Anda di halaman 1dari 3

Nama : Shafa Kirana Dewani 1511418089

Rony Fachrudin 1511418090


Rombel :1
Kelompok : 2/ Bidang Klinis

“Sakiti Diri untuk Lampiaskan Emosi, Trauma Masa Kecil Picu Self-Harm”
10 September 2019, JawaPos.com

Kasus
Akhir-akhir ini banyak sekali remaja yang mendatangi dokter spesialis kesehatan
jiwa di RSUD dr. Soetomo, dr. Yunias Setiawati., Sp.Kj(K). Menurut dokter
Yunias setidaknya ada 10 pasien remaja yang mendatangi dirinya setiap minggu
dengn keadaan tangan penuh goresan (self-cutting). Selain itu juga ada yang
datang setelah mencakar dan membenturkan diri ke tembok. Menurut keterangan
dokter Yunias, remaja yang datang rata-rata berusia 13-15 tahun dengan proporsi
perempuan lebih banyak dibandingan dengan laki-laki. Menurut keterangan
dokter Yunias perilaku self-harm muncul karena adanya treaima masa anak-anak.
Selain itu dalam kasus yang dikutip dalam berita dengan judul “Perilaku
Kasar Orang Tua Bisa Picu Self-Harm di Diri Anak” – JawaPos.com, 06 Januari
2020 mengungkapkan bahwa di Surabaya tepatnya di RSUD dr. Soetomo poli
jiwa akhir-akhir ini juga dipenuhi oleh remaja dan dewasa awal yang
mengeluhkan tentang self-harm. Pasien self-harm melakukan tindakan melukai
diri sendiri dengan menyilet lengan. Menurut keterangan dokter Yunias perilaku
self -harm ini dipicu oleh pola asuh orang tua yang salah.
Identifikasi Masalah
Self-harm atau kegiatan menyakiti diri sendiri merupakan salah satu bentuk
masalah kesehatan mental yang membutuhkan perhatian dan penanganan serius,
sebab self-harm memiliki resiko yang cukup tinggi. Belakangan ini self-harm
banyak dilakukan oleh remaja Indonesia. Mayoritas pelaku self-harm di Indonesia
adalah remaja perempuan. Jenis self-harm yang banyak dilakukan oleh remaja
Indonesia berupa self cutting, mencakar dirinya, menusukkan benda tajam,
menyilet lengan, dan membenturkan diri ke tembok. Perilaku self-harm ini
diyakini mampu mengurangi rasa sakit, melegakan, sekaligus sebagai
pelampiasan emosi bagi pelakunya. Berdasarkan analisis dan pengkajian kasus
dalam berita banyak faktor yang menyebabkan terjadinya self-harm, diantaranya
depresi dan kecemasan yang dialami oleh individu. Depresi dan kecemasan yang
dialami pada fase remaja ini dapat dipicu oleh trauma masa kecil yang belum
terselesaikan atau bahkan masih terjadi hingga sekarang. Perilaku orang tua yang
kurang tepat dalam pengasuhan anak menjadi salah satu sumber trauma masa
kecil anak. Anak dengan pola pengasuhan yang kurang tepat memiliki resiko lebih
tinggi untuk melakukan self-harm, sebab semasa kecil anak cenderung
menyimpan kemarahan kepada orang tua dan susah untuk mengungkapkannya,
sehingga pada saat anak bertumbuh emosi-emosi yang terpendam tersebut
meledak dan membuat anak meluapkan emosi dengan cara yang salah. Hal ini
juga membuat mereka merasa membenci diri mereka sendiri dan merasa tidak
berharga.
Selain itu terdapat pula kasus yang dipicu depresi akibat penggunaan
media sosial. Maraknya penggunaan media sosial oleh remaja juga menimbulkan
dampak negatif, salah satunya adalah dampak negatif pada self-esteem, self
efficacy, dan self-awareness. Remaja dengan penggunaan media sosial berlebih
memiliki kemungkinan depresi lebih tinggi sebab ia akan lebih sering
membanding-bandingkan kehidupan mereka dengan kehidupan orang lain di
media sosial tersebut. Selain analisis kasus dalam berita, berdasarkan observasi
lingkungan perilaku self-harm ini juga dapat disebabkan oleh depresi akibat
kondisi keluarga yang kurang harmonis. Terdapat beberapa kasus self-harm
terjadi akibat anak remaja menjadi korban dari perceraian orang tua mereka.
Mereka merasa kurangnya afeksi yang diberikan oleh orang tua mereka, merasa
tidak memiliki keluarga yang utuh, dan kurang berharga.

Need Assessment
Berdasarkan uraian yang telah disajikan dalam identifikasi masalah,
terdapat hubungan antara faktor trauma masa kecil dengan perilaku self-harm
pada remaja. Trauma masa kecil yang terjadi pada anak remaja mengakibatkan
depresi dan kecemasan. Symptom yang muncul pada remaja yang mengalami
depresi dan juga kecemasan berlebih dapat memunculkan rasa ingin menyakiti
diri sendiri bahkan hingga bunuh diri. Need assessment atau kebutuhan asesmen
pada kasus self-harm ditinjau secara psikologis meliputi afeksi, kognitif dan
konasi. Aspek need for affection atau kebutuhan afeksi dilihat dari tidak
harmonisnya hubungan remaja dengan orang tua, hal ini mengakibatkan anak
tidak dapat mengekspresikan emosinya dengan baik. Anak tersebut mencari jalan
lain utuk bisa mengeluarkan emosi yang dirasakan. Dengan dilakukanya
perbaikan hubungan dengan orang tua diharapkan mampu untuk mengembalikan
perilaku anak pada tindakan yang menyakiti diri sendiri. Selain itu adanya
akumulasi dari tekanan psikologis tersebut mengakibatkan anak/remaja memiliki
dorongan agar bisa mengungkapan perasaannya dengan cara apapun termasuk
dengan menyakiti diri sendiri. Ini disebabkan adanya persepsi yang irrasional pada
diri remaja ini, mengakibatkan kecenderungan terhadap tindakan self-harm.
Dengan demikian dibutuhkan asesmen serta pendampingan bagi remaja agar tidak
terjadi self harm.

Sumber :
Ginanjar, D. (2019, September 10). Sakiti Diri untuk Lampiaskan Emosi, Trauma
Masa Kecil Picu Self-harm. Retrieved September 25, 2020, from
JawaPos.com: https://www.jawapos.com/kesehatan/10/09/2019/sakiti-diri-
untuk-lampiaskan-emosi-trauma-masa-kecil-picu-self-harm/
Radar Surabaya. (2020, Januari 6). Perilaku Kasar Orang Tua Bisa Picu Self
Harm di Diri Anak. Retrieved September 25, 2020, from Radar
Surabaya.id:
https://radarsurabaya.jawapos.com/read/2020/01/06/173532/perilaku-
kasar-orang-tua-bisa-picu-self-harm-di-diri-anak

Anda mungkin juga menyukai