Anda di halaman 1dari 7

KEINGINAN BUNUH DIRI DIKALANGAN REMAJA DAN MEMBERIKAN

SOLUSINYA

Adinda Ulfatun Ni’mah

20862081055

adindaaulfa@gmail.com

Abstrak

Bunuh diri adalah kegiatan perbuatan melukai diri dengan maksud mengakhiri kehidupanya sendiri.
Dalam dunia modern ini sering diberitakan kejadian bunuh diri dengan berbagai motif mulai dari
ekonomi, percintaan hingga depresi. Untuk itu penelitian ini ditujukan untuk menolong pihak-pihak
terkait dengan remaja untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang bunuh diri dan solusinya
Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka Hasil dan
pembahasan dalam penelitian ini meliputi penyebab keinginan bunuh diri di kalangan remaja dan untuk
mengurangi keinginan bunuh diri. Adapun pihak-pihak terkait dengan remaja yang memperoleh
pemahaman ini adalah pihak orangtua Kesimpulan dari penelitian ini penyebab remaja mengalami depresi
bahkan ingin bunuh diri karena Harga diri yang direndahkan (bullying) dan kesepian, sehingga perlu
dukungan untuk memuatkan remaja dari depresi dan mendekatkan diri kepada Pencipta meningkatkan
kerohanian, interaksi soal diIingkungan masyarakat, kepribadian yang lebih terbuka, mengembangkan
bakat kegemaran dan lain-lain. Orangtua dharapkan berperan sebagai teman bagi remaja terutama dengan
menerapkan pola asuh yang baik.

Kata Kunci Bunuh diri, penyebab, solusi

Abstract

Suicide is an act of self-injury with the intention of ending one's own life. In the modern world, suicides
are often reported with various motives ranging from economics, romance to depression. For this reason,
this research is aimed at helping parties related to adolescents to provide a comprehensive understanding
of suicide and its solutions. The research method used is a qualitative approach with a literature study
method. reduce suicidal ideation. The parties related to adolescents who obtain this understanding are the
parents. The conclusion from this study is that the causes of adolescents experience depression and even
want to commit suicide because of lowered self-esteem (bullying) and loneliness, so that support is
needed to load adolescents from depression and get closer to the Creator. improve spirituality, problem
interaction in the community, a more open personality, develop favorite talents and others. Parents are
expected to act as friends for teenagers, especially by applying good parenting.

Keywords Suicide, causes, solutions

PENDAHULUAN

Di zaman sekarang, banyak kita dapati orang yang telah berputus asa dalam menjalankan hidup
lebih memilih untuk mengakhiri kehidupannya. Dalam artian, mereka membunuh dirinya sendiri.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki angka prevalensi kejadian bunuh diri yang tinggi.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan pada tahun 2017 di Asia Tenggara khususnya di
Indonesia angka bunuh diri mencapai 7.355 atau 0,44 persen dari total kematian yang ada. Tiga dari
seratus ribu kematian dikatakan akibat dari kejadian bunuh diri dan membuat Indonesia berada
diperingkat 172 di dunia (Harian Nasional, 2018). Bunuh diri dilakukan oleh mereka yang memiliki usia
produktif, 15-29 tahun. Umumnya individu yang memiliki keinginan untuk bunuh diri memiliki
permasalahan yang tidak dapat ia selesaikan dengan baik. Alasan untuk melakukan usaha bunuh diri ini
didasari oleh beberapa faktor seperti semakin tingginya penduduk penduduk yang berusia produktif
memungkinkan persaingan hidup yang begitu kekat dan erat hubungannya dengan permasalahan
ekonomi. Terjebak dalam rasa sakit emosional merupakan salah satu gejala pada individu yang memiliki
keinginan bunuh diri, dan ini menjadi target utama intervensi yang perlu diperhatikan

PEMBAHASAN DAN HASIL

Remaja dapat melakukan bunuh diri sebagai penyelesaian masalah-masalah psikologik dan
lingkungan. Sekarang bunuh diri merupakan penyebab utama kedua kematian remaja. Lagipula,
meskipun beberapa anak prapubertas bunuh diri, banyak kelompok pada usia ini menganggap bunuh diri
sebagai cara penanganan masalah dan konflik.
Sembilan sampai 18% anak praremaja yang tidak terganggu secara psikiatris mempunyai gagasan
bunuh diri, sedangkan 1,5% benar-benar mengancam bunuh diri. Insiden bunuh diri pada anak dan remaja
meningkat sejak tahun 1950. Lagipula, diperkirakan bahwa ada 5-45 percobaan untuk setiap tindakan
menyeluruh. Frekuensi bunuh diri pada laki-laki adalah sekitar 3 kali frekuensi bunuh diri pada wa- nita,
namun rasio jenis kelamin pada percobaan bunuh diri ter- jadi sebaliknya. Pada tahun 1986, bunuh diri
merupakan pe- nyebab utama ketiga dari luka yang mematikan pada mereka yang berumur kurang dari 20
tahun; 80% dari bunuh diri ini (2.151) adalah laki-laki, dan senjata api dihubungkan dengan 60%
kematiannya. Frekuensi adalah secara bermakna lebih tinggi pada usia 15-19 tahun (8.5/100.000 di tahun
1980) dari- pada pada mereka yang berumur kurang dari 15 tahun. Pada tahun 1991, ada 266 anak bunuh
diri yang berumur kurang dari 15 tahun; tahun 1990 frekuensiya adalah 0,8/100.000 untuk populasi ini.
Karena perhitungan yang terlalu rendah, frekuensinya diperkirakan menjadi 1.2 sampai 3,8 kali fre-
kuensi yang di laporkan. Brent dan kawan-kawan menyatakan bahwa peningkatan insiden bunuh diri,
terutama pada kelom- pok usia 15-19 tahun, adalah karena peningkatan penyalahgu naan alkohol,
peningkatan frekuensi depresi dan perceraian, peningkatan ketersediaannya senjata api, dan peningkatan
mobilitas.

Variabel individu dan keluarga yang dihubungkan dengan gagasan bunuh diri berbeda dengan
yang dihubungkan dengan bunuh diri. Penelitian memberi kesan bahwa sampai dengan 25% anak dan
remaja memikirkan tentang bunuh diri. Faktor- faktor yang mempengaruhi pemikiran bunuh diri meliputi
de- presi, keasyikan dengan kematian, dan faktor psikopatologik umum. Diagnosis khusus tidak terkait
dengan ancaman bunuh diri. Namun, kisaran yang lebar dari variabel psikososial ternyata tidak terkait
dengan gagasan bunuh diri: umur, jenis kelamin, status sosial, ras, jumlah keluarga, pencapaian akade-
mik, kontrol impuls, uji realitas, perpisahan dan perceraian keluarga, masalah-masalah medik dan
psikiatrik orang tua, dan penyalahgunaan obat atau alkohol. Variabel-variabel yang terkait dengan bunuh
diri sempurna adalah berbeda. Kecenderungan pada remaja laki-laki yang lebih tua diantara korban bunuh
diri anak dan remaja dengan mudah mengarah bahwa usia, jenis kelamin, dan ras sebagai faktor penting.
Intoksikasi alkohol merupakan faktor yang mencolok pada bunuh diri remaja. Limabelas sampai 40% dari
bunuh diri sempurna didahului dengan percobaan bunuh diri yang lain. Depresi dan faktor-faktor
psikopatologik umum terkait dengan bunuh diri sempurna. Pada sepertiga bunuh diri, orang tua, saudara
kandung, atau sanak keluarga tingkat pertama sebelumnya telah menunjukkan dengan jelas perilaku
bunuh diri. Ketika gagasan bunuh diri, anak dan remaja yang membunuh dirinya sendiri terutama
menunjukkan keasyikan secara jelas dengan kematian dan sekarat, keinginan untuk mati, dan perasaan
keputusasaan atau perasaan merasa tidak dihargai sebelum melakukan bunuh diri. Pada remaja, maksud
balas dendam atau pertentangan terutama menonjol, diarahkan keluar atau melawan dirinya; hal ini
sekurang-kurangnya ada pada setengah dari mereka yang berhasil dalam membunuh dirinya sendiri.
Penelitian keluarga menunjukkan bahwa ayah dari pemuda yang bunuh diri lebih sering menunjukkan
dirinya sen- diri depresi dan memiliki rasa harga diri yang rendah, sedangkan ibu memiliki pengalaman
kecemasan yang lebih besar atau gagasan bunuh diri. Kesulitan-kesulitan perkawinan dan penyiksaan
anak lebih sering pada keluarga korban bunuh diri remaja. Kedua orang tua cenderung mengkonsumsi
alko hol lebih daripada biasanya. Penggunaan obat merupakan masalah keluarga biasa. Beberapa laporan
memberi kesan bahwa jenis kelamin pada disforia terkait dengan bunuh diri remaja.

Senjata berperan sebagai metode pokok kematian pada bu nuh diri remaja. Kematian karena
racun karbon monoksida dan obat melebihi dosis juga menonjol. Laki-laki lebih mungkin menggunakan
metode kekerasan daripada wanita. Pada praremaja, melompat dari ketinggian merupakan metode yang
pa- ling umum, diikuti dengan meracuni diri, gantung diri, meni kam diri, dan menabrakkan diri. Episode
peracunan diri yang terjadi setelah usia 6 tahun adalah kurang mungkin merupakan kecelakaan dan harus
ditangani seolah-olah perilakunya mempunyai potensi bunuh diri atau sebagai kemungkinan kasus
penyiksaan dan penyia-nyiaan anak.

Anak usia-sekolah pada umumnya sangat mengherankan dengan banyak mengetahui tentang
subyek bunuh diri. Perbe- daan utama antara anak dan remaja adalah terletak pada ke- serasian antara
pengetahuan, fantasi, dan metode. Pada remaja, ada persesuaian yang sangat tinggi antara pengetahuan
tentang jenis-jenis tindakan yang akan mengarah pada kematian, fantasi tentang apa yang akan terjadi
dengan mereka jika mereka melakukan salah satu dari tindakan ini, dan metode tertentu yang dipilih
untuk bunuh diri. Sebaliknya, anak prapubertas, menunjukkan ketidaksesuaian antara apa yang mereka
ketahui untuk melakukan tindakan bunuh diri dan fantasi mereka tentang apakah akan membunuh atau
tidak. Hal ini mungkin, sebagian, mengapa begitu sedikit anak prapubertas membunuh dirinya sendiri
dibandingkan dengan remaja.

PENANGANAN ANCAMAN DAN PERCOBAAN BUNUH DIRI

Ancaman bunuh diri harus dilihat sebagai tindakan mengkomunikasikan keputusasan, dan semua
ancaman atau percobaan bunuh diri harus ditanggapi dengan serius. Dokter, orang. tua, dan orang lain
harus secara seksama menghindari kekerasan, olok-olok, kenekatan, atau meremehkan individu yang
melakukan ancaman tersebut. Jika ancaman bunuh diri dicap “manipulatif", kekuasaan dan pengendalian
menjadi masalah pokok yang mempengaruhi perilaku, dan risiko bunuh diri dapat bertambah.

Dokter yang menilai perilaku bunuh diri anak atau remaja harus meneliti dengan hati-hati, secara
detail, kehidupan anak selama 48-72 jam sebelum ancaman atau upaya bunuh diri. Peristiwa-peristiwa
yang mempercepat harus diidentifikasi. Tingkat pemikiran atau paksaan (impulsivitas) harus dinilai.
Adalah penting untuk memahami apakah penderita cenderung menghentikan atau ditemukan dan apakah
perilaku sebelum nya atau selanjutnya untuk meningkatkan atau menghalangi percobaan yang ditemukan
penderita sebelum atau sesudah percobaan bunuh diri. Dokter harus menilai batas kesalahan yang
dimungkinkan oleh penderita, ditinjau dari metode yang digunakan atau diajukan, kedekatan atau
keterpencilan terhadap ketersediaan bantuan, apakah jika tidak segera diketahui penderita benar-benar
meminta bantuan setelah percobaan, dan apakah penderita memperhitungkan dengan benar apakah
keluarga akan kembali tepat waktu untuk menemukan percobaan bunuh diri tersebut. Faktor yang paling
berarti dalam menilai maksud adalah kemungkinan dan peluang bantuan, seperti yang diramalkan oleh
anak atau remaja.

Apabila penderita berkemampuan, dokter harus mengamati kerangka pemikiran anak; tingkat
keputusasaan, ketakberdayaan, atau rasa malu atau rasa bersalah yang sangat besar, dan ada atau tidak
adanya amarah (yang ditujukan pada orang lain atau dirinya). Tingkat depresi harus dievaluasi dengan
cermat dari segi keseriusan percobaan tersebut maupun apakah penderita menunjukkan risiko untuk
melanjutkan atau tidak. Adalah penting untuk menentukan apakah anak bertindak di luar khayalan
(delusi) psikotik atau gagasan paranoid atau apakah tindakan tersebut merupakan akibat dari pengalaman
halusinasi yang menimbulkan kecemasan atau panik yang tidak dapat ditoleransi. Setelah penyembuhan,
adalah penting untuk menilai kerangka pemikiran penderita, untuk menentukan apakah niat bunuh diri
menetap, dan untuk menilai apakah sekarang ini ada perasaan lebih optimis, mampu memecahkan atau
mencari bantuan untuk masalah dengan cara yang lebih konstruktif.

Apabila penderita bunuh diri telah berbicara di ruang dokter, dokter akan mengikat janji dengan
penderita dengan per janjian untuk tidak bunuh diri. Orang tua harus diberitahu, dan harus diberikan
konsultasi psikiatrik. Karena 50% dari orang yang mencoba bunuh diri tidak pernah menghadiri
pertemuan psikiatrik rawat jalan sekalipun, dokter harus mendapatkan janji yang tersusun secara spesifik
dalam 1 atau 2 hari. Jika mungkin, penderita dan keluarga harus menemui ahli terapi- nya segera setelah
pemeriksaan oleh dokter. Pencoba bunuh diri yang ditemukan di ruang gawat darurat harus dimasukkan
selama 1 hari atau lebih ke rumah sakit sehingga evaluasi yang lebih memadai tentang jalan pikiran
penderita dan keadaan keluarga atau lingkungannya dapat dibuat. Rawat inap demikian biasanya
memerlukan 2-3 hari, kecuali kalau untuk keperluan medis perlu menginap lebih lama atau kecuali kalau
ditemukan gangguan psikiatrik yang serius seperti depresi atau psikosis. Jika pelayanan sosial dan
penilaian psikiatrik memadai dan dapat dibuat perencanaan perawatan tindak lanjut yang sesuai,
pengaturan dapat dibuat dengan cukup cepat. Dokter harus memberikan perhatian yang cermat tentang
bagaimana keluarga dan teman merespons tindakan penderita.
Upaya Pencegahan Bunuh Diri Oleh Diri Sendiri

Diri sendiri juga menjadi pencegah bunuh diri bisa terjadi, nah, kalau sudah penasaran poin-
poinnya apa saja sebagai berikut:

1. Tanamkan semangat hidup (Ingat-ingat terhadap tujuan hidup, pikirkan bagaimana resiko yang akan
harus ditanggung setelah bunuh diri, ingat-ingat dengan balasan di akhirat kelak kalau bunuh diri, ingat-
ingat berapa orang yang merasa kehilangan dan merasa putus asa karenanya, dan sebagainya).

2. Pelihara pikiran dari pikiran negatif

Awasi pikiran jangan terpengaruhi oleh pikiran negatif baik itu oleh hasudan luar (lingkungan:
baca dari orang lain) dan hasudan dalam (dilakukan oleh diri sendiri). Jangan melemahkan diri karena
tidak mampu, tapi sebaliknya beri keyakinan mampu dan bisa. Jangan berpikiran bodoh terhadap diri,
sebab itu melemahkan Saudara untuk belajar dan berikhtiar. Jangan mengeluh, karena mengeluh itu bisa
mendekatkan pada lingkaran setan, sehingga setan mudah menjerumuskan Saudara. Jangan berjanji pada
diri sendiri maupun kepada orang lain, jika tak sanggup melaksanakannya karena itu dapat menjadi sebab
jiwa tertekan oleh rasa bersalah.

3. Jadilah pendengar yang baik untuk dirinya.

4. Ajari cara penyelesaian masalah kalau memungkinkan secara bertahap.

5. Orangtua, dokter, guru dan teman kemungkinan pada posisi untuk mengidentifikasi siapa yang
mungkin berusaha bunuh diri, terutama pada mereka yang telah melakukan perubahan baru-baru ini
dalam perilaku. Anak-anak dan remaja seringkali mempercayai hanya teman sebaya mereka, yang harus
diyakinkan untuk tidak menjaga rahasia yang bisa membuat kematian tragis pada anak yang bunuh diri.
Anak yang terlalu cepat berpikir bunuh diri seperti 'saya harap saya tidak pernah dilahirkan' atau 'saya
ingin tidur dan tidak pernah terbangun beresiko, tetapi sehingga anak dengan tanda-tanda ringan, seperti
menarik diri dari masyarakat, tinggal kelas, atau terpisah dari barang milik favorit. Pemerhati kesehatan
professional memiliki dua kunci peranan mengevaluasi keselamatan anak bunuh diri dan perlu untuk di
opname, dan pengobatan berdasarkan kondisi, seperti depresi atau penyalahgunaan zat-zat terlarang.

Kesimpulan

Ancaman bunuh diri harus dilihat sebagai tindakan mengkomunikasikan keputusasan, dan semua
ancaman atau percobaan bunuh diri harus ditanggapi dengan serius. Jika ancaman bunuh diri dicap
«manipulatif», kekuasaan dan pengendalian menjadi masalah pokok yang mempengaruhi perilaku, dan risiko
bunuh diri dapat bertambah. Dokter yang menilai perilaku bunuh diri anak atau remaja harus meneliti dengan
hati-hati, secara detail, kehidupan anak selama 48-72 jam sebelum ancaman atau upaya bunuh diri. Adalah
penting untuk memahami apakah penderita cenderung menghentikan atau ditemukan dan apakah perilaku
sebelum nya atau selanjutnya untuk meningkatkan atau menghalangi percobaan yang ditemukan penderita
sebelum atau sesudah percobaan bunuh diri.

Dokter harus menilai batas kesalahan yang dimungkinkan oleh penderita, ditinjau dari metode yang
digunakan atau diajukan, kedekatan atau keterpencilan terhadap ketersediaan bantuan, apakah jika tidak segera
diketahui penderita benar-benar meminta bantuan setelah percobaan, dan apakah penderita memperhitungkan
dengan benar apakah keluarga akan kembali tepat waktu untuk menemukan percobaan bunuh diri
tersebut. Setelah penyembuhan, adalah penting untuk menilai kerangka pemikiran penderita, untuk
menentukan apakah niat bunuh diri menetap, dan untuk menilai apakah sekarang ini ada perasaan lebih
optimis, mampu memecahkan atau mencari bantuan untuk masalah dengan cara yang lebih
konstruktif. Apabila penderita bunuh diri telah berbicara di ruang dokter, dokter akan mengikat janji dengan
penderita dengan per janjian untuk tidak bunuh diri. Pencoba bunuh diri yang ditemukan di ruang gawat
darurat harus dimasukkan selama 1 hari atau lebih ke rumah sakit sehingga evaluasi yang lebih memadai
tentang jalan pikiran penderita dan keadaan keluarga atau lingkungannya dapat dibuat.

Daftar Pustaka

Said Syekh Abdul. Cara Islami Mencegah dan Mengobati Gangguan Otak, Stres dan Depresi

Wahab Samik. Ilmu Kesehatan Anak Vol1. Katalog Dalam Terbitan (KDT) Jakarta 1999

https://books.google.co.id/books?
id=0dRhHnfPpBgC&pg=PA109&dq=faktor+faktor+bunuh+diri&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&so
urce=gb_mobile_search&ovdme=1&ov2=1&sa=X&ved=2ahUKEwiNhcDHzdH_AhWl2DgGHdXkAEA
Q6AF6BAgEEAM#v=onepage&q=faktor%20faktor%20bunuh%20diri&f=false

Anda mungkin juga menyukai