Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RBD (RESIKO BUNUH DIRI)

DISUSUN OLEH :
Kelompok 2

1. Dinda Dwi Putri Lestari (20301079)


2. Fadlun Apsari Putri (20301082)
3. Ika Sari Ramadhani (20301085)
4. Wina Esa Kurnia (20301107)

Kelas : 3 C
Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa II

Dosen pengampu :
Ns. Rina Herniyanti, M. Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji sykur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karuniaNya, kami dapat
menyelesaikan makalah sebagai salah salah satu implementasi tugas mata kuliah Keperawatan
Jiwa 2, dengan judul : “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan RBD (Resiko Bunuh Diri)”
Selama melakukan penyelesaian makalah ini banyak mendapatkan bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Ns. Rina
Herniyanti, M.Kep.
Semoga apa yang tertuang dalam makalah ini dapat terlaksana dengan baik nantinya.
Kami sangat mengharapkan saran dan masukannya dari berbagai pihak demi terlaksana nya
kegiatan ini dengan sebaik-baiknya.

Pekanbaru, 24 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................iii
1.1. Latar Belakang...............................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 3
2.1. Defenisi Resiko Bunuh Diri........................................................................... 3
2.2. Pengkajian Resiko Bunuh Diri....................................................................... 3
2.3. Diagnosa ........................................................................................................ 5
2.4. Tindakan Keperawatan .................................................................................. 6
2.5. Evaluasi ......................................................................................................... 6
BAB 3 PEMBAHASAN KASUS......................................................................................8
3.1. Contoh Kasus ............................................................................................... 8
3.2. Asuhan Keperawatan Kasus........................................................................... 10
BAB 4 PENUTUP.............................................................................................................. 13
4.1. Kesimpulan..................................................................................................... 13
4.2. Saran............................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri
sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri
yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen,
1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009.
Resiko bunuh diri masih menjadi masalah yang serius di dunia bakhan di
Indonesia. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang
digunakan dalam mengatasi masalah. Berikut beberapa faktor penyebab bunuh diri
yang didasarkan pada kasus bunuh diri yang berbeda-beda tetapi memiliki efek
interaksi di antaranya (Maris, dalam Maris dkk.,2000; Meichenbaum, 2008):
Major-depressive illness, affective disorder,Penyalahgunaan obat-obatan
(sebanyak
50% korban percobaan bunuh memiliki level alkohol dalam darah yang
positif),Memiliki pikiran bunuh diri, berbicara dan mempersiapkan bunuh diri,Stresor
atau kejadian hidup yang negatif (masalah pekerjaan, pernikahan, seksual, patologi
keluarga, konflik interpersonal, kehilangan, berhubungan dengan kelompok teman
yang suicidal),Kemarahan, agresi, dan impulsivitas. Peran perawat sangat penting
dalam membantu pasien perilaku ide bunuh diri terutama menjaga keamanan klien.
Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti Jepang,
dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan China yang
mencapai 250.000 per tahun. Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai
masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada
2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya.
Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per
harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per 100.000 penduduk
dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul, Yogyakarta
mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.
1
Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja dan
dewasa muda (15 – 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan melakukan percobaan
bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara yang populer
untuk mencoba bunuh diri pada kalangan perempuan adalah menelan pil, biasanya
obat tidur, sedangkan kaum lelaki lebih letal atau mematikan seperti menggantung
diri.
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah
mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-orang yang
berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang
kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumu dan miskin, kelompok
professional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog.

Rumusan masalah
Bagaima konsep asuhan keperawatan jiwa resiko bunuh diri ?

1.2 Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui definisi dari resiko bunuh diri .
2. Untuk menegtahui etiologic dari resiko bunuh diri .
3. Untuk mengetahui tanda gejala dari risiko bunuh diri .
4. Untuk mengetahui rentang respons dari risiko bunuh diri.
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari risiko bunuh diri.
6. Untuk mengetahui factor predisposisi dari risiko bunuh diri.
7. Untuk mengetahui factor risiko bunuh diri.
8. Untuk mengetahui mechanisme koping dari resko bunuh diri
9. Untuk mengetahui pohon masalah dari resiko bunuh diri .
10. Untuk mengetahui pelaksaan medis dan keperawatan dari resiko bunuh

diri .
B. Tujuan khusus
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada resiko bunuh diri.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Resiko Bunuh Diri


Dalam Encyclopedia Britannica, bunuh diri didefinisikan sebagai

usaha seseorang untuk mengakhiri hidupnya dengan cara suka rela atau

sengaja. Kata Suicide berasal dari kata latin Sui yang berarti diri (self), dan

kata Caedere yang berarti membunuh (to kill). (Husain, 2005:6) Sedangkan

menurut aliran human behavior, bunuh diri ialah bentuk pelarian parah dari

dunia nyata, atau lari dari situasi yang tidak bisa ditolerir, atau merupakan

bentuk regresi ingin kembali pada keadaan nikmat, nyaman dan tentram.

(Kartono, 2000:143)

Berikut merupakan beberapa definisi mengenai bunuh diri yang

diambil dari beberapa kamus dan ensiklopedi : (Dalam Kartono, 2000:144)

a. Bunuh diri adalah pembunuhan secara simbolis, karena ada peristiwa

identifikasi dengan seseorang yang dibenci, dengan membunuh diri

sendiri orang yang bersangkutan secara simbolis membunuh orang yang

dibencinya.

b. Bunuh diri adalah satu jalan untuk mengatasi macam-macam kesulitan

pribadi, misalnya berupa rasa kesepian, dendam, takut, kesakitan fisik,

dosa dan lain-lain.

c. Bunuh diri adalah prakasa/intisari perbuatan yang mengarah pada

kematian pemrakarsa.

12

3
13

d. Bunuh diri adalah keinginan yang mendorong suatu perbuatan untuk

melakukan destruksi/pengrusakan diri sendiri.

e. Bunuh diri adalah inisiasi perbuatan yang mengarah pada motivasi

kematian, membunuh, dan dibunuh.

f. Bunuh diri merupakan keadaan hilangnya kemauan untuk hidup.

g. Bunuh diri ialah suatu derajat sentral dari keputusan pelaku yang

memutuskan untuk memprakarsai satu perbuatan mengarah pada

kematian sendiri.

h. Bunuh diri adalah derajat ketegasan dan ketegaran keputusan untuk

memprakarsai perbuatan yang mengarah pada kematian sendiri.

i. Bunuh diri ialah kemauan berbuat mengarah pada kematian sendiri.

j. Bunuh diri ialah derajat efektifitas satu perbuatan yang disengaja dan

bertujuan, yang mengakibatkan kematian.

k. Bunuh diri ialah pengetahuan seorang mengenai relasi dirinya dengan

kondisi obyektif dari kematian.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwasanya

bunuh diri adalah usaha seseorang untuk menyakiti dirinya sendiri dengan

tujuan untuk meniadakan atau menghilangkan nyawanya sendiri, hal ini

biasanya dilakukan atas dasar motivasi-motivasi tertentu seperti

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

2. Macam-macam Bunuh Diri

Sosiolog Emile Durkheim (1897, 1951) membedakan bunuh diri

menjadi empat jenis yaitu : (Upe, 2010:99)

13
14

a. Bunuh diri egoistik, yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh orang-orang

yang merasa kepentingan individu lebih tinggi dari pada kepentingan

kesatuan sosialnya,

b. Bunuh diri altruistik, yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi

antar sesama individu yang satu dengan yang lainnya sehingga

menciptakan masyarakat yang memiliki integritas yang kuat, misalnya

bunuh diri harakiri di Jepang,

c. Bunuh diri anomi, yaitu tipe bunuh diri yang lebih terfokus pada keadaan

moral dimana individu yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan

dan norma dalam hidupnya,

d. Bunuh diri fatalistik, tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas

oleh Durkheim. pada tipe bunuh diri anomi terjadi dalam situasi di mana

nilai dan norma yang berlaku di masyarakat melemah, sebaliknya bunuh

diri fatalistik terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat

meningkat dan terasa berlebihan.

Menurut Kartono (2000:145) bunuh diri dapat digolongkan dalam

dua tipe, yaitu :

a. Bunuh diri konvensional, adalah produk dari tradisi dan paksaan dari

opini umum untuk mengikuti kriteria kepantasan, kepastian sosial dan

tuntutan sosial. Misalnya harakiri yang dilakukan di Jepang, mati obong

yang dilakukan semasa kerajaan jawa-bali untuk menunjukkan kesetian

pada suami yang telah meninggal ataupun Suttee atau membakar diri

sendiri yang dilakukan oleh janda di India tengah pada saat penguburan

14
15

suaminya. bunuh diri ini sudah banyak yang dihapuskan, sebagian

dipengaruhi bangsa-bangsa lain atau oleh tekanan bangsa lain, dan

sebagian lagi karena adanya banyak perubahan pada kondisi-kondisi

sosial.

b. Bunuh diri personal, bunuh diri ini banyak terjadi pada masa modern,

karena orang merasa lebih bebas dan tidak mau tunduk pada aturan dan

tabu perilaku terentu. Orang tidak ingin terikat oleh kebiasaan-kebiasaan

dan konvensi-konvensi yang ada untuk memecahkan kesulitan hidupnya.

Sebaliknya, mereka mencari jalan singkat dengan caranya sendiri, yaitu

bunuh diri untuk mengatasi kesulitan hidupnya, atas keputusannya

sendiri. Karena itu peristiwa bunuh diri adalah bentuk kegagalan

seseorang dalam upayanya menyesuaikan diri terhadap tekanan-tekanan

sosial dan tuntutan-tuntutan hidup.

Selain itu juga terdapat bunuh diri yang dilakukan dengan adanya

bantuan dari seorang dokter atau tenaga medis, bunuh diri ini disebut

Euthanasia, yaitu tindakan menghilangkan rasa sakit pada penderita

penyakit yang sulit diobati atau menderita sakit keras. Ada dua tipe

Eutanasia yaitu Eutanasia aktif dan Eutanasia pasif. dan Eutanasia aktif

terjadi apabila kematian disebabkan oleh suatu usaha yang dengan sengaja

dilakukan untuk mengakhiri hidup seseorang, seperti dengan injeksi obat

yang mematikan dan Eutanasia pasif terjadi ketika seseorang diizinkan mati

dengan mencabut perawatan yang tersedia, seperti perlengkapan terapi

penopang hidup misal mencabut alat bantu pernafasan. (Santrock,

15
16

2002:264) Hal ini bermula sekitar awal tahun 1990-an ketika seorang dokter

asal Michigan, Jack Kevorkian membantu seorang wanita asal Oregon

berusia 54 tahun yang menderita Alzheimer tahap awal, suatu penyakit otak

degeneratif dan fatal, dalam kondisi belum menggalami kerusakan fisik

yang serius, ia dibantu Kevorkian untuk menekan tombol pada sebuah

mesin yang dirancang Kevorkian untuk menyuntikan obat yang

menciptakan kondisi tidak sadar dan dosis mematikan potasium klorida

yang menghentikan denyut jantungnya. (Egan, 1990) selama sepuluh tahun

ia berperan aktif membantu seratus orang yang menggalami penyakit

mematikan mengakhiri hidup mereka, dari sini kemudian diketahui banyak

praktek-praktek dokter yang mencabut kabel dari pasien yang telah mati

otaknya, namun tetap bertahan hidup secara fisik dengan menggunakan

peralatan yang canggih. (Davison. 2006:436)

3. Cara atau Bentuk Bunuh Diri

Metode yang digunakan sebagai percobaan bunuh diri umumnya

selain memiliki fungsi untuk mengakhiri hidup juga memiliki makna

tersendiri seperti motif atau harapan yang mendasari. Secara umum metode

yang digunakan untuk bunuh diri yaitu sebagai berikut:

a. Gantung diri,

b. Melukai diri dengan benda tajam seperti tradisi harakiri di jepang,

memotong urat nadi, atau menembak dirinya dengan senjata api atau

pistol,

c. Menelan racun atau obat-obatan sampai over dosis,

16
17

d. Menjatuhkan diri dari atap gedung,

e. Membakar diri,

f. Menabrakkan diri.

4. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Bunuh Diri

Terdapat banyak faktor yang dapat mengakibatkan seseorang

melakukan percobaan bunuh diri, menurut Husain (2005:67) diantaranya

yaitu:

a. Adanya gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat menimbulkan tindakan-tindakan

berbahaya, baik itu merupakan tindakan bunuh diri yang mematikan,

maupun bunuh diri yang tidak mematikan. Depresi dan skizophrenia

merupakan gangguan psikologis yang sering berkaitan dengan percobaan

bunuh diri. dalam studi yang digelar pada tahun 1990, ditemukan bahwa

dari 60% laki-laki dan 44% perempuan yang melakukan percobaan

bunuh diri menderita depresi. (Apter&Freudenstein, 2000) selain itu

antara 30% sampai 50% penderita skizophrenia minimal sekali

melakukan percobaan bunuh diri.

b. Penggunaan alkohol dan narkotik (Substance Abuse)

Penggunaan alkohol dan narkotik merupakan factor yang sangat

penting dalam percobaan bunuh diri, hal ini dapat dilihat dari berbagai

penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan narkotik dan obat-

obatan lainnya iku ambil bagian dalam kasus bunuh diri dengan

17
18

prosentase antara 25% sampai 55%. (Murphy, 2000. Dalam Husain,

2005:73)

c. Krisis kepribadian (Personality Disorder)

Meskipun hubungan antara krisis kepribadian dan bunuh diri belum

diyakini secara umum, tapi beberapa penelitian terkini menunjukkan

bahwa krisis kepribadian merupakan faktor penting dalam melakukan

percobaan bunuh diri. (Linehan et al, 2000) Krisis kepribadian didapatka

pada 40%-53% dari orang-orang yang melakukan percobaan bunuh diri.

(Brent et al, 1994 ; Lesage et al, 1997 ; Roy&Draper, 1996)

d. Penyakit-penyakit jasmani (Physical Illnesses)

Penyakit-penyakit jasmani termasuk hal-hal yang paling sering

mengakibatkan bunuh diri, khususnya bagi orang-orang tua.

(Harwood&Jacoby, 2000) Rasa sakit merupakan faktor penting dalam

sekitar 20% dari kasus bunuh diri yang dilakukan orang-orang tua.

banyak riset yang mengkaji hubungan antara penyakit jasmani yang

kronis dan bunuh diri.

e. Faktor-faktor genetis (Genetic Factors)

Para pakar yang akhir-akhir ini meneliti bunuh diri secara biologis

menyatakan bunuh diri memiliki kesiapan-kesiapan genetis. Meskipun

tindakan bunuh diri yang dilakukan salah satu anggota keluarga atau

kerabat bukanlah sebab langsung bagi bunuh diri, namun para anggota

keluarga ini lebih rentan terhadap bunuh diri dari pada yang lain. Hal ini

mengacu pada kenyataan bahwa depresi dan penyakit-penyakit lainnya

18
19

memiliki kesiapan genetis. Jika tidak mendapatkan penanganan,

penyakit-penyakit ini bisa jadi mengakibatkan tindakan bunuh diri.

f. Perubahan dalam bursa kerja (Labour Market)

Revolusi ekonomi dan teknologi yang terjadi di dunia telah

membawa dampak positif dan negatif, disengaja dan tidak sengaja, baik

dalam bidang ekonomi, sosial, kejiwaan, politik dan budaya. Semua ini

mempengaruhi kesehatan penduduk dunia, diantara permasalahan serius

yang dihadapi dunia secara bersama adalah semakin bertambahnya

jumlah pengangguran. Krisis moneter dan ekonomi di dunia

mengakibatkan bertambahnya pengangguran dan menimbulkan bahaya

yang serius.

g. Kondisi keluarga

Kebanyakan remaja yang memiliki prilaku bunuh diri menghadapi

berbagai problem keluarga yang membawa mereka kepada kebimbangan

tentang harga diri, serta menumbuhkan perasaan bahwa mereka tidak

disukai, tidak diperlukan, tidak dipahami dan tidak dicintai. Mayoritas

mereka berasal dari keluarga yang menerapkan system pendidikan yang

tidak layak. Biasanya para orangtua yang berada disekitar anak berlaku

keras terhadapnya, mengabaikannya, atau hanya memperhatikan

pertumbuhan fisiknya saja dan bukan prilakunya. Hilangnya cinta kadang

ikut berperan bagi perkembangan bahaya bunuh diri. Kehilangan cinta ini

bisa terjadi karena faktor kematian, perceraian, atau menurunnya kasih

19
20

sayang orantua dan orang-orang yang memiliki kedudukan penting dalam

kehidupan seseorang.

h. Pengaruh media massa

Berita tentang bunuh diri kadang dapat memicu tindakan bunuh

diri, terutama bagi orang-orang yang memang telah mempersiapkan diri

untuk melakukannya. Ketika mereka tahu bahwa orang yang mati bunuh

diri sebelumnya hidup dengan posisi dan keadaan yang sama dengan

yang mereka alami, maka itu bisa mendorong mereka untuk meniru dan

melakukan perbuatan yang sama.

5. Adanya motifasi yang mendasari

Kata motivasi berasal dari bahasa latin, yang berarti bergerak,

menurut Wade dan tavris (2007:144) motivasi adalah suatu proses dalam

diri manusia atau hewan yang menyebabkan organisme tersebut bergerak

menuju tujuan yang dimiliki, atau bergerak menjauh dari situasi yang tidak

menyenangkan. Kartono (2000:158) menyebutkan dua macam motivasi

yang mempengaruhi bunuh diri, yaitu :

a. Motivasi interpersonal, dalam kasus bunuh diri terjadi apabila pribadi yang

melakukan tindak bunuh diri terjadi apabila pribadi yang melakukan

tindak bunuh diri tersebut lewat perbuatannya berusaha untuk

mempengaruhi terjadinya perubahan sikap pada orang lain, atau

mengharapkan adanya perubahan tingkah laku pada orang lain. Orang lain

disini biasanya adalah orang yang dekat dengan orang yang melakukan

bunuh diri tersebut seperti keluarga, teman atau kekasih. Motivasi

20
21

interpersonal ini bisa ditemukan pada semua usia akan tetapi paling

banyak pada usia puber/remaja dan usia pertengahan. Perbuatan bunuh diri

digunakan sebagai ekspresi dari kemarahan, penolakan dan pemaksaan

kesediaan untuk mengubah perilaku orang lain atau untuk menumbuhkan

perasaan bersalah kepada mereka.

b. Motivasi intrapersonal, paling banyak muncul pada orang-orang yang

lebih tua, diantaranya karena:

1) Telah banyak hilang emosi ikatan-ikatan dengan orang lain.

2) Merasakan adanya tekanan-tekanan dan ketegangan-ketegangan dari

dalam dan perlunya melakukan satu perbuatan penting, yaitu bunuh

diri.

3) Mereka merasa bahwa kaitan dengan orang-orang yang dekat dengan

dirinya sudah sangat longer, misalnya karena ditinggal mati suami/istri,

anak-anak sudah berumah tangga, badan sudah sakit-sakitan dan

dilupakan orang.

4) Hingga muncul kemudian emosi-emosi yang sangat kuat berupa

perasaan amat kesepian, merasa tidak diperlukan lagi, tidak bisa bekerja

dengan efektif, badan semakin lemah dan sakit-sakitan dan bahwa dia

sudah pernah hidup dan kini tidak punya apa-apa lagi. Suasana hatinya

dipenuhi unsure depresi, dibarengi keinginan mengucilkan diri dan

terkuras tenaganya secara fisik dan emosional. Lalu muncullah

keinginan untuk mati.

Motifasi bunuh diri menurut Mintz (1968) (Davison dkk, 2006:427)

21
22

a. Adanya insting kematian (Thanatos) yaitu kecenderungan untuk kembali ke keadaan

bebas tekanan yang ada sebelum kelahiran

b. Harapan positif dan oleh sikap-sikap persetujuan terhadap legitimasi dari bunuh diri,

(D. Stein dkk, 1998) orang yang membunuh dirinya sendiri mungkin berharap

bahwa mereka akan dirindukan atau dikenang setelah kematian mereka, orang yang

hidup akan merasa bersalah karena telah salah memperlakukan mereka

c. Upaya untuk memaksakan cintanya pada orang lain

d. Upaya untuk melakukan perubahan atas kesalahan yang dilihat pada masa lalu

e. Upaya untuk menyingkirkan perasaan yang tidak diterima, seperti ketertarikan

seksual pada lawan jenis

f. Keinginan untuk reinkarnasi

g. Keinginan untuk bertemu dengan orang yang dicintai yang telah meninggal

h. Keinginan atau kebutuhan untuk melarikan diri dari stress, kehancuran, rasa sakit,

atau kekosongan emosional. Secara umum bunuh diri merupaka upaya individu

untuk menyelesaikan masalah, yang dilakukan dalam kondisi stress berat dan

ditandai pertimbangan atas alternative yang sangant terbatas dimana akhirnya

penihilan diri muncul sebagai solusi terbaik (Linehan & Sherin, 1988)

22
.

2.2. Pengkajian Resiko Perilaku Resiko Bunuh Diri


A. Faktor Predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko

bunuh diri meliputi:


a. Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu

gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.


b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri

adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.


c. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting
yang berhubungan
dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko

untuk perilaku resiko bunuh diri


e. Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan

perilaku resiko bunuh diri.


2

B. Factor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.

Kondisi klien seperti kelemahan fisik ,keputus asaan ,ketidakberdayaan ,percaya, diri
yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian juga dengan situasi
lingkup yang rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan ,kehilangan orang
yang dicintai,atau merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi social yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu kekerasan .

C. Tanda gejala
Menurut Ade Herman Surya Direja 2011 : 158, tanda dan gejala bunuh diri adalah
sebagai berikut :
 Mempunyai ide unutk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan unuuk mati
 Mengungkapkan rasa bersaah dan keputusasaan
 Impulsif
 Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( menjasi sangat patuh)
 Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
 Verbal terselubung
 ( berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan)
 Status emosional ( harapan, penolakan, cemas meningkat, panik)

D. Hasil Pengkajian Lainnya


Mekanisme koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping
yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

2
3

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping.


Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.

2.3. Diagnosa
Resiko bunuh diri b.d masalah sosial

Pohon Masalah

effect Bunuh Diri

core problem Resiko Bunuh Diri

causa Isolasi Sosial

3
4

2.4. Tindakan Keperawatan


Diagnose 1 :Resiko bunuh diri b.d masalah sosial
TUJUAN : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di
harapkan pasien dapat mengendalikan keinginan bunuh diri
KH :
- Perilaku melukai diri sendiri menurun
- Perilaku merusak lingkungan sekitar Menurun
- Perilaku agresif Menurun
INTERVENSI :
Pencegahan Bunuh Diri
Observasi
1. Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (mis. Barang
pribadi,pisau cukur,jendela)
2. Monitor adanya perubahan mood atau perilaku
3. Identifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri
Terapeutik
1. Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau
(mis. Tempat tidur dekat ruangan perawat)
2. Libatkan keluarga dalam perawatan
3. Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat membahas
bunuh diri
4. Hindari diskusi berulang tentang bunuh diri sebelumnya,diskusi
berorientasi pada masa sekarang dan masa depan
Edukasi
1. Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga atau orang
terdekat
2. Latih pencegahan resiko bunuh diri
3. Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang lain

4
5

2.5. Evaluasi
S : Klien mampu mengontrol keinginan bunuh dirinya
O : Klien tidak perlu meminum obat lagi
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

5
6

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1. Contoh Kasus
Nn. Jahrah usia 22 tahun, dirawat di Rumah Sakit jiwa karena Nn. Jahrah pernah m
elakukan percobaan bunuh diri setelah ditinggal calon suaminya menikah dengan per
empuan lain. Keluarga Nn. Jahrah mengatakan pasien sering mengurung diri dikama
r. Saat pengkajian pasien terlihat kecewa dan melamun.

Strategi Pelaksanaan
B. ORIENTASI
Perawat : Assalamualaikum mba, perkenalkan saya adalah perawat Putri yang bert
ugas di Ruang Mawar ini, saya dinas pagi jam 7 sampai jam 2 siang. Nam
a mba siapa ya?
Pasien : Wallaikumsalam sus, saya Jahrah
Perawat : Baik, bagaimana perasaan mba Jahrah hari ini?
Pasien : Saya masih merasa kecewa sus, saya masih ingin bunuh diri
Perawat : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang mba Jahrah rasak
an selama ini ?
Pasien : Boleh mba
Perawat : Dimana dan berapa lama kita bisa bicara mba ?
Pasien : 10 menit saja mba, disini saja

C. KERJA
Perawat : Bagaimana perasaan mba Jahrah setelah apa yang terjadi?
Pasien : Saya benar-benar frustasi sus, kecewa, sedih
Perawat : Apakah mba Jahrah kehilangan kepercayaan diri ? Apakah mba merasa t
ak berharga atau bahkan lebih rendah dari orang lain ?
Pasien : Iya sus, saya merasa tidak percaya diri setelah calon suami saya pergi be
gitu saja meninggalkan saya dan pergi bersama wanita lain. Saya merasa ti
dak berharga lagi bagi dia
Perawat : apakah mba merasa bersalah ?
Pasien : iya sus, saya merasa mungkin saya kurang cantik
Perawat : apakah mba sering mengalami sulit konsentrasi ?
Pasien : semenjak kejadian itu, saya tidak bisa berkonsentrasi sus
Perawat : apakah mba berniat untuk mengakhiri hidup mba atau menyakiti diri mba
sendiri?
Pasien : iya sus, saya ingin mati saja. Saya benar-benar kecewa sus
Perawat : kenapa mba merasa ingin bunuh diri ?

6
7

Pasien : saya sudah terlanjur malu sus sama orang-orang. Saya tidak berani keluar
rumah saya lebih memilih mengurung diri dikamar
Perawat : bagaimana mba memikirkan cara untuk melakukan percobaan bunuh diri ?
Pasien : saya ingin gantung diri saja sus, saya malu sus
Perawat : baik mba, saya perlu memeriksa isi kamar ini untuk memastikan tidak ad
a benda-benda yang membahayakan.
Pasien : periksa saja sus, kalau ada barang-barang yang berbahaya
Perawat : baik ya mba, karena mba jahrah tampaknya masih memiliki keinginan ya
ng kuat untuk bunuh diri, saya tidak akan membiarkan mba jahrah sendiri
Pasien : iya sus
Perawat : Begini ya mba, apabila keinginan itu muncul maka untuk mengatasinya
mba jahrah harus langsung meminta bantuan kepada perawat di ruangan in
i dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk ya mba
Pasien : Baik sus, bagaimana sus?
Perawat :mba bisa mengatakan “ suster,suster, bantu saya, keinginan saya untuk bu
nuh diri mucul lagi”. Begitu ya mba jahrah. Sekarang mba coba praktekka
n apa yang saya bilang tadi
Pasien : Apabila keinginan saya untuk bunuh diri, saya harus langsung meminta b
antuan kepada perawat di ruangan ini atau teman sus.
Perawat : bagaimana caranya mba?
Pasien : “suster,suster, bantu saya, keinginan saya untuk bunuh diri mucul lagi”
Perawat : bagus sekali ya mba jahrah, mba sudah memahami apa yang saya kataka
n. Jadi mba jangan sendirian ya. Katakan pada perawat jika ada keinginan
untuk bunuh diri
Pasien : iya sus, nanti saya berteman supaya tidak sendiri

D. TERMINASI

Perawat : Bagaimana perasaan mba sekarang setelah mengetahui cara mengatasi pe


rasaan ingin bunuh diri ?
Pasien : senang sus, saya sudah tahu cara untuk mencegah keinginan bunuh diri s
aya bila muncul
Perawat : coba sekarang mba sebutkan cara tersebut
Pasien : Apabila keinginan saya untuk buuh diri, saya harus langsung meminta ba
ntuan kepada perawat di ruangan ini atau teman sus. Lalu saya panggil “ s
uster,suster, bantu saya, keinginan saya untuk bunuh diri mucul lagi”
Perawat : Bagus sekali ya mba Jahrah. Kalau begitu berbincang-bincang kita hari
ini sudah selesai. Besok jam 11.00 saya akan kembali untuk pertemuan
selanjutnya dan membahas tentang cara berpikir positif pada diri sendiri di
ruang ini ya mba. Apakah mba Jahrah setuju ?
Pasien : iya sus

7
8

Perawat : kalau begitu sebelum kita akhiri, kita berdoa dulu ya mba. Nanti mba
mengikuti apa yang saya ucapkan.
Pasien : Iya sus
Perawat :Ya Allah ya Tuhan kami, berikanlah ketabahan dan kekuatan bagi hamba
Mu ini agar bisa menjalani ujian yang Engkau beri. Semoga
kedepannya menjadi hamba yang lebih baik lagi. Amin. Kalau begitu
saya permisi dulu ya mba, Wassalamualaikum
Pasien : wallaikumsalam

3.2. Asuhan Keperawatan Kasus


1. Pengkajian
1) Identitas pasien
a. Nama : Nn. Jahrah
b. Umur : 22
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Status : Gadis
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Alasan klien masuk rumah sakit jiwa adalah klien mengatakan klien
sedih,frustasi,kecewa,dan tidak mau keluar rumah.
3) Faktor predisposisi
Klien sebelumnya ada niatan melakukan percobaan bunuh diri setelah ditinggal cal
on suaminya menikah dengan perempuan lain
4) Pemeriksaan Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
didapatkan hasil TD : 110/80 mmHg ; N : 80x/i ; S : 36,5oC ; P : 20x/i. Klien
memiliki tinggi badan 165 cm dan berat badan 65 Kg.
5) Mekanisme Koping
Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien dapat berbicara baik
dengan orang lain dan berkooperatif.
6) Hubungan sosial
Klien mengatakan setelah kejadian ditinggal calon suaminya tersebut ia minder

8
9

tidak mau bertemu dengan orang lain/lingkungan sekitarnya.


7) Analisis data
a. Subjektif : Klien mengatakan frustasi dan ingin melakukan percobaan bunuh
diri
b. Objektif :Klien tampak pandangannya kosong.

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko bunuh diri b.d masalah sosial.

3. Intervensi Keperawatan
Diagnose 1 :Resiko bunuh diri b.d masalah sosial
TUJUAN : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di harapkan pasien
dapat mengendalikan keinginan bunuh diri
KH :
- Perilaku melukai diri sendiri menurun
- Perilaku merusak lingkungan sekitar Menurun
- Perilaku agresif Menurun
INTERVENSI :
Pencegahan Bunuh Diri
Observasi
4. Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (mis. Barang pribadi,pisau
cukur,jendela)
5. Monitor adanya perubahan mood atau perilaku
6. Identifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri
Terapeutik
1. Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau (mis. Tempat
tidur dekat ruangan perawat)
2. Libatkan keluarga dalam perawatan
3. Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat membahas bunuh diri
4. Hindari diskusi berulang tentang bunuh diri sebelumnya,diskusi berorientasi pada
masa sekarang dan masa depan

9
10

Edukasi
1. Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga atau orang terdekat
2. Latih pencegahan resiko bunuh diri
3. Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang lain

4. Implementasi
O:
1. Memonitor lingkungan bebas bahaya secara rutin
2. Mengidentifikasi keinginan dan rencana bunuh diri
T:
1. Memberikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau
2. Melakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat membahas bunuh
diri
E:
1. Melatih pencegahan resiko bunuh diri
2. Menganjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang lain
K:
1. -

5. Evaluasi
S : Klien mampu mengontrol keinginan bunuh dirinya
O : Klien tidak perlu meminum obat lagi
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

BAB IV
PENUTUP

10
11

4.1. Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

Etiologi risiko bunuh diri Secara universal: karena ketidakmampuan individu


untuk menyelesaikan masalah. Terbagi menjadi:

a. Faktor Genetik.
b. Faktor Biologis lain.
c. Faktor Psikososial & Lingkungan.

4.2. Saran
Dengan adanya akalah ini penulis beharap agar pembaca sebagai mahasiswa dapat
memahami tentang asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa Resiko Bunuh Diri

11
12

DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E, (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta,
Trans Info Media.

Jenny, (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan, USU Press.

Keliat. B.A, (2009). Tingkah Laku Bunuh Diri. Jakarta, EGC.

Kompas, (2016) di Peroleh dari situs kompas.com pada tanggal 18 Mei

2016. Stuart, GW, (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.

Jakarta, EGC. Sujono & Teguh, (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa.

Jogjakarta, Graha Ilmu. Yosep, I, (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung,

Refika Aditama.

12

Anda mungkin juga menyukai