Menyadari bahwa pilihan Allah atas dirinya begitu menakjubkan dan menyadari
betapa mulianya pengudusan Roh Kudus melalui percikan darah Kristus, membuat
petrus menaikkan pujian kepada Allah (1 Petrus 1:3), karena telah menyatakan
kematian dan kebangkitan Kristus. Kematian Yesus di kayu salib itu bukanlah suatu
tanda kekalahan, tetapi justru kemenangan. Penderitaan dan wafat-Nya itu mungkin
kuasa dosa dan maut. Karya keselamatan Kristus tidak berhenti pada kematian-Nya di
bukit Golgota, tetapi juga diikuti dengan kebangkitan-Nya pada hari yang ketiga.
Kebangkitan itu membawa hasil yang sempurna. Karena melalui itu, orang-orang
beriman memiliki hidup dengan pengharapan akan menerima warisan dan kemuliaan
yang bersifat kekal di sorga kelak. Orang percaya dapat memiliki pengharapan
demikian karena iman kepada Yesus Kristus dan karena Allah mampu memelihara
setiap orang percaya sampai pada hari yang terakhir. Inilah jaminan yang membuat
Kristus tidak dibangkitkan maka; 1) Kita masih hidup dalam dosa (1 Kor. 15;17), 2) Iman
kita menjadi sia-sia (1 Kor. 15:14), 3) Orang-orang percaya binasa (1 Kor. 15:18), 4)
Para rasul adalah Pendusta (1 Kor. 15:15). Namun, tidaklah demikian. Karena kuasa
kebangkitan Kristus membawa suatu kepastian bahwa, orang percaya dibenarkan dan
diberi hidup yang baru, hidup yang penuh harapan. Berbicara tentang harapan berarti
terkandung sebuah kerinduan akan sesuatu yang baik untuk masa depan. Contohnya:
Melalui virus Corona, orang di seluruh dunia memiliki harapan atau kerinduan yang
sama. Misalnya, bahwa mereka atau keluarga mereka tidak terjangkit virus. Bahwa
semua orang Kristen segera kembali ke gereja dan bertemu satu sama lain secara fisik.
Orang bisa kembali bekerja secepat mungkin. Siswa dan anak-anak berharap untuk
segera kembali ke kampus atau sekolah. Semua toko, restoran, salon, akan segera
dibuka lagi. Tetapi di atas semua harapan dan keinginan itu bahwa Covid-19 agar cepat
berlalu. Inilah contoh sebuah harapan. Di dalam surat-surat Paulus kehidupan Kristen
itu diterangkan sebagai hidup dari iman, kasih, dan pengharapan (1 Kor.13). 1
a. Kebangkitan Kristus
Mempercayai adanya kebangkitan itu berarti mempercayai Allah. Allah pun mempunyai
kuasa untuk membangkitkan orang mati. Hanya Dia, sang Pencipta, yang dapat
membangkitkan seseorang kembali dari kematian. Hanya Dia yang dapat memulihkan
seseorang dari kuasa kematian, dan hanya Dia yang dapat menyingkirkan sengat
kematian itu, dan kemenangan dari kubur. Melalui 1 Korintus 15, Paulus menjelaskan
secara detail makna pentingnya kebangkitan Kristus. Beberapa orang di Korintus tidak
percaya pada kebangkitan orang mati, dan dalam pasal ini Paulus memberikan enam
konsekuensi yang terjadi andai tidak ada kebangkitan: 1) pemberitaan akan Kristus
tidak ada artinya (ayat 14); 2) iman dalam Kristus tidak ada gunanya (ayat 14); 3)
1
J. Verkuyl, Etika Kristen bagian umum, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2015), h. 254
semua saksi dan pemberita kebangkitan adalah pendusta (ayat 15); 4) tidak ada yang
akan ditebus dari dosa (ayat 17); 5) orang-percaya pada zaman dulu semuanya akan
binasa (ayat 18); dan 6) orang-orang Kristen adalah orang yang paling dikasihani di
seluruh dunia (ayat 19). Hal ini berkaitan dengan penjelasan saya pada paragraf
sebelumnya.
Salah satu peristiwa sejarah yang sangat besar pengaruhnya sampai saat ini
begitu luas baik itu di kalangan umat Kristiani maupun di kalangan orang-orang yang
iblis. Sehingga menjadi suatu keyakinan yang pasti bahwa, Kristus adalah Allah yang
Kristus merupakan fondasi iman Kristen. Sangat jelas bahwa melalui kebangkitan
Kristus, orang Kristen memiliki iman dan pengharapan. Itu berarti bahwa kebangkitan
Kristus memiliki makna bagi orang-orang percaya. Seperti yang dikatakan oleh Donald
Guthrie, “Makna utama kebangkitan ialah kontribusi diberikannya bagi pengertian kita
2
mengenai pribadi dan pekerjaan Kristus”. Sejak kebangkitan Kristus, Ia sudah
memperoleh kemenangan seperti yang dikatakan oleh J. Knox Chamblin “Inti tujuan
pemerintahan Kristus yang telah dimulai adalah kemenangan atas semua musuh-Nya
2
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), h. 445
3
J.Knox Chamblin, Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribadi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1998), h. 81
b. Pengharapan
(Mzm. 40:5), kepada para bangsawan (Mzm. 118:9), kepada harta (Mzm. 62:11),
kepada milik yang berupa bait suci (Yer. 17:5), kepada berhala-berhala (Hab. 2:18).
Sebab segala pengharapan semacam itu tidak ada dasarnya. Akan tetapi taruhlah
pengharapanmu kepada Allah! (Mzm. 62:11). Dialah yang akan menolong! Di dalam
kesengsaraan yang nyata. Tetapi pada suatu waktu Ia akan memberikan pembebasan
yang sempurna, yaitu di dalam Mesias. Kitab perjanjian Lama adalah kitab
datang di dalam Mesias-Nya, pasti dan tentu. Janji-janji-Nya tidak akan meleset.
keadaannya. Dalam Perjanjian Baru segala pengharapan itu dipusatkan di dalam diri
Yesus Kristus, yang sudah datang dan yang akan datang. “Aku adalah Alfa dan
Omega, Firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang,
tegas Paulus mengatakan, “Kristus itulah Pengharapan Kita” (Kol. 1:27). Sepanjang
jalan hidup-Nya, dari palung sampai palang, segala unsur yang membuat tidak adanya
4
J. Verkuyl, Etika Kristen bagian umum, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2015), h. 256
ketiadaan kasih, kejahatan, setan, maut. Semua kekuasaan ini telah dikalahkan-Nya.
Oleh Salib dan Kebangkitan-Nya. Dialah Terang Dunia, Dialah Kebenaran, Dialah
Perdamaian kita, Dialah Kasih yang unggul, Dialah Pemenang. Pendeknya, Dialah
yang Baru itu telah dimulai, Dia sendirilah yang menjamin, bahwa akan datang suatu
dunia, yang di dalamnya akan terdapat kebenaran, kasih, keadilan, damai, kesehatan
penyakit, maut dan setan-setan sudah kalah. Ini bukan utopia,tapi semuanya ini adalah
pasti di dalam Dia, yang hidup di antara kita, yang disalibkan dan bangkit pada hari
yang ketiga. Dialah satu-satu-Nya pengharapan yang teguh bagi orang miskin, bagi
orang yang dirampas hak-hak-Nya, bagi orang yang ditindas, bagi orang yang lapar dan
Pengharapan dan hidup adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Sebagaimana zat asam perlu sekali untuk paru-paru, demikian pulalah “pengharapan
itu perlu sekali untuk kehidupan”. Karena barangsiapa yang tidak lagi menaruh
pengharapan, ia telah mati lemas secara rohani dan moral. Barangsiapa tidak lagi
menaruh pengharapan, ia telah tertimpa oleh kepanikan rohani, seperti orang yang
Kesimpulan
Kuasa kebangkitan Kristus yang membawa pengharapan ini, kiranya
menjadikan kita sebagai umat yang berpengharapan. Identitas ini harus terwujud nyata
di dalam keberanian iman kita melawan pandemic Covid-19. Sikap iman dan harap itu
diwujudkan ke dalam cinta kasih. Salah satunya adalah melalui kepatuhan kita kepada
anjuran pemerintah untuk berdiam diri di rumah, demi memutus mata rantai penyebaran
virus ini. Kita tidak boleh kalah dengan virus corona. Nyawa boleh melayang, tetapi
harapan tidak boleh hilang. Harapan baru ini sangat penting untuk semua orang.
Penting, karena harapan itu menjadi nafas, roh, spirit untuk bangkit kembali di tengah
tetap dimiliki orang percaya walaupun sedang mengalami penderitaan hidup, bahkan
virus corona sekalipun. Mengapa ? Karena penderitaan yang dialami orang beriman
berguna untuk menguji iman sehingga iman itu semakin dimurnikan dari waktu ke
waktu. Bila terbukti teruji, orang beriman layak menerima puji-pujian, kemuliaan, dan
sebuah harapan, di dalamnya terkandung sebuah kerinduan akan sesuatu hal yang
baik, yang nantinya akan terjadi di masa mendatang. Taruhlah Pengharapanmu kepada
Allah! Karena “Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita” (Ibrani
6:19a).