Anda di halaman 1dari 9

BUDAYA SUKU MANDAILING

PADA MASA KEHAMILAN

DISUSUN OLEH:
KHOFIFAH NURRAHMAN
NADYTA NIRWANA
TIA LESTARI
ZAKIYAH WAHYUNI
KELAS:1B D3 KEBIDANAN
Budaya Mandailing

• Wilayah Mandailing merupakan bagian dari kabupaten


TapanuliSelatan.Luas daerah ini adalah 18.896,50 km2 atau sekitar 26,37 %
dari luas provinsi Sumatera Utara (Parlaungan R, 2002). Dari segi budaya,
Mandailing berada di sepanjang jalan raya lintas Sumatera di daerah
Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal, sekitar 40 km dari Padang
Sidempuan ke selatan dan sekitar 150 km dari Bukit Tinggi ke utara.
• Kebudayaan Mandailing merupakan bagian dari kebudayaan inti Batak.
Sebagaimana dengan masyarakat batak lainnya, orang Mandailing
memperhitungkan hubungan keturunan patrilineal. Tiap-tiap desa di
Mandailing mempunyai sebuah balai desa, tempat pelaksanaan sidang-
sidang pengadilan dan sidang-sidang adat lainnya. Meskipun secara adat,
Mandailing merupakan bagian dari adat utama Batak, adat Mandailing
sudah banyak dipengaruhi oleh agama Islam.
• Budaya Mandailing didukung oleh suku Mandailing yang terbagi kedalam
beberapa marga dibagi atas garis keturunan ayah. Marga-marga
mandailing meliputi: Nasution, Lubis, Pulungan, Rangkuti, Batubara,
Daulae, Matondang, Parinduri, Hasibuan.
Kebiasaan dan budaya dengan perawatan kehamilan dan persalinan:

1.Kehamilan ibu dalam persepsi publik dianggap sebagai anugerah bahwa


keberuntungan dalam hidup diberikan oleh Tuhan, sehingga wanita hamil
tidak boleh diberhentikan dan dilarang batas kehamilan.
2.Ibu sehat dianggap ketika wanita dapat melahirkan banyak anak, budaya
percaya (maranak sapulu pitu marboru sapulu onom) ini sesuai dengansifat
batak Mandailing termasuk kehidupan, dimana tujuan utama kehidup adalah
hamoraon (kekayaan), hagebeon (banyak) dan hasangapon (kehormatan).
3.Kelahiran anak laki-laki dianggap perlu karena untuk penerus marga
dikeluarga.
4.Acara kehamilan dianggap sakral dan rentan dengan kekuatan gaib
keadaan hamil.
5.Seorang wanita hamil melakukan pijatan / kusuk setiap bulan kepada
dukun bayi untuk menguatkan posisi janin, shalat dan meminta doa untuk
ibu dan agar aliran darah dapat dilangsungkan dalam kelahiran hidup.
6.Wanita hamil harus menjaga perilaku terutama untuk suami dan orang tua.
7.Wanita hamil sebaiknya tidak makan banyak karena takut akan bayi di
dalam rahim.
8.Wanita hamil memiliki pantanganmakanan (telur, ikan laut, ikan asin) dan
bahan makanan yang gatal dan memiliki bulu seperti sayuran.
10.Selama kehamilan seorang ibu harus menggantungkan gunting kecil yang
terbuat dari besi dan herbherb seperti copy batuk (jerango), bawang putih di
baju kemana pun termasuk saat tidur di malam hari, dengan tujuan mengusir.
11.Wanita hamil tidak boleh duduk di pintu atau jendela,diyakini
mempengaruhi proses persalinan, persalinan macet (lama di pintu).
12.ibu yang akan melahirkan tidak boleh diungkapkan kepada orang lain,
kecuali keluarga inti sebagai orang tua dari kedua belah pihak, (anak boru,
kahanggi, mora).
13.Bayi yang baru lahir dengan plasenta seharusnya tidak dibuang, harus
dibawa pulang, karena dianggap sebagai bagian dari anak.
Tradisi kehamilan berdasarkan budaya Mandailing

1.Berkusuk ke dukun
Ibu hamil selalu melakukan perawatan kehamilan yang sudah menjadi tradisi di
Mandailing seperti berkusuk ke dukun saat usia kehamilan memasuki trimester
2 karena kehamilannya sudah dianggap matang dan hal ini diyakini untuk
memperbaiki posisi bayi didalam kandungan supaya nanti proses persalinannya
lancar, padahal Menurut Fauziah, C (2013) ibu hamil mengubah posisi bayi
dengan melakukan pijit perut merupakan mitos, sebaiknya wanita tidak
melakukan ini terutama saat hamil karena dapat membahayakan janin, plasenta
yang melekat dirahim bisa lepas akibat pijatan dan dapat menyebabkan
kematian janin. Pendapat ini bertolak belakang dengan pernyataan partisipan
karena berkusuk ke dukun merupakan perawatan selama hamil untuk
memperbaiki posisi janin dan sudah menjadi tradisi budaya di Mandailing
secara turun temurun.
2.Membuat penjaga badan
Berdasarkan penelitian ini selama hamil partisipan membuat ramuan dibadan
seperti bawang putih, jeringo, dan bungle dengan tujuan supaya ibu dan calon
bayi selalu dilindungi dari roh jahat atau setan, akan tetapi bertolak belakang
dalam pandangan agama karena cara untuk melindungi diri dari roh halus atau
setan dengan cara mendekatkan diri kepada-Nya
Budaya Mandailing Selama Masa Nifas

1.Upaya melindungi bayi di taon 1 sampai taon 9 


Berdasarkan penelitian ini partisipan mempunyai cara yang diyakini dapat
melindungi ibu dan bayi dari roh halus, hal ini dilakukan setelah satu hari kelahiran
bayi hingga 9 hari karena merupakan hari yang paling rawan untuk bayi, oleh sebab
itu dibuat ramuan-ramuan seperti bawang putih, bungle dan jeringo yang dicampur
dengan air lalu disembur kesekeliling tempat tidur, dan membakar kain kecil yang
digulung-gulung (damuan) hal ini dilakukan pada waktu sore, malam, disaat datang
hujan, petir dan kilat

2.Manfaat pengasapan (marsidudu)


  Perawatan yang paling khas setelah melahirkan yang dilakukan masyarakat
Mandailing yaitu dengan cara pengasapan. Pengasapan dilakukan setelah ibu
mampu untuk berdiri karena posisi pengasapan yang dilakukan yaitu dengan posisi
berdiri, bahan untuk pengasapan yang dilakukan dengan cara membakar tumbuhan
yang memiliki khasiat seperti bulunggalunggung dan tumbuhan tersebut tidak
berongga dan salah satu partisipan menambahnya dengan daun pandan dengan
tujuan supaya tercium harum.
Aspek budaya Mandailing dalam perawatan bayi baru lahir

• Masyarakat Mandailing memiliki acara adat kepada


seorang bayi yang baru saja lahir, baik laki-laki maupun
perempuan. Rangkaian upacara yang dilakukan seperti,
upacara bangun-bangun di danak sorang yang
diselenggarakan setelah seorang seorang bayi yang
baru lahir dipotong pusatnya dan dimandikan. Upacara
diselenggarakan oleh orang tua baru lahir mengambil
tempat di rumahnya sendiri, yang dihadiri kerabat
sejumlah kerabat terdekat , Bidan yang menolong
kelahiran sang bayi dan para tetangga terdekat.
Aspek budaya Mandailing dalam
perawatan bayi baru lahir
• Upacara mangupa daganak tubu merupakan upacara yang
diselenggarakan secara besar-besaran oleh keluarga untuk memberi
berkah atau menepung tawri anak, terutama anak panggoaran (anak
pertama). Upacara ini merupakan ungkapan rasa syukur dan gembira
dari keluarga yang telah mendapat anak.
• Menurut tradisi yang dahulu seorang bayi tidak boleh dibawa keluar
rumah sebelum upacara turun tanah diselenggarakan bagi bayi
tersebut. Upacara itu disebut paijur daganak atau paijur tano.
Upacar ini diselenggarakan setelah anak berumur beberapa minggu.
Upacara diawali dengan mangupa-ngupa (menepung tawari) sang
bayi dengan ibunya dengan menghidangkan seekor ayam jantan yang
digulai dilengkapi sebuah telur ayam rebus. Kemudian ibu dan sang
bayi diberi makan sekenyang-kenyangnya dan sang bayi disusui pula
sampai kenyang oleh ibunya (Parlaungan R, 2002 ).

Anda mungkin juga menyukai