

Dukungan sosial dibedakan menjadi empat jenis yaitu:

a. Dukungan emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang
yang bersangkutan.

4
b. Dukungan penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan positif untuk orang lain
itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain, misalnya
orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga
diri).
c. Dukungan instrumental
Mencakup bantuan langsung, misalnya orang memberi pinjaman uang
kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi
pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan
d. Dukungan informative
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi serta
petunjuk.

4. Relasi dengan teman dan sahabat (Relational Self Constructual)


Hubungan seseorang dengan teman dan sahabat merupakan hal yang
penting dalam perilaku bunuh diri, meskipun terdapat pertentangan mengenai
apakah hal tersebut merupakan faktor protektif atau faktor risiko dikarenakan
hubungan yang dekat dapat memberikan dukungan, tetapi juga dapat mengubah
kepribadian individu dan menyebabkan perilaku yang merugikan diri sendiri.

5. Religiusitas (Religious Coping)


Religiusitas merupakan aspek inti dari identitas seseorang di beberapa
kebudayaan. Religiusitas memainkan peran penting dalam pembentukan
perilaku dan kepercayaan seseorang. Religiusitas juga kadang berhubungan
dengan peningkatan risiko bunuh diri. Beberapa penelitian telah
mengidentifikasi pola dari “negative religious coping” yang mencakup:
menangguhkan tanggung jawab kepada tuhan, merasa diabaikan oleh tuhan,
menyalahkan tuhan untuk cobaan yang diberikan, mengalami keraguan dalam
beragama atau mengalami konflik dan kesulitan dengan Tuhan.

5
2.3 Bunuh Diri di Indonesia

2.4 Pencegahan Bunuh Diri


Meliputi pencegahan primer, sekunder dan tersier:
1. Pencegahan primer adalah tindakan mencegah sebelum orang mempunyai niat
melakukan tindakan bunuh diri dengan memperhatikan faktor-faktor risikonya.

6
2. Pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan terapi yang tepat pada orang yang
telah melakukan percobaan bunuh diri.
3. Pencegahan tersier adalah tindakan untuk mencegah berulangnya percobaan
bunuh diri.
2.5 Faktor Penyebab Seseorang Melakukan Bunuh Diri

Bunuh diri terkadang terkait dengan gannguan psikologis seperti depresi,


gangguan kepribadian, gangguan stress pascatrauma, gangguan alcohol, ataupun
memiliki riwayat bunuh diri dalam keluarga. Selain itu, bunuh diri juga dilakukan
orang dengan berbagai alasan, antara lain

1. Tidak adanya harapan untuk lepas dari masalah dan tidak dapat melihat
alternatif lain dari penyelesaian masalah. Bunuh diri dianggap sebagai jalan
keluar untuk mengakhiri penderitaan mereka. Keputusan mereka didasarkan
pada pertimbangan bahwa hidup tidak berharga dan bermakna lagi untuk
dijalani dengan adanya penderitaan yang berkepanjangan.
2. Keyakinan agama atau politik yang tertanam dengan kuat, dengan keyakinan
bahwa tindakannya adalah membela kebenaran, menyelamatkan ideology, dan
yakin akan diberikan penghargaan pada kehidupan setelah mati.
3. Merasa akan mendapatkan simpati dari orang tercinta atau orang lain, jika
“mengancam” akan bunuh diri.

7
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Analisis Keterkaitan Kasus dengan Teori Kepribadian

1. Faktor-faktor pembentuk kepribadian

Kepribadian setiap individu pasti sangat berbeda beda karena kepribadian itu
sendiri berasal dari heredity atau dari environment. Bagaimanapun juga, kedua
faktor ini tentu memiliki pengaruh tersendiri. Namun ada penelitian yang
menunjukkan bahwa heredity, memiliki pengaruh yang lebih besar daripada
environment. Terdapat penelitian yang menjelaskan bahwa, meskipun seorang
anak kembar dipisah sejak lahir, dan dipelihara oleh keluarga yang berbeda.
Namun setelah dipertemukan pada usia 31, tidak ditemukan adanya perbedaan
kepribadian antara mereka berdua. Hal ini bukan berarti bahwa kepribadian
seseorang tidak dapat berubah, karena faktor lingkungan juga dapat memberi
pengaruh terhadap kepribadian seseorang. Pada dasarnya setiap orang mempunyai
personality traits yaitu suatu karakteristik yang abadi yang menggambarkan
perilaku individu (Pervin, Cervone, & John, 2005).

SIMULASI :

Pada kasus CV ini memang terdapat sedikit perubahan kepribadian yang


dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan didukung oleh faktor warisan biologis.
Menurut keterangan keluarga CV, CV memiliki suatu perubahan kepribadian
semenjak ia pulang dari Australia. Menurut analisis perubahan yang dialami oleh
CV akibat dari pengaruh lingkungan pergaulan di Australia, dan Lingkungan
keluarga yang secara tidak langsung memberikan penekanan. Karena dijelaskan
pula bahwa orang tuanya memang menaruh harapan besar pada anak pertamanya
itu untuk sukses dan bisa memiliki pekerjaan yang dapat membantu taraf
perekonomian keluarga mereka. Jadi pada dasarnya memang perubahan
kepribadian dipengaruhi oleh faktor warisan biologis (pembawaan) serta faktor
lingkungan yang saling berkaitan.

8
 Pengalaman awal ( masa anak-anak) & Pengaruh keluarga
Lingkungana awal keluarga yang secara tidak langsung memberikan
penekanan. Karena dijelaskan pula bahwa orang tuanya memang menaruh
harapan besar pada anak pertamanya itu untuk sukses dan bisa memiliki
pekerjaan yang dapat membantu taraf perekonomian keluarga mereka.
 Pengaruh Budaya
Menurut analisis perubahan yang dialami oleh CV akibat dari pengaruh
lingkungan pergaulan di Australia.
 Kondisi Fisik
CV memiliki paras yang biasa dan polos, memiliki kulit yang coklat sawo,
postur tubunya pun sedikit pendek dan kurus.
 Inteligensia
CV merupakan anak yang berbakat, saat kecil selalu juara kelas. Kuliah di
Australia pun juga merupakan hasil jerih payah dia belajar dan akhirnya
mendapat kesempatan untuk berkuliah disana.
 Emosi
Sifat emosional yang dimiliki CV mungkin kurang karena memang
memiliki sifat pendiam.
 Penerimaan Sosial
CV sejak kecil pendiam jadi memang sulit untuk bergaul bersama temannya
yang lain. Australia tempat CV berkuliah dia juga hampir belum bisa
menyesuaikan diri dan berteman dengan rakan kuliahnya. Bahkan si CV
telah mendapat perlakuan bullying oleh beberapa mahasiswa penguasa di
kampusnya. Karena memang si CV sulit bergaul dan sifatnya pendiam.
Semakin diperlakukan seperti itu si CV akhirnya semakin menutup diri dan
menjauh dari rekan-rekannya di kelas.
 Perubahan fisik
Tidak ada perubahan fisik yang drastis pada CV, mungkin faktor itu juga
yang menimbulkan keresahan terhadap pribadi si CV.

9
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
Kepribadian Menurut Sabri (2001) dalam mempelajari kepribadian perlu
mengetahui bagaimana sifat-sifat atau ciri-ciri kepribadian itu terbentuk dan
bagaimana proses perkembangannya, siapa-siapa dan apa saja peristiwa-peristiwa
yang mempengaruhi perkembangannya. Dalam hubungan ini ada beberapa faktor
yang mempengaruhi, pembentukan/perkembangan, kepribadian, yaitu
pengalaman awal (masa anak-anak), pengaruh budaya, kondisi fisik, inteligensia,
emosi , penerimaan sosial, pengaruh keluarga, dan perubahan fisik.
Ide bunuh diri muncul pada keadaan darurat psikiatri karena individu berada
dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan mekanisme penyesuaian diri
yang salah (simulasi). Bunuh diri merupakan tindakan merusak integrasi diri atau
mengakhiri kehidupan, dimana keadaan ini didahului oleh respon maladaptif dan
kemungkinan keputusan terakhir individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Wangmuba, 2009). Pada analisis kasusnya, pelaku memang mengalami
perubahan perilaku disebabkan oleh Pengalaman awal saat masa anak-anak si
pelaku yang merupakan anak paling dibanggakan kedua orang tuanya dan menjadi
panutan bagi saudara yang lain. (simulasi) Menurut keterangan orang tuanya
mungkin karena mereka terlalu banyak menaruh harapan hingga anak tersebut
menjadi sangat tertekan. Tekanan yang dilalui si pelaku ini telah ditumpuk sejak
lama maka dari itu puncak stress nya yaitu pada saat tidak mendapat pekerjaan
hingga akhirnya kejadian bunuh diri itu terjadi.

kasus penyebab

Depresi
Personality internal
Internal Kecewa
individu Harapan yang Bunuh Diri
Bunuh Diri besar

Tidak
mendapat External
External Bulying
pekerjaan Society

Bagan 1. Alur kasus, penyebab dan akibat

10
3. Tipologi kepribadian manusia

Menurut Jung dalam Sunaryo (2004) membedakan tiga tipe kepribadian,


bergantung pada sikapnya terhadap dunia luar dan dunia batiniah sendiri yaitu, tipe
Ekstrovert, tipe Introvert, dan tipe Ambivert. Berdasarkan uraian di atas, berita
“Wanita Tewas Loncat di Emporium Mall, Polisi: Frustrasi Belum Dapat Kerja”
merupakan termasuk tipe Kepribadian introvert. Introvert menurut Sunaryo 2004,
merupakan suatu kecenderungan atau suka akan “perenungan atau pemikiran,
sebagai lawan terhadap kecenderunga” “bertindak”; lebih cenderung untuk
“menyendiri” daripada “turut serta aktif ditengah-tengah sekumpulan orang atau
masyarakat” dan kecenderungan untuk “mencari” atau membayangkan kesukaran
dalam hidupnya. Hasil wawancara teman maupun pihak keluarga menggambarkan
bahwa pelaku (simulasi) yang selalu ambisius, senantiasa dikejarkejar tugas, cepat
gelisah, mudah tersinggung, cepat kecewa dan sebagainya akan mendorong
seseorang cepat stres dan frustasi. Akibatnya, orang tersebut mudah berpikir untuk
bunuh diri. Perlu melewati fase perkembangan yang akan menentukan tipe
kepribadian individu tersebut.

4. Teori Hippocrates – Gelenus

Terpengaruh oleh Kosmologi Empedokles, yang menganggap bahwa alam


semesta beserta isinya ini tersusun atas empat unsur pokok, yaitu tanah, air, udara,
dan api, yang masing-masing mendukung sifat tertentu, yaitu tanah mendukung
sifat kering, air mendukung sifat basah, udara mendukung sifat dingin dan api
mendukung sifat panas, maka Hippocrates (460-370) berpendapat, bahwa juga di
dalam tubuh manusia terdapat sifat-sifat tersebut yang didukung oleh cairan-cairan
yang ada di dalam tubuh, yaitu:

a. Sifat kering didukung oleh Choic,


b. Sifat basah didukung oleh Melannchole,
c. Sifat dingin didukung oleh Phlegma, dan
d. Sifat panas didukung oleh Sanguis

11
Sifat kejiwaan tertentu yang khas ini, yang adanya tergantung kepada
dominasi cairan dalam tubuh itu oleh Gelenus disebut temperamental. Pada kasus
ini, (simulasi) sebelum si pelaku meninggal menurut keterangan keluarganya CV
memiliki keseharian kurang baik seperti sering gelisah, murung didalam kamar,
selalu curiga terhadap orang lain dan kadang-kadang sekali gagal langsung
menyerah. Apabila dikaitkan dengan teori ini si CV termasuk ke dalam sifat
melancholi.

5. Big Five Personality

Kepribadian dalam kasus ini dilihat berdasarkan the big five personality
yang dikembangkan oleh McCrae. Teori ini didasarkan pada model lima faktor
kepribadian sebagai representasi struktur trait yang merupakan dimensi utama dari
kepribadian (Pervin, Cervone, & John, 2005). Trait kepribadian merupakan
dimensi dari kepribadian yang merupakan kecenderungan emosional, kognitif, dan
tingkah laku, yang bersifat menetap dan ditampilkan individu sebagai respons
terhadap berbagai situasi lingkungan (Westen dalam Seniati, 2006). Berikut ini
Kelima trait kepribadian (Big Five Personality) yaitu extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience. Hasil analisis dari
kasus ini pribadi CV memiliki skor yang tinggi pada neuroticism cenderung mudah
menjadi cemas, temperamental, mengasihani diri, emosional, dan rapuh terhadap
gangguan yang berkaitan dengan stress. Hasil analisis tersebut berdasarkan
penggalian informasi terkait kasus tersebut dengan pihak keluarga. Pribadi yang
skornya rendah biasanya tenang, bertemperamen lembut, dan puas diri (Feist &
Feist, 2008). Karena sifat dasarnya yang negatif, individu neurotik mengalami
peristiwa kehidupan yang lebih negatif dari individu lain (Magnus, Diener, Fujita,
& Pavot, dalam Heller, Mount, & Judge, 2002). Pada hubungannya dengan CV
yang tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, personaliti neuroticism yang tinggi ini
dapat memicu terjadinya keinginan bunuh diri akibat dari depresi yang
berkepanjangan. Maka dari itu sebenarnya keadaan seperti ini dapat dicegah baik
melalui individu, keluarga maupun pihak luar yang dapat mendukung atau
memotivasi wanita ini.

12
6. Self Efficacy

Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan self-efficacy sebagai evaluasi diri seseorang
terhadap kemampuan atau kompetensi untuk menampilkan tugas, mencapai tujuan dan
mengatasi rintangan. Bandura (1997) mengungkapkan bahwa self-efficacy adalah
penilaian keyakinan diri tentang seberapa baik individu dapat melakukan tindakan
yang diperlukan yang berhubungan dengan situasi yang prospektif. Self-efficacy ini
berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan
yang diharapkan. Bandura juga mengatakan bahwa self-efficacy berkaitan dengan
keyakinan individu dapat atau tidak dapat melakukan sesuatu bukan pada hal apa yang
akan ia lakukan.

1. Dimensi self efficacy

Menurut Bandura (1997), dimensi-dimensi self efficacy antara lain:

a. Magnitude atau tingkat kesulitan tugas.


b. Generality atau luas bidang perilaku
c. Strenght atau kemantapan keyakinan.

Kasus bunuh diri ini termasuk ke dalam dimensi magnitude. Karena pelaku bunuh diri
sudah merasa memiliki pendidikan yang cukup untuk memperoleh pekerjaan. Namun
sayangnya sudah berkali-kali mendaftar pekerjaan, belum memperoleh juga. Belum
lagi tekanan baik dari pribadi maupun lingkungan keluarga dan teman. Sehingga
pelaku tidak bisa menerima kesulitan tersebut.

Selanjutnya Bandura (1997) juga mengemukakan komponen-komponen dari self


efficacy, yaitu:

a. Efikasi ekspektasi, adalah keyakinan diri sendiri bahwa ia akan berhasil


melakukan tindakan.
b. Ekspektasi hasil, adalah perkiraan diri bahwa tingkah laku yang dilakukan
diri itu akan mencapai hasil tertentu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy menurut Bandura (Alwisol, 2004:361-


363) ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-efficacy yaitu:

13
a. Pengalaman Keberhasilan (mastery experiences)
Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan efikasi diri
yang dimiliki seseorang, sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi
dirinya. Apabila keberhasilan yang didapat seseorang lebih banyak
karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa
pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. Akan tetapi, jika
keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui hambatan yang besar
dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan
membawa pengaruh pada peningkatan efikasi dirinya.
b. Pengalaman Orang Lain (vicarious experiences)
Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan
individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan
efikasi diri seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi diri
tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri
seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya
sehingga mendorong seseorang untuk melakukan modeling. Namun,
efikasi diri yang didapat tidak akan terlalu berpengaruh bila model yang
diamati tidak memiliki kemiripan atau berbeda dengan model.
c. Persuasi Sosial (Social Persuation)
Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh
seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan
seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas.
d. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and emotional states)
Kecemasan dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika
melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada
umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam
kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan
adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya. Efikasi diri biasanya
ditandai oleh rendahnya tingkat stres dan kecemasan, sebaliknya efikasi
diri yang rendah ditandai oleh tingkat stres dan kecemasan yang tinggi
pula.

14
Jadi, kasus bunuh diri ini sangat sesuai dengan faktor keadaan fisiologis dan
emoisonal. Karena pelaku bunuh diri mengalami stres akibat tidak
memperoleh pekerjaan. Efikasi diri pelaku menurun dan semakin tidak ada
gairah untuk hidup karena sudah berulang kali usaha untuk memperoleh
pekerjaan tapi tidak mendapatkannya.

3.2 Analisis Keterkaitan Kasus dengan Pengukuran Kesehatan

Beberapa ahli telah menetapkan beberapa instrumen mengenai pengukuran


yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat depresi seseorang
tersebut yang mengakibatkan ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri
dengan cara bunuh diri di sebuah pusat perbelanjaan. Pengukuran dengan
menggunakan kuesioner ini dimaksudkan sebagai langkah awal untuk mendeteksi
dini gangguan depresi yang terjadi pada seseorang tersebut. Di bawah ini
merupakan contoh instrument pengukuran untuk gangguan depresi.
1. Beck Depression Inventory (BDI)
Beck Depression Inventory (BDI) merupakan alat tes yang digunakan
untuk membantu mengungkapkan tingkat depresi seseorang. Alat ukur tersebut
dibuat oleh Beck pertama kali pada tahun 1976. Menurut Selvya Widiarsono
(2013) alat ukur depresi didapat dan diterjemahkan dari Beck Depression
Inventory (BDI) yang terdiri dari 21 pertanyaan yang masing-masing
menggambarkan manifestasi depresi yang spesifik dari 4 pertanyaan yang
menggambarkan tinkat intensitas gejala. Kriteria yang dipakai adalah diagnosa
psikiatrik. Menurut Selvya Widiarsono (2013) cara pengisian alat ukur ini
yaitu dengan cara meminta kesediaan responden untuk menjawab semua item
pertanyaan yang diajukan dengan cara memilih atau menentukan salah satu
dari empat pilihan jawaban yang tersedia disetiap pertanyaan yang sesuai
dengan individu tersebut. Setiap gejala memiliki intensitas sebagai berikut:
a=0 : tidak ada gejala, b = 1 : ada gejala ringan
c=2 : ada gejala sedang, d = 3 : ada gejala berat
Penilaian jawaban dari responden dilakukan dengan cara menjumlahkan
seluruh skor yang dilakukan responden. Total jumlah nilai yang diperoleh

15
responden akan menunjukkan tingkat depresi yang dimiliki oleh responden
yang bersangkutan. Nilai total berkisar dari 0 – 63. Indikasinya adalah:
a. Jumlah nilai 0 – 13 : minimal/normal
b. Jumlah nilai 14 – 19 : depresi ringan
c. Jumlah nilai 20 – 28 : depresi sedang
d. Jumlah nilai 29 – 63 : depresi berat
2. Geriatric Depression Scale (GDS)
Menurut Debri Setia Ningrum (2017) Geriatric Depression Scale
(GDS) adalah suatu kuesioner yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus
dijawab. Geriatric Depression Scale (GDS) ini dapat dimampatkan menjadi
hanya 15 pertanyaan yang harus dijawab. Sederhana saja, hanya dengan “Ya
atau Tidak”, suatu bentuk penyederhanaan dari skala yang mempergunakan
lima rangkai respon kategori. Skala ini mendapatkan angka dengan memberi
satu pokok untuk masing-masing jawaban yang cocok dengan apa yang ada
dalam sintesa di belakang pertanyaan tertulis tersebut. Angka akhir antara 10
sampai 11, biasanya dipergunakan sebagai suatu tanda awal untuk memisahkan
pasien tersebut masuk ke dalam kelompok depresi atau kelompok non depresi.

Menurut Gallo (1998), penentuan skornya adalah skor 20-40 kategori


tidak ada depresi, skor 41-60 kategori depresi ringan, skor 61-80 kategori
depresi sedang, dan skor 81-100 kategori depresi berat.

16
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bunuh diri merupakan tindakan merusak integrasi diri atau mengakhiri


kehidupan, dimana keadaan ini didahului oleh respon maladaptif dan kemungkinan
keputusan terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Wangmuba,
2009). Pada analisis kasusnya, pelaku memang mengalami perubahan perilaku
disebabkan oleh Pengalaman awal saat masa anak-anak si pelaku yang merupakan anak
paling dibanggakan kedua orang tuanya dan menjadi panutan bagi saudara yang lain.
(simulasi) Menurut keterangan orang tuanya mungkin karena mereka terlalu banyak
menaruh harapan hingga anak tersebut menjadi sangat tertekan.

Berdasarkan uraian di atas, berita “Wanita Tewas Loncat di Emporium Mall,


Polisi: Frustrasi Belum Dapat Kerja” merupakan termasuk tipe Kepribadian introvert.
Hasil analisis dari big five personality, kasus pribadi CV memiliki skor yang tinggi
pada neuroticism cenderung mudah menjadi cemas, temperamental, mengasihani diri,
emosional, dan rapuh terhadap gangguan yang berkaitan dengan stress. Apabila
dikaitkan dengan Teori Hippocrates – Gelenus, CV termasuk ke dalam sifat
melancholi. Pengukuran yang digunakan yaitu pengukuran Beck Depression Inventory
(BDI) dan Geriatric Depression Scale (GDS).

4.2 Saran

Untuk mencegah terjadinya bunuh diri perlu dilakukannya pencegahan yaitu dengan
pencegahan primer, sekunder dan tersier:
1. Pencegahan primer adalah tindakan mencegah sebelum orang mempunyai niat
melakukan tindakan bunuh diri dengan memperhatikan faktor-faktor risikonya.
2. Pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan terapi yang tepat pada orang yang
telah melakukan percobaan bunuh diri.
3. Pencegahan tersier adalah tindakan untuk mencegah berulangnya percobaan
bunuh diri.

17
Lampiran

Gambar 1. Kuesioner Beck Depression Inventory (BDI)

18
Gambar 2. Kuesioner Beck Depression Inventory (BDI)

19
Gambar 3. Kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS)

20
DAFTAR PUSTAKA

Bakker, A. B., Van Der Zee, K. I., Lewig, K. A., & Dollard, M. F. (2002). The
Relationship Between The Big Five Personality Factors And Burnout: A Study
Among Volunteer Counselors. The Journal Of Social Psychology , 135. Akses
15 Mei 2019

Baron, R.A. & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial (Edisi ke 10). Jakarta: Erlangga
Bandura, Albert. (1997). Self Efficacy. New York: W.H. Freeman and Company.
Boeree, George.2005. Personality Theories. Jogjakarta: Prisma Sophie.

Feist, J., & Feist, G. J. (2008). Theories Of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Akses 15 Mei 2019

Gallo, Joseph J. 1998.Pengkajian Status Mental. Dalam: Buku Saku Gerontologi(ed.


M. Ester) edisi 2. Jakarta: EGC; Hal 81-6

Komara, Indra. https://news.detik.com/berita/d-4535344/wanita-tewas-loncat-di-


emporium-mall-polisi-frustrasi-belum-dapat-kerja diakses pada 8 mei 2019,
pukul 18.53

Mundiartasari, Intan. 2014. Perbedaan Kejadian Depresi Pada Pasien StrokeIskemik


Lesi Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan Di RSUD Kabupaten Kudus.
Skripsi. Sukoharjo: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Ningrum, Debri Setia. 2017. Pelatihan Penerimaan Diri Untuk MenurunkanDepresi


Pada Pasien Depresi Dengan Status Remisi. Thesis. Yogyakarta: Universitas
Mercu Buana Yogyakarta

Pervin, L. A., Cervone, D., & John, O. P. (2005). Personality Theory And Research.
New York: John Wiley & Sons, Inc. Akses 15 Mei 2019

Pratama, Dimas Dkk. 2012. Pengaruh Kepribadian Berdasarkan The Big Five
Personality Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Hotel.Jurnal Gema
Aktualita.Vol. 1 No. 1. Akses 15 Mei 2019

21
Riasnugrahani, Missiliana, Mengapa Bunuh Diri?, dalam Euangelion, Edisi 121,
Desember 2010 – Januari 2011

Sabri, M.A. 2001. Pengantar Psikologi Umum Dan Perkembangan. Pedoman Ilmu
Jaya. Jakarta. Akses 6 Mei 2019

Seniati, L. (2006). Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadian, Kepuasan Kerja, Dan
Iklim Psikologis Terhadap Komitmen Dosen Pada Universitas Indonesia.
Makara, Sosial Humaniora , 88-97. Akses 15 Mei 2019

Setiawan, H 2016, Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Di Apotek Pengharapan Jl.
Raya Tanggulangin 30 Tanggulangin - Sidoarjo 25 Januari 2016 – 27 Februari
2016, Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala

Shofiah,V dan Raudatussalamah.2014. Self- Efficacy Dan Self- Regulation Sebagai


Unsur Penting Dalam Pendidikan Karakter. Riau : Jurnal Penelitian sosial
keagamaan

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Edisi Pertama. Jakarta: Egc. Akses 15
Mei 2019

Syafrida, Lis Y. 2013. Mengenal Pribadi Melalui Psikologi Kepribadian. Jurnal Darul
‘Ilmi Vol. 01, No. 02. Akses 15 Mei 2019

Valentina, T. D. dan Helmi, A. F. 2016. “Ketidakberdayaan dan Perilaku Bunuh Diri:


Meta-Analisis”. Buletin Psikologi. Vol. 24 No. 2

Wahyudiyanta, Imam. https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4540338/ironi-ibu-


dan-anak-bunuh-diri-minum-racun-ikan-karena-himpitan-ekonomi diakses pada
8 Mei 2019, pukul 19.12

Wangmuba. 2009. Bunuh Diri Dan Psikologi.


Http://Wangmuba.Com/2009/04/13/Bunuh-Diri-Danpsikologi/. Akses 8 Mei
2019

Widiarsono, Selvya. 2013. Hubungan Antara Depresi Degan Kualitas Hidup Aspek
Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) (Studi Korelasi Terhadap

22
Penderita HIV/AIDS di Rumah Cemara Bandung. Skripsi. Bandung:
Universitas Pendidikan Bandung

Woelandarie, A. M. 2017. “Faktor yang Mempengaruhi Percobaan Bunuh Diri Pada


Santri di Pesantren X, Bogor”. Skripsi

_____, http://www.depkes.go.id/article/view/16110400002/komunikasi-dan-
kepedulian-antar-anggota-keluarga-dibutuhkan-untuk-cegah-kejadian-bunuh-
diri-.html, diakses pada 15 Mei 2019, pukul 18.20

23
24

Anda mungkin juga menyukai