baru dalam kematian kristen terdapat dalam hal pembaptisan warga kristen secara
sakramental, yaitu sesudah "mati bersama Kristus", dapat mengalami suatu kehidupan
yang baru. Sangat indah hal ini dikatakan Santo Ignatius dari Antiokhia: "Lebih baiklah
bagiku untuk mati karena Kristus dari pada hidup sebagai raja atas segala ujung bumi.
Aku mencari Dia yang wafat untuk kita; aku menghendaki Dia, yang bangkit demi kita.
Kelahiran aku nantikan....biarlah aku menerima sinar yang cerah. Setelah tiba di surga
aku akan menjadi manusia."
Kematian kristiani berarti Allah memanggil manusia kepada diri-Nya, bersatu
dengan kodrat-Nya yang ilahi. (bdk. 2Ptr 1:4) Karena itu Santo Paulus mengungkapkan
hal ini: "Aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus" (Flp 1:23). Santa
Teresa dari Avila mengatakan: "Aku hendak melihat Allah dan untuk melihat Dia, orang
harus mati." Kerinduan terdalam orang kristen adalah kebahagiaan bersama Allah
sebagai Bapa dalam kerajaan-Nya yang abadi. Di dalam dan bersama Allah, kebahagiaan
yang dirindukan itu terpenuhi dan sempurna. "Kerinduan duniawiku sudah disalibkan di
dalam aku, ada air yang hidup dan berbicara, yang berbisik dan berkata kepadaku: Mari
menuju Bapa," demikianlah ungkapan kerinduan Santo Ignatius dari Antiokhia.
Pandangan kristen tentang kematian dilukiskan sangat indah dalam liturgi prefasi misa
arwah: "Bagi umat beriman-Mu ya Tuhan, hidup hanyalah berubah, bukannya
dilenyapkan, dan sesudah roboh rumah kami di dunia ini, akan tersedia bagi kami
kediaman abadi disurga."
Orang yang hidup dalam rahmat, dalam persahabatan dengan Allah, dan disucikan
sepenuhnya, akan hidup selama-lamanya dalam kebahagiaan bersama Allah dan dalam
pesekutuan dengan para malaikat dan para kudus di kerajaan surga, tanah air yang kita
nanti-nantikan. Mereka dapat memandang Dia dalam keadaan yang sebenarnya (bdk.
1Yoh 3:2), memandang-Nya dari muka ke muka (bdk. 1Kor 13:12). Saat itu, iman akan
lenyap dan pengharapan tidak ada lagi. Karena apa yang merupakan gambaran yang
samar-samar yang kita imani di dunia ini, telah menjadi nyata; dan apa yang tidak
pernah kita lihat akan menjadi tampak dengan jelas. Pengharapan kita kepada Allah
akan janji-janji-Nya melalui wahyu-Nya telah digenapi yaitu kebahagiaan kekal bagi
semua orang beriman. Pada waktu itu yang tinggal hanyalah cinta. Cintalah yang
menyatukan kita dengan tujuan akhir hidup kita yaitu Sang Cinta sendiri (bdk. 1Yoh
4:16).
Konsili Vatikan II dalam konstitusi Lumen Gentium artikel 49 (LG 49) mengatakan:
"Umat beriman yang mati setelah menerima pembaptisan Kristus, kalau mereka tidak
memerlukan penyucian ketika mereka mati, atau kalaupun ada, sesudah yang harus
disucikan atau yang akan disucikan.......sebelum pengadilan umum setelah kenaikan
Tuhan dan penyelamat kita ke surga, sudah berada dan akan berada di surga dan firdaus
surgawi bersama Kristus dan bergabung bersama persekutuan para malaikat yang
kudus. Dan sesudah penderitaan serta kematian Tuhan kita Yesus Kristus, jiwa-jiwa ini
sudah melihat dan sungguh melihat hakikat ilahi dengan suatu pandangan yang
langsung dan bahkan dari muka ke muka tanpa perantaraan makhluk apa pun" (bdk.
Benedictus XII, PS 1000).