OLEH:
STEVEN WIJAYA / FR. PAULUS
1122022004
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
1 Pendahuluan........................................................................................................................1
2 Sejarah Pengelolaan Keuangan dalam Gereja dan Paroki..................................................1
2.1 Gereja Perdana hingga Konsili Trente.........................................................................1
2.2 Konsili Trente dan Konsili Vatikan II..........................................................................2
3 Pengelolaan Keuangan Paroki............................................................................................3
3.1 Sumber dan Fungsi Keuangan Paroki..........................................................................3
3.2 Subyek Pengelolaan Keuangan Paroki.........................................................................3
3.2.1 Pastor Paroki.........................................................................................................4
3.2.2 Dewan Keuangan Paroki.......................................................................................4
3.2.3 Ordinaris Wilayah (Keuskupan)...........................................................................5
3.3 Mekanisme Pengelolaan Keuangan Paroki..................................................................5
3.4 Prinsip-prinsip dalam Pengelolaan Keuangan Paroki..................................................6
3.4.1 Transparansi (Transparancy)................................................................................6
3.4.2 Akuntabilitas (Accountability)..............................................................................6
3.4.3 Penatalayanan (Stewardship)................................................................................6
4 Refleksi dan Simpulan........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................8
LAMPIRAN..............................................................................................................................10
ii
1 Pendahuluan
Sebagai sebuah komunitas umat beriman yang dipanggil untuk menjadi tanda kehadiran Allah
di tengah dunia, Gereja tidak dapat terpisah dari urusan temporal, termasuk urusan keuangan. Uang
dan harta benda pada prinsipnya bukanlah hal yang buruk, melainkan merupakan sarana untuk
mendukung hidup dan karya Gereja. Oleh karena itu, harta benda Gereja harus dikelola dengan baik
dan benar. Paper singkat ini membahas pengelolaan keuangan Gereja secara khusus dalam lingkup
paroki ditinjau dari sudut pandang historis dan hukum Gereja. Tujuannya adalah untuk memahami
perkembangan dan tata pengelolaan keuangan dalam paroki serta prinsip-prinsip yang konstitutif
dalam pengelolaan keuangan paroki yang baik.
1
Bdk. Kis. 2:44-47; 1Tim. 6:17-19.
2
Bdk. Kis. 6:1-7; 2Kor 8-9; Gal 6:9-10; Yak 2:1-9.
3
Hal ini secara khusus terjadi setelah Dekrit Milan (313) yang mengakui Gereja sebagai agama resmi kekaisaran
Romawi sehingga dalam waktu singkat terjadi peningkatan jumlah kekayaan dan aset Gereja. Bdk. Bruce SHELLEY,
Church History in Plain Language, Ed. IV, Thomas Nelson, Nashville (TN) 2013, 129-131.
4
Sebagai contoh, konsili Ancyra (314) menegaskan bahwa imam-imam tidak boleh menggunakan harta benda Gereja
tanpa meminta persetujuan dari Uskup. Bdk. Cyril HOVORUN, “Council of Ancyra (314)”, dalam Erwin FAHLBUSCH –
Geoffrey William BROMILEY (eds.), The Encyclopedia of Christianity, Eerdmans, Grand Rapids (MI) 1999.
5
Derma ini dapat berupa uang, barang, maupun tanah. Pendapatan lain diperoleh melalui stipendium untuk pelayanan-
pelayanan Sakramental seperti baptis, pernikahan, dan pemakaman. Rodney STARK, The Rise of Christianity, Harper
Collins, San Francisco (CA) 1997, 207.
6
Bdk. ibid., 87.
1
Seiring dengan perkembangan Gereja baik secara geografis maupun kuantitas, administrasi
Gereja menjadi semakin terdesentralisasi. Paroki-paroki lokal mulai mengambil alih tanggung
jawab dalam mengelola keuangannya sendiri.7 Luasnya wilayah dan banyaknya jumlah paroki
kerap menyulitkan Uskup untuk mengawasi pengelolaan dan penggunaan keuangan paroki secara
formal sehingga muncul aneka permasalahan seperti korupsi, penggelapan, dan penyalahgunaan
harta paroki.8 Hal ini diperparah dengan kurangnya transparansi dan wawasan pastor paroki dalam
mengelola keuangan. Selain itu, permasalahan keuangan juga terjadi di tingkat keuskupan bahkan
kepausan, terutama dengan maraknya praktik penjualan jabatan (simoni) dan indulgensi, terutama
di Abad Pertengahan.9
7
Bdk. J. BOWE, “From Apostolic Community to Institutional Church: A Study in the Evolution of Ecclesiastical
Finance”, dalam Journal of Religious History, Vol. 30, No. 1, 2006, 19-34.
8
Bdk. Philip SCHAFF, History of the Christian Church, Vol. V: The Middle Ages (Part I), AD 1049–1294, Eerdmans,
Grand Rapids (MI) 1957, 17.
9
Bdk. ibid.
10
Konsili Lateran IV memuat beberapa ketentuan yang ditujukan untuk memerangi simoni dan penyalahgunaan
keuangan lainnya di Gereja, misalnya Kanon 3 yang melarang penjualan jabatan gerejawi (simoni) dan Kanon 13 yang
mewajibkan para uskup untuk memberikan laporan tahunan tentang pendapatan dan pengeluaran mereka. Konsili
Konstans mengutuk praktik simoni dan penjualan indulgensi, serta membentuk sebuah sistem lembaga pengawas
keuangan untuk mencegah penyalahgunaan kekayaan Gereja. Bdk. C. DUGGAN, “Lateran Councils” dan B. TIERNEY,
“Constance, Council of”, dalam Thomas CARSON – Joann CERRITO (eds.), New Catholic Encyclopedia, Ed. II,
Thomson Gale, New York (NY) 2003.
11
Istilah Fabrica Ecclesiae (Struktur Gereja) merujuk pada aspek material dari Gereja atau paroki, seperti bangunan,
perabot, dan aset-aset fisik lainnya. Istilah ini juga dapat merujuk pada individu maupun panitia yang bertugas untuk
mengelola hal-hal keuangan dan material Gereja. Anggota fabrica biasanya ditunjuk oleh Uskup. Bdk. A. VAN HOVE,
“Fabrica Ecclesiæ”, dalam Charles G. HERBERMANN (ed.), The Catholic Encyclopedia, Robert Appleton Company,
New York (NY) 1909.
12
Ketetapan-ketetapan ini ditetapkan dalam “Dekrit Reformasi” yang dirumuskan pada sidang ke-22 tanggal 15 Juli
1563. Bdk. Dokumen Konsili Trente, dalam https://www.documentacatholicaomnia.eu/03d/1545-1545,_Concilium_
Tridentinum,_Canons_And_Decrees,_EN.pdf (diakses tanggal 1 Maret 2023).
2
pelayanan maupun dalam pengambilan keputusan.13 Hal ini berdampak pada pengelolaan keuangan
Gereja, di mana kaum awam semakin dilibatkan dalam tanggung jawab mengelola keuangan
Gereja, secara khusus melalui Dewan Keuangan, baik di tingkat paroki maupun keuskupan.14
13
Bdk. DOKUMEN KONSILI VATIKAN II (terj. R. HARDAWIRYANA), DOKPEN KWI, JAKARTA 1993. Dekrit tentang
Kerasulan Awam Apostolicam Actuositatem (18 November 1965) DOKPEN KWI, Jakarta 1993, 2. Selain Konsili
Vatikan II, Sinode Uskup tahun 1971 dan Direktorium Ecclesiae Imago juga memberikan penekanan pada kontribusi
kaum awam dalam pengelolaan harta kekayaan Gereja.
14
Pada tahun 2009, Paus Emeritus Benediktus XVI mencanangkan model baru dalam hal hubungan antara klerus dan
umat paroki, yakni bahwa umat paroki harus dipandang sebagai rekan tanggung jawab (co-responsible), bukan sekedar
rekan kerja (collaborator) dalam kehidupan dan aktivitas Gereja. Bdk. BENEDIKTUS XVI, “Address on Church
Membership and Pastoral Co-responsibility” (26 Mei 2009), dalam
https://www.vatican.va/content/benedict-xvi/en/speeches/2009/may/documents/hf_ben-xvi_spe_20090526_convegno-
diocesi-rm.html (diakses tanggal 25 Februari 2023).
15
Sumbangan umat paroki merupakan bentuk pelaksanaan hak dan kewajiban fundamental umat beriman untuk
membantu paroki dalam memenuhi kebutuhannya. Bdk. Kan. 222 §1.
16
Kan. 1254 §1.
17
Bdk. Kan. 1254 §2.
18
Bdk. Kan. 1282. Komunitas umat beriman secara yuridis diwakili oleh organ partisipatif dan konsultatif yang
keberadaannya diakui oleh Gereja.
3
aspeknya, baik sakramental, liturgis, kateketik, karitatif, maupun aspek sipil dan administratif.19
Dalam hal keuangan paroki, pastor paroki adalah administrator dan penanggung jawab legal-yuridis
yang bertindak mewakili badan hukum paroki yang tunduk kepada norma hukum universal maupun
partikular yang ditetapkan oleh Uskup Diosesan.20
Berdasarkan Kan. 1281-1287, dapat dirumuskan beberapa tugas dari pastor paroki berkenaan
dengan pengelolaan keuangan paroki antara lain: 1) mengusahakan agar perolehan, pemilikan, dan
pengelolaan keuangan paroki selalu selaras dengan ketentuan sipil, 2) mengawasi penggunaan aset-
aset paroki, 3) membuat anggaran keuangan jangka pendek dan panjang, 4) mengelola akun bank,
investasi, dan asuransi dari aset-aset paroki, 5) membuat dan mengawasi kebijakan-kebijakan
pengeluaran sesuai dengan maksud donatur dan norma-norma yang legitim, 6) mencatat dan
mengarsipkan buku-buku pemasukan dan pengeluaran, dan 7) membuat laporan keuangan akhir
tahun.
Dari tugas-tugas di atas, dapat dilihat bahwa pastor paroki dituntut untuk memiliki kecakapan
dalam hal administrasi keuangan. Untuk membantu pastor paroki dalam mengelola keuangan,
Gereja mewajibkan keberadaan Dewan Keuangan Paroki atau minimal dua orang penasihat
keuangan di masing-masing paroki.21
4
3.2.3 Ordinaris Wilayah (Keuskupan)
Selain pastor paroki dan DKP, Keuskupan sebagai Ordinaris wilayah juga memiliki peran
dalam pengelolaan keuangan paroki yakni sebagai pengawas, seperti yang ditentukan dalam Kan.
1276 §1: “Ordinaris harus mengawasi dengan seksama pengelolaan semua harta benda milik badan-
badan hukum publik yang dibawahkan padanya, dengan tetap berlaku dasar-dasar legitim yang
memberi kewenangan cukup besar kepadanya.” Dengan pengawasan yang baik, diharapkan
pengelolaan keuangan dalam paroki dapat terlaksana dengan baik dan tiap kekeliruan (jika ada)
dapat segera diperbaiki.
26
Bdk. KOMSOS KWI, “Pengelolaan Keuangan Paroki: Questio Semper Urgens”, dalam https://www.mirifica.net/
pengelolaan-keuangan-paroki-questio-semper-urgens/ (diakses tanggal 26 Februari 2023).
5
3.4.1 Transparansi (Transparancy)
Prinsip transparansi mewajibkan pastor paroki dan DKP untuk menyediakan informasi
transaksi keuangan paroki yang relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami baik oleh
Ordinaris Wilayah maupun umat beriman. 27 Hal ini dapat dipraktikkan melalui rapat rutin,
pengumuman paroki, maupun laman web paroki. Selain melaporkan data-data, pastor paroki dan
DKP juga wajib untuk melaporkan keadaan terkini dari neraca keuangan paroki, bagaimana
keuangan dikelola, termasuk permasalahan-permasalahan yang terjadi seputar keuangan paroki
kepada Ordinaris Wilayah dan umat beriman.28 Hal ini sangat diperlukan untuk menjaga kredibilitas
Gereja di mata umat dan meningkatkan komitmen dan loyalitas dari umat.29
6
Gereja. Hal ini menuntut kejujuran dan kebijaksanaan dari pihak pastor paroki dan DKP untuk
memastikan agar setiap keputusan keuangan dapat menghasilkan kebaikan untuk seluruh paroki,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
7
Dokumen Konsili Vatikan II (terj. R. HARDAWIRYANA), DOKPEN KWI, Jakarta 1993.
Kitab Hukum Kanonik, Ed. II (terj. Tim Temu Kanonis Regio Jawa), Konferensi Waligereja
Indonesia, Jakarta 2016.
KONGREGASI UNTUK PARA KLERUS, Instruksi Pertobatan Pastoral Komunitas Paroki (terj. Andreas
SUPARMAN, SCJ; 29 Juni 2020), DOKPEN KWI, Jakarta 2020.
Sumber Buku
BEAL, John P., et al. (eds.), New Commentary on the Code of Canon Law, Canon Law Society of
America, Paulist Press, New York (NY) 2000.
CRUMROY, Otto F., et al., Church Administration and Finance Manual, Morehouse Publishing,
New York (NY) 1998.
MARDIASMO, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta 2002.
SCHAFF, Philip, History of the Christian Church, Vol. V: The Middle Ages (Part I), AD 1049–1294,
Eerdmans, Grand Rapids (MI) 1957.
SHELLEY, Bruce, Church History in Plain Language, Ed. IV, Thomas Nelson, Nashville (TN) 2013.
STARK, Rodney, The Rise of Christianity, Harper Collins, San Francisco (CA) 1997.
Sumber Ensiklopedia
FAHLBUSCH, Erwin – BROMILEY, Geoffrey William (eds.), The Encyclopedia of Christianity,
Eerdmans, Grand Rapids (MI) 1999.
CARSON, Thomas – CERRITO, Joann (eds.), New Catholic Encyclopedia, Ed. II, Thomson Gale,
New York (NY) 2003.
HERBERMANN, Charles G. (ed.), The Catholic Encyclopedia, Robert Appleton Company, New York
(NY) 1909.
HEYER, Kathleen J., “The Catholic Church and Financial Transparency: A Theological Reflection
on the Vatican's Evolving Discourse”, dalam Journal of Religious Ethics, Vol. 45, No. 3, 509-
528.
ZECH, Charles, “5 Essential Practices to Get Your Parish Finances in Order”, dalam U.S. Catholic,
Vol. 85, No. 8, 30-31.
Sumber Internet
8
BENEDIKTUS XVI, “Address on Church Membership and Pastoral Co-responsibility” (26 Mei
2009), dalam
https://www.vatican.va/content/benedict-xvi/en/speeches/2009/may/documents/hf_
ben-xvi_spe_20090526_convegno-diocesi-rm.html (diakses tanggal 25 Februari 2023).
KOMSOS KWI, “Pengelolaan Keuangan Paroki: Questio Semper Urgens”, dalam https://
www.mirifica.net/pengelolaan-keuangan-paroki-questio-semper-urgens/ (diakses tanggal 26
Februari 2023).
9
LAMPIRAN
BAB VII
HARTA BENDA DAN KEUANGAN PAROKI
Pasal 31
Pengelolaan Harta Benda
Peraturan mengenai pengelolaan harta benda dan keuangan paroki serta inventarisasi dicantumkan
dalam Anggaran Dasar Pengurus Gereja dan Dana Papa (PGDP) dan Pedoman Keuangan Paroki
KAP.
Pasal 32
Keuangan
1. Dewan Pastoral Paroki menyerahkan Program Pelayanan Pastoral dan Anggaran Paroki terutama
tentang anggaran Dana program rutin/operasional, program prioritas tahun yang akan datang dan
kebutuhan pengadaan/penambahan/pemeliharaan aset kepada Keuskupan setahun sekali, paling
lambat setiap akhir Desember.
2. Dewan Pastoral Paroki wajib menyusun Laporan Keuangan setiap bulan dan menyerahkannya
kepada Keuskupan setiap 3 bulan sekali.
3. Pastor Kepala sebagai Ketua Umum Dewan Pastoral Paroki bertanggungjawab atas laporan
keuangan kepada Uskup.
4. Untuk mewujudkan fungsi pengawasan internal, Dewan Pastoral Paroki perlu melaporkan
kondisi keuangan Paroki kepada Tim Keuangan KAP sesuai Pedoman Keuangan Paroki KAP.
10