Anda di halaman 1dari 17

Menjelang

ajal /
kematian
 Menurut Wikipedia dan KBBI:
• Kematian atau ajal adalah akhir kehidupan
manusia di dunia ini.
• Tidak ada penjelasan secara terinci/men-
dalam mengenai hal ini.
 Konsep Kematian Gereja Katolik sangat
dipengaruhi oleh Misteri Paskah Kristus.
Sebab kematian manusiawi kita
mengambil pola/gambaran dari kematian
yang dialami oleh Yesus Kristus sendiri.
Secara nyata, sebenarnya inti ajaran kristiani terletak pada
misteri Paskah; wafat dan kebangkitan Kristus. Tidak ada
ajaran kristiani yang terpisah dari misteri ini. Kristus
memanggil kita untuk mengambil bagian dalam misteri
keselamatan-Nya. Kematian Kristus menunjukkan kematian
manusia lama kita dengan segala dosa kita dan kebangkitan-
Nya dari alam maut menunjukkan kebangkitan kita untuk
menjadi manusia yang baru.
Dengan demikian kematian Kristus, salib, dan kebangkitan-
Nya, mengandung nilai redemtif atau penebusan. Kita semua
diselamatkan berkat darah Kristus yang tercurah di salib.
Neraka yang merupakan ganjaran atas dosa-dosa kita, justeru
oleh Kristus diubahnya menjadi surga keselamatan kita. Inilah
misteri Paska yang dikerjakan Allah melalui Putera-Nya yang
mengurbankan diri bagi keselamatan umat manusia. Tanpa
keyakinan akan wafat dan kebangkitan Kristus, iman kita tidak
ada artinya lagi, demikian dikatakan Santo Paulus.
Kita percaya dengan teguh dan pasti serta
menanti dengan penuh pengharapan dalam
iman, bahwa sebagaimana Kristus telah bangkit
dari antara orang mati dan hidup selama-
lamanya, demikian pula kita sebagai umat yang
ditebus-Nya itu akan bangkit dan hidup
bersama dengan Dia selama-lamanya. "Jika Roh
Dia yang telah membangkitkan Yesus dari
antara orang mati, diam di dalam kamu, maka
Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus
dari antara orang mati, akan menghidupkan
juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya yang
diam di dalam kamu" (Rm 8:11).
Sebagai orang yang percaya kepada Kristus dan
akan kuasa kebangkitan-Nya yang memberi
kehidupan kepada kita, kita adalah Gereja-gereja
Kristus yang masih hidup dan yang mengenakan
daging dengan Kristus-lah, Sang kepala.
Kehidupan kita di dunia ini merupakan antisipasi
atau persiapan untuk suatu kehidupan yang akan
datang. Karena itu, kehidupan kita di dunia ini
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan yang akan
datang. Kita dapat mengalami surga sejak di dunia
ini, yaitu jika kita hidup dalam rahmat Allah;
dengan pertobatan yang terus menerus.
Kebahagiaan di surga tidak lain dari pada
kepenuhan hidup rahmat di dunia ini.
Di lain pihak, kita juga dapat mengecap atau
mengalami neraka sejak hidup di dunia ini, jika
kita tidak bertobat dan tidak berpaling kepada
Allah dengan hidup dalam berbagai bentuk dosa.
Sebagai akibat dari dosa tersebut hidup kita akan
dangkal, suara hati menjadi tumpul, tidak
mengalami kedamaian dan sukacita. Yang ada
hanyalah hujatan-hujatan dan kutukan terhadap
Allah dengan melakukan aneka macam dosa.
Inilah gambaran kehidupan neraka. Oleh karena
itu, neraka tidak lain merupakan suatu suasana
manusia menolak rahmat Allah dan memilih
hidup terpisah dari Allah dengan mengabdi
kepada cinta diri yang melawan cinta Allah.
Oleh sebab itu, kenyatan hidup yang akan datang
(Eskatologis), sangat erat kaitannya dengan hidup
sekarang, bahkan kehidupan sekarang sangat
menentukan untuk hidup yang akan datang.
Karenanya kehidupan sekarang merupakan awal
dari kehidupan yang akan datang. Hanya di dunia
ini ada kesempatan untuk bertobat dan kembali ke
jalan Tuhan sedangkan setelah kematian tidak ada
kesempatan lagi.
Memilih untuk bertobat berarti memilih untuk
hidup di tanah air surgawi dalam kebahagiaan
kekal, sedangkan memilih untuk tidak bertobat
berarti memilih neraka artinya berpisah dari Allah
yang tidak lain hidup dalam penyiksaan api yang
kekal.
Kematian kristiani berarti Allah memanggil
manusia kepada diri-Nya, bersatu dengan
kodrat-Nya yang ilahi (bdk. 2Ptr 1:4).
Karena itu Santo Paulus mengungkapkan hal
ini: "Aku ingin pergi dan diam bersama-sama
dengan Kristus" (Flp 1:23).
Santa Teresa dari Avila mengatakan: "Aku
hendak melihat Allah dan untuk melihat Dia,
orang harus mati." Kerinduan terdalam orang
kristen adalah kebahagiaan bersama Allah
sebagai Bapa dalam kerajaan-Nya yang abadi.
Di dalam dan bersama Allah, kebahagiaan yang
dirindukan itu terpenuhi dan sempurna. "Kerinduan
duniawiku sudah disalibkan di dalam aku, ada air
yang hidup dan berbicara, yang berbisik dan berkata
kepadaku: Mari menuju Bapa," demikianlah
ungkapan kerinduan Santo Ignatius dari Antiokhia.
Pandangan kristen tentang kematian dilukiskan
sangat indah dalam liturgi prefasi misa arwah: "Bagi
umat beriman-Mu ya Tuhan, hidup hanyalah
berubah, bukannya dilenyapkan, dan sesudah roboh
rumah kami di dunia ini, akan tersedia bagi kami
kediaman abadi disurga.”
Kematian merupakan titik akhir dari perjalanan hidup
manusia di dunia ini; titik akhir dari masa rahmat dan
masuk dalam kehidupan yang terakhir. Kehidupan
terakhir ini tidak ditentukan oleh seberapa besar jasa
dan perbuatan kita selama di dunia tetapi seberapa
besar kita melaksanakan hukum cinta kasih yang
merupakan hukum yang utama. Santo Yohanes Salib
mengatakan: "Pada senja hidup kita, kita akan diadili
dengan cinta kasih." Karena itu, " Apabila jalan hidup
kita sudah berakhir" (LG 48), kita tidak akan kembali
lagi untuk hidup beberapa waktu lagi di dunia
ini. "Manusia ditetapkan untuk hidup dan mati hanya
satu kali dan sesudah itu ia dihakimi" (Ibr 9:27). Setelah
kematian tidak ada "Reinkarnasi“.
Kematian mengakhiri kehidupan manusia di
dunia ini. Ia dapat menerima atau menolak
rahmat ilahi yang ditawarkan Kristus kepadanya.
Saat kematian setiap manusia menerima ganjaran
abadi dalam jiwanya yang tidak dapat mati. Ini
terjadi dalam suatu pengadilan khusus yang
menghubungkan kehidupannya dengan Kristus,
entah masuk ke dalam kebahagiaan surgawi
melalui api penyucian, atau masuk langsung ke
dalam kebahagiaan surgawi, atau mengutuki
dirinya untuk selama-lamanya dalam nyala api
yang kekal, yaitu neraka.
Orang yang hidup dalam rahmat, dalam persahabatan dengan
Allah, dan disucikan sepenuhnya, akan hidup selama-lamanya
dalam kebahagiaan bersama Allah dan dalam pesekutuan dengan
para malaikat dan para kudus di kerajaan surga, tanah air yang
kita nanti-nantikan. Mereka dapat memandang Dia dalam
keadaan yang sebenarnya (bdk. 1Yoh 3:2), memandang-Nya dari
muka ke muka (bdk. 1Kor 13:12). Saat itu, iman akan lenyap dan
pengharapan tidak ada lagi. Karena apa yang merupakan
gambaran yang samar-samar yang kita imani di dunia ini, telah
menjadi nyata; dan apa yang tidak pernah kita lihat akan menjadi
tampak dengan jelas. Pengharapan kita kepada Allah akan janji-
janji-Nya melalui wahyu-Nya telah digenapi yaitu kebahagiaan
kekal bagi semua orang beriman. Pada waktu itu yang tinggal
hanyalah cinta. Cintalah yang menyatukan kita dengan tujuan
akhir hidup kita yaitu Sang Cinta sendiri (bdk. 1Yoh 4:16).
Konsili Vatikan II dalam konstitusi Lumen Gentium
artikel 49 (LG 49) mengatakan: "Umat beriman yang mati
setelah menerima pembaptisan Kristus, kalau mereka
tidak memerlukan penyucian ketika mereka mati, atau
kalaupun ada, sesudah yang harus disucikan atau yang
akan disucikan.......sebelum pengadilan umum setelah
kenaikan Tuhan dan penyelamat kita ke surga, sudah
berada dan akan berada di surga dan firdaus surgawi
bersama Kristus dan bergabung bersama persekutuan
para malaikat yang kudus. Dan sesudah penderitaan serta
kematian Tuhan kita Yesus Kristus, jiwa-jiwa ini sudah
melihat dan sungguh melihat hakikat ilahi dengan suatu
pandangan yang langsung dan bahkan dari muka ke
muka tanpa perantaraan makhluk apa pun" (bdk.
Benedictus XII, PS 1000).
Hidup di surga berarti berada bersama Allah
dengan hakikat-Nya sebagai Allah Tritunggal;
Bapa, Putera dan Roh Kudus. "Hidup berarti, ada
bersama Kristus; di sana dengan sendirinya ada
kehidupan, di sana ada kerajaan," demikian
ungkap Santo Ambrosius. Misteri persekutuan,
kebahagiaan bersama Allah, mengatasi setiap
pikiran, gambaran, dan perasaan manusiawi kita.
Di sanalah ada kehidupan, terang, perdamaian,
perjamuan nikah, rumah Bapa, Yerusalem
surgawi dan firdaus. Itulah surga, tanah air yang
kita dambakan dalam hidup ini.
 Mendampingi pasien dengan meneguh-
kan iman, pengharapan dan kasihnya
kepada Kristus. Teguhkan: “Jangan
takut, percayalah Yesus menyembuhkan
mu !” ; “Tuhan memberkati kamu” ;
“Yesus menyelamatkan dirimu.”
 Tanyakan: ingin merayakan Sakramen
Pengampunan dan Perminyakan atau
tidak?
 Penerimaan Sakramen Pengakuan dan
Perminyakan dilakukan oleh Imam/
Pastor, maka kita harus melapor kepada
suster biara untuk memanggil Pastor utk
datang melayani keinginan pasien;
 Ibadat Memandikan jenazah.
 Ibadat dan Doa menghantar jenasah.
 Ibadat penutupan peti.
 3 hal terakhir bisa dilakukan oleh
Diakon Awam atau pemimpin ibadat.
Kalau dikaitkan dengan IMAN Katolik:
1. Hidup adalah Anugerah Allah yang
menempatkan manusia dalam kema-
nusiawiannya.
2. Sakit dan Penyakit adalah Anugerah
Allah yang memampukan manusia
menapaki peziarahan hidupnya.
3. Kematian adalah Anugerah Allah yang
menghantar manusia menuju kepada
keilahian dan keabadiannya.

Anda mungkin juga menyukai