Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunuh diri merupakan salah satu dampak dari gangguan kejiwaan yang menjadi sorotan
global saat ini. Hal ini didukung dari banyaknya fenomena bunuh diri dari berbagai wilayah di
dunia. Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2017 menyebutkan setiap tahun
sebanyak 800.000 orang meninggal dunia akibat bunuh diri atau setiap 40 detik ada satu orang
yang meninggal dunia karena bunuh diri (WHO, 2017).
Pelaku bunuh diri menciptakan sebuah jalan termudah untuk meninggalkan masalah
dengan mencabut nyawa sendiri. Seakan tidak memiliki harapan hidup atau keinginan untuk
meneruskan perjuangan hidup, bunuh diri menjadi solusi bagi orang yang depresi, distorsi dan
transisi budaya mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan bunuh diri. Selain aspek
budaya, aspek psikologi dan psikiatri memiliki pengaruh besar.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kurang lebih 800,000 orang setiap tahun
melakukan bunuh diri di seluruh dunia. Diperkirakan setiap 3 menit di seluruh dunia melakukan
usaha bunuh diri. Meskipun mekanisme bunuh diri tidak sepenuhnya dipahami, beberapa faktor
risiko telah diidentifikasi, seperti sebagai laki-laki muda, milik penduduk asli, orang menderita
gangguan mental atau alkohol dan/atau penyalahgunaan zat, dan memiliki sejarah sebelumnya
dalam usaha bunuh diri (Ayhan, 2017). Pemicunya beragam, seperti masalah ekonomi, ditolak
dalam pergaulan, tidak lulus Ujian Nasional, konflik dengan keluarga dan masalah percintaan.
Pemicu seseorang ingin bunuh diri juga sering berhubungan dengan kondisi kesehatan mental
seperti berbagai gangguan diantaranya, gangguan bipolar yaitu kondisi yang mudah mengalami
perubahan mood secara drastis. Yang tadinya merasa sangat gembira dan bersemangat, namun
bisa mendadak sedih, tidak bersemangat, dan bahkan depresi. Kalangan ini memiliki risiko 20
kali lebih tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri jika dibandingkan dengan orang normal.
Gangguan kepribadian, tanda utama seseorang mengalami gangguan kepribadian adalah sering
menyakiti diri sendiri. Tanda lainnya adalah emosi yang tidak stabil dan memiliki masalah dalam
bersosialisasi. Skizofrenia, sering berhalusinasi, perubahan perilaku atau percaya kepada hal-hal
yang aneh adalah tanda-tanda orang mengidap skizofrenia. Depresi berat, ciri-ciri orang yang
mengalami depresi berat adalah merasa putus asa, mood buruk, rentan lelah, dan kehilangan
minat dan motivasi. Faktor lainnya: ernah mengalami pelecehan seksual, Kehilangan pekerjaan,
Memiliki utang menumpuk.Mengalami penyimpangan orientasi seksual. Sering menjadi korban
bullying.
Pelaku bunuh diri biasanya memiliki ciri-ciri orang yang mengalami depresi berat adalah
merasa putus asa, suasana hati yang buruk, merasa lelah, atau kehilangan minat dan motivasi. Hal
semacam ini dapat memberi dampak buruk bagi kehidupan orang tersebut secara menyeluruh.
Pada akhirnya memicu mereka untuk mencoba untuk bunuh diri. Orang yang sudah yang
terdampak ciri-ciri tersebut sulit untuk menghindarkan terjadinya bunuh diri, penting untuk
mengenali tanda atau ciri-ciri yang mengarah pada risiko bunuh diri. Calon pelaku bunuh diri
yang harus diingatkan bahwa selalu ada harapan bagi seseorang yang mengalami tekanan atau
depresi agar dapat kembali pada kehidupan normalnya.
Bunuh diri akan semakin meningkat di usia remaja, selama masa kanak-kanak risiko
bunuh diri dan usaha bunuh diri sangat rendah, sedangkan selama masa remaja risiko bunuh diri
akan meningkat. Meningkatnya risiko bunuh diri di usia remaja disebabkan berbagai prediktor
pencetus bunuh diri seperti masalah depresi, cemas, stres, bullying dan harga diri rendah. Hal ini
mengakibatkan akumulasi perasaan batin yang tidak dapat diterima dan menjadi beban remaja.
Remaja mengekspresikan beban tersebut dengan cara memiliki keinginan untuk menyakiti diri
sendiri atau mereka akan merasa lebih baik jika bunuh diri (Ibrahim et al., 2017).

1.1 Rumusan Masalah


Apa itu risiko bunuh diri sert bagaimana risiko bunuh diri dapat terjadi pada seseorang?

Anda mungkin juga menyukai