Anda di halaman 1dari 11

BENARKAH KRISTUS BANGKIT?

PAPER APOLOGETIKA

OLEH:
STEVEN WIJAYA / FR. PAULUS
1112018008

SEKOLAH TINGGI KATOLIK SEMINARI


SANTO YOHANES SALIB
2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi................................................................................................................................................................................i

1 Pendahuluan......................................................................................................................................................................1

2 Kebangkitan Kristus.........................................................................................................................................................1

2.1 Signifikansi Kebangkitan Kristus..............................................................................................................................1

2.2 Perdebatan Seputar “Kebangkitan”...........................................................................................................................2

3 Pembuktian tentang Kebangkitan Kristus.........................................................................................................................3

3.1 Penyangkalan terhadap Teori Mati Suri (Swoon)......................................................................................................4

3.2 Penyangkalan terhadap Teori Konspirasi..................................................................................................................5

3.3 Penyangkalan terhadap Teori Halusinasi...................................................................................................................6

3.4 Penyangkalan terhadap Teori Mitos..........................................................................................................................6

4 Simpulan...........................................................................................................................................................................8

Daftar Pustaka......................................................................................................................................................................9

i
1 PENDAHULUAN
Kristianitas lahir dan berkembang menjadi kepercayaan yang terbesar di dunia karena sebuah peristiwa yang
menakjubkan dan menggembirakan, yakni kebangkitan Kristus. Fakta bahwa Yesus telah bangkit dari kematian
merupakan kabar gembira yang besar karena dengan demikian maut telah dikalahkan, dan Yesus adalah benar-benar
Tuhan yang telah turun ke dunia, menebus dosa manusia, dan menang atas maut. Tidak mengherankan jika Injil disebut
juga sebagai “kabar gembira”, dan seluruh fondasi Kristianitas bersandar pada fakta ini. Oleh karena itu, adalah hal
yang sangat penting bagi seorang Kristen untuk dapat mempertanggungjawabkan imannya mengenai kebangkitan
Kristus, karena jika Kristus tidak benar-benar bangkit, sia-sialah seseorang menjadi orang Kristen. Pertanyaan “apakah
Yesus sungguh-sungguh bangkit?” menjadi pertanyaan yang menentukan apakah Kristianitas memang adalah agama
yang benar atau tipuan terbesar sepanjang sejarah manusia.

2 KEBANGKITAN KRISTUS1
2.1 Signifikansi Kebangkitan Kristus
Kebangkitan Kristus adalah tema utama dari setiap pewartaan yang diwartakan oleh semua orang Kristen dalam
Perjanjian Baru Tidak dapat disangkal bahwa Yesus Kristus adalah seorang sosok yang luar biasa, berwibawa, dan
bermoral tinggi. Ajaran-ajaran-Nya menggerakkan hati dan perbuatan-perbuatannya mencengangkan. Namun kabar
yang mengubah hidup dan mengguncang dunia bukanlah ajaran-ajaran Yesus, melainkan bahwa Yesus yang mengaku
diri-Nya sebagai Putra Allah dan Penyelamat dunia telah bangkit dari antara orang mati.
Ketika rasul Paulus mewartakan Injil kepada kaum Stoa dan Epikurus di Atena, mereka menyangka bahwa
Paulus sedang memperkenalkan dua orang dewa baru, Yakni Yesus dan Anastasis (bdk. Kis 17:18). Bagi mereka,
kebangkitan orang mati adalah hal yang sangat mustahil terjadi, sehingga jika ada “orang” yang bangkit dari kematian,
ia jelas-jelas bukan “manusia”. Itulah sebabnya banyak dari mereka yang menolak pewartaan Paulus, dan betapa “baru”
nya kabar ini bagi dunia.
Argumen yang cukup masuk akal untuk menantang para skeptis ini adalah demikian: jika dapat dibuktikan
bahwa Yesus sungguh-sungguh bangkit, apakah engkau akan percaya kepada-Nya? Karena jika Yesus benar-benar
bangkit, Ia adalah benar-benar Allah dan bukan sekedar manusia biasa, seperti yang telah dikatakan-Nya. Dengan
demikian, segala sesuatu yang dikatakan dan diajarkan-Nya adalah benar karena Allah tidak mungkin berdusta.
Sebaliknya, jika Yesus tidak benar-benar bangkit, maka Kristianitas adalah sebuah kesia-siaan.2 Rasul Paulus
merangkum hal ini dengan sangat jelas:
Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan
kamu. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah
membangkitkan Kristus padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak
dibangkitkan. Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus
tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa
juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada
Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. (1 Kor 15:14-19)

Kebangkitan Kristus membedakan dengan tegas antara Yesus dengan para pendiri agama/kepercayaan lain.
Semua pendiri agama: Abraham, Muhammad, Buddha, Konfusius, Lao-Tzu, dan lain-lain telah meninggal dan tulang-
tulangnya masih ada di dalam kubur. Sedangkan, kubur Yesus kosong.3
Kebangkitan Kristus juga memiliki signifikansi praktis karena dengan kebangkitan-Nya, Kristus
menyempurnakan karya penebusan-Nya bagi umat manusia, yakni penyelamatan manusia dari dosa dan akibat-
akibatnya (bdk. Rm 6:23). “Jika kebangkitan Kristus hanyalah proyeksi dari kerinduan, fantasi, kenangan, dan perasaan

1
Struktur dan isi dari pembahasan ini secara garis besar diambil dari Peter KREEFT & Ronald K. TACELLI, Handbook of Catholic
Apologetics, Ignatius Press, San Francisco (CA) 2009, bab IX.
2
Matthew LEVERING, Did Jesus Rise from the Dead?: Historical and Theological Reflections, Oxford University Press, Oxford
2019, 210.
3
Untuk perbandingan yang komprehensif antara Yesus dan para pendiri agama lain, bdk. Kenneth Richard SAMPLES, God Among
Sages: Why Jesus Is Not Just Another Religious Leader, Baker Books, Grand Rapids (MI) 2017, bagian II.

1
lega atas pengampunan, atau isi dari sebuah pengalaman rohani dari murid-murid Yesus, maka kita masih berada dalam
dosa.”4
Selain itu, implikasi dari kebangkitan Kristus bagi mereka yang percaya kepadanya sungguh besar. Peristiwa
kebangkitan Kristus adalah bukti yang paling jelas, konkret, dan meyakinkan bahwa: hidup memiliki arti, cinta lebih
kuat dari pada maut, dan kebaikan akan menang, sehingga manusia dapat hidup dengan penuh harapan . Implikasi ini
sangat nyata dalam diri para rasul sebelum dan sesudah peristiwa kebangkitan Kristus. Sebelumnya, mereka
menyangkal Guru mereka, kabur, dan menyembunyikan diri di dalam ruang tertutup dalam ketakutan dan kebimbangan.
Sesudahnya, mereka diubah menjadi pewarta yang gagah berani, mewartakan Injil dengan penuh keyakinan dan
sukacita, bahkan hingga menumpahkan darah. Mereka menjadi saksi-saksi yang mengubah dunia. Efek dari
kebangkitan Kristus ini masih nyata hingga saat ini. Jika orang menerima kenyataan ini dengan iman, Ia akan
menyatakan kuasa-Nya yang dahsyat sebagaimana yang telah dilakukannya dua ribu tahun yang lalu.

2.2 Perdebatan Seputar “Kebangkitan”


Orang yang percaya bahwa Kristus telah “bangkit” berarti percaya bahwa ia juga akan “bangkit” bersama
Kristus, yakni mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh Kristus. Namun, terdapat perdebatan mengenai
“kebangkitan” yang dialami oleh Yesus. Oleh karena itu, sebelum membahas mengenai kebangkitan Kristus, perlu
diluruskan terlebih dahulu mengenai terminologi “kebangkitan” ini.
Dari pewartaan para rasul, “bangkit” berarti kebangkitan badan, bahwa badan yang sudah menjadi mayat
“terbangun” dan hidup kembali. Kata-kata yang digunakan pada syahadat iman adalah anastasis sarkos
(bangun/berdirinya badan) dan anastasis nekron (berdirinya mayat). Kedua kata ini memiliki makna yang sangat
konkret. Anastasis adalah kata kerja untuk perubahan posisi/postur tubuh, sedangkan sarkos dan nekron adalah tubuh
yang nyata. Artinya, tubuh yang sudah mati akan bangkit kembali.
Akan tetapi, pertanyaan mengenai seperti apakah tubuh yang bangkit ini menimbulkan perdebatan. Pasti ada
yang berubah pada tubuh Kristus yang bangkit karena para murid tidak dapat langsung mengenali-Nya ketika Ia
menampakkan diri kepada mereka. Paulus mengatakan bahwa tubuh yang baru ini akan berbeda dari tubuh yang lama
seperti halnya matahari dari bulan, manusia dari binatang, dan tumbuhan dari biji-bijian (bdk. 1 Kor 15).
Selain itu, pertanyaan mengenai bagaimana persisnya Yesus bangkit juga menimbulkan perdebatan. Tidak ada
orang yang menyaksikan bagaimana persisnya hal itu terjadi. Tidak ada yang tahu “teknologi” seperti apa yang
digunakan oleh Allah. Meskipun demikian, kebangkitan Kristus dapat dibedakan dari sepuluh alternatif yang sering kali
menyesatkan:
1. Kristus yang bangkit bukanlah hantu, seperti yang disangka oleh para rasul pada awalnya
(bdk. Luk 24:36-43). Kristus menyangkal hal ini dengan menunjukkan tangan dan kaki-Nya yang
berlubang dan memakan ikan goreng. Hantu adalah makhluk tanpa tubuh, sedangkan Kristus yang bangkit
memiliki tubuh yang nyata.
2. Kebangkitan Kristus berbeda dengan pengalaman “mati suri” (resuscitation), seperti yang
dialami oleh Lazarus. Tubuh Lazarus yang “bangkit” sama persis dengan tubuh lamanya sebelum ia
dikuburkan, sedangkan tubuh Kristus yang bangkit berbeda dengan tubuh-Nya sebelumnya. Pengalaman
Lazarus mirip dengan pengalaman jutaan pasien yang sekarat (near death experience) dan mengalami
pengalaman di luar tubuh (out of body experience) di mana mereka akan mati lagi. “Kebangkitan” mereka
hanyalah sementara, sedangkan kebangkitan Yesus adalah permanen.
3. Kebangkitan Kristus bukanlah peristiwa reinkarnasi. Reinkarnasi hanya akan memberikan
tubuh lain yang dapat mati. Tubuh Kristus yang bangkit tidak dapat mati (immortal). Selain itu, fakta
bahwa para murid masih dapat mengenali-Nya menyatakan bahwa Kristus tidak mengambil tubuh lain
seperti yang diajarkan oleh paham reinkarnasi. Ada kesinambungan antara tubuh Kristus yang baru dan
yang lama.
4. Kebangkitan Kristus berbeda dari pembebasan jiwa dari penjara tubuh, seperti yang
dipercayai dan diharapkan oleh para pengikut Platonisme dan Gnostisisme. Jika demikian halnya,
kebangkitan Kristus bukanlah hal yang baru. Akan tetapi, para murid Kristus menceritakan dan menuliskan

4
Robert BARRON, The Priority of Christ: Toward a Postliberal Catholicism Brazos Press, Grand Rapids, (MI) 2007, 126–7.

2
peristiwa tersebut sebagai suatu hal yang sama sekali baru, yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam
sejarah.5
5. Kebangkitan Kristus berbeda dari pencerahan, nirwana, mokhsa, satori, dan sejenisnya,
yakni kepercayaan Hindu dan Buddha akan kehidupan setelah kematian: lenyapnya pribadi karena terserap
ke dalam “Yang Satu”. Kristus yang bangkit adalah seorang individu yang sangat nyata, distingtif, dan
bahkan memiliki tubuh.
6. Kebangkitan Kristus berbeda dari peristiwa kenaikan/pengangkatan ke surga, seperti yang
diyakini oleh orang Yahudi dialami oleh Musa, Enokh, dan Elia. Yesus tidak dibawa dari bumi ke surga,
melainkan dari dunia orang mati ke dunia orang hidup.
7. Kebangkitan Kristus berbeda dari visiun/penampakan. Visiun apapun, entah disebabkan oleh
Allah, manusia, maupun roh jahat selalu bersifat rohani dan subyektif karena berada di alam bawah
sadar/psikis manusia. Kristus yang bangkit disaksikan oleh banyak orang sekaligus di muka umum. Ia dapat
disentuh dan secara obyektif orang-orang dapat menyaksikannya makan.
8. Kebangkitan Kristus berbeda dari legenda. Legenda hanyalah fiksi yang diciptakan oleh akal
manusia. Kebangkitan Kristus adalah “legenda yang menjadi nyata” karena dibuat dan dilakukan oleh
Allah sendiri.
9. Kebangkitan Kristus berbeda dari mitos. Mitos tidak memiliki aspek sejarah karena hanya
menampilkan kebenaran dalam bentuk simbolis. Kebangkitan Kristus benar-benar terjadi dalam sejarah,
dalam waktu dan tempat yang nyata, dan disahkan oleh banyak saksi mata. Petrus dengan jelas
membedakan kebangkitan Kristus dengan mitos dan legenda dalam suratnya: “Sebab kami tidak mengikuti
dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan
Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya.” (2 Ptr 1:16)
10. Kebangkitan Kristus bukanlah kebangkitan dalam “iman” seperti yang diutarakan oleh kaum
modernis, yakni bahwa kebangkitan Kristus hanya terjadi di dalam hati para murid. Iman, seperti halnya
pengetahuan, membutuhkan sebuah obyek untuk diimani. Obyek ini haruslah sesuatu yang berada di luar
dirinya, atau ia hanya akan menjadi cermin yang memantulkan cermin kosong, sebagaimana halnya
mencoba untuk mengetahui rasa suatu makanan tanpa makan. Para rasul tidak mungkin mengalami
kebangkitan iman tanpa kebangkitan yang harfiah.

3 PEMBUKTIAN TENTANG KEBANGKITAN KRISTUS6


Untuk dapat membuktikan kebangkitan Kristus secara obyektif, metode pembuktian yang dilakukan tidak dapat
didasarkan pada presuposisi dan asumsi yang tidak dapat diterima oleh semua orang, seperti misalnya bahwa mukjizat
itu ada dan bahwa Kitab Suci tidak dapat salah. Pembuktian juga tidak dapat didasarkan hanya pada kisah-kisah
penampakan yang tertulis dalam Kitab Suci. Pembuktian harus didasarkan pada fakta yang secara obyektif dapat
diterima oleh semua orang, yakni teks-teks Kitab Suci Perjanjian Baru yang ada saat ini, eksistensi agama Kristen
seperti adanya saat ini, dan fakta historis bahwa Yesus Kristus benar-benar pernah hidup di dunia ini dua ribu tahun
yang lalu dan disalibkan di Yerusalem. Dalam hal ini, bahkan orang-orang yang tidak percaya akan kebenaran Kitab
Suci mengakui bahwa ada kejadian-kejadian di dalam Kitab Suci yang memang benar secara historis. Misalnya, seorang
ahli sejarah yang skeptis, John Dominic Crossan menyangkal bahwa Yesus bangkit, namun ia dengan yakin mengakui
bahwa Yesus memang pernah hidup dan disalibkan.7 Nada yang sama diutarakan oleh seorang cendikiawan ateis, Gerd
Ludemann yang mengatakan bahwa “secara historis, dapat dipastikan bahwa Petrus dan para rasul mengalami
pengalaman di mana Yesus menampakkan diri kepada mereka sebagai Kristus yang bangkit.”8
Dengan demikian, satu-satunya pertanyaan yang menentukan adalah: apa yang sesungguhnya terjadi di
Yerusalem pada hari pertama Minggu Paskah? Hanya ada lima teori yang mungkin: Kristianitas, halusinasi, mitos,
konspirasi, dan mati suri (swoon). Berikut adalah peta kemungkinannya:

5
Bdk. C.S. LEWIS, Miracles, ed. Revisi, HarperOne, San Francisco (CA) 2015, bab XVI.
6
Struktur dan isi dari pembahasan ini secara garis besar diambil dari Peter KREEFT & Ronald K. TACELLI, Handbook of Catholic
Apologetics, Ignatius Press, San Francisco (CA) 2009, bab IX.
7
Bdk. John Dominic CROSSAN, Jesus: A Revolutionary Biography, HarperCollins, San Francisco (CA) 2009, 163.
8
Bdk. Gerd LÜDEMANN, What Really Happened to Jesus? (terj. Inggris John BOWDEN), Westminster John Knox Press, Louisville
(KY) 1995, 80.

3
Teori nomor 2 dan 4 mengakibatkan sebuah dilema: jika Yesus tidak bangkit, maka para murid bisa jadi tertipu
(jika mereka mengira bahwa Ia bangkit) atau penipu (jika mereka tahu bahwa Ia tidak bangkit). Para modernis tidak
dapat lepas dari dilema ini, sehingga mereka menciptakan jalan tengah, yakni teori mitos. Teori ini adalah yang
alternatif yang paling populer saat ini.
Oleh karena itu, kemungkinan-kemungkinan yang ada adalah: 1) kebangkitan Kristus sungguh terjadi, 2) para
murid tertipu oleh halusinasi, 3) para murid mengarang sebuah mitos, tanpa maksud literer, 4) para murid adalah penipu
yang melakukan konspirasi untuk menciptakan kebohongan terbesar dalam sejarah, atau 5) Yesus hanya pingsan dan
bangun lagi (resuscitate), tidak bangkit. Semua teori ini secara logis mungkin terjadi, dan tidak ada kemungkinan lain.
Maka, jika teori 2, 3, 4, dan 5 dapat disangkal dan dieliminasi, maka hal itu akan membuktikan bahwa hanya teori 1
yang benar, yakni bahwa Yesus sungguh bangkit.
Dalam bagian selanjutnya akan dipaparkan argumen-argumen yang menyangkal keempat teori alternatif
tersebut, mulai dari yang paling sederhana dan kurang populer hingga yang paling rumit dan populer, yakni teori mati
suri, teori konspirasi, teori halusinasi, dan teori mitos.

3.1 Penyangkalan terhadap Teori Mati Suri (Swoon)


Teori mati suri tidak menyangkal kebenaran teks Kitab Suci, melainkan menggunakannya untuk menjelaskan
apa yang terjadi, yakni bahwa Yesus hanya mati suri. Oleh karena itu, teori ini dapat disangkal dengan menggunakan
teks Kitab Suci yang sama. Terdapat beberapa fakta kuat yang menyangkal teori mati suri:
1. Yesus tidak mungkin selamat dari penyaliban. Penyaliban adalah bentuk hukuman fisik yang sangat
menyiksa, dan para serdadu sangat teliti untuk memastikan bahwa korban penyaliban benar-benar mati.
Mereka bahkan dapat dihukum mati jika membiarkan korban tetap hidup. Selain itu, pada tahun 1986,
Asosiasi Medis Amerika mempublikasikan sebuah paper yang menganalisis proses penyaliban pada masa
Yesus.9 Analisis tersebut menunjukkan bahwa Yesus tidak mungkin selamat dari penyaliban.
2. Fakta bahwa para serdadu tidak mematahkan kaki Yesus menunjukkan bahwa mereka yakin bahwa Yesus
telah mati, tidak seperti kedua kriminal lainnya (bdk. Yoh 19:31-33).
3. Yohanes, sebagai seorang saksi mata, menyaksikan darah dan air keluar dari lambung Yesus yang tertusuk
tombak (bdk. Yoh 19:34-35). Hal ini menunjukkan bahwa Yesus sudah mati karena sesak nafas.
4. Mayat Yesus sepenuhnya dibungkus oleh kain kafan dan dimakamkan (bdk. Yoh 19:38-42). Hal ini tidak
mungkin dilakukan pada orang yang masih setengah hidup.
5. Penampakan Yesus yang bangkit meyakinkan para murid bahwa Yesus telah bangkit dengan mulia (bdk.
Yoh 20:19-29). Secara psikologis, mereka tidak akan menyimpulkan demikian jika mereka melihat Yesus
yang sekarat dan membutuhkan pertolongan medis. Mereka tidak akan menyebutnya sebagai “Tuhan yang
mengalahkan maut.”
6. Tidak mungkin serdadu yang menjaga kubur Yesus dikalahkan oleh Yesus yang sedang sekarat. Jika para
murid yang mengalahkan mereka, hal itu berarti para murid berbohong ketika menulis Injil. Ini adalah teori
konspirasi yang akan disangkal pada bagian berikut.
7. Tidak mungkin Yesus yang sedang sekarat menggulingkan batu besar yang mengunci kuburnya. Tidak
mungkin batu itu digulingkan oleh orang Yahudi yang menyegelnya atau serdadu Romawi yang ditugaskan
untuk menjaganya. Keterangan bahwa para serdadu tertidur dan para murid mencuri mayat Yesus (bdk.
Mat 28:11-15) tidak dapat dipercaya, karena para serdadu Romawi yang disiplin tidak akan tertidur saat

9
William EDWARDS, Wesley GABEL, dan Floyd HOSMER, “On the Physical Death of Jesus Christ”, dalam Journal of the American
Medical Association, vol. 255, no. 11 (21 Maret 1986), 1457. Untuk fakta yang lebih komprehensif mengenai hal ini, bdk. Thomas
A. MILLER, Did Jesus Really Rise from the Dead? A Surgeon-Scientist Examines the Evidence, Crossway Wheaton (IL) 2013, bab
III.

4
menjalankan tugasnya, dan kalaupun mereka tertidur, mereka akan segera terbangun mendengar suara batu
besar yang digulingkan.
8. Jika Yesus hanya bangun setelah mati suri, Ia akan melanjutkan hidup “normal”-Nya di dunia dan mungkin
akan mati lagi. Namun tidak ada data historis apa pun mengenai kehidupan “normal” Yesus setelah
penyaliban-Nya.
Teori mati suri pada akhirnya mau tidak mau akan berpaling pada teori konspirasi atau halusinasi, karena
faktanya, para murid sendiri mengatakan bahwa Yesus tidak mati suri, melainkan benar-benar mati dan bangkit.

3.2 Penyangkalan terhadap Teori Konspirasi


Teori konspirasi mengatakan bahwa para murid berkonspirasi untuk mengarang cerita bahwa Yesus bangkit.
Namun terdapat banyak kejanggalan dari segi historis dan psikologis dalam teori ini:
1. Kebangkitan badan adalah hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kebohongan biasanya disasarkan
pada sesuatu yang masuk akal dan meyakinkan. Para murid tidak memiliki dasar kepercayaan untuk
mengarang cerita yang sama sekali baru dan mengundang pertanyaan.
2. Bagaimana mungkin para murid sepakat untuk membuat kebohongan dengan mengatakan bahwa Yesus
bangkit, dan dengan teguh menghadapi segala siksaan bahkan rela mati demi “kebohongan” yang mereka
ciptakan sendiri? Fakta bahwa tidak ada satu orang murid pun dalam sejarah yang mengaku di bawah
hasutan, tekanan, maupun siksaan, bahwa kisah kebangkitan Yesus hanyalah tipuan menunjukkan bahwa
konspirasi ini tidak pernah terjadi.
3. Jika para murid benar-benar menciptakan kisah kebangkitan Yesus, maka mereka adalah para pengarang
fiktif yang paling kreatif dan cerdas sepanjang sejarah. Kisah-kisah yang dikarang oleh para nelayan tidak
mungkin sedemikian meyakinkan, mengubah hidup, dan bertahan demikian lama.
4. Perubahan drastis dalam hidup para murid sebelum dan sesudah kebangkitan Yesus membuktikan kejujuran
mereka dan juga akan sesuatu hal yang dahsyat yang telah terjadi. Tidak mungkin perubahan tersebut
dihasilkan dari sebuah kebohongan. Fakta bahwa orang-orang sederhana dan tidak terpelajar ini berhasil
meyakinkan orang-orang Roma yang terpelajar, berkuasa, dan keras kepala semakin menguatkan
pernyataan ini.10
5. Tidak ada motif yang cukup kuat bagi para murid untuk berbohong. Kebohongan biasanya dibuat untuk
mencari keuntungan. Satu-satunya “keuntungan” yang didapat oleh para murid dari “kebohongan” mereka
adalah bahwa mereka dibenci, diejek, disiksa, diusir, dipenjara, disiksa, direbus, dibakar, dipenggal,
dikuliti, dan dijadikan makanan singa.
6. Jika kebangkitan Yesus adalah kebohangan, maka para lawan murid-murid (orang-orang Yahudi dan
Romawi) hanya perlu mengeluarkan mayat Yesus dan menunjukkan bahwa hal ini adalah tipuan. Namun
mereka tidak dapat menemukan mayat Yesus. Hal ini sulit dijelaskan, karena seperti yang telah dibahas
dalam teori mati suri, tidak mungkin para murid berhasil mengalahkan serdadu Romawi dan mencuri mayat
Yesus.
7. Para murid tidak mungkin mewartakan kebangkitan Yesus di Yerusalem, di waktu dan tempat yang sama,
dengan begitu banyak saksi mata, jika hal itu hanyalah sebuah kebohongan. Fakta bahwa mereka berani
mewartakan kebangkitan Yesus di Yerusalem di hadapan para musuhnya hanya beberapa minggu setelah
penyaliban Yesus menunjukkan bahwa apa yang mereka wartakan adalah benar.11
Pada akhirnya, jika memang telah terjadi sebuah konspirasi, maka para lawan murid-murid pasti akan dapat
membongkarnya karena mereka memiliki motivasi dan kemampuan yang lebih dari cukup untuk melakukannya.
Dengan kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki, tidak mungkin tipuan para murid dapat bertahan lama. Di sisi
lain, tidak ada seorang Kristen pun yang percaya bahwa kebangkitan hanyalah konspirasi, karena jika demikian adanya,
mereka tidak akan menjadi Kristen.

10
Bdk. Thomas AQUINAS, Summa Contra Gentiles (terj. Inggris Vernon J. BOURKE), University of Notre Dame Press, Notre Dame
1956, I, 6.
11
Bdk. William Lane CRAIG, Knowing the Truth About the Resurrection, Servant Publishing, Cincinnati (OH) 1988 bab VI.

5
3.3 Penyangkalan terhadap Teori Halusinasi
Teori halusinasi mengatakan bahwa para murid hanya mengira bahwa mereka melihat Yesus yang bangkit,
berjalan, dan berbicara karena mereka mengalami halusinasi. Hal ini sangat tidak mungkin terjadi, karena:
1. Halusinasi bersifat pribadi dan subyektif. Akan tetapi, dalam kasus kebangkitan Yesus terdapat begitu
banyak saksi mata. Rasul Paulus menyebutkan daftar saksi mata yang berjumlah ratusan orang dan
kebanyakan masih hidup sehingga mereka dapat memberi kesaksian yang obyektif tentang kebangkitan
Yesus (bdk. 1 Kor 15:3-8). Jika ia berbohong, para musuhnya pasti dapat membuktikan kebohongan ini.
2. Para saksi mata dapat memberikan kesaksian yang valid. Mereka adalah orang-orang sederhana, waras, dan
apa adanya.
3. Lima ratus orang secara bersamaan menyaksikan Yesus yang bangkit (bdk. 1 Kor 15:6). Hal ini jauh lebih
kuat dari pada lima ratus halusinasi Yesus secara pribadi yang dialami oleh lima ratus orang di waktu dan
tempat yang berbeda.
4. Halusinasi biasanya hanya bertahan beberapa detik atau menit. “Halusinasi” Yesus ini bertahan selama empat
puluh hari (bdk. Kis 1:3).
5. Halusinasi biasanya hanya terjadi hanya sekali, kecuali pada orang gila. “Halusinasi” Yesus ini datang
berkali-kali kepada orang-orang biasa (bdk. Yoh 20:19-21:14).
6. Halusinasi datang dari dalam, sebagai proyeksi dari psikis alam bawah sadar manusia. “Halusinasi” Yesus ini
dapat berbicara dan melakukan hal-hal yang mengejutkan dan di luar dugaan mereka yang menyaksikannya,
selayaknya orang sungguhan dan bukan mimpi (bdk. Kis 1:4, 9).
7. Halusinasi tidak menimbulkan keraguan. Namun, para murid pada awalnya bahkan tidak percaya dengan apa
yang mereka lihat. Yesus bahkan harus minta ikan goreng dan memakannya di hadapan mereka untuk
membuktikan bahwa ia bukan hantu (bdk. Luk 24:36-43).
8. Halusinasi tidak dapat menyentuh dan menggerakkan benda-benda, apalagi makan. “Halusinasi” Yesus ini
makan setidaknya dalam dua kesempatan (bdk. Luk 24:42-43, Yoh 21:1-14). Para murid juga sempat
menyentuh-Nya (bdk. Mat 28:9, Luk 24:39, Yoh 20:27).
9. Halusinasi adalah hasil imajinasi, sehingga tidak mungkin orang terlibat dalam percakapan yang mendalam
dan dalam waktu yang lama dengan halusinasi, kecuali ia gila. “Halusinasi” Yesus bercakap-cakap dengan
setidaknya sebelas orang murid secara bersamaan, selama empat puluh hari (bdk. Kis 1:3).
10. Para murid tidak akan percaya akan halusinasi yang mereka lihat jika mayat Yesus masih terbaring di dalam
kubur. Mereka dapat memeriksanya. Kalaupun mereka percaya begitu saja, para lawan mereka dapat
memeriksa kubur Yesus untuk membuktikan kesesatan mereka. Namun mayat Yesus tidak ada di sana,
sehingga muncul kesulitan seperti yang telah dibahas dalam teori konspirasi di atas.
Pada akhirnya, teori halusinasi hanya dapat menjelaskan penampakan Yesus setelah Ia wafat. Teori ini tidak
dapat menjelaskan kubur kosong, batu yang terguling, atau ketidakmampuan para murid/orang Yahudi untuk
menunjukkan mayat Yesus.

3.4 Penyangkalan terhadap Teori Mitos


Bentuk penyangkalan terhadap kebangkitan Yesus yang paling populer saat ini adalah untuk menghindari dilema
antara para murid sebagai orang yang tertipu (teori halusinasi) dan para murid sebagai penipu (teori konspirasi) dengan
cara menafsirkan Injil secara kiasan, yakni sebagai mitos yang tidak secara literer benar atau salah, melainkan benar
secara simbolis/rohani. Namun demikian, teori ini pun memiliki banyak kecacatan:
1. Bentuk narasi Injil sangat berbeda dengan gaya penulisan mitos. Injil lebih mirip dengan laporan sejarah apa
adanya, tanpa hal yang dibesar-besarkan, inkonsisten, dengan tingkat kedalaman psikologis yang tinggi dan
pengembangan karakter yang sangat dalam. Selain itu, detail-detail kisah dalam keempat Injil menunjukkan
bahwa mereka adalah saksi mata dari kejadian-kejadian tersebut. 12 Mereka tidak sedang mengarang sebuah
mitos. Lagipula, tidak mungkin keempat penginjil dengan latar belakang dan tempat yang berbeda ini
mengarang kisah yang sama dengan segala detailnya. Dalam hal ini, C.S. Lewis pernah berkata bahwa orang
12
Bdk. Richard L. PURTILL, Thinking About Religion: A Philosophical Introduction to Religion, Prentice-Hall, New Jersey 1978, 75-
76.

6
yang menganggap kisah kebangkitan sebagai sebuah mitos adalah mereka yang belum pernah membaca
cukup banyak mitos (untuk dapat membedakannya). 13 Injil adalah mitos yang menjadi fakta karena ditulis
oleh Allah sendiri.14
2. Mitos membutuhkan waktu agar dapat berkembang. Perlu ada beberapa generasi sebelum elemen-elemen
mitos dapat disalahmengertikan sebagai fakta, sedangkan manuskrip Injil yang terakhir ditulis paling lama
pada abad kedua. Surat-surat Paulus yang mengkonfirmasi kisah kebangkitan Yesus bahkan ditulis di abad
pertama. Jika ada elemen kisah yang tidak sesuai, para saksi mata pasti dapat meluruskan dan membuang
versi yang keliru tersebut.15 Sebagai perbandingan, kisah-kisah mitos dan legenda-legenda yang
mengagumkan seputar Buddha, Lao-Tzu, dan Muhammad baru bermunculan beberapa generasi (ratusan
tahun) setelah kematian mereka.
3. Dua saksi mata yang disebutkan dalam Injil adalah wanita. Para wanita memiliki status sosial yang rendah di
masyarakat Yudaisme abad pertama, dan suara mereka tidak diperhitungkan dalam persidangan. Jika kisah
kebangkitan dan kubur kosong dimaksudkan untuk dijadikan sebuah mitos, maka para pengarangnya akan
memastikan bahwa para kubur kosong itu tidak ditemukan oleh kaum wanita, melainkan sosok yang lebih
berwibawa dan meyakinkan. Di lain pihak, jika para penulis Injil benar-benar hanya berusaha untuk
menuliskan apa yang mereka saksikan, mereka akan tetap menuliskan kisah tersebut apa adanya, meskipun
kurang meyakinkan dari sudut pandang sosial maupun legal.16
4. Para penulis Perjanjian Baru tidak mungkin salah menafsirkan mitos dan keliru menanggapnya sebagai fakta,
karena di dalamnya terdapat pembedaan yang jelas antara mitos dan fakta, dan penolakan terhadap penafsiran
mistis (bdk. 2 Ptr 1:16). Dengan gamblang Petrus mengatakan bahwa kebangkitan bukanlah mitos, sehingga
kalaupun hal tersebut sungguh-sungguh adalah mitos, itu berarti bahwa ia dengan sadar menipu dan hal ini
menimbulkan dilema konspirasi/halusinasi yang telah dibahas.
5. Teori mitos mengasumsikan adanya dua lapisan realitas dalam Injil, yakni lapisan pertama berupa Yesus
historis yang tidak ilahi, yang tidak melakukan mukjizat, dan yang tidak bangkit; dan lapisan kedua berupa
Yesus mitologis yang mengaku diri sebagai Allah, melakukan aneka mukjizat, dan bangkit dari kematian.
Akan tetapi, keberadaan lapisan pertama tidak dapat dibuktikan. Faktanya, mereka yang mempromosikan
teori ini sendiri tidak pernah berusaha untuk mencari versi Injil yang orisinil (lapisan pertama) ini. 17
Manuskrip-manuskrip Injil dan kitab-kitab Perjanjian Baru yang telah ditemukan dan ada saat ini semuanya
mengandung kisah-kisah mukjizat dan kebangkitan Kristus.18
6. Teks-teks/manuskrip Perjanjian Baru adalah teks kuno yang paling dapat dipertanggungjawabkan
otentisitasnya secara historis. Banyak kejadian di masa lampau yang secara unanim diterima oleh para
sejarahwan memiliki bukti-bukti tertulis yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kejadian-kejadian
biblis, dan dokumen yang dijadikan pegangan oleh para sejarahwan berkaitan dengan kejadian-kejadian
tersebut ditulis jauh lebih lama sesudahnya dibandingkan dengan dokumen-dokumen yang mencatat
kejadian-kejadian biblis.
Lebih jauh lagi, teks-teks kejadian biblis memiliki jumlah salinan dokumen yang jauh lebih banyak
dibandingkan dengan teks-teks sejarah sekuler apa pun, dan salinan yang ditemukan berasal dari periode
yang jauh lebih awal dibandingkan dengan teks-teks yang menjadi dasar untuk merekonstruksi sejarah
sekuler. Dengan demikian, jika saja sejarah biblis tidak mengandung kisah-kisah mukjizat, bisa jadi hal itu
telah diterima sebagai fakta sejarah yang kuat, bahkan lebih kuat daripada sejarah Yunani dan Romawi
kuno.19 Untuk mendukung pernyataan ini, berikut adalah perbandingan teks-teks manuskrip Perjanjian Baru
dibandingkan dengan beberapa teks-teks sejarah sekuler:

13
Bdk. C.S. LEWIS, Walter HOOPER (ed.) “Myth Became Fact.”, dalam God in the Dock: Essays on Theology and Ethics, Wm. B.
Eerdmans Publishing, Grand Rapids (MI) 2001, 63-67.
14
ibid.
15
Bdk. Julius MULLER, The Theory of Myths in Its Application to the Gospel History Examined and Confuted, Chapman, London
1844, 26.
16
Bdk. N.T. WRIGHT, The Resurrection of the Son of God, Fortress Publishing, Minneapolis 2003, 607–608.
17
AUGUSTINE, Confessions (terj. Inggris: Hendry CHADWICK), Oxford University Press, New York (NY) 2008, V, 11.
18
William Lane CRAIG, Reasonable Faith: Christian Truth and Apologetics, Crossway Books, Wheaton (IL) 2008, bab VI.
19
PURTILL, op. cit., 84-85.

7
Waktu Rentang Jumlah
Penulis Judul Manuskrip Tertua
Penulisan Waktu Salinan
Homer Iliad 800 SM c. 400 SM c. 400 tahun 643
Herodotus History 480–425 SM c. 900 M c. 1,350 tahun 8
Thucydides History 460–400 SM c. 900 M c. 1,300 tahun 8
Plato   400 SM c. 900 M c. 1,300 tahun 7
Demosthenes   300 SM c. 1100 M c. 1,400 tahun 200
Caesar Gallic Wars 100–44 SM c. 900 M c. 1,000 tahun 10
Livy History of 59 SM–17 M Abad ke-4, c. 400 tahun 1 (parsial)
Rome sebagian besar abad ke-10. c. 1,000 tahun 19 (salinan)
Tacitus Annals 100 M c. 1100 M c. 1,000 tahun 20
Pliny Secundus Natural 61–113 M c. 850 M c. 750 tahun 7
History
Para penulis Perjanjian 50–100 M c. 114 (fragmen) +50 tahun 5.700*
Perjanjian Baru Baru c. 200 (buku) 100 tahun
c. 250 (sebagian besar PB) 150 tahun
c. 325 (PB utuh) 225 tahun
*Hanya dalam bahasa Yunani, belum termasuk bahasa lain. Jika dijumlahkan, totalnya melebihi 25.000 buah

Tabel 1 - Perbandingan Manuskrip dari Teks-teks Kuno20

Fakta ini menunjukkan bahwa kisah kebangkitan adalah sebuah fakta sejarah. Para penulisnya sama sekali tidak
berniat untuk menciptakan sebuah mitos, dan mereka bahkan dengan jelas mengatakan bahwa kisah ini bukan mitos
(bdk. 2 Ptr 1:16). Hal ini didukung dari bentuk narasi, isi narasi, dan kualitas/kuantitas manuskrip yang sangat
meyakinkan, yang semuanya secara unanim mengatakan hal yang sama: Yesus sungguh bangkit.

4 SIMPULAN
Tidak ada teori yang dapat menjelaskan dengan meyakinkan keberadaan Injil, asal-usul iman Kristiani,
ketidakmampuan para musuh Kristus untuk menunjukkan mayat-Nya, kubur yang kosong, batu kubur yang terguling,
maupun penampakan-penampakan dari Kristus yang bangkit. Teori mati suri, konspirasi, halusinasi, dan mitos tidak
dapat menjelaskan hal ini tanpa menyangkal beberapa fakta yang tidak dapat disangkal, sehingga semuanya telah
terbukti salah. Dengan demikian, hanya ada satu kemungkinan yang tersisa, yakni satu-satunya alternatif yang benar:
Yesus sungguh bangkit, sesuai dengan iman Kristiani.

20
Josh MCDOWELL, Evidence for Christianity, Thomas Nelson, Nashville (TN) 2006, 65.

8
DAFTAR PUSTAKA

Alkitab dan Dokumen Gereja

Alkitab Deuterokanonika (TB1), ed. II, cet. II, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta 2001.

Sumber Buku

AUGUSTINE, Confessions (terj. Inggris: Hendry CHADWICK), Oxford University Press, New York (NY) 2008.

AQUINAS, Thomas, Summa Contra Gentiles (terj. Inggris Vernon J. BOURKE), University of Notre Dame Press, Notre
Dame 1956.

BARRON, Robert, The Priority of Christ: Toward a Postliberal Catholicism Brazos Press, Grand Rapids, (MI) 2007.

CRAIG, William Lane, Knowing the Truth About the Resurrection, Servant Publishing, Cincinnati (OH) 1988.

______, Reasonable Faith: Christian Truth and Apologetics, Crossway Books, Wheaton (IL) 2008.

CROSSAN, John Dominic, Jesus: A Revolutionary Biography, HarperCollins, San Francisco (CA) 2009.

KREEFT, Peter & TACELLI, Ronald K., Handbook of Catholic Apologetics, Ignatius Press, San Francisco (CA) 2009.

LEVERING, Matthew, Did Jesus Rise from the Dead?: Historical and Theological Reflections, Oxford University Press,
Oxford 2019.

LEWIS, C.S., Miracles, ed. Revisi, HarperOne, San Francisco (CA) 2015.

LÜDEMANN, Gerd, What Really Happened to Jesus? (terj. Inggris John BOWDEN), Westminster John Knox Press,
Louisville (KY) 1995.

MCDOWELL, Josh, Evidence for Christianity, Thomas Nelson, Nashville (TN) 2006.

MILLER, Thomas A., Did Jesus Really Rise from the Dead? A Surgeon-Scientist Examines the Evidence, Crossway
Wheaton (IL) 2013.

MULLER, Julius, The Theory of Myths in Its Application to the Gospel History Examined and Confuted, Chapman,
London 1844.

PURTILL, Richard L., Thinking About Religion: A Philosophical Introduction to Religion, Prentice-Hall, New Jersey
1978.

SAMPLES, Kenneth Richard, God Among Sages: Why Jesus Is Not Just Another Religious Leader, Baker Books, Grand
Rapids (MI) 2017.

WRIGHT, N.T., The Resurrection of the Son of God, Fortress Publishing, Minneapolis 2003.

Sumber Jurnal & Artikel

EDWARDS, William, GABEL, Wesley, dan HOSMER, Floyd, “On the Physical Death of Jesus Christ”, dalam Journal of
the American Medical Association, vol. 255, no. 11 (21 Maret 1986).

LEWIS, C.S., HOOPER, Walter (ed.) “Myth Became Fact.”, dalam God in the Dock: Essays on Theology and Ethics,
Wm. B. Eerdmans Publishing, Grand Rapids (MI) 2001.

Anda mungkin juga menyukai