Anda di halaman 1dari 14

SOSIAL BUDAYA

NAMA : ALYA INDAH SAHIRA

PRODI/JURUSAN : DIII-KEBIDANAN

NIM :

Refleksi terhadap diri dan keluarga terkait nilai dan budaya yang diyakini
terkait system reproduksi.
1. Nilai dan Budaya

Didalam kehidupan ini kita tidak luput dari nilai dan budaya yang telah menjadi adat turun
temurun dalam silsilah keluarga yang kemudian ditanamkan menjadi suatu kebiasaan yang
belum dapat diketahui kebenarannya. Budaya sendiri ada sejak jaman nenek moyang kita yang
sebagian besar manusia mempercayai kebenarannya. Seperti hal nya budaya yang terdapat dalam
system reproduksi yang menjadikan sebuah pantangan-pantangan yang sangat amat dilarang
untuk melanggarnya. Kebudayaan daerah setempat ini perlu diimbangi dengan kebenarannya
walaupun masih banyak yang tetap mematuhi tanpa mencari tau yang sebenarnya.

Contoh-contoh nilai dan budaya keluarga dalam meyakini system


reproduksi

Kebiasaan Pengaruh yang diyakini


Membawa benda-benda tajam seperti menjaga ibu dan bayinya dari gangguan
gunting, peniti yang diikatkan pada baju roh jahat dan makhluk halus
atau pakaian dalam ibu hamil.

Banyak bergerak dan jalanjalan terutama supaya persalinannya lancar


pada pagi hari saat udara masih segar
Ibu yang hamil tua, dianjurkan untuk Supaya janin yang di dalam kandungan
sering melakukan gerakan menungging cepat turun dan membuka jalan lahir
termasuk mengepel lantai dengan serta membuat persalinan lancar tanpa
menggunakan tangan. kesulitan.

Ibu hamil yang berambut panjang supaya kelihatan rapi dan bersih
dianjurkan untuk mengikat rambutnya.

Dianjurkan untuk makan lebih banyak supaya ibu dan bayi yang dikandungnya
dan lebih sering, banyak mengkonsumsi sehat
sayuran, buahbuahan, susu dan
makanan bergizi.

Dianjurkan untuk makan daun galing Memperlancar proses persalinan


yaitu tumbuhan sejenis pakis yang
mengandung banyak lendir.

Dipijat (bahasa sunda:‘disangsurkeun’) Supaya bayi tidak turun ke bawah dan


posisi bayi tidak berubah

Kebiasaan Mitos yang diyakini


Dilarang menyuci rambut pada saat Dapat menurunkan kesuburan
menstruasi

Perawan akan berdarah pada hubungan


Mengecek awal berhubungan seks pertama atau malam pertama

orang hiperseks, jalan mengangkang


dan bentuk bokong rata.

Wanita hamil tidak boleh Dapat menyebabkan keguguran


makan nanas
Menolak untuk meminum Menyebabkan jaitan sulit kering
banyak air.

Larangan keluar rumah sebelum Dapat membuat bayi tidak


40 hari kenal rumah

Dilarang memotong hewan Dapat menyebabkan kecacatan


pada saat hamil fisik pada janin

1. Pengamatan mengenai kehidupan multicultural pada suku atau


wilayah-wilayah di Indonesia
Masyarakat Multikultularisme adalah masyarakat yang jelas memiliki tradisi memahami,
menghormati dan menghargai budaya orang lain. Masyarakat multikultur adalah masyarakat yang
terdiri dari berbagai suku, agama dan ras yang saling berinteraksi dalam hubungan sosialnya.
Segala sesuatu yang dilakukan setiap orang dalam suatu kelompok etnis selalu bertujuan untuk
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan bagi setiap anggota dalam kelompoknya. Untuk
mencapai tujuan tersebut setiap orang dalam suatu kelompok memiliki cara-cara tersendiri yang
biasanya berbeda dengan anggota kelompok etnis yang lainnya.

 Kebudayaan Suku Dayak

Beberapa tradisi Suku Dayak, adalah: 

a. Manajah Antang

Manajah Antang adalah tradisi yang dilakukan suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari
keberadaan musuh yang sulit ditemukan.  Petunjuk tersebut berasal dari arwah leluhur yang
menggunakan media burung Antang. Musuh yang dicari oleh suku Dayak tersebut pasti akan
ditemukan.

b. Tradisi kuping panjang

  Suku Dayak memiliki tradisi memanjangkan daun telinganya. Caranya dengan menggunakan
logam atau pemberat yang dipakai seperti anting-anting.  Berdasarkan aturannya, perempuan dari
Suku Dayak dapat memanjangkan telinga hingga dada.Untuk laki-laki memanjangkan telinga hingga
bawah dagu.  Telinga panjang sebagai simbol kecantikan di Suku Dayak dan menunjukkan status
kebangsawanan dan melatih kesabaran. 

c. Tari Kancet Papatai

Tari Kancet Papatai merupakan tarian yang menceritakan seorang pahlawan dari suku Dayak yang
berperang. Tarian ini melambangkan keberanian pria suku Dayak dalam berperang. 
Selain itu, juga terdapat upacara pemberian gelar bagi pria dari suku Dayak yang dapat
mengalahkan musuh.  Ciri khas dari tarian ini, gerakannya gesit, lincah, penuh semangat dan diikuti
petikan dari penari.

Tari Kancet Papatai sering diiringi lagu Sak Paku dan alat musik Sampe. Upacara tiwah Tiwah
adalah suatu ritual yang dilakukan untuk mengantarkan tulang orang yang meninggal ke Sandung.

Sandung merupakan semacam rumah kecil yang dibuat khusus untuk meletakkan tulang orang
yang sudah meninggal dunia.  Sebelum tulang-tulang tersebut diantarkan dan diletakkan ke
Sandung, masih ada ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain.

d. Tato tradisional 

Masyarakat Suku Dayak Iban diperkirakan telah mengenal tato sejak 1500 SM-500 SM. Tato ini
sebagai sebuah tradisi, di mana saat perang berlangsung, tato digunakan suku Dayak Iban untuk
membedakan kawan dan lawan. 

e. Mangkok merah

Mangkok merah akan diedarkan jika suku Dayak merasa kedaulatannya dalam bahaya.  Panglima
perang akan mengeluarkan isyarat siaga dengan berupa mangkok merah yang diedarkan dari
kampung ke kampung. Panglima perang suku Dayak, umumnya dipercaya memiliki kekuatan
supranatural.

 Kebudayaan Suku aceh

1. Peusijuek 

Upacara adat ini dilakukan oleh suku Aceh ketika mereka melakukan acara perkawinan,
kematian, berangkat haji, kelahiran, dan segala jenis selamatan lainnya.Arti kata
peusijuek adalah pendingin, yang berarti bertujuan untuk mendoakan yang baik-baik
agar tujuannya tercapai. 

2. Sumang 

Upacara adat ini sering diadakan oleh suku Aceh yang bertujuan agar manusia jadi
makhluk berpendidikan, dengan akhlak yang mulia dalam masyarakat. 
3. Meugang 

Upacara adat ini biasanya dilakukan untuk menyambut bulan Ramadan, Idulfitri, dan
Iduladha. Mereka akan berkumpul bersama-sama untuk memasak daging dan dimakan
bersama-sama. 

4. Uroe Tulak Bala 

Upacara adat ini dilakukan untuk menolak mara bahaya atau musibah dan meminta
Tuhan agar melindungi mereka.

Biasanya, upacara ini diadakan pada bulan Safar.

 Kebudayaan suku minang


a. Upacara Turun Mandi

Upacara turun mandi merupakan tradisi yang masih dilaksanakan oleh Suku Minangkabau. Tujuan
dari upacara ini adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan karena lahirnya seorang anak.
Selain itu, untuk memperkenalkan bahwa sudah lahir seorang anak dari sebuah suku. 

Dalam persiapan upacara turun mandi tersebut perlu dilakukan berbagai perlengkapan. Selanjutnya,
arak-arakan menuju sungai tempat dilaksanakannya upacara Turun Mandi. Upacara tersebut hanya
dapat dilaksanakan di sungai.
b. Batagak Pangulu

Masyarakat etnis Minangkabau hidup dalam budaya bersuku dan berkaum. Setiap suku biasanya
memiliki seorang penghulu suku. Ketika sebuah suku atau kaum mengangkat pimpinan kaumnya
yang baru maka diadakan upacara Batagak Pangulu.

  Adapun penjelasan upacara Batagak Pangulu adalah upacara besar yang menjadi tradisi
masyarakat Minangkabau. Acara ini biasanya diadakan dengan menyembelih kerbau dan
mengadakan acara pesta selama tiga hari bahkan sampai seminggu lamanya.

c. Batagak Kudo-Kudo

Upacara Batagak Kudo-Kudo merupakan tradisi yang ada di Minangkabau. Upacara ini merupakan
bagian dari masyarakat Minangkabau pada saat membangun rumah. Upacara Batagak Kudo-Kudo
dilakukan ketika sebuah rumah baru akan dipasang kuda-kuda. Dalam upacara ini banyak
mengundang orang kampung dan saudara dekat. Hadiah yang dibawa oleh tamu undangan
biasanya adalah seng atau atap untuk rumah.
 Kebudayaan suku Tengger
1. Yadnya Kasada

Tradisi suku Tengger yang pertama adalah, upacara Kasada atau Yadnya Kasada. Upacara ini,
merupakan merupakan kelanjutan dari sistem kepercayaan masa prasejarah yang terfokus pada
pemujaan arwah leluhur dan kultus Gunung Bromo sebagai pancering jagad atau poros dunia (axis
mundi).

Kasada adalah ritual pemberian kurban (ngelabuh) dari keturunan R.Kesuma di kawah Gunung
Bromo sesuai dengan keyakinan keagamaan masyarakat Tengger. Kasada dilaksanakan setiap
tahun, mangsa asada, tanggal 14 bulan purnama. Kasada itu sama dengan sedekah bumi dan
tanda syukur atas semua pemberian Tuhan Yang Maha Esa.

Selepas upacara selesai, ongkek-ongkek yang berisi berbagai sesajian tersebut akan dibawa dari
kaki gunung menuju puncak gunung. Sesampainya di puncak, mereka akan melemparkan sesajian-
sesajian tersebut ke kawah Gunung Bromo sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek
moyang.

2. Unan-Unan

Tradisi suku Tengger berikutnya adalah, Unan-Unan. Upacara ini diadakan untuk kembali
menyelaraskan alam karena adanya bulan yang dihapus pada tahun manis atau tahun kabisat.
Dalam bahasa Tengger, Unan-Unan artinya melengkapi bulan yang hilang agar kembali utuh.
Uniknya, upacara ini diselenggarakan setiap lima tahun sekali dan wajib diadakan di setiap desa
Tujuan dari Unan-Unan juga untuk memberikan sedekah kepada alam dan isinya, juga pada mereka
yang menjaga sumber mata air, desa, dan tanah untuk pertanian.

3.Upacara Mecaru

Tradisi suku Tengger yang ketiga adalah upacara mecaru. Pelaksanaannya dimulai sejak pagi di
masing-masing desa kemudian dilanjutkan pada siang hari, di mana seluruh umat Hindu suku
Tengger di Gunung Bromo melanjutkan upacara Mecaru bersama atau Tawur Agung Kesanga yang
dipusatkan di lapangan Telogosari, Tosari, Pasuruan.

Mecaru merupakan rangkaian prosesi upacara yang dilakukan umat Hindu untuk menyambut Hari
Raya Nyepi sebagai upaya introspeksi diri untuk mendekatkan diri pada Sang Hyang Widi, sesama
manusia, serta lingkungan, atau yang disebut Tri Hita Karana.

4.Perayaan Hari Karo

Hari Karo bagi masyarakat Tengger adalah hari raya paling besar. Datangnya hari ini sangat dinanti-
nanti oleh masyarakat Tengger. Pada dasarnya, hari raya Karo dirayakan bersamaan dengan hari
raya Nyepi. Dalam tradisi suku Tengger yang satu ini, masyarakat Tengger akan melakukan pawai
dengan membawa hasil bumi. Kemudian, ada pula pementasan kesenian adat seperti pergelaran
Tari Sodoran. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan bersilaturahmi ke rumah saudara dan juga

tetangga.
5. Upacara Pujan Mubeng

Diselenggarakan pada bulan kesembilan atau Panglong Kesanga, yakni pada hari kesembilan
sesudah bulan purnama. Pada tradisi suku Tengger ini, seluruh warga berkeliling desa bersama
dukun sambil memukul ketipung. Mereka berjalan dari batas desa bagian timur mengelilingi empat
penjuru  desa. Upacara ini dimaksudkan untuk membersihkan desa dari gangguan dan bencana.
Perjalanan keliling tersebut diakhiri dengan makan bersama di rumah dukun. Makanan yang
dihidangkan berasal dari sumbangan warga desa.

6.Ritual Ojung

Ojung merupakan salah satu kesenian asli suku Tengger. Tradisi suku Tengger yang satu ini,
merupakan perkelahian satu lawan satu menggunakan senjata yang terbuat dari rotan. Kedua
petarung akan saling mencambuk satu sama lain dengan rotan tersebut. Pemenang Ojung adalah
peserta yang lebih banyak mencambuk. Ojung bisa diikuti oleh pria dari suku Tengger dari usia 17
hingga 50 tahun. Tak hanya menjadi kesenian, Ojung juga digelar sebagai bentuk ritual memohon
hujan kepada Sang Pencipta dan biasa dilakukan saat musim kemarau.
 kebudayaan Pendalungan Jember

1. Can-Macanan Kadduk

Can-macanan Kadduk diadopsi dari bahasa Madura. Jika diterjemahkan yaitu macan karung. Pada masa
lalu Can-Macanan Kadduk diselenggarakan dalam upacara selamatan desa. Akan tetapi, dengan seiring
perkembangan zaman Can-Macanan Kadduk sering ditampilkan dalam acara hiburan maupun arisan
antar-kelompok Kesenian Can-Macanan Kadduk (Saputri, 2019). Terdapat pesan yang terkandung dalam
Can-Macanan Kadduk yaitu apabila perlakuan anak terhadap teman-temannya nakal atau kerap
menangis akan menjadi buruan macan kumbang. Atas dasar tersebut maka para ibu mengajak anak-
anaknya untuk melihat atraksi tersebut seraya dengan memberikan pembelajaran (Jawa Pos, 2020)

2. Janger

Janger merupakan kesenian rakyat yang disajikan dalam bentuk drama dimana pertunjukkannya
menyerupai ketoprak sebagaimana dijumpai dalam wilayah kebudayaan Jawa. Musik yang digunakan
gamelan Bali atau Banyuwangi, namun penggunaan bahasa dalam alunan nyanyian gending dan syairnya
adalah bahasa Jawa, sedangkan diaolognya menggunakan bahasa Madura (Widodo, 2014).

3. Kentrung
Kesenian Kentrung di Jember berorientasi pada pantun Madura dengan diiringi musik rebana atau
terbang. Namun, seiring perkembangan zaman kentrung mulai dimodifikasi. Di Jember terdapat
kelompok kesenian kentrung dan mengembangkannya bernama Kentrung Djos. Djos akronim dari derap
jiwa orang sastra. Selain itu Kentrung Djos menceritakan segenap masyarakat pada zaman sekarang
yang masih memiliki kepeduliaan terhadap kebudayaannya walaupun tengah sibuk bekerja (Nasikhah,
2019).

4. Lengger

Lengger merupakan seni tari yang menyerupai tandhak atau tledhek yang diketahui dalam kebudayaan
Jawa. Awalnya Lengger sebagai tari ritual yang dihubungkan dengan Dewi kesuburan atau Dewi Padi,
namun seiring berjalannya waktu beralih sebagai hiburan maupun pergaulan dalam kehidupan
masyarakat. Adapun alunan lagu yang digunakan oleh para penari Lengger yaitu lagu tradisional
menggunakan bahasa Jawa.

5. Musik Patrol

Berdasarkan segi historisnya, munculnya musik Patrol di Jember didasarkan pada ronda malam. Alat
musik yang digunakan meliputi seruling, dan sebagian kentongan yang terbuat dari bambu maupun
kayu. Dalam perkembangannya, musik patrol mengalami modifikasi dan variasi. Selain itu fungsi dari
diselenggarakannya musik patrol turut-serta berkembang menjadi sarana untuk membangunkan
masyarakat untuk sahur pada bulan Ramadan bagi mereka yang menjalankannya.
6. Jember Fashion Carnaval

Jember Fashion Carnaval (JFC) merupakan festival fashion yang diselenggarakan setiap tahun di Jember
pada bulan Agustus. JFC telah berlangsung sejak tahun 2002 dengan tema berbeda setiap tahunnya.
Sebagaimana dalam pertunjukkan fashion, JFC memili segi keunikan yaitu menggabungkan antara dua
kebudayaan berbeda, catwalk (barat) dan karnaval (tradisi masyarakat Indonesia) (Zoebazary, 2017).
Bahkan jarak tempuh yang dilakukan oleh peserta JFC adalah 3,6 km yang dimulai dari Alun-Alun Jember
hingga GOR Kaliwates. Sebagai kota yang termasuk dalam lingkup Pendalungan, Zoebazary (2017)
menjelaskan jika JFC termasuk dalam ikon terbaik urban bagi masyarakat Pendalungan di Jember. Hal
tersebut berkaitan dengan masyarakat Pendalungan mudah beradaptasi dengan memfilter budaya asing
dan dikemas menjadi hal yang baru sehingga memberikan warna bagi kehidupan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai