Anda di halaman 1dari 4

“....

Sebab tempat bagi mereka semua yang pulang adalah kediaman abadi di surga dan
tempat bagi semua mereka yang pergi adalah kenangan...”

Ina, Ama, Wue-wari, Umat Tuhan yang terkasih dalam Kristus Yesus...

Seorang penyair kelahiran Lebanon pernah menggambarkan kenangan kematian sebagai


“kekasih terakhir yang paling dirindukan dan paling ingin dipeluk oleh setiap orang”. Sebagai
kekasih terakhir, kenangan akan kematian bukan hanya soal pengalaman manusiawi setiap orang
yang rapuh dan terbatas di dalam ruang dan waktu, melainkan sebuah peristiwa penuh makna
dan damba, sarat cinta serentak sebuah kepasrahan yang bebas. Berhadapan dengan peristiwa
kematian, setiap orang dihantar pada situasi batas, sebuah situasi di mana kita mesti berhadapan
dengan fakta kerapuhan yang paling sejati. Kerapuhan ini tampil serentak dengan kesadaran
bahwa orang yang kita lepas pergikan dalam peristiwa kematian adalah mereka yang kita cintai
dengan sepenuh hati, sedalam kita memahami cinta yang berarti memberi dan menerima.
Peristiwa kematian selalu membuat kita tertegun antara rasa tidak percaya dan tidak tega dengan
kenyataan yang kita terima.

Kematian memang selalu identik dengan perpisahan dan kehilangan. Namun, sebagai
orang-orang beriman, kematian setiap orang Katholik bukan hanya soal kerapuhan diri dan titik
akhir dari kehidupan. Kematian adalah sebuah jalan pulang kepada kediaman Sang Pencipta,
Allah Tritunggal yang MahaKudus. Kematian setiap orang kristen direfleksikan dan dilihat
sebagai sebuah titik balik dari kehidupan yang fana menuju kehidupan yang kekal bersama
semua orang kudus dan arwah semua orang beriman.

Tiga tahun yang lalu, kita semua kehilangan pribadi yang amat kita cintai: bapak
YOHANES IMUNG. Keluarga dan kita semua yang mencintainya jelas menerima peristiwa ini
sebagai sebuah pukulan keras. Sebab kepergian ini adalah sebuah kepergian yang purna, titik
terakhir perjumpaan-perjumpaan, serta awal dari sebuah kerinduan yang panjang. Kita percaya
bahwa dalam iman bapak kita tercinta ini telah menyelesaikan pengembaraannya di dunia dan
kita yakin kini Ia tengah merayakan kehidupan kekal bersama para kudus di dalam kediaman
Allah yang Maha Kudus. Sejak tiga tahun yang lalu, secara perlahan-lahan kita belajar untuk
menerima kenyataan pahit ini dengan keyakinan bahwa Allah yang menciptakan kita selalu

1
mempunyai rencana yang mungkin kurang pas dengan seluruh rencana dan keinginan kita.
Namun, percayalah Allah selalu memiliki rencana yang lebih indah untuk kita semua.

Mungkin, jika mau jujur penawar atas luka yang diakibatkan kepergian kekasih tercinta
hanya satu, yaitu merayakannya dengan keiklahasan atau kepasrahan pada kehendak
Allah. kita diajak untuk menajdi seperti Bunda Maria yang tegar hati untuk berseru:
Kehendakmulah yang terjadi.”

Ina, Ama, Wue-wari, Umat Tuhan yang terkasih dalam Kristus Yesus...

Nubuat Hagai yang telah kita dengarkan tadi menggambarkan sebuah situasi kisruh
lantaran kemegahan rumah Tuhan yang hilang secara perlahan-lahan dari waktu ke waktu.
Kenyataan ini menimbulkan kecemasan dan ketidaknyamanan dalam diri orang-orang yang
menaruh harapan kepada Tuhan. Mereka merasa tidak berdaya dan boleh jadi kehilangan
pegangan hidup. Serupa dengan pengalaman yang dikisahkan dalam Nubuat Hagai, di tengah
pengalaman ditinggalkan pasca kematian seseorang yang amat kita cintai, boleh jadi kita juga
berada dalam situasi yang tidak berdaya, cemas, ragu, dan merasa sendiri tentang hari-hari yang
akan kita lewati tanpa orang yang kita cintai. Suka tidak suka, senang tidak senang, perasaan itu
adalah perasaan yang wajar. Namun, perasaan yang wajar serupa ini pun tidak bisa terus menerus
mengahantui kita. Kita semua yang ditinggalkan mesti menemukan titik keseimbangan untuk
melanjutkan kehidupan secara kreatif, karena melalui Hagai Tuhan menegaskan hal ini: “sesuai
dengan janji yang telah kuikat dengan kalian pada waktu kalian keluar dari Mesir. Dan Rohku
tetap tinggal di tengah-tengah kamu. BANGKITLAH! JANGANLAH TAKUT!” Pesan ini jelas
tidak bermaksud agar kita melupakan orang yang telah meninggal, tetapi meyadarkan kita bahwa
bagi mereka yang telah pergi, kehidupan yang penuh semangat dari kita yang tengah
mengembara di dunia adalah ketenangan dan doa yang tulus. Kita harus yakin bahwa terang
kebangkitan abadi telah Tuhan siapkan bagi setiap umat beriman yang percaya akan dia.
Kebangkitan menjadi jalan cinta menuju hidup yang kekal.

Selanjutnya penginjil Lukas mengisahkan tentang pengakuan Petrus tentang identitas


Yesus sebagai Mesias, Putra Allah dan Penyelamat Dunia. Identitas itu dipertegas bukan melalui
perintah Yesus agar para muridNya tidak menceritakannya kepada orang lain, melainkan dalam
pernyataan Yesus sendiri bahwa: “Anak manusia harus menanggung banyak penderitaan dan

2
ditolak oleh para tua-tua, oleh para imam kepala dan para ahli Taurat, lalu dibunuh, dan
dibangkitkan pada hari ketiga”. Pernyataan ini adalah kekuatan bagi kita semua yang hari ini
berkumpul untuk merayakan kenangan tiga tahun kepergian Bapa YOHANES IMUNG kita
tercinta. Sebab kita percaya bahwa melalui hidup, penderitaan, wafat, dan kebangkitan Yesus
Kristus, semua orang yang percaya padaNya pun telah ditebus. Dan bagi mereka semua yang
telah meninggal, janji penebusan itu menjadi lebih lengkap dan lebih sempurna. Sebab mereka
sudah melewati pintu menuju keabadian dan sudah, sedang, dan akan selalu berbahagia bersama
Allah.

Ina, Ama, Wue-wari, Umat Tuhan yang terkasih dalam Kristus Yesus...

Hari ini kita mengenang kembali kepergian bapak YOHANES IMUNG. Merayakan
kenangan adalah tanda bahwa setelah kematian, ada hal-hal yang tidak bisa berlalu pergi begitu
saja. Kita masih bisa mengenang BAPAK YOHANES IMUNG dengan seluruh pengalaman
bersama yang pernah dilalui bersama ketika Ia masih hidup di dunia. Selain cinta, perjumpaan
kita dengannya adalah melalui doa. Kita mendoakan BAPAK YOHANES IMUNG dan
tentunya Ia akan selalu menjadi pendoa bagi kita semua, baik itu untuk keluarga juga untuk
semua orang yang mencintai dan dicintai olehnya. Kita mengenang dengan keyakinan bahwa
bapak YOHANES tercinta telah bergabung dengan para kudus di surga, kita mengenang sebagai
jalan untuk terus merawat jalinan kasih yang telah kita bangun selama ini tetap awet dan abadi.
Mengenang bisa berarti pula sebagai cara yang paling sunyi untuk terus menghidupkan
kedekatan dengan mereka yang telah pergi menmdahului kita. Itu berarti bahwa setiap kita yang
mencintainya mesti belajar untuk meneladani kualitas-kualitas positif yang telah ditunjukkan dan
diajarkan oleh BAPAK YOHANES IMUNG untuk kita semua. Kesabaran, kasih sayang,
pengorbanan, kerja keras, ketekunan, cinta dan masih banyak lagi karakter dirinya yang dapat
kita hidupi dan menjadi model dari hidup kita. Upaya untuk mengenang bukanlah tanda dari
kerapuhan dan ketidakbebasan kita untuk merelakan kepergiannya, tetapi semata-mata sebagai
tanda bahwa kita tidak akan pernah melupakanya dalam seluruh kehidupan kita yang akan
datang. Sebab kematian terakhir dan boleh jadi paling mengerikan adalah dilupakan. Dan
pertistiwa itu tidak boleh pernah terjadi untuk semua orang yang kita cintai. Semoga kita
tetap mengenang dan menghidupkan cinta DI antara kita dan TERHADAP semua orang
yang telah meninggalkan kita melalui doa-doa KITA yang PALING TULUS. SEMOGA.

3
4

Anda mungkin juga menyukai