Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN

ASPEK SOSIAL BUDAYA TRADISI “PERAQ API ” PADA MASA BAYI


BALITA YANG BERKAITAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
PADA “NY.N” BLUD UPT PUSKESMAS SELAPARANG

OLEH:

SISKA HERLIANA

NIM. P07124123081

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM
2023

HALAMAN PENGESAHAN

ASPEK SOSIAL BUDAYA TRADISI “PERAK API” PADA MASA BAYI


BALITA YANG BERKAITAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
PADA “NY. N” DI PUSKESMAS SELAPARANG

Laporan ini telah disetujui, diperiksa, dan dipertanggung jawabkan dihadapan


Pembimbing lahan dan penbimbing Pendidikan.

Mengetahui:

Pembimbing Lahan Pembimbing Pendidikan

RITA HARDIYANTI, A.Md.KEB DESI ROFITA, M.KEB


NIP:198806182017042001 NIP:19921002202032001
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan


makalah yang berjudul "Tradisi Sosial Budaya Peraq Api di Puskesmas
Selaparang" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sosio Antropologi dalam Praktik Kebidanan.

Dalam proses penyusunan makalah ini, tentunya penulis mendapatkan


bimbingan, arahan, koreksi, dan saran. Untuk itu penulis mengucapkan rasa
terimakasih kepada:

1. Dr. Yopi Harwinanda Ardes, M. Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan


Mataram
2. Zaroan Supriadi,S.Kep,Ns,M.Kep selaku kepala UPT Selaparang
3. Dr.Sudarmi, SST.M.BioMed selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
mataram
4. Imtihanatun Najahah. S.ST..M.Kes selaku Ketua Prodi Sarjana Terapan
Kebidanan Poltekkes Mataram
5. Siti Kamariah, A.Md.Keb. selaku bidan koordinator Puskesmas Selaparang
6. Rita Handyani, A.Md.,Keb. selaku bidan pembimbing lahan atau Preseptor di
Puskesmas Selaparang
7. Desi Rofita, SST, M.Kes. selaku pembimbing pendidikan I dalam kegiatan
praktek klinik di Puskesmas Selaparang..
8. Seluruh bidan dan staff Puskesmas Selaparang.

Penulis menyadari laporan inimasih jauh dari kata sempurna.Oleh sebab


itu,Saran dan kritikyang membangundi harapkan demi kesempurnaan laporan ini.

Selaparang 18 Oktober 2023


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................
ii

KATA
PENGANTAR .....................................................................................iii

DAFTAR
ISI....................................................................................................iv

BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................1

A. Latar Belakang .........................................................................................1

B. Tujuan .......................................................................................................2

C. Manfaat .....................................................................................................2
D. Metode Praktek Lapang ............................................................................2

BAB II TINJAUAN
TEORI............................................................................3

A. Tradisi .......................................................................................................3

B. Kesehatan ibu dan bayi .............................................................................5

C. Aspek sosial budaya terkait bayi baru lahir................................................8

D. Peraq Api.................................................................................................10

BAB III TINJAUAN


KASUS........................................................................12

BAB IV
PEMBAHASAN...............................................................................14

BAB V
PENUTUP..........................................................................................17

A. Kesimpulan ............................................................................................17
B. Saran........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................19

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Tradisi merupakan nama lain dari kebudayaan. Tradisi ini dilakukan turun
temurun dari kelompok masyarakat tertentu yang berdasarkan nilai social budaya
pada masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota
masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun
hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan

Tradisi merupakan kegiatan pewarisan serangkaian kebiasaan dan nilai- nilai


dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Nilai-nilai yang diwariskan
biasanya adalah nilai dan norma dalam masyarakat pendukungnya dari generasi
tua ke generasi yang lebih muda seperti halnya upacara Perak api yang masih
dianggap baik dan mempunyai kekuatan agama dan budaya.

Tradisi peraq api adalah suatu ritual pada ibu dan anak yang dilakukan setelah
putusnya tali pusar dari anak yang baru lahir. Tradisi ini biasanya dilakukan pada
hari ke-tujuh atau hari ke-sembilan untuk pemberian nama pada bayi.Tradisi
Peraq api ini masih di jalankan oleh masyarakat Desa Marong Karang tatah.

Sasak tradisi Peraq api mempunyai makna dan arti tersendiri bagi
pendukungnya. Dalam upacara tersebut dipimpin oleh Belian nganak (dukun
beranak) dukun bersama keluarga atau orang tua bayi mempersiapkan
perlengkapan dan peralatan yang akan digunakan dalam pelaksanaan upacara
Peraq api.Dukun beranak memimpin acara mulai dari persiapan,proses
acara,sampai acara selesai.

B.Tujuan

Tujuan Umum:

Untuk mengetahui lebih dalam tradisi Peraq api yang berkaitan dengan
kesehatan ibu dan anak..

Tujuan Khusus:

1. Untuk mengetahui bagaimana apakah tradisi Peraq api di Desa Marong


Karang Tatah masih dilakukan dan bagaimana hubungannya dengan
kesehatan ibu dan anak.
2. Untuk mengetahui dampak positif tradisi tradisi Peraq api terhadap
kesehatan ibu dan bayi
3. Untuk mengetahui dampak negatif tradisi tradisi Peraq api terhadap
kesehatan ibu dan bayi

C.Manfaat

Hasil wawancara ini diharapakan dapat memberikan informasi dan


pemahaman bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh budaya
diantaranya adalah tradisi. Perilaku masyarakat dalam memelihara dan
menjaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh tradisi dan kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat.
D. Metode Praktek Lapang

Metode yang digunakan dalam pelaksanan Praktek Lapangan adalah dengan


metode wawancara dimana penulis melakukan wawancara pda “Ny.N” selaku
masyarakat Marong Karang tatah. Data yang diperoleh berupa informasi
bagaimana prosedur secara garis besar tradisi Peraq api dilakuka

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tradisi

1.Definisi Tradisi

Tradisi adalah segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa
lalu kemasa kini. Tradisi dalam pengertian yang lebih sempit hanya berarti
bagian-bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja yakni yang
tetap bertahan hidup di masa kini (Sztompka, 2017).

Adapun pengertian Tradsi menurut R. Redfield (2017) yang mengatakan


bahwa tradisi dibagi menjadi dua, yaitu great tradition (tradisi besar) adalah
suatu tradisi mereka sendiri, dan suka berfikir dan dengan sendiri mencakup
jumlah orang yang relative sedikit. sedangkan little tradition (tradisi kecil)
adalah suatu tradisi yang berasal dari mayoritas orang yang tidak pernah
memikirkan secara mendalam pada tradisi yang mereka miliki. Sehingga
mereka tidak pernah mengetahui seperti apa kebiasan masyarakat dulu,
karena mereka kurang peduli dengan budaya mereka.

Tradisi adalah suatu warisan berwujud budaya dari nenek moyang, yang
telah menjalani waktu ratusan tahun dan tetap dituruti oleh mereka- mereka
yang lahir belakangan. Tradisi diikuti karena dianggap akan memberikan
semacam pedoman hidup bagi mereka, tradisi itu dinilai sangat baik oleh
mereka memilikinya, bahkan dianggap tidak dapat diubah atau ditinggalkan
oleh mereka (Simanjuntak, 2016)

2.Fungsi tradisi

1. Alam bahasa klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun.


Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita
anut kini serta di dalam benda yang diciptakan di masa lalu. Tradisi pun
menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bermanfaat.
Tradisi seperti onggokan dan material yang dapat digunakan orang
dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan;
2. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat
loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi
daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya yakni mengikat warga
atau anggotanya dalam bidang tertentu;
3. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, kekecewaan dan
ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa lalu
yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila
masyarakat berada dalam krisis.

3.Hubungan budaya dengan kesehatan.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Kebudayaan


akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda- benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain
yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.

Pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di


setiap masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa
lalu, ketika pengetahuan tentang kesehatan masih belum berkembang,
kebudayaan memaksa masyarakat untuk menempuh cara ‘trial and error’ guna
menyembuhkan segala jenis penyakit, meskipun risiko untuk mati masih
terlalu besar untuk pasien. Kemudian perpaduan antara pengalaman empiris
dengan konsep kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya dalam hal
kepercayaan merupakan konsep sehat tradisional secara kuratif. Sebagai
contoh pengaruh kebudayaan terhadap masalah kesehatan adalah penggunaan
kunyit sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit kuning (hepatitis) di
kalangan masyarakat Indonesia. Masyarakat menganggap bahwa warna
penyakit pasti akan sesuai dengan warna obat yang telah disediakan oleh
alam. Hal itu menunjukkan bahwa kebudayaan dan pengetahuan serta
teknologi sangat berpengaruh terhadap kesehatan (Jimung, 2019).

B. Kesehatan Ibu dan Bayi

Kesehatan ibu dan bayi masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang
menjadi prioritas yang memerlukan penanganan yang lebih optimal. Berbagai
upaya kesehatan telah dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu
maupun bayi. Upaya kesehatan ibu dan bayi adalah upaya di bidang
kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir.

a. Kesehatan ibu.

Kesehatan ibu mengacu pada kesehatan wanita selama kehamilan,


persalinan dan periode postpartum. Menjadi ibu seringkali merupakan
pengalaman yang positif dan memuaskan, tetapi untuk sebagian besar wanita
hal tersebut berhubungan dengan penderitaan, kesehatan yang buruk dan
bahkan kematian. Penyebab utama kematian ibu adalah penyebab langsung
seperti perdarahan, hipertensi, infeksi dan persalinan macet, sedangkan
penyebab tidak langsung seperti pendidikan dan sosial budaya. Hampir semua
kematian ini terjadi dalam lingkungan dengan sumber daya yang rendah, dan
sebagian besar penyebab tersebut bisa dicegah. Risiko seorang wanita di
negara berkembang meninggal karena sebab terkait ibu selama masa
hidupnya adalah sekitar 33 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang
wanita yang tinggal di negara maju. Angka kematian ibu adalah indikator
kesehatan yang menunjukkan kesenjangan yang sangat luas antara daerah
perkotaan dan pedesaan, kaya dan miskin, baik antar daerah di dalam suatu
negara (WHO, 2018).

b. Masa nifas

Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa Latin yaitu


dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan.
Masa nifas dimulai setelah dua jam postpartum dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya
berlangsung selama enam minggu atau 42 hari, namun secara
keseluruhan baik secara fisiologis maupun psikologis akan pulih dalam
waktu tiga bulan. Jika secara fisiologis sudah terjadi perubahan pada
bentuk semula (sebelum hamil), tetapi secara psikologis masih terganggu
maka dikatakan masa nifas tersebut belum berjalan dengan normal atau
sempurna (Nurjanah et al., 2013).

c. Tujuan perawatan masa nifas

Perawatan masa nifas diperlukan karena periode ini merupakan masa


kritis bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60 persen kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 persen kematian masa
nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Masa neonatus merupakan masa
kritis bagi kehidupan bayi,dua per tiga kematian bayi terjadi dalam empat
minggu setelah persalinan dan 60 persen kematian bayi baru lahir terjadi
dalam waktu tujuh hari setelah lahir. Pemantauan melekat dan pemberian
asuhan yang tepat bagi ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah
kematian ibu dan bayi. Tujuan umum perawatan masa nifas adalah
membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh
anak. Sedangkan tujuan khususnya adalah;

1) menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologisnya;


2) mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi
pada ibu dan bayinya;
3) memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, menyusui, keluarga berencana, perawatan bayi sehat dan
pemberian imunisasi;
4) memberikan pelayanan keluarga berencana (Walyani & Purwoastuti,
2015)

d. Aspek sosial budaya pada masa nifas

Kebudayaan maupun adat istiadat dalam masyarakat Indonesia ada


yang menguntungkan dan ada pula yang merugikan bagi status kesehatan
ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu nifas. Pengaruh sosial budaya pada
ibu hamil, melahirkan dan nifas terlihat dengan adanya upacara-upacara
kehamilan tiga bulan, tujuh bulan, masa melahirkan dan masa nifas.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan dibeberapa
wilayah juga masih rendah. Masyarakat masih percaya kepada dukun
karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga
masyarakat lebih senang berobat dan meminta tolong kepada dukun.
Mayoritas ibu hamil yang tinggal di daerah pedesaan masih mempercayai
dukun beranak untuk menolong persalinan danpersalinan biasanya
dilakukan di rumah. (WHO, 2018).

e. Kesehatan bayi.

Bayi yang baru lahir atau neonatus adalah anak di bawah usia 28 hari.
Selama 28 hari pertama kehidupan ini anak berisiko paling tinggi untuk
meninggal. Oleh karena itu, pemberian makan dan perawatan yang tepat
diberikan selama periode ini baik untuk meningkatkan peluang anak
untuk bertahan hidup maupun untuk meletakkan fondasi bagi kehidupan
yang sehat (WHO, 2018).

Setelah bayi dilahirkan, tubuh bayi baru lahir mengalami sejumlah


adaptasi psikologis. Bayi memerlukan pemantauan ketat untuk
menentukan masa transisi kehidupannya ke kehidupan luar uterus
berlangsung baik. Penelitian menunjukkan bahwa 50 persen kematian
bayi terjadi dalam periode neonatus yaitu dalam bulan pertama
kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang sehat akan
menyebabkan kelainan-kelainan yang mengakibatkan cacat seumur
hidup, bahkan kematian. Pencegahan merupakan hal terbaik yang harus
dilakukan dalam penanganan neonatus sehingga neonatus sebagai
organisme yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke
ekstrauterin dapat bertahan dengan baik karena periode neonatus
merupakan periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan
perkembangan bayi.

C. Aspek sosial budaya terkait bayi baru lahir.

Beberapa aspek sosial budaya yang berkaitan dengan perawatan bayi baru
lahir, antara lain;

1) bayi dibedong supaya tidak mudah terkaget-kaget (terkejut), juga


dapat menghangatkan badannya;
2) bayi harus memakai gurita supaya perutnya tidak buncit;
3) bayi tidak boleh diajak keluar rumah sebelum berusia 40 hari;
4) bulu mata digunting agar lentik;
5) meletakkan gunting lipat di bawah tempat tidur bayi dan tempat
tidurnya dipukul-pukul menggunakan sapu lidi agar bayi tidur
nyenyak;
6) terkait makanan pada bayi baru lahir, ibu dilarang makan pedas,
nanti feses bayi ada cabe rawit utuh, padahal maksudnya adalah
mencegah bayi mengalami sakit perut jika ibu mengonsumsi
makanan pedas, makan semangka menyebabkan perut bayi besar
dan keras sebab terkena “sawan” semangka, dan masih banyak lagi.

Diantara berbagai aspek sosial budaya yang dilakukan oleh


masyarakat tersebut, yang tidak terbukti kebenarannya dan yang benar-
benar tidak masuk akal kadang membuat masyarakat bingung. Memang ada
benarnya beberapa aspek sosial budaya yang ada, yang terkadang jika kita
ikuti akan bermanfaat, misalnya bayi tidak boleh keluar sebelum 40 hari,
sebab fisik bayi belum sekuat fisik orang dewasa jika kontak dengan udara
luar akan menyebabkan sakit, dan supayabayi tidak tertular virus dari orang
sakit ketika berada di tempat ramai. Sedangkan kerugiannya antara lain
bayi pada usia sebelum 40 hari mempunyai beberapa kebutuhan yang harus
dipenuhi dan harus dibawa keluar rumah, misalnya untuk imunisasi,
berobat ke pelayanan kesehatan ketika bayi mengalami keluhan. Pemakaian
gurita pada bayi jika dikatkan dengan kesehatan dapat mengurangi daya
pernapasan pada bayi yang pada akhirnya bayi tersebut sesak napas, karena
bayi lebih banyak menggunakan pola pernapasan perut (Mubarak et al.,
2013)

D. Peraq Api

Peraq api dilakukan oleh belian (dukun beranak). Mula-mula api


dipadamkan dengan percikan daun bunut (daun beringin) dan tandan buaq
bikan (batang buah bikan) yang diletakkan di atas tepaq. Bayi dan ibu yang
sudah dikeramas dan dibersihkan dengan air sampai bersih disebut dengan
masor. Selanjutnya, bayi ta eyok (diayak) dengan cara di ayun-ayun di atas
bara api yang sudah dipadamkan. Waktu pelaksanaannya setelah petoq
poset (putusnya tali pusar). Acara peraq api dilaksanakan pada waktu
nyepek peken (saat puncak keramaian pasar) antara pukul 09.00-10.00 pagi.

Setelah seluruh rangkain acara tersebut selesai, kemudian dilanjutkan


dengan pemberian nama pada anak bayi. Nama yang disiapkan ditulis
dalam kertas dan digenggamkan pada kedua tangan bayi. Apabila salah satu
dari nama yang digenggam erat, berarti nama tersebutlah yang dipilih
sendiri oleh bayi. Nama yang terpilih diletakkan di atas sѐmbѐq dan
selanjutnya belian mencolekkan sѐmbѐq di kening bayi sambil menyebut
namanya.

Dampak positif budaya Peraq api terhadap kesehatan


1. Masyarakat di Desa Marong Karang tatah menganggap bahwa tradisi
Peraq api adalah tradisi warisan yang memiliki nilai yang positif,
sehingga menurut mereka tradisi ini sangat perlu dipertahankan,
karena Peraq api di anggap sebagai acara syukuran yang menandakan
sudah diberi keturunan yang sehat dan menandakan anak yang
dilahirkan sudah di beri nama yang pastinya nama tersebut berarti doa.

2. Melalui tradisi Peraq api bermanfaat untuk mejalin ikatan keakraban


karena masyarakat mengundang para kerabat dan saudara untuk
berkunjung dan bersilaturahmi. Melalui tradisi Peraq api pula banyak
saudara yang bertemu. Khususnya kaum kerabat yang berada di
wilayah tertentu itu sendiri. Masyarakat Marong Karang tatah
mengatakan bahwa tradisi Ngurisan merupakan suatu acara yang
membuat mereka bisa bertemu dengan para kerabat dan anak saudara.
Bentuk silaturahmi yang terjadi ketika tradisi Peraq api sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan bentuk silaturahmi ketika upacara atau
kegiatan tradisi lainnya.

Dampak negatif budaya peraq api terhadap kesehatan :

Dari proses perak api itu dapat disimpulkan bahwa tradisi budaya ini dapat
berdampak negatif pada kesehatan ibu dan bayi. Karena pada tradisi ini bayi
baru lahir sudah diberikan asap hasil pembakaran yang berasal dari kayu dan
bahan organik lain yang mengandung campuran gas,partikel,dan bahan kimia
akibat pembakaran yang tidak sempurna yang membuat secara tidak langsung
akan berdamapak negatif pada bayi yang baru lahir atau neonatus yang
dimana anak di bawah usia 28 hari berisiko paling tinggi untuk meninggal.
Komposisi asap dari pembakaran tersebut terdiri dari gas seperti karbon
monoksida, karbon dioksida, nitrogen oksida, ozon.
Secara umum bahan pencemar senyawa kimia nitrogen oksida, sulfur
dioksida, karbon monoksida,ozon dan partikulat di udara menyebabkan
gangguan kesehatan pada manusia seperti luka mata dan luka saluran
pernapasan.

BAB III

TINJAUAN KASUS

Hasil wawancara yang dilakukan pada “Ny.N”terkait aspek sosial budaya tradisi
“Peraq api” yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas
Selaparang, Lombok Barat. Adapun hasil wawancara yang dilakukan pada” Ny.N”
adalah sebagai berikut:

1.Identitas diri

Nama: Ny.N
Umur: 22 Tahun
Suku Bangsa : Sasak
Agama : Islam
Alamat Lengkap : Marong Karang tatah
2.Daftar pertanyaan dan jawaban

a. Apakah ada tradisi yang bayi ibu jalani pada saat masa bayi balita?
Jawaban: Iya, ada
b. Tradisi apa yang bayi ibu jalani?
Jawaban: Tradisi yang anak saya jalani waktu itu tradisi Peraq api
c.Bisakah ibu menceritakan bagaimana tradisi itu?
jawaban: Pertama siapakan perangkat acara yang disiapkan terdiri dari
moto seyong (beras kentan yang di sangrai),enten-enten (gula kelapa) daun
bikan,sembeq,(kunyah rishi pinang santan kelapa (untuk keramas ibu),gelang
pelindung dan penanda.Kemudian api dipadamkan dengan percikan daun
bunut (daun beringin) dan tandan buaq bikan (batang buah bikan) yang
diletakkan di atas tepaq. Bayi dan ibu yang sudah dikeramas dan dibersihkan
dengan air sampai bersih disebut dengan masor. Selanjutnya, bayi ta eyok
(diayak) dengan cara di ayun-ayun di atas bara api yang sudah dipadamkan.
Waktu pelaksanaannya setelah petoq poset (putusnya tali pusar). Acara peraq
api dilaksanakan pada waktu nyepek peken (saat puncak keramaian pasar)
antara pukul 09.00-10.00 pagi

Setelah seluruh rangkain acara tersebut selesai, kemudian dilanjutkan


dengan pemberian nama pada anak bayi. Nama yang disiapkan ditulis dalam
kertas dan digenggamkan pada kedua tangan bayi. Apabila salah satu dari
nama yang digenggam erat, berarti nama tersebutlah yang dipilih sendiri oleh
bayi. Nama yang terpilih diletakkan di atas sѐmbѐq dan selanjutnya belian
mencolekkan sѐmbѐq di kening bayi sambil menyebut namanya.

d. Siapa yang membantu ibu dalam melakukan tradisi itu?


Jawaban: Ya, jelas yang bantu saya waktu itu orangtua,suami,mertua saya
e. Adakah keuntungan yang bayi ibu dapatkan setelah melakukan tradisi itu?
Jawaban: Tidak ada,karena acara itu sebagai acara pemberian nama dan
Aqikah (Pemotongan kambing) yang dimana membantu dalam mewujudkan
rasa syukur kepada Allah SWT atas karuniaNya berupa kelahiran seorang
anak.
f. Apakah ibu akan meneruskan tradisi ini ke generasi ibu?
Jawaban: Iya, untuk lebih mengenal dan mempertahankan tradisi

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ny. “N”, penduduk di Desa Marong


Karang tatah terdiri dari berbagai suku dengan suku mayoritas adalah suku sasak.
Suku sasak memiliki bermacam-macam tradisi yang sudah ada sejak zaman
dahulu dan telah dilakukan turun-temurun oleh masyarakat dan masih dilestarikan
sampai sekarang. Beberapa tradisi yang masih dijalankan diantaranya adalah
tradisi Peraq api.

Peraq api dilakukan oleh belian (dukun beranak). Mula-mula api dipadamkan
dengan percikan daun bunut (daun beringin) dan tandan buaq bikan (batang buah
bikan) yang diletakkan di atas tepaq. Bayi dan ibu yang sudah dikeramas dan
dibersihkan dengan air sampai bersih disebut dengan masor. Selanjutnya, bayi ta
eyok (diayak) dengan cara di ayun-ayun di atas bara api yang sudah dipadamkan.
Waktu pelaksanaannya setelah petoq poset (putusnya tali pusar). Acara peraq api
dilaksanakan pada waktu nyepek peken (saat puncak keramaian pasar) antara
pukul 09.00-10.00 pagi (Suhardi, dkk: 34).
Setelah seluruh rangkain acara tersebut selesai, kemudian dilanjutkan dengan
pemberian nama pada anak bayi. Nama yang disiapkan ditulis dalam kertas dan
digenggamkan pada kedua tangan bayi. Apabila salah satu dari nama yang
digenggam erat, berarti nama tersebutlah yang dipilih sendiri oleh bayi. Nama
yang terpilih diletakkan di atas sѐmbѐq dan selanjutnya belian mencolekkan
sѐmbѐq di kening bayi sambil menyebut namanya (Suhardi, dkk. 2010)

Dampak positif budaya Peraq api terhadap kesehatan

3. Masyarakat di Desa Marong Karang tatah menganggap bahwa tradisi


Peraq api adalah tradisi warisan yang memiliki nilai yang positif,
sehingga menurut mereka tradisi ini sangat perlu dipertahankan,
karena Peraq api di anggap sebagai acara syukuran yang menandakan
sudah diberi keturunan yang sehat dan menandakan anak yang
dilahirkan sudah di beri nama yang pastinya nama tersebut berarti doa.

4. Melalui tradisi Peraq api bermanfaat untuk mejalin ikatan keakraban


karena masyarakat mengundang para kerabat dan saudara untuk
berkunjung dan bersilaturahmi. Melalui tradisi Peraq api pula banyak
saudara yang bertemu. Khususnya kaum kerabat yang berada di
wilayah tertentu itu sendiri. Masyarakat Marong Karang tatah
mengatakan bahwa tradisi Ngurisan merupakan suatu acara yang
membuat mereka bisa bertemu dengan para kerabat dan anak saudara.
Bentuk silaturahmi yang terjadi ketika tradisi Peraq api sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan bentuk silaturahmi ketika upacara atau
kegiatan tradisi lainnya.

Dampak negatif budaya peraq api terhadap kesehatan :

Dari proses perak api itu dapat disimpulkan bahwa tradisi budaya ini dapat
berdampak negatif pada kesehatan ibu dan bayi. Karena pada tradisi ini bayi baru
lahir sudah diberikan asap hasil pembakaran yang berasal dari kayu dan bahan
organik lain yang mengandung campuran gas,partikel,dan bahan kimia akibat
pembakaran yang tidak sempurna yang membuat secara tidak langsung akan
berdamapak negatif pada bayi yang baru lahir atau neonatus yang dimana anak di
bawah usia 28 hari berisiko paling tinggi untuk meninggal. Komposisi asap dari
pembakaran tersebut terdiri dari gas seperti karbon monoksida, karbon dioksida,
nitrogen oksida, ozon.
Secara umum bahan pencemar senyawa kimia nitrogen oksida, sulfur
dioksida, karbon monoksida,ozon dan partikulat di udara menyebabkan
gangguan kesehatan pada manusia seperti luka mata dan luka saluran
pernapasan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tradisi perak api merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh
masyarakat di Desa Marong Karang tatah. Tradisi peraq api dilakukan oleh bayi
balita dengan tujuan untuk memberikan nama pada bayi . Jenis perawatan yang
dilakukan berupa pengasapan bayi dengan cara bayi diputer-puter di atas uap bara
api.

1. Desa Marong Karang tatah tetap mempertahankan tradisi Peraq api


dengan berbagai alasan, diantaranya adalah bahwa tradisi ini sudah
dilakukan sejak dahulu dan merupakan warisan nenek moyang atau tradisi
turun-temurun. Tradisi ini juga dilakukan atas anjuran tetua kampung dan
anjuran ibu maupun ibu mertua. Tradisi Peraq api masih merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Tradisi
Peraq api sekalipun dilakukan dengan maksud mengupayakan kesehatan
ibu nifas dan bayinya tapi pada kenyataannya praktik tradisi ini merupakan
perilaku berisiko yang dapat merugikan kesehatan ibu dan bayi. Risiko
gangguan kesehatan yang dialami oleh ibu dan bayi diantaranya adalah
gangguan sistem pernapasan, luka bakar, penurunan tekanan darah, ruam
di kulit dan bahkan akibat fatal yang paling perlu diwaspadai adalah dapat
mengakibatkan kematian.

2. Melalui tradisi Peraq api bermanfaat untuk mejalin ikatan keakraban


karena masyarakat mengundang para kerabat dan saudara untuk
berkunjung dan bersilaturahmi. Melalui tradisi Peraq api pula banyak
saudara yang bertemu. Khususnya kaum kerabat yang berada di wilayah
tertentu itu sendiri. Masyarakat Marong Karang tatah mengatakan bahwa
tradisi Ngurisan merupakan suatu acara yang membuat mereka bisa
bertemu dengan para kerabat dan anak saudara. Bentuk silaturahmi yang
terjadi ketika tradisi Peraq api sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
bentuk silaturahmi ketika upacara atau kegiatan tradisi lainnya.

3. Dari proses perak api itu dapat disimpulkan bahwa tradisi budaya ini
dapat berdampak negatif pada kesehatan ibu dan bayi. Karena pada tradisi
ini bayi baru lahir sudah diberikan asap hasil pembakaran yang berasal
dari kayu dan bahan organik lain yang mengandung campuran
gas,partikel,dan bahan kimia akibat pembakaran yang tidak sempurna
yang membuat secara tidak langsung akan berdamapak negatif pada bayi
yang baru lahir atau neonatus yang dimana anak di bawah usia 28 hari
berisiko paling tinggi untuk meninggal. Komposisi asap dari pembakaran
tersebut terdiri dari gas seperti karbon monoksida, karbon dioksida,
nitrogen oksida, ozon.

B. Saran

Perawatan masa nifas untuk ibu dan bayi diharapkan dapat dilakukan
dengan cara yang lebih sehat. Misalnya untuk menghangatkan ibu dan bayi
bisa menggunakan selimut atau dengan alat maupun benda yang tidak
menimbulkan asap. Pelaksanaan peraq api dapat dilakukan tanpa
menggunakan sabut kelapa dan daun-daunan yang dibakar. Mendapatkan
manfaat dari daun-daunan dapat dilakukan dengan direbus, kemudian airnya
dapat diminum atau digunakan sebagai campuran untuk air mandi ibu.
Diharapkan dengan cara demikian ibu dan bayi dapat terhindar dari asap saat
melakukan tradisi peraq api.

DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, (2013). aspek sosial budaya terkait bayi baru lahir. aspek sosial budaya dalam

praktik inisasi menyusui , 12.

Jimung. (2019). hubungan budaya dengan kesehatan. pemahaman terhadap kesehatan, 19

WHO,(2018, juli kamis). kesehatan ibu dan bayi. Retrieved from dinas kesehatan:
http://malang kota.go.id

Purwoastuti, w. d. (2015). tujuan perawatan masa nifas. prawatan diri selama priode nifas, 2.

R.Redfied. (2017). pengertian tradisi. tradisi adalah kebiasaan yang di turunkan, 2.

Simanjutak. (2017, februari senin). tradisi suatu warisan. Retrieved from makalah pengertian
tradisi: http//ettheses.iainkediri.ac.id

Suhardi, d. (2010). perak api lombok barat. lombok barat: ansori.

Szotompka. (2017, desember raby). definisi tradisi. Retrieved from konsep tradisi:
https:www.liputan6.com.id

Sztomoka. (2017). definisi tradisi. http//journal.uajy.id, 9.

Sztompka. (2017). definisi tradisi. journal , 12.


WHO. (2018, juli kamis). ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA MASA NIFAS. Retrieved from
sosial budaya pada masa nifas: http://www.studocu.com

WHO. (2018, desember senin). kesehatan bayi. Retrieved from fase pertumbuhan bayi balita:
http://ayosehat.kemkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai