Disebuah desa hiduplah sepasang suami istri, hidup dengan penuh kesederhanaan. Setiap
hari pekerjaan mereka hanya mengambil kayu bakar dihutan lalu kayu bakar tersebut dijualkan kepasar
guna memenuhi kebutuhan hudup sehari-hari mereka. Namun, sekian tahun menikah sepasang suami
istri ini belum juga dikarunia seorang anak, meskipun segala usaha berobat kesana kemari agar biasa
memperoleh anak belum juga terkabulkan, mungkin sudah merupakan suratan takdir bahwa meraka
Sore itu, ketika sepasang suami istri mengumpulkan kayu-kayu bakar dihutan mereka bertemu
“benar bu, tentu hidup kita lebih terasa bahagia lagi. Sahut sang suami”
Ternyata sepasang suami istri itu sedang memperhatikan sepasang burung merpati yang
sedang memberikan makan kepada anaknya. Tanpa terasa matahari mulai terbenam dengan
memancarkan cahaya mega merahnya yang menandakan haripun mulai senja, itu tandanya sang
suami istri harus segera pulang sebelum gelap menyelimuti mereka di dalam hutan.
Setibanya dirumah sang suami istri merenungkan kembali kejadian yang mereka lihat ketika
berada di hutan tadi, ternyata hal itu membuat mereka mengingatkan kembali keinginan mereka
“Sudahlah bu tidak dipikirkan lagi mungkin belum saatnya kita diberikan anak. Kejut sang
“Ya pak, saya kedapur dulu siapkan makan malam untuk bapak ya. Gegas sang istri pergi
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan membuat sang suami istri
Suatu malam ketika sang suamu istri tidur terlelap karena kelelahan mengambil kayu dihutan,
datanglah seorang kakek tua berpakaian serba putih menhampiri sang istri, lalu kakek tua tadi berkata
“pergilah kehutan carilah rebung bambu yang yang dililiti seekor ular sawah, kemudian rebuslah rebung
itu niscaya kamu akan diberikan anak sesuai yang kamu dambakan selama pernikan kamu”.
Setelah menyampaikan pesan tersebut si kakek tua itu pergi, lalu sang ibu berkata hai kakek
tua siapakah geranganmu? Namun si kakek hilang seketika dari penglihatannya, namun sang ibu terus
“ya pak, sang istri menceritakan alkisah mimpinya kepada sang suami”
Keesokan harinya ketika ayam berkokok mereka segera berangkat kehutan mengikuti pesan
yang disampaikan oleh si kakek tua dalam mimpi sang istri untuk mencari rebung yang dililiti oleh
seekor ular sawah. Mereka terus berjalan dan terus berjalan masuk hutan, bukit-bukin mereka lalui dan
sungai-sungai mereka seberangi tak terasa haripun mulai senja namun rebung yang dimaksudkan si
“Pak saya lelah, kata sang istri dengan suara yang penuh kelelahan seharian berjalan”
“Ya bu, kita istirahat dulu disini. Sahut sang suami sambil memapah sang istri duduk dibawah
“Pak, apakah mimpiku semalam hanya sekedar bunga tidur atau petunjuk untuk kita, mengapa
tumbuh di tengah hutan belantara seperti ini. Sahut sang suami yang telah berputus asa mencari
rebung tersebu”
“Pak mari kita pulang karena hari sudah senja, takut kemalaman di jalan. Ajak sang istri
kepada suaminya”.
Merekapun bangkit dan bergegas pulang karena hari semakin sore. Di dalam dikejauhan
meraka melihat serumpun pohon bambu yang tumbuh dipinggir sungai, merekapun bergegas
mendekati bambu tersebut, ternyata dalam rumpun bambu tersebut ada rebung bambu yang dilingkari
seekor ular sawah sama persis yang dikisahkan dalam mimpi sang istri terbut. Merekapun mengambil
rebung tersebut dan segera membawanya pulang kerumah untuk dimasak sesuai pesan oleh si kakek
tua. Selang beberapa lama kemudian sang istri telah hamil dan melahir seorang bayi laki-laki, dan bayi
***
Kebahagian sang suami istripun terwujut dengan lahirnya anak mereka , keluarga mereka telah
sempurna. Namun ada sesuatu yang aneh dengan anak mereka lahirkan, ia tumbuh tidak seperti
layaknya anak-anak yang lain, ia tumbuh begitu cepat dan diluar akal pikiran manusia si Ayus tumbuh
besar tidak seperti manusia biasa, konon katanya tingginya setara dengan tingginya pohon kelapa,
makannya banyak sama porsi makan lima kepala keluarga. Hal ini membuat sang suami kawatir akan
pertumbuhan anaknya. Kebahagian yang dulu terwujud akhirnya berubah menjadi penderitaan, Ayus
menjadi beban dalam keluarga mereka, karena orang tuanya tidak mampu lagi menghidupkan si Ayus.
timbul dibenak sang ayah ingin mengusir anaknya dari rumahnya, namun sang ibu sangat menyayangi
si Ayus. Sehingga suatu hari sang ayah mengajak si Ayus mencari kayu di hutan, mereka terus
berjalan ke dalam hutan sampai pada hutan yang semula belum pernah dijamah oleh manusia,
kemudian perlahan-lahan sang ayah menjauh dan meninggalkan sang anak kedalam hutan. Sang ayah
pulang dan mealaporkan kepada sang istri bahwa anak telah jatuh dijurang yang curam.
Kesedihan selalu menyelimuti sang ibu karena anak yang sangat dia sayangi sudah 2 hari tak
dilihatnya. Seketika dikejauhan sang ibu terlihat sosok tubuh pemuda yang gagah besar, diamatinya
pemuda itu ternyata anaknya telah kembali. Sang ibupun menangis bahagia memeluk anaknya.
Sang ayah terkejut melihat si Ayus pulang dengan selamat, padahal ia telah meninggalkan
sang anak jauh di dalam hutan, sang ayah benar-benar kehilangan pikiran memikirkan kejadian itu.
***
Suatu malam sebelum tidur sang ayah berpikir mencari cara bagaimana menyingkirkan si Ayus
tanpa membuat sang istri sedih kehilangan anaknya, karena sang ayah benar-benar sudah tidak
mampu lagi menghidupkan si Ayus. Lama berpikir sampai membuat ia mengantuk belum juga
Keesokan harinya ayahnya mengajak si Ayus pergi kelaut untuk melihat kelong (alat atangkap
ikan yang terbuat dari bambu dan dipasang dipinggir pantai) yang dipasang, karena sudah beberapa
hari ini mereka tidak pernah melihat kelong yang mereka pasang, namun tujuan utama sang ayah
mengajak sang anak kelaut melainkan untuk menenggelamkan sang anak kedalam laut. Lama
mengayuh akhirnya mereka sampai ketempat tujuan, ternyata kelong mereka banyak dimasuki ikan
kegembiraanpun terlihat jelas di raut wajah sang ayah sehingga lupa akan niatnya untuk
“anakku tangguk ikan-ikan itu”, suruh sang ayah dengan semangatnya kepada si Ayus.
tertangguk sebuah rotan yang dibuat berbentuk seperti gelang sang anakpun bertanya kepada sang
ayah.
“apakah ini pak?” sang ayah terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban apa yang harus
“pak ini apa sih kok bentuknnya seperti gelang?” Tanya sang anak untuk kedua kalinya.
“itu adalah gelang manusia” jawab sang ayah.
Padahal sang ayah sadar bahwa jawabannya itu salah, itu bukan gelang melainkan perangkap
kepiting yang jaringnya telah tiada biasa deikenal dengan sebutan ambau (alat tangkap kepiting yang
Sang anak terkejut dengan jawaban sang ayah, ia berpikir ternyata masih ada lagi orang yang
paling besar selain dirinya, gelangnya saja bisa melingkari tubuhnya. Si Ayus adalah orang yang tidak
ingin besar tubuh disaingi oleh orang lain, iapun berpikir untuk berusaha membesarkan tubuhnya agar
tidak ada lagi orang yang bias menyaingi dirinya. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh sang ayah untuk
“anakku jika engkau ingin membesarkan dirimu, pergilah engkau bertapa di hutan belantara
yang terletak didaerah lenuang kayam bertapalah selama 50 Tahun niscaya engkau akan menjadi
besar dan tidak ada lagi satu orang manusiapun yang dapat menyaingi dirimu.” Ucap sang ayah
kepada si Ayus.
Keesokan harinya iapun pamitan kepada sang ayah dan ibunya untuk pergi pergi bertapa,
meskipun dengan berat hati sang ibu tetap merelakan kepergian sang anak. Setelah pamitan si
Hari berganti hari, tahun berganti tahun cerita tentang si Ayus sudah tidak terdengar lagii
hingga sekarang masyarakat Tanah Merah mengenangnya sebagai lagenda yang menjadi cerita suku