Anda di halaman 1dari 4

HASIL

Suku Osing atau biasa diucapkan Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi atau
juga disebut sebagai Laros (akronim daripada Lare Osing) atau Wong Blambangan merupakan
penduduk mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Orang Osing
menggunakan bahasa Osing yang merupakan pengaruh dari bahasa Bali dan turunan langsung
dari bahasa Jawa Kuno, sebagai bahasa sehari-hari mereka.
Masyarakat suku Osing sebagai penduduk asli di wilayah Kabupaten Banyuwangi hidup
cukup makmur dan sejahtera karena kesuburan tanahnya. Masyarakat suku Osing memiliki
berbagai tradisi dan ritual unik yang masih terpelihara sampai saat ini. Berbagai ritual yang
dilakukan pada saat ibu hamil, menyusui antara lain:
1. Sosio Budaya Gizi pada Ibu Hamil Suku Osing
a. Ibu hamil dianjurkan mengonsumsi kunyit, daun asam muda, telur ayam kampong dan
minum menggunakan daun lumbu serta meminum jamu kunir asem saat hamil muda
untuk kemudahan saat melahirkan dan baik untuk janin agar tetap sehat.
b. Ibu hamil memiliki pantangan diantaranya yaitu tidak diperbolehkan mengonsumsi
nanas, mangga, tebu, nangka, udang, dan jantung pisang. Hal tersebut dipercaya bahwa
jantung pisang menyebabkan pertumbuhan anak akan lambat dan janin akan lebih
mengecil serta nanas dan mangga dapat menyebabkan keguguran.
c. Selamatan kehamilan terdiri dari tiga tahapan, yaitu Nyelameti Telu, Tingkeban,dan
Nyelameti Procot. Pola pergerakannya adalah dari satu titik ke satu titik, menyebar dari
satu titik ke beberapa titik, dan mengumpul dari beberapa titik menuju kesatu titik. Ruang
yang digunakan adalah ruang mikro, yaitu di dalam rumah. Terdapat beberapa hal yang
penting dalam selamatan yaitu:
1) Kukusan
Kukusan merupakan makan bersama suami, hal ini dilakukan agar jalan bayi terbuka
dan suami dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh istri. Berkaitan dengan
kukusan, saat mitoni ada pecel pitik yang diambil itu ujungnya diambil sedikit dan
diletakkan di sayur terus dimakan bersama suami. Kukusan merupakan tutup
tumpeng, biar terbuka tidak tertutup.
2) Pada saat mitoni dilakukan namanya tingkeban.
Pertama yang disiapkan, ada tumpeng pecel pitik, sego golong, dan jenang procot
(istri dibawah, suami mrocot. Biar saat melahirkan bisa mrocot seperti jenang itu)
d. Selamatan kelahiran terdiri dari empat tahapan, yaitu: Sepasar, Selapan, Nyukit Lemah
dan Mudun Lemah. Pola pergerakannya adalah memusat di dalam rumah. Ruang yang di
gunakan adalah rumah dan pekarangan rumah.
1) Tumpeng suwung : suwung artinya kosong. Termasuk bayi yang baru lahir, masih
putih kosong. Untuk menjadikan bayi menjadi anak yang bagaimana tergantung
orang tua yang mengisi pada bayi tersebut.
2. Sosio Budaya Gizi pada Ibu Menyusui Suku Osing
Larangan Ibu Menyusui ibu yang menyusui dilarang untuk makan makanan yang pedas yang
dipercaya akan mengakibatkan diare pada bayi yang diberi asi. Makanan yang
diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh ibu menyusui adalah makanan yang berkaitan dengan
sayur yang akan berpengaruh terhadap kelancaran asi yang akan dihasilkan.
3. Sosio Budaya Gizi pada Bayi dan Anak Suku Osing
` Bayi yang baru lahir langsung diberi pisang sri (dikerik baru disuapkan ke bayi)
kemudian ketika sudah lepas puser pisang kerik diganti dengan pisang yang dikukus,
dihaluskan dan dicampur dengan nasi. Sedangkan sosio budaya gizi pada anak suku Osing
tidak ada pantangan maupun keseharusan.

PEMBAHASAN
1. Sosio Budaya Gizi pada Ibu Hamil
Kehamilan merupakan periode yang sangat penting bagi kehidupan ibu dan bayi. Pada
tahap ini, status gizi ibu perlu mendapatkan perhatian karena dapat berdampak pada
kesehatan ibu dan anak. Rendahnya status gizi ibu selama masa kehamilan dapat
meningkatkan risiko kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan rendah. Sehingga
pertumbuhan dan perkembangan anak kurang optimal. Ibu hamil memiliki Kebutuhan gizi
yang lebih tinggi khususnya energi, protein, vitamin A, folat, kalsium, zat besi, dan iodin.
Berdasarkan penelitian studi kualitatif yang dilakukan di Kabupaten Sumenep, Pulau
Madura, Jawa Timur didapatkan bahwa bahwa makanan tabu dan makanan anjuran yang
berlaku untuk ibu hamil di etnis Madura terdiri dari pangan hewani, sayuran, buah, dan
minuman.  Makanan yang paling banyak ditabukan adalah cumi-cumi, udang, nanas, kol,
dan air es yang manis. Berdasarkan wawancara mendalam, makanan tabu dilarang untuk
dikonsumsi karena dipercaya dapat membuat bayi memiliki sifat dan bentuk fisik seperti
hewan tersebut. Ibu hamil yang mengonsumsi udang dikhawatirkan janin atau bayinya akan
melengkung seperti bentuk fisik udang dan bayi akan sulit atau tidak mau keluar saat proses
persalinan seperti sifat udang yang suka bersembunyi di dalam pasir.
Masyarakat Madura khususnya Sumenep meyakini bahwa kangkung, terong, kubis,
jantung pisang, dan cabai tidak baik jika dikonsumsi oleh ibu hamil. Konsumsi buah
kedondong, nanas, salak, durian, dan rambutan dilarang untuk ibu hamil. Buah ini tidak
boleh dikonsumsi karena dipercaya dapat menyebabkan keguguran dan membuat panas di
perut.
Dalam Wahit (2012) mengungkapkan bahwa pembatasan asupan gizi pada kehamilan
memiliki dampak yang begitu besar,di masyarakat pembatasan mengenai gizi disebabkan
adanya kepercayaan pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat
dibutuhkan wanita hamil. Hal ini juga menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya kasus
anemia dan kasus kurang gizi pada ibu hamil terutama di pedesaan.
2. Sosio Budaya Gizi pada Ibu Menyusui
Pada ibu menyusui kebutuhan gizi meningkat dibandingkan dengan tidak menyusui dan
masa kehamilan (Kemenkes RI, 2014). Gizi ibu menyusui dalam enam bulan pertama
membutuhkan tambahan energi sebesar 500 kalori per hari untuk menghasilkan jumlah susu
normal. Total kebutuhan energi selama menyusui meningkat menjadi 2400 kal per hari yang
digunakan untuk memproduksi ASI dan aktivitas ibu. Pelaksanaan gizi seimbang yang
dianjurkan dapat dibagi menjadi enam kali makan (tiga kali makan utama dan tiga kali
makan selingan). Selain itu, ibu menyusui sangat membutuhkan cairan agar dapat
menghasilkan air susu dengan cepat. Dianjurkan minum air lebih dari delapan gelas sehari.
3. Sosio Budaya Gizi pada Bayi
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan yang diberikan pada bayi
untuk memenuhi kebutuhan gizi di samping ASI dan mulai diberikan saat bayi berusia enam
bulan. Sebelum bayi berusia enam bulan, enzim pencernaan dan sistem kekebalan usus bayi
belum sempurna sehingga zat tepung dan protein belum dapat dicerna oleh bayi (Najahah
dkk., 2013). Makanan pendamping ASI ini berupa pisang halus, atau produk bubur instan.
Pilihan makanan yang tepat untuk bayi, menyebabkan bayi terhindar dari kekurangan gizi
dan bayi tidak sering menderita penyakit (Masaora, 2003).
Pada Suku Osing, makanan pendamping ASI berupa pisang dikerik dan dikukus. Namun
pemberian makanan pendamping ASI pada Suku Osing ini sebagian besar diberikan
sebelum bayi berusia 6 bulan. Mereka beralasan agar bayi tidak rewel. Hasil penelitian
(Rizki K I & Lailatul M, 2016) di Desa Ujung Piring Bangkalan, Madura menyatakan bahwa
pemberian MP-ASI secara dini kepada bayi sebelum berusia 6 bulan adalah sebesar 35,5%
berupa pisang di haluskan serta bubur susu instant.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI, 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Kementerian Kesehatan RI:
Direktorat Bina Gizi

Masoara, S. 2003. Manfaat ASI Untuk Bayi, Ibu dan Keluarga. Program Manajemen
Laktasi,Jakarta: Perkumpulan Perinatologi Indonesia. Marizka K, Indah Nur Esti
Leksana, Dusri L.M, Betty Roosihermiatie, 2014. Perempuan Rote Meniti Tradisi,
Etnik Rote, Kabupaten Rote

Najahah I, KT Adhi, GNI Pinatih, 2013. Faktor Risiko Balita Stunting Usia 12-36 Bulan di
Puskesmas Dasan Agung Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Public Health
and Preventiv Medicine Archive 1 (2), 134-141.

Oktarina, Yurika Fauzia.2019.Perilaku Pemenuhan Gizi pada Ibu Menyusui di Beberapa Etnik
di Indonesia.Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 22 No. 4 Oktober 2019:
236–244

Pasaribu, Rina Doriana.Tria Feni Setia, Lusiana Gultom.2014. Sosial, Budaya Serta
Pengetahuan Ibu Hamil yang Tidak Mendukung Kehamilan Sehat.Jurnal Ilmiah
PANNMED, Vol.9, No.01 Mei-Agustus 2014

Rizki Kurnia Illahi, Lailatul Muniroh, 2016. Gambaran Sosio Budaya Gizi Etnik Madura dan
Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 bulan di Bangkalan Madura. Media Gizi
Indonesia, Vol 11, No.2 Juli-Desember: hlm 135-143

Anda mungkin juga menyukai