Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yoga Langgeng Yuana

Instansi : Universitas Lambung Mangkurat

“WETONAN”

Setiap dari kebudayaan memiliki keunikannya tersendiri, begitu halnya


dengan tradisi Jawa. Keunikannya dapat dilihat mulai dari kepercayaan
masyarakat, bahasa, kesenian, dan tradisinya. Seperti halnya di Desa Manggala
Permai yang berada di Kalimantan Tengah. Desa Manggala Permai adalah desa
yang dibentuk pada tahun 1998 melalui program transmigrasi, desa Manggala
Permai dihuni oleh masyarakat yang mayoritas berasal dari Jawa sehingga
kebudayaan Jawa didesa itu tetap terjaga kelestariannya. Salah satu kebudayaan
yang masih kuat tentang kerukunan hidup beragama di masyarakat adalah Tradisi
Wetona yang menjadikan desa Manggala Permai sebagai salah satu desa yang
sangat toleran di Kabupaten Kapuas, karena adanya beberapa penganut
keagamaan,perbedaan suku dengan warga asli Kalimantan dan termasuk aliran
kepercayaan di dalamnya. Meskipun sekarang zaman globalisasi yang
teknologinya semakin canggih dan pola berfikir masyarakat semakin rasional
tidak berarti masyarakat Jawa yang mendiami Desa Manggala Permai Kabupaten
Kapuas meninggalkan Tradisi Wetonan.

Wetonan merupakan salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat


Jawa. Kata "wetonan" dalam bahasa Jawa memiliki arti memperingati hari
kelahiran. Tradisi ini sampai sekarang masih dilaksanakan dan Tradisi Wetonan
mempunyai tujuan dalam pelaksanaanya. Latar belakang wetonan didasari oleh
kepercayaan masyarakat Jawa untuk menghormati sedulur papat (empat
saudara). Sedulur papat ini terdiri dari air kawah (air ketuban) yang dianggap
sebagai kakak, plasenta (ari-ari) yang dianggap sebagai adik,getih (darah),
puser (tali pusar). Sedulur papat tersebut dihormati karena sebelumnya telah
tinggal bersama bayi saat dalam kandungan dan juga ikut mengiringi kelahiran
dari sang bayi.Hubungan yang terjalin antara bayi dan juga sedulur
papat disebut dengan sedulur tunggal atau sedulur pribadi. Masyarakat Jawa
juga percaya bahwa apabila sedulur pribadi dipelihara dan diperhatikan dengan
baik, maka mereka akan membantu bayi atau orang yang bersangkutan
sepanjang hidupnya.

Dalam praktik keseharianya, masyarakat Jawa tidak hanya


menggunakan weton untuk memperingati hari kelahiran tetapi juga untuk hal
lain seperti perhitungan jodoh, hari baik, dan dalam hal aktivitas ritual adat.
Melalui weton ini masyarakat Jawa biasanya menilai apakah sebuah pasangan
itu akan baik atau tidak. Jika dalam perhitungan memberikan hasil yang buruk
maka pasangan tersebut terpaksa harus berpisah. Salah satu hal yang juga wajib
ada dalam wetonan adalah bubur merah putih. Bubur ini menjadi hidangan khas
ketika wetonan berlangsung , di samping merupakan upacara peringatan hari
kelahiran, wetonan juga bermakna mengingat waktu krisis dan melalui waktu
krisis (waktu ketika perempuan melahirkan). Karena waktu tersebut dapat
menjadi sebuah awal dari kehidupan atau akhir dari kehidupan, maka ketika
waktunya telah terlampaui, kita wajib bersyukur. Dengan
melakukan wetonan seseorang diharapkan tidak akan lupa dan akan selalu
waspada terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada dirinya.

Tujuan dari Tradisi Wetonan dapat dilihat secara spiritual religius dan
tujuan secara solidaritas sosial. Salah satu bentuk manifestasi agama yang paling
menonjol dalam kehidupan masyarakat Jawa adalah dipraktikkannya berbagai
macam upacara slametan (selamatan). Slametan merupakan pusat dari seluruh
sistem keagamaan orang Jawa, Slametan dilakukan untuk semua hajat,
sehubungan dengan kejadian yang ingin diperingati, ditebus, dan dikuduskan
misalnya: kelahiran, perkawinan, pindah rumah, mimpi buruk, panen, ganti nama,
membangun rumah, sakit, khitanan, dan sebagainya. Salah satu adat istiadat,
sebagai ritual keagamaan yang paling populer di dalam masyarakat Islam Jawa
adalah slametan, yaitu upacara ritual komunal yang telah mentradisi sebagainya di
kalangan masyarakat Islam Jawa yang dilaksanakan untuk peristiwa penting
dalam kehidupan seseorang. Praktik-praktik tradisional lainnya sangat beragam
dan cukup banyak jumlahnya, tidak dapat terlepas dari slametan sebagai pusatnya
dari semua bentuk praktik ritual keagamaan masyarakat Jawa, mempunyai
pemaknaan dalam hubungannya dengan keselamatan, yang meliputi
kesejahteraan, kelas tarian, dan kebahagiaan hidup manusia.

Tradisi Weton (hari kelahiran), Yang disebut dengan weton adalah hari
pasaran saat bayi dilahirkan ke dunia. Misalnya Senin Pon, Rabu Wage, Jumat
Legi atau lainnya. Legi, Pahing, Pon, Wage adalah nama-nama pasaran. Tradisi
ini sangat unik karena mirip dengan ulang tahun, namun bedanya Slametan Weton
dilakukan berdasarkan pada kalender Jawa, dimana dalam satu bulan terdapat 35
hari atau orang Jawa bisa menyebutnya selapan. Pelaksanaan wetonan ini
memiliki karakteristik yang berbeda-beda dari masing-masing daerah walaupun
sebenarnya nilai dan tujuan dari upacara wetonan ini sama yaitu memohon
keselamatan. Peringatan wetonan dalam berbagai daerah ada yang melakukan
perayaan ini dengan bermeditasi, merayakannya sendiri dengan cara
mengheningkan diri dan berdoa kepada Tuhan, ada yang mengundang beberapa
teman dekatnya menyantap makanan bersama, dan kadang ada yang membuat
perayaan wetonan yang lebih besar adalah sebuah acara sosial di mana orang-
orang berbagi cerita, saran, dan saling mendengarkan. Pada saat mereka berdoa,
mereka mendoakan kelancaran hidup, kesehatan, rejeki, dan kebahagiaan untuk
orang yang sedang merayakan wetonannya. Masyarakat Jawa percaya seseorang
yang sering dibuatkan slametan weton secara rutin sesuai waktunya, biasanya
hidupnya lebih terkendali, lebih berhati-hati, dan jarang sekali mengalami sial.
Terdapat juga suatu kepercayaan jika masyarakat jawa tidak memperingati
upacara weton maka akan terjadi suatu hal-hal yang tidak diinginkan seperti suatu
hal buruk.Wetonan bagi masyarakat suku jawa sebagai suatu faktor yang memiliki
arti terhadap pengakuan adanya Tuhan Yang Maha Esa dikarenakan terdapat
keyakinan dalam berdoa untuk memohon suatu kemudahan ataupun keselamatan
dan keberkahan. Tradisi Wetonan bukan cuma soal kepercayaan tetapi jadi perekat
kerukunan, karena bukan dari masyarakat Jawa penganut agama Islam saja
bahkan dari non Islam juga melaksanakannya, boleh dilakukan kapanpun dan
dimanapun. Bahkan jadi simbol toleransi budaya dan umat beragama di Desa
Manggala Permai Kabupaten Kapuas.

Anda mungkin juga menyukai