Anda di halaman 1dari 17

BUDAYA SUNDA

PADA KEPERAWATAN MATERNITAS

MAKALAH

DiajukanuntukMenyelesaikan Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:

Ahmad Faozi
Deri Ruli Ediana
Gita Komara
Muhamad Risqie Pauji
Nurman Arip

STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG

PROGRAM STUDI S1 KEPERWATAN NON REGULER

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya
berjudul Sistem Pencernaan

Makalah ini berisikan informasi tentang pengaruh budaya Sunda terhadap wanita usia
subur, masa kehamilan, ibu melahirkan, ibu post partum, dan bayi baru lahir. Diharapkan
makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang bagaimana budaya
mempengaruhi keperwatan maternitas di lapangan, sehingga dapat menambah wawasan dan
tingkah laku pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini dan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir, Allah SWT senantiasa memberikan
kelancaran di dalam segala usaha kita. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.

Bandung, Maret 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan .................................................................................................................... 2

C. Mekanisme Penulisan ............................................................................................................. 2

BAB II............................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3

A. Budaya Sunda Pada Manarche dan Haid ............................................................................... 3

B. Budaya Sunda Pada Ibu Hamil............................................................................................... 5

C. Budaya Sunda Pada Ibu Bersalin ........................................................................................... 8

D. Budaya Sunda Pada Ibu Post Partum ..................................................................................... 9

E. Budaya Sunda Pada Bayi Baru Lahir ................................................................................... 10

BAB III ......................................................................................................................................... 14

PENUTUP..................................................................................................................................... 14

A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan maternitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang


ditujukan kepada wanita usia subur yang berkaitan dengan masa diluar kehamilan, masa
kehamilan, masa melahirkan, masa nifas sampai enam minggu, dan bayi yang dilahirkan
sampai berusia 40 hari beserta keluarganya. Pelayanan berfokus pada pemenuhan kebutuhan
dasar dalam melakukan adaptasi fisik dan psikososial dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan. (Depkes,2004)

Asuhan keperawatan yang diberikan bersifat holistik dengan selalu menghargai klien
dan keluarganya serta menyadari bahwa klien dan keluarganya berhak menentukan
perawatan yang sesuai untuk dirinya. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan advokasi
dan mendidik WUS dan melakukan tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah
kehamilanpersalinan dan nifas, membantu dan mendeteksi penyimpangan-penyimpangan
secara dini dari keadaan normal selama kehamilan sampai persalinan dan masa diantara dua
kehamilan, memberikan konsultasi tentang perawatan kehamilan, pengaturan kehamilan,
membantu dalam proses persalinan dan menolong persalinan normal, merawat wanita masa
nifas dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari menuju kemandirian, merujuk kepada tim
kesehatan lain untuk kondisi kondisi yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.

Asuhan keperawatan maternitas sebagai wujud pelaksanaan asuhan keperawatan


profesional yang holistik juga tidak terlepas dari aspek budaya dalam penerapannya. Latar
belakang budaya sangat mempengaruhi sikap, nilai dan perilaku hidup sehat tiap individu.
Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia bersifat plural (majemuk). Kenyataan ini merupakan
tantangan yang harus kita hadapi.

1
B. Tujuan Penulisan

1. Budaya Sunda pada wanita usia subur.


2. Budaya Sunda pada ibu hamil.
3. Budaya Sunda pada ibu melahirkan.
4. Budaya Sunda pada ibu post partum.
5. Budaya Sunda pada bayi baru lahir.

C. Mekanisme Penulisan

Sistematika dalam penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab utama yang terdiri dari
bab pertama yaitu pendahuluan, bab kedua yaitu pembahasan, dan bab tiga atau bab terakhir
yaitu penutup.

Bab pertama yaitu pendahuluan, terdiri dari latar belakang. Kemudian yang kedua
yaitu tujuan penulisan, tujuan penulisan membahas mengenai untuk apa penulis membuat
makalah ini.

Bab kedua yaitu pembahasan, yang terdiri dari Budaya Sunda pada wanita usia subur,
Budaya Sunda pada ibu hamil, Budaya Sunda pada ibu melahirkan, Budaya Sunda pada ibu
post partum, dan Budaya Sunda pada bayi baru lahir.

Bab ketiga yaitu yaitu penutup. Penutup berisi tentang kesimpulan akhir dari
pembahasan yang sudah dibuat. Penulisan kesimpulan singkat dan jelas, tidak panjang seperti
pembahasan. Kesimpulan biasanya berisi fakta, pendapat, alasan pendukung mengenai
tanggapan suatu objek. Bisa dikatakan bahwa kesimpulan merupakan pendapat akhir dari
suatu uraian berupa informasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Budaya Sunda Pada Manarche dan Haid

Manarche adalah haid yang pertama terjadi yang merupakan cirri khas kedewasan
seorang wanita yang sehat dan tidak hamil. (Mitayani & Sartika, 2010).

Haid ataukah biasa disebut menstruasi adalah proses alami seorang perempuan
(deskuamasi), Menstruasi juga diartikan peluruhan lapisan jaringan yang terdapat dalam
uterus (endometrium) yang keluar dengan darah. Haid dan Menstruasi biasa terjadi setiap
bulan pada masa reproduksi, yang mulai terjadi saat anda mengalami pubertas (menarche)
dan akan berhenti ketika menopause kecuali anda dalam kehamilan. Bagi perempuan, masa
puber adalah tanda dimana alat reproduksi perempuan usia muda mulai aktif (Rosenblatt,
2007).

Kepercayaan Sunda Pada Haid Pertama:

Bila anak perempuan baru pertama kali haid (anggarap sari), selama tiga hari tidak
boleh ke luar rumah. Rambutnya digelung dengan ikatan tali benang lawe dengan maksud
agar rambutnya tidak terlepas. Selama tiga hari itu pula anak tersebut tidak boleh mandi.
Apabila duduk harus beralaskan kantong dari lawon (kain putih) yang berisi jamu galian.
Setelah tiga hari anak itu dimandikan dengan kembang setaman. Selesai mandi mengunyah
jamu seperti pada waktu sunatan hanya perlu ditambah buah delima putih yang masih muda
sekali (pentil), temu lawak, jeruk purut, cengkeh dua biji, pentil kates (buah pepaya yang
masih muda).

Kepercayaan Sunda Pada Haid :

1. Ahad : Bakal datang susah


2. Senen : Bakal nampa surat
3. Salasa : Bakal bungah
4. Rebo : Bakal Teungenah hate'
5. Kemis : Bakal meunang halangan
6. Jumaah : Bakal aya nu tepi tapi rudet
3
Dina tanggal :

1. (satu) = Bakal nampa Surat


2. (dua) = Bakal susah
3. (tiga) = Bakal aya nu nga'hina
4. (empat) = Bakal aya nu mere' barang
5. (lima) = Bakal nyeri hate'
6. (enam) = Bakal aya nu nya'ah
7. (tujuh) = Bakal gering
8. (delapan) = Bakal nyeri hate'
9. (sembilan) = Bakal nyeri hate'
10. (sepuluh) = Bakal nampa barang
11. (sebelas) = Bakal nampa surat
12. (duabelas) = Bakal nyeri hate'
13. (tigabelas) = Bakal aya nu nga'hina
14. (empatbelas) = Bakal pasea
15. (limabelas) = Bakal aya surat
16. (enambelas) = Bakal nampa barang
17. (tujuhbeas) = Bakal aya nu nga'hina
18. (delapanbelas) = Bakal aya nu' nya'ah
19. (sembilanbelas) = Bakal aya nu nga'hina
20. (duapuluh) = Bakal aya nu mere' surat
21. (duasatu) = Bakal aya nu asih
22. (duadua) = Bakal aya nu asih
23. (duatiga) = Bakal Kawin
24. (duaempat) = Bakal teungeunah
25. (dualima) = Bakal aya nu mere' surat
26. (duaenam = Bakal aya nu nge'wa
27. (duatujuh) = Bakal aya nu nya'ah
28. (duadelapan = Bakal aya nge'wa
29. (duasembilan) = Bakal aya nu nge;wa

4
30. (tigapuluh) = Bakal aya nu mere surat
31. (tigasatu) = Bakal bungah

B. Budaya Sunda Pada Ibu Hamil

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin mulai sejak


konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, 1998). Masa kehamilan di
mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya kehamilan normal adalah 280 hari (40
minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari pertama haid terakhir. (Sarwono, 2002).

Di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan
sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah
dilahirkan. Pantangan lainnya:

1. Tidak boleh keluar rumah sembarangan, terutama sore hari.


2. Hanya memakan sayuran (dianggap baik), sedangkan ikan, daging, dan buah-buahan
dianggap tidak baik untuk bayi.
3. Tidak boleh melilitkan anduk/ kain di leher ibu hamil, agar bayi tidak terlilit tali pusat.
4. Tidak boleh minum air terlalu banyak karena bila melahirkan nantinya akan terlalu
banyak air atau anak kembar.
5. Pantang makan gula merah/ tebu serta nanas karena dapat membuat perut ibu hamil sakit.
6. Dianjurkan minum air kelapa muda.
7. Dianjurkan untuk minum minyak kelapa seiring dengan semakin besarnya usia
kehamilan, terutama usia 9 bulan.
8. Dilarang menucapkan beberapa kata-kata pantangan
9. Tidak boleh tidur sembarangan serta tidak boleh memakai bantal sebab akan
mengakibatkan kesulitan saat melahirkan
10. Tidak boleh duduk nangunjar memanjangkan kedua kaki ketika duduk agar saat
melahirkan tidak kakinya terlebih dahulu
11. Tidak boleh tidur terlentang sebab akan mengakibatkan melahirkan dengankeadaan
terlentang
12. Tidak boleh tidur di siang hari sebab akan mengakibatkan melahirkan dalamkeadaan
kotor.

5
13. Tidak boleh duduk di depan pintu agar tidak susah saat melahirkan
14. Tidak boleh duduk di atas kulit domba, sapi, kerbau atau duduk diatas tanah tanpa
memakai tikar sebab bisa mengeluarkan darah saat melahirkan
15. Tidak boleh mandi memakai pakaian basah sebab bisa mendatangkan penyakit yang
mengeluarkan air saat melahirkan.
16. Tidak boleh memakan telur rebus agar anak yang dilahirkan tidak bisul dikepalanya
17. Tidak boleh memakan buah nanas sebab akan mendatangkan penyakit gatal di pipinya
18. Tidak boleh memakan buah salak sebab bisa mendatangkan penyakit korengdi kepalanya
19. Tidak boleh mencoba sayuran dengan sendok sebab akan mengakibatkan anaknya buruk
rupa
20. Tidak boleh memakan buah waluh/labu agar perutnya tidak gendut.
21. Tidak boleh memakan belut sebab akan mengakibatkan anaknya suka bermain
22. Tidak boleh memakantutut siput agar tidak mengantuk saat melahirkan
23. Tidak boleh memakan kepiting dan lele karena akan mengakibatkan anak yang
dilahirkan bertabiat galak, suka mengganggu temannya.
24. Tidak boleh memakan udang sebab akan mengakibatkan kesulitan saatmelahirkan.
25. Tidak boleh makan yang pedas + pedas sebab akan mengakibatkan penyakit susah
membuang kotoran.
26. Tidak boleh menyimpan gulungan tikar sebab akan didekati kuntilanak.
27. Tidak boleh membawa botol dengan cara di jinjing sebab akanmengakibatkan kepala
sang bayi kecil saat dilahirkan.
28. Tidak boleh melihat orang yang meninggal sebab akan mengakibatkan anak yang
dilahirkan mempunyai rupa yang pucat seperti bangkai.

Upacara upacara saat masa kehamilan :

1. Upacara Mengandung empat bulan.


Dulu Masyarakat jawa barat apabila seorang perempuan baru mengandung atau "
bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat bulan barulah disebut
hamil. upacara mengandung Tiga bulan dan lima bulan dilakukan sebagai pemberitahuan
kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil. namun
sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan
6
menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat
ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. biasanya pelaksanaan upacara
Mengandung empat0ulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do'a selamat,
biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
2. Upacara Mengandung Tujuh bulan Tingkeban.
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu
mengandung 7 bulan. hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu
yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup,
maksudnya si ibu yang sedang mengandung tu'uh bulan tidak boleh bercampur dengan
suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat
karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang
tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan penga'ian biasanya membaca ayat-
ayat Al'Quran surat yusuf, surat lukman dan surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan
pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil dan yang utama adalah rujak
kanistren yang terdiri dari macam buah-buahan. ibu yang sedang hamil tadi dimandikan
oleh orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan
menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan
dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai
mengena pada perut si ibu hamil, hal inidimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan
dapat berjalan lancar licin seperti belut. bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading
yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. hal ini
dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan
batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelahairnya bersih dan manis.
itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan
keselamatan dunia akhirat. Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani
kemudian di bawa menu'u ketempat ru'ak kanistren yang sudah dipersiapkan. Kemudian
sang ibu men'ualru'ak itu kepada anak+anak dan para tamu yang hadir dalam upacara
tersebut,kemudian anak+anak dan tamu yang hadir membelinya dengan
menggunakantalawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti
koin.Sementara si ibu hamil men'ual ru'ak, suaminya membuang sisa peralatanmandi
seperti air sisa dalam 'a'ambaran, belut, bunga, dan sebagainya.Semuanya itu harus

7
dibuang di 'alan simpang empat atau simpang tiga.Setelah ru'ak kanistren habis ter'ual
selesailah serangkaian upacara adattingkeban.
3. Upacara Mengandung Sembilan bulan
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan
bulan. Dalam upacaraini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung
cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur
lolos, sebagai simbol dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahanwaktu
melahirkan. 0ubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpengatau makanan
lainnya.
4. Upacara reuneuh Mundingeun
Upacara reuneuh Mundingeun dilaksanakanapabila perempuan yang mengandung
lebih dari sembilan bulan, bahkan adayang sampai 9 bulan tetapi belum melahirkan juga,
perempuan yang hamil itu disebut reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau
yang bunting. upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera
melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh indung
beurang paraji sambil membaca doa kemudian dibawake kandang kerbau. jika tidak ada
kandang kerbau, cukup denganmengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang
hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun
dandiiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah mengelilingi kandang
kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dandisuruh masuk ke
dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan.

C. Budaya Sunda Pada Ibu Bersalin

Persalinan adalah proses dimana janin, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu (Depkes, 2008). Sedangkan menurut Sumarah (2009), persalinan adalah proses
membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke jalan lahir.

Upacara/tradisi masa persalinan

1. Upacara Memelihara Tembuni.

8
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang
sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau
menghanyutkannya ke sungai. Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta)
yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri
bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah
diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan
dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat
rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan tembuni
disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh
Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan
cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni
dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
2. Upacara Nenjrag Bumi.
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh
kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo
yang dibelah-belah), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh di
dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang
tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.
3. Upacara Puput Puseur.
Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat
yang sudah lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang .
Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa
atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol,
menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan
pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan bubur
merah bubur putih.

D. Budaya Sunda Pada Ibu Post Partum

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat

9
kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,
2010).

Di salah satu daerah di Jawa Barat, ada beberapa hal yang dianggap tabu dan menjadi
kepercyaan masyarakat suku sunda terhadap ibu pada masa nifas atau post partum,
diantaranya:

1. Dilarang keramas.
2. Dilarang makan makanan pedas, karena dipercaya dikhawatirkan bayinya akan
mengalami gangguan pencernaan.
3. Dilarang makan pisang ambon.
4. Menggunakan bebengkung/ikat perut, dipercaya untuk mengembalikan bentuk perut.
5. Meminum daun sembung, dipercaya untuk mengheilangkan bau darah.
6. Memakan kunyit.
7. Duduk diatas abu, dipercaya agar tidak terjadi ambeyen pasca persalinan.
8. Mengoleskan ragi pada peru, dipercaya untuk mengembalikan kondisi rahim.
9. Meminum air tape ketan,dipercaya untuk mengembalikan kondisi rahim.

E. Budaya Sunda Pada Bayi Baru Lahir

Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4
minggu (28 hari). Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 - 42 minggu. Menurut Dep. Kes.
RI, (2005) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.

Di salah satu daerah di Jawa Barat, ada beberapa hal yang dianggap tabu dan menjadi
kepercyaan masyarakat suku sunda terhadap bayi baru lahir, diantaranya:

1. Dipakaikan gurita agar tidak kembung.


Fakta: Mitos ini tak benar, karena organ dalam tu-buh malah akan kekurangan ruangan.
Jika bayi menggunakan gurita, maka ruangan untuk pertumbuhan organ-organ seperti
rongga dada dan perut serta organ lain akan terhambat. Ka-lau mau tetap memakaikan

10
gurita, boleh saja. Asal ikatan bagian atas dilonggarkan, sehingga jantung dan paru-paru
bisa berkembang.
2. Tak boleh memotong kuku bayi sebelum usia 40 hari.
Fakta: Tentu ini tak tepat. Karena kalau tidak dipotong, kuku yang panjang itu bisa
berisiko melukai wajah bayi. Bahkan, bisa melukai kornea mata. Larangan ini mungkin
lebih disebabkan kekhawatiran akan melukai kulit jari tangan/kaki si bayi saat ibu
mengguntingi kuku-kukunya.
3. Pusar ditindih koin agar tidak bodong.
Fakta: Secara ilmiah memang ada betulnya. Koin itu hanya alat untuk menekan, karena
jendela rongga perut ke pusar belum menutup sempurna, jadi menonjol (bodong).
4. Hidung ditarik agar mancung.
Fakta: Ini jelas salah, karena tidak ada hubungannya menarik pucuk hidung dengan
mancung-tidaknya hidung. Mancung-tidaknya hidung seseorang ditentukan oleh bentuk
tulang hidung yang sifatnya bawaan.
5. Dengan mengoleskan air embun di lutut bayi setiap pagi maka ia akan cepat bisa
berjalan.
Fakta: Secara medis biologis, bayi bisa berjalan bila tulang dan otot-otot betis dan
pahanya telah tumbuh kuat. Kekuatan ini ditentukan oleh faktor genetika dan nutrisi.
Faktor nutrisi yang terpenting adalah kalsium, energi dan protein. Air embun jelas tidak
mengandung unsur tersebut.
6. Ari-ari sibayi harus dicuci bersih dan dikubur.
Fakta: Hal ini tidak ada hubungannya dengan kondisi bayi yang telah dilahirkan.
7. Tangan dan kaki bayi harus selalu ditutup dengan sarung tangan/kaki.
8. Fakta: Boleh-boleh saja asal dipakaikan kala udara dingin atau untuk menghindari bayi
terluka saat diting-gal. Di luar itu, sebaiknya bayi tak usah dipakaikan sarung.
"Pemakaian sarung justru akan mengurangi perkembangan indera perasa bayi.
9. Dibedong agar kaki tidak pengkor.
Fakta: Bedong bisa membuat peredaran darah bayi terganggu lantaran kerja jantung
memompa darah menjadi sangat berat. Akibatnya, bayi ser-ing sakit di sekitar paru-paru
atau jalan napas. Bedong juga bisa menghambat perkembangan motorik si bayi, karena
tangan dan kakinya tak mendapatkan banyak kesempatan untuk ber-gerak. Sebaiknya

11
bedong dilakukan hanya setelah bayi dimandikan atau kala cuaca dingin, untuk
menjaganya dari udara dingin.

Upacara pada masa bayi :

4. Upacara Ekah.
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun anak
kandung. Upacara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan,
atau ungkapan rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan
mengharapkan anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua
orang tuanya nanti di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya
diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari.
Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika
anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan
jika anak perempuan hanya seekor saja. Domba yang akan disembelih untuk upacara
Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu
disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu
dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
5. Upacara Nurunkeun.
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah,
maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa
bayi itu sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun
keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya biasa
diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu atau
pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak yang diletakan di
ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh anak-anak.
6. Upacara Cukuran/Marhabaan.
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut
bayi dari segala macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan
ungkapan syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan
seorang anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat

12
bayi berumur 40 hari. Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para
undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang
digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut
bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdoa dan berjanji atau disebut marhaban
atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang
mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut
bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Antara kesehatan dan tradisional tidak dapat dipisahkan, karena masyarakat sudah
memiliki keyakinan terhadap dirinya maupun keluarganya. Namun demikian yang perlu
diperhatikan adalah keselarasan dan keharmonisan di antara kelompok masyarakat yang
memiliki keyakinan budaya tertentu dengan landasan kesehatan yang tidak merugikan atau
bahkan membahayakan kesehatan ibu maupun bayinya.

Perawat sebagai salah satu praktisi kesehatan di masyarakat, harus memiliki


kemampuan mengelola masyarakat, mulai dari mengidentifikasi kondisi masyarakat,
menggali potensi dan sumberdaya yang ada ditengah masyarakat dan lingkungannya, mampu
menganalisis kebutuhan masyarakat dan mampu melakukan edukasi dan tindakan yang
akhirnya dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum dan meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan anak khususnya

14

Anda mungkin juga menyukai