Anda di halaman 1dari 12

KISI-KISI UJIAN KOMPREHENSIF

SPIRITUALITAS YOHANES SALIB


2021
Fr. Paulus, CSE

1. Jelaskan apa itu rahmat pengudus/rahmat habitual. Apa perbedaannya dengan


rahmat aktual. Jelaskan cara kerja dan pentingnya rahmat aktual dalam hidup
kita.
 Rahmat pengudus atau rahmat habitual adalah suatu sifat adikodrati yang melekat
pada jiwa yang membuat kita ambil bagian dalam kodrat ilahi dan dalam hidup ilahi
secara nyata dan formal, tetapi secara tidak tetap.
 Rahmat ini membuat kita "ambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Ptr 1:4), memasukkan
kita ke dalam hubungan erat dengan Roh Kudus (1 Kor 3:16) dan menciptakan suatu
persekutuan antara kita dengan Bapa dan Putera (1 Yoh 1:3).
 Rahmat habitual merupakan persiapan untuk Kebahagiaan Surgawi dan merupakan
prarasa dari anugerah yang tak terkatakan.

Perbedaan rahmat pengudus dan rahmat aktual:


Rahmat Pengudus Rahmat Aktual
sifat permanen yang tetap tinggal dalam Rahmat aktual adalah bantuan
jiwa selama kita tidak adikodrati, yang cepat berlalu,
menghilangkannya dengan dosa berat.

Berperan sebagai prinsip vital dan Untuk menggerakkan daya-daya jiwa,


adikodrati (sumber hidup itu sendiri). menguatkan kehendak, dan menolong
Rahmat ini mengilahikan substansi jiwa, untuk bertindak secara adikodrati.
sehingga mampu melakukan tindakan Artinya memampukan dan memberi
adikodrati. Melalui rahmat ini mengalir kekuatan untuk melakukan tindakan
kebajikan yang dicurahkan dan karunia vital
RK

Cara kerja:
 Rahmat aktual mempengaruhi kita secara moral maupun secara fisik. Secara moral
melalui himbauan dan daya tarik. Secara fisik , mempengaruhi kita dengan menambah
kekuatan-kekuatan baru pada daya-daya kita yang dari dirinya terlalu lemah untuk
bertindak sendiri.
 Rahmat aktual mendahului persetujuan bebas dari kehendak dan juga menyertainya
dalam melakukan suatu perbuatan. Misalnya, ide untuk melakukan suatu faal kasih
kepada Tuhan terlintas sendiri pada kita tanpa usaha dari pihak kita.

Pentingnya:
 Dalam pertobatan, diperlukan rahmat adikodrati untuk melakukan faal iman, harapan,
sesal dan kasih.
 Kesetiaan dalam kebaikan, ketekunan sampai saat mati, juga merupakan karya rahmat
aktual. Untuk bertekun orang harus melawan godaan yang kadang-kadang menyerang
jiwa orang benar dengan kuat dan terus menerus, sehingga tanpa bantuan Tuhan
mereka tidak akan dapat melawannya. Itulah sebabnya maka sesudah Perjamuan
Malam Terakhir Yesus langsung mengingatkan para Rasul untuk berjaga-jaga dan
berdoa (Mat 26:41).
 Kita sungguh-sungguh harus bersandar pada anugerah ilahi. St. Yohanes berkata
bahwa “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri
dan kebenaran tidak ada di dalam kita.” (1 Yoh 1:8).

2. Mengapa kita harus menjadi kudus dan apa inti kekudusan itu?
 Tuhan sendiri menghendakinya dan itulah rencana Tuhan bagi kita. Setiap kali Tuhan
memberikan perintah-Nya diingatkan-Nya umat, agar mereka menjadi kudus sebab
Tuhan itu kudus: "Maka kamu harus menguduskan dirimu, dan kuduslah kamu, sebab
Akulah Tuhan, Allahmu" (Im. 20:7). Kemudian pada ayat 26 hal itu masih ditekankan
kembali: "Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, Tuhan, kudus dan Aku telah
memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku".
 Dalam PB "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga
adalah sempurna" (Mt.5:48). St. Petrus pun mengajak umat supaya menjadi kudus,
karena Allah adalah kudus: "Tetapi hendaklah kamu kudus di dalam seluruh hidupmu
sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu" (1 Ptr.1:15).
 Inti kekudusan: kesempurnaan cinta kasih. Artinya orang akan menjadi kudus apabila
memiliki cinta kasih yang besar entah itu kepada Allah maupun kepada sesama.
 Kekudusan itu berarti manusia sudah mencapai kesempurnaan tertinggi yang terdapat
dalam persatuan cinta kasih dengan Allah. Santo Yohanes Salib menyebutnya sebagai
persatuan transforman.

3. Apa itu cacat yang dominan? Bagaimana cara menemukannya dan bagaimana
memeranginya?
 Cacat yang dominan adalah sebuah cacat yang menonjol melebihi cacat-cacat lain dan
karena itu mempengaruhi cara orang merasa, menilai, bersimpati, menghendaki dan
bertindak. Itu merupakan suatu cacat yang erat hubungannya dengan temperamen kita
masing-masing. Itulah musuh serumah, tinggal dalam batin kita.
 Kadang-kadang cacat itu seperti retak yang ada pada dinding sebuah bangunan yang
tampak indah, tetapi bila ada gempa, seluruh bangunan akan roboh.
 Cacat dominan ini semakin berbahaya, karena sering kali merusakkan kebaikan utama
kita, yaitu suatu kecenderungan baik dari kodrat kita yang seharusnya
diperkembangkan lewat rahmat.

Cara menemukannya:
 Supaya kita mampu mengenalinya kita harus berdoa: "Tuhan, tunjukkanlah hambatan
yang dengan sadar atau tidak saya tempatkan di tengah jalan bagi karya rahmat-Mu.
Kemudian berikanlah kepadaku kekuatan untuk mengatasinya dan bila saya lalai
melakukannya, saya mohon, agar Engkau sendiri yang menyingkirkannya dari dalam
diriku, biarpun aku harus menderita karenanya".
 Bertanya pada diri sendiri: "Ke mana arah pikiran saya biasanya tertuju? khususnya
waktu pagi dan waktu saya sendirian? Ke manakah perginya secara spontan pikiran
dan keinginan saya?"
 Bertanya kepada diri sendiri: "Apakah yang biasanya menyebabkan kesedihan dan
kesenangan saya? Apa yang biasanya menjadi motivasi tindakan-tindakan saya? Apa
yang biasanya menjadi penyebab dosa-dosa saya, khususnya bila itu bukan dosa yang
terjadi secara kebetulan, tetapi dosa yang berulang-ulang atau suatu keadaan yang
melawan rahmat, khususnya bila perlawanan ini berlangsung selama beberapa hari
dan menyebabkan saya mengabaikan latihan rohani saya?"
 Di samping itu kita harus bertanya: "Apa yang dikatakan oleh pembimbing saya?
Menurut pendapatnya, apa yang menjadi cacat dominan saya, sebab dia dapat menilai
lebih baik daripada saya sendiri".
 Cacat dominan ini juga dapat diketahui lewat godaan-godaan yang sering timbul
dalam diri kita, sebab musuh menyerang kita lewat titik lemah ini.

4. Siapakah mereka yang termasuk jiwa terbelakang? Mengapa orang menjadi jiwa
terbelakang?
 Orang-orang yang tidak berkembang dan tidak mencapai kepenuhan pribadinya atau
tidak pernah mencapai kedewasaan rohani, baik karena kelalaian atau karena
kemalasan rohani.
o Dalam kelompok ini ada yang dahulu melayani Tuhan dengan semangat,
namun sekarang bersikap acuh tak acuh.
o Dalam masa yang lampau orang ini punya semangat yang sungguh-sungguh,
namun dalam perjalanan selanjutnya mereka tidak menjawab rahmat Tuhan
dengan baik, dan akhirnya lama kelamaan mundur dan terbelakang.
 Orang-orang yang memiliki kecenderungan untuk mengejek dan mempermalukan
orang, bukan sekedar bercanda, namun dengan niat jahat supaya orang itu terlihat
bodoh.

Mengapa orang menjadi jiwa yang terbelakang:


 Mengabaikan perkara-perkara kecil.
o Orang dengan mudah mengabaikan perkara-perkara kecil tanpa menyadari
dampaknya yang besar. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia
setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam
perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar" (Lk
16:10).
o Hal-hal yang tampaknya sepele sesungguhnya bernilai besar dalam
hubungan dengan tujuan akhir kita, yaitu Allah yang harus dikasihi di atas
segala sesuatu.
 Menolak kurban-kurban yang diminta.
o Hal ini menyebabkan kesuaman pada jiwa-jiwa yang terbelakang.
o Tetapi orang-orang ini juga menolak, baik secara langsung, maupun secara
tidak langsung, yaitu dengan mencari hiburan-hiburan.
5. Jelaskan pentingnya dan keindahan hidup pada saat ini.
 "Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah
semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucapkan syukur oleh Dia kepada
Allah, Bapa kita" (Kol 3:17).1
 Banyak orang yang diganggu oleh masa lampaunya (ingat akan dosa) dan kekuatiran
akan masa depan (apakah akan tetap bertahan dalam kesetiaan, atau takut tentang apa
yang mungkin akan terjadi atau dialami). Masa yang lampau itu sudah berlalu, sudah
tidak ada lagi dan masa depan itu belum nyata.
 Santa Theresia hidup semata-mata pada saat ini dan tidak mau menengok masa
lampau atau melihat masa depan. Banyak dari para kudus Karmel menjadi besar,
justru hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sepele, sederhana, dan tidak berarti
atau yang remeh.
 Setiap saat mempunyai arti keabadian dan setiap saat juga merupakan tugas, suatu
tanggung jawab yang dimungkinkan oleh Allah dengan rahmat-Nya, untuk melakukan
segalanya itu sebagai ungkapan cinta kita kepada-Nya.

6. Jelaskan inti perjalanan hidup rohani yang diringkas oleh St. Yohanes dari Salib
dalam Sketsa Mendaki Gunung Karmel.
 Perjalanan hidup rohani digambarkan sebagai pendakian sebuah gunung dari dasar
hingga ke puncak.
 Terdapat tiga jalan untuk mendaki gunung tersebut:
o Jalan kanan: kelekatan terhadap barang-barang duniawi (harta duniawi,
sukacita duniawi, pengetahuan duniawi, hiburan duniawi, istirahat duniawi).
o Jalan kiri: kelekatan terhadap barang-barang rohani (kemuliaan rohani 2,
sukacita rohani3, pengetahuan rohani4, hiburan rohani, istirahat rohani).
o Jalan tengah: jalan kekosongan/penyangkalan diri.
 Jalan kanan & kiri = jalan jiwa yang tidak sempurna – jalan lebar.
o Semakin dicari, semakin tidak mendapat.
o Tidak membawa jiwa pada puncak.
 Jalan tengah = jalan jiwa yang sempurna – jalan sempit.
o Membawa jiwa pada puncak (persatuan dengan Allah).
o Jalan kekosongan & pemurnian (malam gelap)5  pengalaman kekosongan.
 Puncak gunung:
o Tidak ada apa-apa, hanya ada kemuliaan Allah  kosong.
o Jiwa memiliki tanpa mengingini  kematian rohani, kelepasan total.
o Tidak ada lagi jalan. Jiwa yang sempurna tidak lagi memerlukan hukum
karena dia adalah hukum bagi dirinya sendiri.

1
Bdk pula doa Bapa Kami: berilah kami rezeki pada hari ini.
2
Kemuliaan rohani: disanjung sebagai orang baik dan suci, dihargai, dimintai nasihat, dll.
3
Sukacita rohani: kepuasan dalam melakukan latihan-latihan rohani.
4
Pengetahuan rohani: teologi.
5
Malam gelap inderawi (aktif-pasif)  malam gelap rohani (aktif-pasif).
o Seluruh aktivitas jiwa menjadi ilahi. Setiap gerak-geriknya (bahkan yang
pertama) bersifat ilahi karena ia telah diubah seluruhnya menjadi ilahi.
 Paradoks:
o Untuk dapat memiliki semuanya, jiwa harus tidak menginginkan apa-apa.
o Untuk dapat “diisi” oleh Allah, jiwa harus sama sekali kosong dari segala
sesuatu yang bukan Allah.

7. Mortifikasi menurut St. Yohanes dari Salib.


 Dasar: segala yang dapat kita miliki, alami, dan ketahui tidak dapat dibandingkan
dengan apa yang Allah sediakan bagi kita. Kita akan memperoleh Allah asal kita
berani membayar harganya  mortifikasi. (bdk. perumpamaan mutiara yang berharga,
Mat. 13:45-46).
 Mortifikasi = kelepasan. Untuk memperoleh semuanya, yang penting bukanlah
mengumpulkan sebanyak-banyaknya, melainkan melepaskan sebanyak-banyaknya!
(bdk. Mat 6:33).
 Jalan kelepasan adalah jalan tengah/sempit dalam sketsa Mendaki Gunung Karmel,
satu-satunya jalan yang menuju pada puncak gunung sekaligus jalan yang paling
aman.6
 Supaya orang dapat melepaskan segala tarikan dan kelekatan, ia membutuhkan:
o Kesadaran akan kekosongan ciptaan.7
o Tarikan yang lebih kuat: pengalaman akan Allah yang adalah Kasih.

8. Jelaskan secara singkat malam gelap inderawi dan malam gelap rohani (aktif
dan pasif) yang diuraikan oleh St. Yohanes dari Salib dalam bukunya Mendaki
Gunung Karmel dan Malam Gelap. Berikan contoh konkretnya.
 Perjalanan rohani disebut "malam" karena:
o Titik keberangkatannya gelap: menanggalkan/menyangkal nafsu-nafsu
indrawi = kegelapan bagi indra.
o Jalan yang ditempuh pun gelap: iman = kegelapan bagi budi, harapan =
kegelapan bagi ingatan, kasih = kegelapan bagi kehendak.
o Tempat tujuan pun gelap: Allah = kegelapan bagi jiwa di hidup ini. (MGK I,
2)
 Malam gelap inderawi:
o Proses pemurnian seluruh keinginan/nafsu sensual (nafsu, emosi, insting,
dll.) untuk hal-hal duniawi (keinginan daging dan kepuasan/gratifikasi
nafsu)(MGK I,1).8
o Dialami oleh mereka yang berada di tahap purgatif.
o Alasan perlunya:
6
Yohanes dapat mengatakan ini karena ia sendiri sudah sampai di sana.
7
Dibandingkan dengan apa yang disediakan Allah, semua yang kita miliki dan ketahui adalah kosong,
hampa belaka. Segala kesenangan di dunia dibanding dengan kesenangan yang ilahi adalah siksaan. Segala
pengetahuan dibandingkan dengan pengetahuan ilahi adalah kebodohan. (Bdk. MGK I, 4)
8
Lebih merupakan penyesuaian dari indera agar harmonis dengan roh, agar roh dapat bersatu dengan Allah
pada malam berikutnya.
 Kelekatan pada suatu obyek menjadikan jiwa serupa dengan
obyek tersebut.
 Kelekatan pada ciptaan = kegelapan di mata Allah.
 Kelekatan membuat orang tidak dapat menerima cahaya ilahi dari
Allah  tidak dapat mencapai kesempurnaan.
o Malam gelap inderawi aktif:
 Melalui usaha manusia (mortifikasi)(MGK I, 13).
 Tujuan: membuang penghalang yang menghalangi Allah untuk
bekerja.
 Contoh: puasa, mati raga, penyangkalan diri, dll. 9
 Sekuat apa pun manusia berusaha, ia tidak akan mampu
memurnikan seluruh kecenderungannya.
o Malam gelap inderawi pasif:
 Melalui inisiatif Allah. Manusia pasif menerima.
 Tujuan: memurnikan 7 cacat cela pemula.
 Contoh: Allah menarik sensasi-sensasi menyenangkan saat
berdoa, menarik hiburan sensual.
 Pemurnian tidak bersifat permanen  harus dimurnikan hingga ke
bagian roh yang terdalam.
 Malam gelap rohani:
o Proses pemurnian jiwa di mana Allah “menggelapkan” daya-daya jiwa yang
terdalam melalui iman10, supaya jiwa dapat menerima karunia persatuan.
o Lebih menyakitkan karena yang dimurnikan bukan hanya bagian-bagian luar
jiwa (nafsu, emosi, insting, dll.), melainkan bagian-bagian terdalam dari
jiwa (intelek, kehendak, dan ingatan)  mencabut pohon dari akarnya.11
 Intelek dimurnikan oleh iman
 Ingatan dimurnikan oleh harapan
 Kehendak dimurnikan oleh kasih
o Malam gelap rohani aktif
 Allah bekerja, namun manusia memiliki peran aktif.
 Contoh: mengosongkan ingatan dari segala bentuk pengetahuan
yang bukan Allah: harga diri, luka batin, kebencian, dll., doa
kontemplasi (bdk. The Cloud of Unknowing), menolak visiun
(imajinatif & spiritual).
o Malam gelap rohani pasif
 Melalui inisiatif Allah kepada mereka yang telah “siap”. 12
 Tujuan: memurnikan cacat cela profisien, baik aktual maupun
habitual.13

9
Nasihat dalam MGK I, 13: Carilah yang sulit, tidak enak, hina, dll.
10
Satu-satunya jalan adalah iman. Jiwa harus berjalan dalam kegelapan dengan iman yang murni.
11
Menghasilkan efek yang permanen dalam jiwa.
12
Sudah berada lama di tahap iluminatif  profisien (ruang VI), di mana daya-daya jiwa yang rendah sudah
harmonis dengan daya-daya jiwa yang tinggi.
13
Intelek dimurnikan dari terang, ingatan dimurnikan dari pengetahuan, kehendak dimurnikan dari afeksi.
 Contoh: penderitaan fisik & batin, penganiayaan, ketidakadilan,
hilang ingatan (forgetfulness) keyakinan bahwa Allah telah
meninggalkan jiwa dan jiwa pantas masuk neraka.

9. Tanda-tanda yang menyertai kalau orang dibawa masuk ke dalam malam gelap
rohani menurut St. Yohanes dari Salib
 Yohanes menekankan tiga tanda yang menyertai orang yang dibawa masuk ke dalam
malam gelap rohani dalam MGK Buku II bab 13:
o Tanda 1: jiwa tidak lagi menemukan kepuasan dengan metode berdoa yang
selama ini memberikan kepuasan. Ia merasa kering dalam melakukan
meditasi (diskursif) dengan menggunakan imajinasi.14
o Tanda 2: jiwa menyadari bahwa ia tidak lagi menginginkan untuk
memusatkan perhatiannya atau inderanya pada suatu obyek tertentu, baik
interior maupun eksterior.15
o Tanda 3: jiwa senang/ingin tinggal sendiri dalam kesadaran penuh cinta
akan Allah, tanpa melakukan meditasi tertentu. Ia menunggu/menemani
Allah dengan penuh perhatian dan kasih. Ia mengalami kedamaian dan
ketenangan dalam kesendirian tanpa suatu pengenalan atau pengertian
tertentu (gelap).16
 Ketiga tanda ini harus ada bersama-sama, namun tanda ketiga adalah tanda yang
paling penting dan pasti.
o Tanda 1 dapat dialami pula oleh orang yang sedang berada dalam
kesuaman/kemunduran rohani, terutama jika ia malah tertarik/terhibur
dengan hal-hal duniawi.
o Tanda 1 dan 2 dapat dialami pula oleh orang yang depresi/melankolis, yang
tidak dapat menggunakan pikirannya dengan baik/jernih dan tidak tertarik
dengan apa pun.
 Pada waktu Allah mulai membawa orang dari meditasi kepada kontemplasi, seseorang
akan mengalami pelbagai macam situasi yang tidak dimengertinya. Ia akan mengalami
kebingungan dan kekhawatiran bahwa ia tidak bisa bermeditasi dan merenungkan
perkara rohani seperti sebelumnya. Ia mengira bahwa ia tidak mengabdi Allah dengan
benar dan ia menjadi suam serta mundur dalam hidup rohaninya. Ia merasa bahwa
dosa-dosanya yang mengakibatkan keadaan ini.
 Di lain pihak, ia juga merasa segala sesuatu yang bersifat jasmani dan dunia tak ada
gunanya lagi, semuanya hampa, dan sia-sia belaka. Orang juga menemukan bahwa
orang-orang di sekitarnya tidak memahami lagi. Ia merasa kurang di mengerti dan ia
menjadi bingung sendiri. Kalau dia tidak menemukan pembimbing rohani yang dapat
membantu dia, maka dia akan berhenti pada jalan doa atau ia tetap pada latihan-latihan
yang lama, yakni doa, meditasi, atau doa afektif, padahal sebenarnya ia ditarik dalam
kontemplasi.
14
Jika orang masih menemukan kepuasan dengan melakukan meditasi diskursif dan dapat menggunakan
akal sehatnya dengan baik, ia hendaknya tidak meninggalkan meditasi tersebut.
15
Imajinasi masih akan datang dan pergi (bahkan bagi orang yang berada dalam keheningan yang
mendalam), namun jiwa tidak menemukan kepuasan dengan memperhatikannya.
16
Kesadaran akan kehadiran Allah yang melampaui imajinasi, kata-kata, atau gagasan.
 Oleh karena itu, ia tidak perlu gelisah/kuatir/sedih/murung, melainkan tetap menanti
dengan sabar dan mengarahkan hatinya hanya kepada Allah, satu-satunya yang dapat
menolongnya dan bersukacita. Ia hendaknya meninggalkan meditasi dan bahkan doa
afektif  cukup memandang Allah dalam keheningan (Malam Gelap, I, 10).

10. Jelaskan keterkaitan keempat karya besar St. Yohanes dari Salib (Mendaki
Gunung Karmel, Malam Gelap, Madah Rohani dan Nyala Cinta yang Hidup)
dengan ketiga tahap hidup rohani.
 Ketiga tahap hidup rohani (klasik)
o Pemula (tahap pemurnian/purgatif): lembah.
o Lanjut/profisien (tahap pencerahan/iluminatif): lereng.
o Sempurna (tahap persatuan/unitif): puncak.
 Di dalam ketiga tahap tersebut terjadi pemurnian/malam gelap:
o Purgatif: malam gelap inderawi aktif.
o Iluminatif: malam gelap inderawi pasif & malam gelap rohani aktif.
o Unitif: malam gelap rohani pasif.
 Keempat karya besar Yohanes melukiskan perjalanan hidup rohani tersebut:
o Madah Rohani: melukiskan perjalanan jiwa dari tahap purgatif hingga unitif
 kisah cinta jiwa & Allah.17
o Mendaki Gunung Karmel: melukiskan malam gelap aktif (inderawi dan
rohani)
 Buku I: pengantar umum ke malam gelap indera aktif & mati raga
terhadap keinginan-keinginan tidak teratur.
 Buku II: pengantar umum ke malam gelap rohani aktif dan
ungkapannya di dalam memurnikan intelek melalui iman.
 Buku III: malam gelap rohani aktif sejauh memurnikan ingatan
melalui harapan, dan kehendak melalui cinta.
o Malam Gelap: malam gelap pasif (inderawi dan rohani)
 Buku I: malam gelap inderawi pasif
 Buku II: malam gelap rohani pasif
o Nyala Cinta: melukiskan keadaan jiwa setelah (selesai) dimurnikan,
mengungkapkan sukacita jiwa atas karya persatuan ilahi yang dikerjakan
oleh ketiga Pribadi Ilahi.
 Stanza 1: melukiskan hidup seorang yang berkobar-kobar karena
Roh Kudus; hakikat dan karya Roh Kudus, kerinduan jiwa akan
kemuliaan.
 Stanza 2: melukiskan karya Tritunggal yang menghidupkan di
dalam jiwa; karunia-karunia Allah yang berharga.
 Stanza 3: melukiskan sifat-sifat Tritunggal secara hidup. Masing-
masing Pribadi Ilahi menyatakan sifat yang khusus karena
mencintai jiwa dengan kekuatan sifat itu; pemberian jiwa kepada
Allah.

17
Melukiskan langkah demi langkah bagaimana jiwa mendapatkan cinta ilahi, dengan menggunakan
lambang-lambang pernikahan & afektif.
 Stanza 4: melukiskan orang yang bergaul mesra dengan Sang
Sabda dan mengalami seluruh ciptaan di dalam Allah.

11. Apa arti hidup rohani menurut St. Yohanes dari Salib?
 Yohanes memiliki pandangan tentang hidup yang utuh. Ia tidak membedakan antara
hidup rohani-jasmani, hidup batiniah-lahiriah, dan hidup adikodrati-kodrati. 18
 Hidup rohani = proses menuju persatuan dengan Allah.19
o Semua orang diundang untuk bertumbuh dan bersatu dengan Allah (MGK
P3).
o Bertumbuh = mengembangkan seluruh pribadi.
o Bersatu dengan Allah = menemukan diri yang sejati.
 Hidup rohani merupakan eksodus (keberangkatan) pribadi dari perbudakan menuju
tanah terjanji. Semua karya besar Yohanes berbicara tentang eksodus ini.
 Tuntutan eksodus:
o Meninggalkan rasa aman dan rela berjalan melalui “malam”.
o Berjalan terus menerus dan tidak pernah berhenti di tempat (berhenti =
mundur).
o Fokus pada satu tujuan (yakni Allah). Jika tiap keinginan tidak teratur
mengejar tujuannya sendiri, usaha manusia akan terpecah dan menjadi
lemah.
o Kesabaran dan ketekunan yang besar terhadap segala siksaan & pencobaan
yang dibiarkan Allah.20

12. Jelaskan secara singkat tahap-tahap perjalanan hidup rohani dalam sistem St.
Yohanes dari Salib.
 Tahap-tahap perjalanan hidup rohani digambarkan dalam stanza-stanza Madah
Rohani.
 Perjalanan jiwa secara umum:
o Jiwa mengalami perjumpaan pertama dengan Allah (terluka karena cinta).
o Jiwa mengalami ketidakhadiran Allah (pemurnian)  menderita dan
mencari Allah. Allah mempersiapkan jiwa untuk mengalami persatuan
dengan-Nya.
o Jiwa mengalami persatuan transforman  diubah menjadi Allah.
 Bagian I (stanza 1-12): jiwa mencari kekasihnya dengan gelisah
o Stanza 1-2: jiwa mulai dijamah oleh cinta kasih Allah. Dia mulai sungguh-
sungguh mencari Sang Kekasih, dan mengeluh atas ketidakhadiran-Nya
o Stanza 3-7: langkah-langkah pertama dalam perjalanan rohani dan syarat-
syaratnya

18
Kedua jenis hidup ini memiliki keterkaitan. Ketika hidup rohani meningkat, hidup jasmani pun
meningkat. Seluruh hidup insani harus disatukan dengan membaktikan diri kepada Tuhan dengan penuh
semangat.
19
“Persatuan” adalah tema utama karya” Yohanes  bukan sekedar “pengalaman mistik” yang subyektif.
20
Mereka yang memahami tujuan persatuan mampu menerima kesulitan yang berat dalam mencari Allah
(MGK I, 14, 2).
o Stanza 8-11: kerinduan-kerinduan akan Sang Kekasih (minta diperkenankan
untuk memandang keindahan-Nya sambil memperlihatkan hatinya yang
terluka), kelelahan cinta yang tidak sabar dan menyesakkan dada
o Stanza 12: kesadaran bahwa jiwa tidak dapat menemukan satu sarana yang
tepat dalam satu makhluk pun, maka ia berpaling pada iman yang dapat
menerangkan tentang Sang Kekasih
 Bagian II (stanza 13-21): sukacita dan perhatian jiwa dalam perjumpaan dengan Sang
Kekasih (persiapan untuk pertunangan rohani)
o Stanza 13: awal perjumpaan yang mendalam dengan Sang Kekasih yang
mulai menguasai dirinya
o Stanza 14-15: Allah mulai mengkomunikasikan diri dan menyatakan banyak
hal tentang diri-Nya sendiri, serta menghiasi jiwa dengan pelbagai karunia
dan kebajikan
o Stanza 16-19: kerinduan besar jiwa untuk benar-benar lepas dari gangguan
baik dari dalam maupun luar dirinya
o Stanza 20-21: Sang Kekasih memberikan kedamaian dan ketenangan pada
jiwa, dengan menyerasikan bagian jiwa yang rendah dan yang tinggi, serta
membersihkan jiwa dari segala kekurangannya
 Bagian III (stanza 22-35): persatuan total sejauh mungkin di dalam hidup ini dan
buah-buahnya (perkawinan rohani)
o Stanza 22-23: setelah dipersiapkan dengan baik dan cukup lama, jiwa
akhirnya dibawa masuk ke dalam persatuan yang mendalam (tingkat
tertinggi di dalam hidup ini: perkawinan rohani)
o Stanza 24-26: jiwa menyanyikan kebahagiaannya serta keadaannya yang
amat luhur: kebajikannya menjadi kuat, sempurna, dan heroik; ia memiliki
cinta dan kedamaian yang sempurna
o Stanza 27-35: melukiskan kesatuan timbal balik antara Allah dan manusia,
serta perbandingan antara yang lampau dan yang sekarang
o Stanza 36-40: melukiskan sukacita yang tak terperikan dari persatuan jiwa
dengan Allah dan kerinduan akan kemuliaan surgawi (beatific vision).

13. Jelaskan pandangan St. Yohanes dari Salib tentang manusia.


 Sebagai mistikus, Yohanes dapat melihat dan memahami pribadi manusia dengan
jelas:
o Manusia adalah makhluk lemah dan melarat, namun dipanggil kepada
kemuliaan dan persatuan.
o Sistem Yohanes tampak dalam tahap-tahap pertumbuhan & ciri-ciri dari tiap
tahap yang dapat dikenal.21
 Yohanes bersikap realistis namun tidak pesimis:
o Yohanes Salib melukiskan keadaan manusia yang hina. Namun, jiwa yang
tidak teratur pun tetap memiliki kesempurnaan yang dianugerahkan Allah

21
Yohanes memperhatikan keadaan tiap orang & reaksinya. Ia prihatin akan orang yang ingin berjuang
namun tidak mendapat bimbingan yang benar. Menangani setiap orang dalam keadaannya yang unik (tidak
kaku).
ketika diciptakan; MGK I, 9, 3. Ini adalah keadaan awal perjalanan, bukan
akhir!22
o Manusia memiliki kemungkinan untuk dibarui dan diubah. Dalam akhir
perjalanan, manusia diubah dalam persatuan dengan Allah dan menemukan
dirinya yang sejati, namun masih memiliki kemanusiaan (MGK II, 5, 7). 23
o Manusia memiliki kemampuan dan berusaha untuk berkembang dan maju
menuju kepenuhannya sebagai pribadi, kelompok, maupun lembaga.
Kerinduan untuk berkembang ini adalah baik dan harus dipelihara. 24
 Struktur manusia menurut Yohanes:
o Jiwa dan raga.
o Indera lahiriah (panca indera) dan indera batiniah (fantasi dan imajinasi).
o Kemampuan rohani (budi, ingatan, dan kehendak).
o Empat nafsu (kegembiraan, kesedihan, harapan, dan ketakutan).
 Pribadi dinamis manusia dengan segala kemampuan "bawah" dan "atas" harus
menjadi satu dalam pengabdian menyeluruh kepada Allah.
 Setiap unsur dalam diri manusia berpengaruh dalam pribadi manusia, sehingga harus
dimurnikan dan diarahkan kepada Allah  manusia rohani.25

14. Jelaskan apa tujuan hidup manusia menurut St. Yohanes dari Salib dan apa
hakikat serta buah-buah dari tujuan tersebut.
 Akhir dan tujuan perjalanan hidup manusia:
o Persatuan dengan Allah: pengalaman mendalam (tujuan utama). 26
o Perubahan secara menyeluruh (efek samping).
 Hakikat tujuan perjalanan hidup manusia: menemukan keaslian diri.
o Pribadi sejati baru ditemukan ketika kotoran kelekatan dihilangkan dan
tumpukan egoisme digosok habis  karya seni yang indah dari tangan
Pencipta27

22
Memahami jarak antara keadaan awal dan akhir perjalanan membantu orang untuk bertumbuh.
23
Yohanes sendiri adalah contoh orang yang berhasil mengembangkan pribadinya: orang yang luas dan utuh
kepribadiannya, baik secara insani maupun rohani. Ia berhasil karena memiliki komitmen untuk menempuh
jalan iman dan cinta, dan rela membayar harganya karena cinta dan kerinduan (MR, 11)
24
Bdk. Populorum Progressio. Mengejar kepenuhan diri = tanda zaman.
25
Manusia rohani = pribadi yang terarah pada Allah dalam seluruh aspek dan bidang kehidupannya (liturgi,
doa, komunitas, keuangan, hidup seksual, makan, rekreasi, dll.). Semua dilakukan demi Allah, bukan untuk
melayani ego.
26
Bila jiwa mencapai Allah dengan seluruh kemampuan yang ada dalam dirinya dan seluruh kegiatan dan
kecenderungannya, ia telah sampai kepada pusat yang terakhir dan terdalam di dalam Allah (NCH I, 12).
27
Jati diri manusia ditemukan di dalam lubuk hati masing-masing orang. Di situlah ia mempunyai
kemampuan yang menakjubkan untuk diubah menjadi ilahi. “Sebab mencintai berarti berusaha
melepaskan dan menanggalkan segala sesuatu yang bukan Allah demi Allah. Bila itu dilakukan, Allah
langsung akan membuat jiwa bercahaya dan akan mengubahnya menjadi Allah” (MGK II, 5,7)
o Kepribadian yang sejati tidak menjadi kaya karena harta milik, melainkan
karena kemiskinan oleh sikap lepas bebas. Mengosongkan diri =
membiarkan diri dipenuhi oleh Allah, mewujudkan potensi jati diri yang
terdalam
 Buah dari tujuan perjalanan hidup manusia:
o Menerima kesenangan dan kenikmatan karena ia dipenuhi dengan Allah
(NCH III, 18)  damai yang mendalam.
o Mampu mengawasi dan menguasai segala kemampuan dan keinginan 28 
kebebasan rohani dan sukacita nyata hidup dalam Roh. 29
o Mengalami transformasi yang menakjubkan dari pribadi manusia dan
penyempurnaan kemanusiaan  mampu menggunakan indera secara baru:
 Indera diperhalus dan dapat digunakan dengan daya kekuatan baru
yang sekarang seluruhnya terarah kepada Allah.
 Indera menjadi semakin mampu untuk ikut merasakan sukacita
dalam Roh  puas.
 Indera dipertajam: menjadi mampu untuk masuk ke dalam hati
orang lain dan mengetahui kecenderungan, bakat, apa yang
tersembunyi dalam batin, maupun keadaan batin mereka (mampu
menangkap tanda-tanda terkecil dari indera, dan melihat Allah
dalam pusat pribadi orang).

28
“Ah, betapa beruntunglah jiwa bila menjadi bebas dari rumah inderanya. Orang itu akan mengerti
bagaimana hidup Roh itu memberikan kebebasan dan kesejahteraan dan membawa sertanya harta tak
ternilai” (MG II, 14,3)
29
Pikiran jernih, istirahat, ketenangan, kepercayaan, kebaktian, dan penghormatan sejati kepada Allah
(MGK III, 20, 2).

Anda mungkin juga menyukai