Menurut temuan penelitian ini, remaja yang berencana untuk bunuh diri biasanya
menghadapi tiga masalah: Keputusasaan mereka adalah hasil dari semua emosi negatif
mereka, termasuk rasa bersalah, kemarahan, ketidakberartian, dan ketidakinginan. Bunuh diri
memiliki beberapa penyebab, salah satunya adalah depresi berat. Banyak remaja berjuang
dengan konsep diri mereka. Konsep diri yang salah menyebabkan mereka merasa tidak
dicintai, tidak diinginkan, dan tidak berharga. Rekan-rekan mereka memiliki dampak pada
konsep diri yang keliru ini juga. Remaja berusaha untuk menyesuaikan diri dengan apa yang
rekan-rekan mereka harapkan dari mereka agar disukai dan dihormati oleh kelompok sebaya
mereka. Hubungan dalam keluarga berpusat pada penerimaan orang tua dan perceraian orang
tua mereka. Remaja yang mengalami perceraian orang tua menderita, merasa tidak
diinginkan, dan mulai menyalahkan diri sendiri atas perpisahan tersebut. Remaja yang merasa
orang tua mereka hanya akan mencintai mereka ketika mereka menjadi remaja yang mereka
inginkan daripada menjadi diri mereka sendiri adalah mereka yang orang tuanya tidak
menerima mereka apa adanya.
Bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dengan kecenderungan
peningkatan pada kelompok anak dan remaja. Tingkat bunuh diri bervariasi mulai dari ide
bunuh diri, ancaman bunuh diri, percobaan bunuh diri dan tindakan bunuh diri. Faktor risiko
bunuh diri pada anak dan remaja mencakup gangguan psikiatri, stresor psikososial, faktor
kognitif dan faktor biologi. Selain itu bunuh diri pada anak dan remaja juga dipengaruhi oleh
perkembangan kognitif, pemahaman mengenai kosep kematian, faktor afektif dan peran
kelekatan.
Beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada pergolakan eksistensial remaja dan
meningkatkan risiko bunuh diri meliputi:
2. Tekanan sosial
Tekanan dari teman sebaya, media sosial, atau persepsi tentang harapan yang diletakkan pada
mereka dapat meningkatkan stres dan membuat remaja merasa tidak diakui atau tidak
berharga. Ketika seorang remaja menunjukkan perilaku tertentu, remaja yang diintimidasi
akan memiliki konsep diri yang negatif, yang berarti bahwa mereka akan berpikir buruk
tentang diri mereka sendiri dan kurang tertarik pada peluang yang sudah tersedia. Remaja
memiliki konsep diri negatif cepat berhenti dan sering menyalahkan diri sendiri atau orang
lain ketika mereka gagal. Remaja yang diintimidasi dapat menjadi tidak bertanggung jawab,
kasar, atau bahkan bunuh diri dalam keadaan yang lebih ekstrem.
3. Gangguan kejiwaan
Gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan makan dapat memperburuk
pergolakan eksistensial remaja dan meningkatkan risiko bunuh diri. Perilaku bunuh diri
berkaitan dengan gejala depresi yang ditandai dengan gangguan makan. Hal ini dikarenakan
motivasi remaja perempuan yang makan paksa, pengobatan, dan takut menjadigemuk.
Remaja perempuan seringkali mengungkapkan “Jika saya menambah berat badan, maka
hidup akan menjadi tidak berharga bagi saya. Saya bukan apa-apa, lebih baik tidak sama
sekali”. Perilaku bunuh diri berikatan dengan menyakiti diri sendiri yang bertujuan untuk
mati. Selain itu, adanya gangguan makan pada responden ini dilatarbelakangi oleh masalah
keluarga. Hubungan keluarga yang bermasalah meningkatkan faktor risiko untuk
menunjukkan perilaku bunuh diri pada anak-anak dan remaja yang mengalami stress dan
berdampak pada gangguan makan. Oleh karena itu, pentingnya pemeriksaan klinis pada anak
perempuan dengan gangguan makan harus dengan berfokus pada identifikasi risiko perilaku
bunuh diri dan melukai diri sendiri.
4. Trauma atau pelecehan
Pengalaman traumatis atau pelecehan fisik, seksual, atau emosional dapat menghasilkan
pergolakan eksistensial dan meningkatkan risiko bunuh diri.
Menurut Reynolds (1991), ide bunuh diri memiliki dua aspek antara lain:
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak, terutama siswa sekolah menengah atas,
memiliki tingkat keinginan bunuh diri yang tinggi. Penelitian-penelitian tersebut masih
bervariasi karena dipengaruhi oleh metodologi dan waktu penelitian (Gonçalves et al., 2014).
Dalam perspektif Psikologi Sosial, terdapat beberapa alternatif pemecahan masalah yang
dapat diterapkan untuk mengatasi fenomena bunuh diri remaja yang terkait dengan
pergolakan eksistensial. Berikut ini beberapa pendekatan yang dapat digunakan:
Pendekatan yang mencakup aspek pendidikan, dukungan sosial, penguatan keterampilan, dan
akses terhadap sumber daya bantuan adalah langkah-langkah penting dalam upaya
pencegahan bunuh diri remaja yang terkait dengan pergolakan eksistensial. Penting juga
untuk bekerja sama dengan profesional kesehatan mental yang dapat memberikan perawatan
yang sesuai dan mendalam bagi remaja yang mengalami kesulitan
Referensi
Hendrawati, d. (2022). Gangguan Makan dan Perilaku Bunuh Diri pada Remaja. Kesehatan,
539.
Khodijah. (2013). Anomali Jiwa: Fenomena Bunuh Diri. Retrieved from
https://core.ac.uk/download/pdf/79429496.pdf
Kusuma Dewi, L. A. (2013). Hubungan Antara Kesepian dengan Ide Bunuh Diri dengan
Orang Tua yang Becr. IR Perpustakaan Universitas Airlangga, 6.
Pajarsari, S. U., & Wilani, N. A. (2020). Dukungan Sosial terhadap Kemunculan Ide Bunuh
Diri pada Remaja. Psychology and Humanities, 36.
Wahyudi, U., & Burnamajaya, B. (2020). Konsep Diri dan Ketidakberdayaan Berhubungan
dengan Risiko Bunuh Diri pada Remaja yang Mengalami Bullying. Keperawatan
Jiwa, 1-8.
Zulaikha, A., & Febriyana, N. (2018). Bunuh Diri pada Anak dan Remaja. Psikiatri, 63-64.