Anda di halaman 1dari 12

PENGELOLAAN KEUANGAN PAROKI

DALAM TINJAUAN HISTORIS - KANONIK

PAPER PASTORAL PAROKI

OLEH:
STEVEN WIJAYA / FR. PAULUS
1122022004

SEKOLAH TINGGI KATOLIK SEMINARI


SANTO YOHANES SALIB
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
1 Pendahuluan........................................................................................................................1
2 Sejarah Pengelolaan Keuangan dalam Gereja dan Paroki..................................................1
2.1 Gereja Perdana hingga Konsili Trente.........................................................................1
2.2 Konsili Trente dan Konsili Vatikan II..........................................................................2
3 Pengelolaan Keuangan Paroki............................................................................................3
3.1 Sumber dan Fungsi Keuangan Paroki..........................................................................3
3.2 Subyek Pengelolaan Keuangan Paroki.........................................................................3
3.2.1 Pastor Paroki.........................................................................................................4
3.2.2 Dewan Keuangan Paroki.......................................................................................4
3.2.3 Ordinaris Wilayah (Keuskupan)...........................................................................5
3.3 Mekanisme Pengelolaan Keuangan Paroki..................................................................5
3.4 Prinsip-prinsip dalam Pengelolaan Keuangan Paroki..................................................6
3.4.1 Transparansi (Transparancy)................................................................................6
3.4.2 Akuntabilitas (Accountability)..............................................................................6
3.4.3 Penatalayanan (Stewardship)................................................................................6
4 Refleksi dan Simpulan........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................8
LAMPIRAN..............................................................................................................................10

ii
1 Pendahuluan
Sebagai sebuah komunitas umat beriman yang dipanggil untuk menjadi tanda kehadiran Allah
di tengah dunia, Gereja tidak dapat terpisah dari urusan temporal, termasuk urusan keuangan. Uang
dan harta benda pada prinsipnya bukanlah hal yang buruk, melainkan merupakan sarana untuk
mendukung hidup dan karya Gereja. Oleh karena itu, harta benda Gereja harus dikelola dengan baik
dan benar. Paper singkat ini membahas pengelolaan keuangan Gereja secara khusus dalam lingkup
paroki ditinjau dari sudut pandang historis dan hukum Gereja. Tujuannya adalah untuk memahami
perkembangan dan tata pengelolaan keuangan dalam paroki serta prinsip-prinsip yang konstitutif
dalam pengelolaan keuangan paroki yang baik.

2 Sejarah Pengelolaan Keuangan dalam Gereja dan Paroki


2.1 Gereja Perdana hingga Konsili Trente
Berdasarkan teks-teks Kitab Suci, jemaat Gereja Perdana mempraktikkan suatu bentuk hidup
komunal berdasarkan sumbangan sukarela dan saling berbagi.1 Mereka mempercayakan harta benda
kepada pemimpin jemaat yang bertugas untuk mengelola harta benda tersebut untuk kepentingan
bersama, terutama untuk melayani orang-orang miskin.2
Dalam perjalanan waktu, Gereja semakin berkembang dan terlembaga, sehingga pengelolaan
keuangan Gereja pun menjadi semakin kompleks dan terstruktur.3 Pada abad ketiga, para Uskup
mulai berperan sebagai pengawas keuangan Gereja.4 Mereka bertanggung jawab untuk
mengumpulkan derma5 di keuskupannya dan menggunakannya untuk aneka keperluan dan misi
Gereja, termasuk membiayai para klerus dan pembangunan serta pemeliharaan bangunan Gereja.
Peran Uskup dalam pengawasan keuangan Gereja ini terkait erat dengan tugas umumnya sebagai
gembala yang bertanggung jawab untuk kesejahteraan kawanannya, baik dalam hal jasmani maupun
rohani. Selain Uskup, terdapat pula pejabat lain dalam Gereja Perdana yang terlibat dalam
pengelolaan keuangan Gereja, seperti para diakon yang bertugas untuk membagi-bagikan makanan
dan barang kepada orang-orang miskin, dan para notaris yang bertugas untuk mencatat transaksi-
transaksi keuangan.6

1
Bdk. Kis. 2:44-47; 1Tim. 6:17-19.
2
Bdk. Kis. 6:1-7; 2Kor 8-9; Gal 6:9-10; Yak 2:1-9.
3
Hal ini secara khusus terjadi setelah Dekrit Milan (313) yang mengakui Gereja sebagai agama resmi kekaisaran
Romawi sehingga dalam waktu singkat terjadi peningkatan jumlah kekayaan dan aset Gereja. Bdk. Bruce SHELLEY,
Church History in Plain Language, Ed. IV, Thomas Nelson, Nashville (TN) 2013, 129-131.
4
Sebagai contoh, konsili Ancyra (314) menegaskan bahwa imam-imam tidak boleh menggunakan harta benda Gereja
tanpa meminta persetujuan dari Uskup. Bdk. Cyril HOVORUN, “Council of Ancyra (314)”, dalam Erwin FAHLBUSCH –
Geoffrey William BROMILEY (eds.), The Encyclopedia of Christianity, Eerdmans, Grand Rapids (MI) 1999.
5
Derma ini dapat berupa uang, barang, maupun tanah. Pendapatan lain diperoleh melalui stipendium untuk pelayanan-
pelayanan Sakramental seperti baptis, pernikahan, dan pemakaman. Rodney STARK, The Rise of Christianity, Harper
Collins, San Francisco (CA) 1997, 207.
6
Bdk. ibid., 87.

1
Seiring dengan perkembangan Gereja baik secara geografis maupun kuantitas, administrasi
Gereja menjadi semakin terdesentralisasi. Paroki-paroki lokal mulai mengambil alih tanggung
jawab dalam mengelola keuangannya sendiri.7 Luasnya wilayah dan banyaknya jumlah paroki
kerap menyulitkan Uskup untuk mengawasi pengelolaan dan penggunaan keuangan paroki secara
formal sehingga muncul aneka permasalahan seperti korupsi, penggelapan, dan penyalahgunaan
harta paroki.8 Hal ini diperparah dengan kurangnya transparansi dan wawasan pastor paroki dalam
mengelola keuangan. Selain itu, permasalahan keuangan juga terjadi di tingkat keuskupan bahkan
kepausan, terutama dengan maraknya praktik penjualan jabatan (simoni) dan indulgensi, terutama
di Abad Pertengahan.9

2.2 Konsili Trente dan Konsili Vatikan II


Sebelum konsili Trente (1545-1563), Gereja telah berkali-kali berusaha untuk mengatasi
aneka permasalahan keuangan yang terjadi di dalam Gereja, misalnya dalam konsili Lateran IV
(1215) dan Konstans (1414-1418).10 Akan tetapi, reformasi keuangan yang signifikan baru terjadi
dalam konsili Trente. Konsili Trente menetapkan pendirian lembaga administrasi keuangan untuk
setiap paroki yang disebut fabrica.11 Lembaga ini bekerja sama dengan pastor paroki dan
bertanggung jawab untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran Gereja serta membuat laporan
keuangan rutin yang dilaporkan kepada Uskup. Konsili Trente juga berusaha untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Gereja dan menetapkan prosedur untuk
mengaudit dan melaporkan kegiatan keuangan Gereja.12
Konsili Vatikan II (1962-1965) tidak membuat ketetapan secara eksplisit mengenai
pengelolaan keuangan Gereja. Akan tetapi, Vatikan II menekankan pentingnya peranan awam
dalam Gereja dan menyerukan kerja sama yang lebih erat antara klerus dan awam baik dalam

7
Bdk. J. BOWE, “From Apostolic Community to Institutional Church: A Study in the Evolution of Ecclesiastical
Finance”, dalam Journal of Religious History, Vol. 30, No. 1, 2006, 19-34.
8
Bdk. Philip SCHAFF, History of the Christian Church, Vol. V: The Middle Ages (Part I), AD 1049–1294, Eerdmans,
Grand Rapids (MI) 1957, 17.
9
Bdk. ibid.
10
Konsili Lateran IV memuat beberapa ketentuan yang ditujukan untuk memerangi simoni dan penyalahgunaan
keuangan lainnya di Gereja, misalnya Kanon 3 yang melarang penjualan jabatan gerejawi (simoni) dan Kanon 13 yang
mewajibkan para uskup untuk memberikan laporan tahunan tentang pendapatan dan pengeluaran mereka. Konsili
Konstans mengutuk praktik simoni dan penjualan indulgensi, serta membentuk sebuah sistem lembaga pengawas
keuangan untuk mencegah penyalahgunaan kekayaan Gereja. Bdk. C. DUGGAN, “Lateran Councils” dan B. TIERNEY,
“Constance, Council of”, dalam Thomas CARSON – Joann CERRITO (eds.), New Catholic Encyclopedia, Ed. II,
Thomson Gale, New York (NY) 2003.
11
Istilah Fabrica Ecclesiae (Struktur Gereja) merujuk pada aspek material dari Gereja atau paroki, seperti bangunan,
perabot, dan aset-aset fisik lainnya. Istilah ini juga dapat merujuk pada individu maupun panitia yang bertugas untuk
mengelola hal-hal keuangan dan material Gereja. Anggota fabrica biasanya ditunjuk oleh Uskup. Bdk. A. VAN HOVE,
“Fabrica Ecclesiæ”, dalam Charles G. HERBERMANN (ed.), The Catholic Encyclopedia, Robert Appleton Company,
New York (NY) 1909.
12
Ketetapan-ketetapan ini ditetapkan dalam “Dekrit Reformasi” yang dirumuskan pada sidang ke-22 tanggal 15 Juli
1563. Bdk. Dokumen Konsili Trente, dalam https://www.documentacatholicaomnia.eu/03d/1545-1545,_Concilium_
Tridentinum,_Canons_And_Decrees,_EN.pdf (diakses tanggal 1 Maret 2023).

2
pelayanan maupun dalam pengambilan keputusan.13 Hal ini berdampak pada pengelolaan keuangan
Gereja, di mana kaum awam semakin dilibatkan dalam tanggung jawab mengelola keuangan
Gereja, secara khusus melalui Dewan Keuangan, baik di tingkat paroki maupun keuskupan.14

3 Pengelolaan Keuangan Paroki


3.1 Sumber dan Fungsi Keuangan Paroki
Keuangan paroki adalah uang dan harta benda paroki yang berasal dari kolekte, persembahan,
sumbangan, dan usaha-usaha lain yang halal sesuai dengan peraturan Gereja yang berlaku. 15 Uang
dan harta benda ini dibutuhkan oleh Gereja untuk berfungsi dan melakukan karya-karyanya di
tengah dunia. Pengelolaan keuangan dan harta benda Gereja secara umum diatur dalam KHK buku
V.
Dalam KHK, ditegaskan bahwa “Gereja Katolik mempunyai hak asli, tidak tergantung pada
kuasa sipil, untuk memperoleh, memiliki, mengelola, dan mengalihmilikkan harta benda untuk
mencapai tujuan-tujuannya yang khas.”16 Tujuan-tujuan tersebut utamanya adalah: mengatur ibadat
ilahi, memberikan sustentasi yang layak bagi para klerus dan pelayan-pelayan lain, serta
melaksanakan karya-karya kerasulan suci dan amal, terutama bagi mereka yang berkekurangan.17

3.2 Subyek Pengelolaan Keuangan Paroki


Karena harta benda paroki berasal dari umat dan diperuntukkan untuk kebaikan bersama,
maka tugas pengelolaannya tidak pernah merupakan tugas privat, melainkan harus melibatkan
komunitas umat beriman secara keseluruhan.18 Secara khusus, tugas pengelolaan keuangan Paroki
diemban oleh pastor paroki dan dewan keuangan paroki.

3.2.1 Pastor Paroki


Pastor paroki adalah pemimpin komunitas umat beriman yang diangkat oleh Uskup Diosesan
untuk menjalankan reksa pastoral komunitas di bawah otoritas Uskup Diosesan dalam seluruh

13
Bdk. DOKUMEN KONSILI VATIKAN II (terj. R. HARDAWIRYANA), DOKPEN KWI, JAKARTA 1993. Dekrit tentang
Kerasulan Awam Apostolicam Actuositatem (18 November 1965) DOKPEN KWI, Jakarta 1993, 2. Selain Konsili
Vatikan II, Sinode Uskup tahun 1971 dan Direktorium Ecclesiae Imago juga memberikan penekanan pada kontribusi
kaum awam dalam pengelolaan harta kekayaan Gereja.
14
Pada tahun 2009, Paus Emeritus Benediktus XVI mencanangkan model baru dalam hal hubungan antara klerus dan
umat paroki, yakni bahwa umat paroki harus dipandang sebagai rekan tanggung jawab (co-responsible), bukan sekedar
rekan kerja (collaborator) dalam kehidupan dan aktivitas Gereja. Bdk. BENEDIKTUS XVI, “Address on Church
Membership and Pastoral Co-responsibility” (26 Mei 2009), dalam
https://www.vatican.va/content/benedict-xvi/en/speeches/2009/may/documents/hf_ben-xvi_spe_20090526_convegno-
diocesi-rm.html (diakses tanggal 25 Februari 2023).
15
Sumbangan umat paroki merupakan bentuk pelaksanaan hak dan kewajiban fundamental umat beriman untuk
membantu paroki dalam memenuhi kebutuhannya. Bdk. Kan. 222 §1.
16
Kan. 1254 §1.
17
Bdk. Kan. 1254 §2.
18
Bdk. Kan. 1282. Komunitas umat beriman secara yuridis diwakili oleh organ partisipatif dan konsultatif yang
keberadaannya diakui oleh Gereja.

3
aspeknya, baik sakramental, liturgis, kateketik, karitatif, maupun aspek sipil dan administratif.19
Dalam hal keuangan paroki, pastor paroki adalah administrator dan penanggung jawab legal-yuridis
yang bertindak mewakili badan hukum paroki yang tunduk kepada norma hukum universal maupun
partikular yang ditetapkan oleh Uskup Diosesan.20
Berdasarkan Kan. 1281-1287, dapat dirumuskan beberapa tugas dari pastor paroki berkenaan
dengan pengelolaan keuangan paroki antara lain: 1) mengusahakan agar perolehan, pemilikan, dan
pengelolaan keuangan paroki selalu selaras dengan ketentuan sipil, 2) mengawasi penggunaan aset-
aset paroki, 3) membuat anggaran keuangan jangka pendek dan panjang, 4) mengelola akun bank,
investasi, dan asuransi dari aset-aset paroki, 5) membuat dan mengawasi kebijakan-kebijakan
pengeluaran sesuai dengan maksud donatur dan norma-norma yang legitim, 6) mencatat dan
mengarsipkan buku-buku pemasukan dan pengeluaran, dan 7) membuat laporan keuangan akhir
tahun.
Dari tugas-tugas di atas, dapat dilihat bahwa pastor paroki dituntut untuk memiliki kecakapan
dalam hal administrasi keuangan. Untuk membantu pastor paroki dalam mengelola keuangan,
Gereja mewajibkan keberadaan Dewan Keuangan Paroki atau minimal dua orang penasihat
keuangan di masing-masing paroki.21

3.2.2 Dewan Keuangan Paroki


Dewan Keuangan Paroki (DKP) merupakan organ partisipatif dan konsultatif yang bertugas
untuk memberikan bantuan kepada pastor paroki selaku penanggung jawab legal-yuridis dalam
mengelola keuangan paroki.22 DKP dikepalai oleh pastor paroki dan beranggotakan orang-orang
yang memiliki kualitas dan kompetensi yang baik dalam hal administrasi keuangan. 23 Anggota DKP
dipilih menurut norma-norma dalam keuskupan.24
DKP membantu pastor paroki secara khusus dalam hal: 1) membuat anggaran paroki,
memantau penerimaan dana baik dari sumbangan maupun usaha, 2) merumuskan rencana jangka
panjang (termasuk pembelian aset/alat dan renovasi), 3) memantau implementasi kebijakan-
kebijakan keuangan yang ditetapkan oleh Keuskupan, 4) memastikan semua persyaratan keuangan
dari pemerintah sipil dipenuhi, dan 5) membuat serta menyimpan laporan keuangan yang akurat.25
19
Bdk. Kan. 519.
20
Bdk. Kan. 532.
21
Bdk. Kan. 537, 1280, dan PO 17. DKP adalah lembaga yang wajib dalam tiap paroki menurut hukum universal. Bdk.
John P. BEAL, et al. (eds.), New Commentary on the Code of Canon Law, Canon Law Society of America, Paulist Press,
New York (NY) 2000, 710-711.
22
Dalam hal ini, keputusan mengenai perkara-perkara keuangan paroki tetap berada di tangan pastor paroki. Meskipun
demikian, Ordinaris Wilayah dapat menetapkan kasus-kasus tertentu di mana pastor paroki wajib untuk meminta
persetujuan dari DKP. Bdk. Arulselvam RAYAPPAN, “Temporal Goods and Diocesan/Parish Finance Council”, dalam
http://www.canonlawsocietyofindia.org/temporal-goods-and-diocesanparish-finance-council/ (diakses tanggal 28
Februari 2023).
23
Bdk. Kan. 492 §1.
24
Bdk. Kan. 537.
25
Bdk. Arulselvam RAYAPPAN, op. cit.

4
3.2.3 Ordinaris Wilayah (Keuskupan)
Selain pastor paroki dan DKP, Keuskupan sebagai Ordinaris wilayah juga memiliki peran
dalam pengelolaan keuangan paroki yakni sebagai pengawas, seperti yang ditentukan dalam Kan.
1276 §1: “Ordinaris harus mengawasi dengan seksama pengelolaan semua harta benda milik badan-
badan hukum publik yang dibawahkan padanya, dengan tetap berlaku dasar-dasar legitim yang
memberi kewenangan cukup besar kepadanya.” Dengan pengawasan yang baik, diharapkan
pengelolaan keuangan dalam paroki dapat terlaksana dengan baik dan tiap kekeliruan (jika ada)
dapat segera diperbaiki.

3.3 Mekanisme Pengelolaan Keuangan Paroki


Mekanisme pengelolaan keuangan paroki diatur dalam hukum partikular, secara khusus dalam
statuta DKP dan Pedoman Keuangan dan Akuntansi Paroki yang dikeluarkan oleh Uskup Diosesan.
Pada umumnya, pengelolaan keuangan paroki mencakup empat tahap, yakni perencanaan,
penganggaran, transaksi, dan pelaporan.26
1) Perencanaan: membuat rencana sistematis dan strategis setiap awal tahun mengenai
keuangan paroki. Rencana yang berskala besar hendaknya dikonsultasikan terlebih dahulu
dengan Ordinaris Wilayah maupun umat paroki untuk menghindari kemungkinan hal-hal
yang merugikan paroki di kemudian hari.
2) Penganggaran: membuat anggaran tahunan paroki untuk masing-masing pos (misal:
kegiatan pastoral, upah karyawan, biaya hidup pastor paroki, dll.), sesuai dengan prioritas
kebutuhan dan keadaan paroki.
3) Transaksi: mencatat setiap transaksi (pemasukan dan pengeluaran) dalam jurnal harian
disertai dengan nota sebagai bukti. Transaksi dalam jumlah besar membutuhkan
persetujuan/konsensus dari DKP maupun Uskup Diosesan, sesuai dengan statuta DKP
yang ditetapkan dalam masing-masing Keuskupan.
4) Pelaporan: membuat laporan keuangan tahunan, baik untuk Ordinaris Wilayah (Kan.
1287 §1) maupun komunitas umat beriman di paroki (Kan. 1287 §2). Isi laporan
menyangkut neraca pendapatan, pengeluaran, maupun pinjaman.

3.4 Prinsip-prinsip dalam Pengelolaan Keuangan Paroki


Pengelolaan keuangan paroki harus memperhatikan prinsip-prinsip manajemen keuangan,
secara khusus prinsip transparansi dan akuntabilitas.

26
Bdk. KOMSOS KWI, “Pengelolaan Keuangan Paroki: Questio Semper Urgens”, dalam https://www.mirifica.net/
pengelolaan-keuangan-paroki-questio-semper-urgens/ (diakses tanggal 26 Februari 2023).

5
3.4.1 Transparansi (Transparancy)
Prinsip transparansi mewajibkan pastor paroki dan DKP untuk menyediakan informasi
transaksi keuangan paroki yang relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami baik oleh
Ordinaris Wilayah maupun umat beriman. 27 Hal ini dapat dipraktikkan melalui rapat rutin,
pengumuman paroki, maupun laman web paroki. Selain melaporkan data-data, pastor paroki dan
DKP juga wajib untuk melaporkan keadaan terkini dari neraca keuangan paroki, bagaimana
keuangan dikelola, termasuk permasalahan-permasalahan yang terjadi seputar keuangan paroki
kepada Ordinaris Wilayah dan umat beriman.28 Hal ini sangat diperlukan untuk menjaga kredibilitas
Gereja di mata umat dan meningkatkan komitmen dan loyalitas dari umat.29

3.4.2 Akuntabilitas (Accountability)


Sebagai sebuah organisasi sektor publik,30 paroki harus menyediakan laporan yang akuntabel
(dapat dipertanggungjawabkan). Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat dalam penggunaan dan
pengelolaan keuangan paroki harus dapat mempertanggungjawabkan seluruh tindakan dan
keputusannya. Pertanggungjawaban ini dapat berupa laporan keuangan berkala yang riil dan
obyektif kepada pastor paroki dan DKP maupun kepada Ordinaris Wilayah dan auditor. Laporan
yang diberikan juga harus dapat dipertanggungjawabkan secara fiskal, dengan memastikan agar
neraca selalu seimbang, sesuai dengan bukti nota/kuitansi, dan menghindari pengeluaran/hutang
yang tidak perlu.

3.4.3 Penatalayanan (Stewardship)


KHK mewajibkan semua pengelola keuangan Paroki untuk memenuhi tugasnya dengan
semangat penatalayanan seorang pengurus rumah yang baik (bdk. Kan. 1284 § 1). Penatalayanan
mengandung dua unsur: 1) sang pelayan (steward) bukanlah pemilik, melainkan seseorang yang
bertanggungjawab mengurusi harta dari pemilik, dan 2) sang pelayan harus melakukan tugas yang
dipercayakan kepadanya sedemikian rupa untuk mendapatkan kepercayaan dan penghargaan dari
pemilik.31 Dalam konteks pengelolaan keuangan paroki, harta benda paroki pada dasarnya
merupakan hasil jerih payah umat paroki yang dipercayakan kepada pastor paroki. Oleh karena itu,
pengelolaannya haruslah ditujukan untuk kepentingan seluruh umat paroki sesuai dengan hukum
27
Bdk. Kathleen J. HEYER, “The Catholic Church and Financial Transparency: A Theological Reflection on the
Vatican's Evolving Discourse”, dalam Journal of Religious Ethics, Vol. 45, No. 3, 509-528.
28
Bdk. KONGREGASI UNTUK PARA KLERUS, Instruksi Pertobatan Pastoral Komunitas Paroki (terj. Andreas
SUPARMAN, SCJ; 29 Juni 2020), DOKPEN KWI, Jakarta 2020, 106.
29
Sebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dalam paroki yang transparan, umat lebih berkomitmen
dan bermurah hati untuk memberi derma. Bdk. Charles ZECH, “5 Essential Practices to Get Your Parish Finances in
Order”, dalam U.S. Catholic, Vol. 85, No. 8, 30-31.
30
Karena Paroki merupakan organisasi nirlaba dan juga merupakan yayasan Gerejawi, maka Paroki termasuk organisasi
sektor publik. Bdk. Kan. 1255 dan 515 § 3. Organisasi sektor publik diwajibkan untuk membuat laporan keuangan dan
laporan tersebut perlu diaudit untuk menjamin telah dilakukannya true and fair presentation. Bdk. MARDIASMO,
Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta 2002, 33.
31
Bdk. Otto F. CRUMROY, et al., Church Administration and Finance Manual, Morehouse Publishing, New York (NY)
1998, 275.

6
Gereja. Hal ini menuntut kejujuran dan kebijaksanaan dari pihak pastor paroki dan DKP untuk
memastikan agar setiap keputusan keuangan dapat menghasilkan kebaikan untuk seluruh paroki,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

4 Refleksi dan Simpulan


Pengelolaan keuangan merupakan sebuah aspek penting dalam Gereja Katolik untuk
mendukung tugasnya dalam melayani umat Allah dan dunia. Sepanjang perjalanan sejarah, Gereja
telah mengembangkan pelbagai sistem dan kebijakan untuk memastikan bahwa pengelolaan
keuangan Gereja dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan
penatalayanan. Selain itu, dapat diamati pula bahwa pengelolaan keuangan Gereja semakin
terdesentralisasi dan semakin melibatkan kaum awam, bukan hanya sebagai rekan kerja, melainkan
sebagai rekan yang ikut bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan. Salah satu perkembangan
penting dalam pengelolaan keuangan Gereja adalah dibentuknya sistem fabrica yang kemudian
berkembang menjadi Dewan Keuangan Keuskupan dan Paroki.
Ditinjau dari segi hukum kanonik, pengelolaan harta benda/keuangan Gereja, baik dalam hal
perolehan, pengelolaan, maupun pengalihan secara umum diatur secara khusus dalam KHK buku V
(Kan. 1254 – 1310). Hukum-hukum dalam KHK ini bersifat universal sehingga harus dilengkapi
dengan hukum-hukum partikular yang ditetapkan oleh Uskup Diosesan sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan setiap keuskupan. Sebagai administrator dan penanggung jawab legal-yuridis dalam
paroki, pastor paroki harus tunduk pada norma hukum universal maupun partikular.
Dalam mengelola keuangan paroki, pastor paroki tidak dapat dan tidak boleh bekerja
sendirian. Untuk itu, perlu ada kerja sama yang konstruktif antara pastor paroki dan Dewan
Keuangan Paroki dengan terus memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan
penatalayanan. Selain itu, untuk memastikan pengelolaan keuangan yang benar dan mencegah
penyalahgunaan maupun kelalaian dalam hal pengelolaan keuangan, pengawasan dari Ordinaris
Wilayah mutlak diperlukan. Hanya dengan rahmat Roh Kudus dan kerja sama yang baik dari semua
pihak maka keuangan paroki dapat benar-benar dikelola dengan baik sehingga mencapai tujuannya
yang utama, yakni demi keselamatan jiwa-jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Dokumen Gereja


Alkitab Deuterokanonika (TB1), ed. II, cet. II, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta 2001.
Dokumen Konsili Trente, dalam https://www.documentacatholicaomnia.eu/03d/1545-1545,
_Concilium_Tridentinum,_Canons_And_Decrees,_EN.pdf (diakses tanggal 1 Maret 2023).

7
Dokumen Konsili Vatikan II (terj. R. HARDAWIRYANA), DOKPEN KWI, Jakarta 1993.
Kitab Hukum Kanonik, Ed. II (terj. Tim Temu Kanonis Regio Jawa), Konferensi Waligereja
Indonesia, Jakarta 2016.
KONGREGASI UNTUK PARA KLERUS, Instruksi Pertobatan Pastoral Komunitas Paroki (terj. Andreas
SUPARMAN, SCJ; 29 Juni 2020), DOKPEN KWI, Jakarta 2020.

Sumber Buku
BEAL, John P., et al. (eds.), New Commentary on the Code of Canon Law, Canon Law Society of
America, Paulist Press, New York (NY) 2000.
CRUMROY, Otto F., et al., Church Administration and Finance Manual, Morehouse Publishing,
New York (NY) 1998.
MARDIASMO, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta 2002.
SCHAFF, Philip, History of the Christian Church, Vol. V: The Middle Ages (Part I), AD 1049–1294,
Eerdmans, Grand Rapids (MI) 1957.
SHELLEY, Bruce, Church History in Plain Language, Ed. IV, Thomas Nelson, Nashville (TN) 2013.
STARK, Rodney, The Rise of Christianity, Harper Collins, San Francisco (CA) 1997.

Sumber Ensiklopedia
FAHLBUSCH, Erwin – BROMILEY, Geoffrey William (eds.), The Encyclopedia of Christianity,
Eerdmans, Grand Rapids (MI) 1999.
CARSON, Thomas – CERRITO, Joann (eds.), New Catholic Encyclopedia, Ed. II, Thomson Gale,
New York (NY) 2003.
HERBERMANN, Charles G. (ed.), The Catholic Encyclopedia, Robert Appleton Company, New York
(NY) 1909.

Sumber Jurnal dan Artikel


BOWE, J., “From Apostolic Community to Institutional Church: A Study in the Evolution of
Ecclesiastical Finance”, dalam Journal of Religious History, Vol. 30, No. 1, 2006, 19-34.

HEYER, Kathleen J., “The Catholic Church and Financial Transparency: A Theological Reflection
on the Vatican's Evolving Discourse”, dalam Journal of Religious Ethics, Vol. 45, No. 3, 509-
528.

ZECH, Charles, “5 Essential Practices to Get Your Parish Finances in Order”, dalam U.S. Catholic,
Vol. 85, No. 8, 30-31.

Sumber Internet

8
BENEDIKTUS XVI, “Address on Church Membership and Pastoral Co-responsibility” (26 Mei
2009), dalam
https://www.vatican.va/content/benedict-xvi/en/speeches/2009/may/documents/hf_
ben-xvi_spe_20090526_convegno-diocesi-rm.html (diakses tanggal 25 Februari 2023).

RAYAPPAN, Arulselvam, “Temporal Goods and Diocesan/Parish Finance Council”, dalam


http://www.canonlawsocietyofindia.org/temporal-goods-and-diocesanparish-finance-council/
(diakses tanggal 28 Februari 2023).

KOMSOS KWI, “Pengelolaan Keuangan Paroki: Questio Semper Urgens”, dalam https://
www.mirifica.net/pengelolaan-keuangan-paroki-questio-semper-urgens/ (diakses tanggal 26
Februari 2023).

9
LAMPIRAN

PEDOMAN DASAR DEWAN PASTORAL PAROKI (PDDPP)


KEUSKUPAN AGUNG PONTIANAK
Tahun 2017

BAB VII
HARTA BENDA DAN KEUANGAN PAROKI

Pasal 31
Pengelolaan Harta Benda
Peraturan mengenai pengelolaan harta benda dan keuangan paroki serta inventarisasi dicantumkan
dalam Anggaran Dasar Pengurus Gereja dan Dana Papa (PGDP) dan Pedoman Keuangan Paroki
KAP.

Pasal 32
Keuangan
1. Dewan Pastoral Paroki menyerahkan Program Pelayanan Pastoral dan Anggaran Paroki terutama
tentang anggaran Dana program rutin/operasional, program prioritas tahun yang akan datang dan
kebutuhan pengadaan/penambahan/pemeliharaan aset kepada Keuskupan setahun sekali, paling
lambat setiap akhir Desember.
2. Dewan Pastoral Paroki wajib menyusun Laporan Keuangan setiap bulan dan menyerahkannya
kepada Keuskupan setiap 3 bulan sekali.
3. Pastor Kepala sebagai Ketua Umum Dewan Pastoral Paroki bertanggungjawab atas laporan
keuangan kepada Uskup.
4. Untuk mewujudkan fungsi pengawasan internal, Dewan Pastoral Paroki perlu melaporkan
kondisi keuangan Paroki kepada Tim Keuangan KAP sesuai Pedoman Keuangan Paroki KAP.

10

Anda mungkin juga menyukai