Anda di halaman 1dari 5

Nama : Shindy Rahamadeswita

NO BP : 1911313030

Dosen Pengampu : Agus Sri Banowo, S.Kp., MPH.

Mata Kuliah : Psikologi Budaya dalam Keperawatan

Tugas individu pertemuan 2

Identifikasi budaya-budaya masyarakat di Indonesia, yang merugikan masalah kesehatan


(minimal 5 suku/budaya)

1. Tradisi memotong jari (Niki Paleg) Suku Dani, Papua


Suku Dani terletak di wilayah Pegunungan Tengah, Papua. Memiliki sebuah
tradisi yang dapat dinilai sebagai tradisi ekstrim yang cukup mengerikan bagi kita yang
melihatnya karena masyarakat di sana melambangkan rasa kesedihan bukan hanya
dengan menitihkan airmata melainkan juga dengan memotong jari-jari mereka akibat
duka kehilangan orang-orang terkasih. Hal tersebut wajib dilakukan jika terdapat
anggota keluarga atau kerabat dekat seperti ayah, ibu, adik dan kakak yang meninggal.
Suku Dani mengartikan tradisi memotong jari tersebut sebagai sebuah simbol dari
pedihnya hati ketika ditinggal seseorang yang dikasihi. Tak hanya itu, tradisi tersebut
dianggap sebagai pencegah dari adanya malapetaka yang merenggut nyawa anggota
keluarga yang meninggal.
Pemotongan jari ini biasanya dilakukan oleh kaum wanita saja, biasanya para ibu
atau wanita tertua. Proses pemotongan jari ini bisa menggunakan apa saja asalkan jari
tersebut bisa putus, baik menngunakan kapak atau pisau tradisional, bahkan ada yang
menggunakan gigi sendiri untuk memutuskannya. Dampak tradisi ini bagi kesehatan
dapat menyebabkan tetanus akibat terinfeksi bakteri Clostridium tetani. Infeksi ini bisa
berujung fatal dan menyebabkan kematian.

2. Pemberian makanan prelakteal pada bayi Suku Sasak, Lombok


Makanan prelakteal diberikan 1-3 hari setelah kelahiran atau makanan yang
diberikan kepada bayi sebelum ASI. biasa makanan prelakteal yang diberikan lebil dari
satu jenis yaitu berupa madu, kelapa muda dan air sari nasi. Ibu yang baru bersalin
memberikan makanan prelakteal berupa nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh
ibunya lebih dahulu) yang diberikan kepada bayinya agar bayinya dapat tumbuh sehat
dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik
untuk bayi. Pemberian makanan prelakteal pada bayi diberikan beberapa saat setelah
bayi lahir yaitu dengan mengoleskan madu pada mulut bayi. Bayi juga diberikan
makanan prelakteal berupa kelapa muda sampai Ibu memiliki ASI. Hal tersebut sudah
berlangsung sejak lama dan sudah menjadi tradisi atau kebudayaan masyarakat Suku
Sasak yang masih dilakukan hingga sekarang.
Memberikan makanan padat sebelum waktunya pada bayi akan membuat
lambung dan ususnya terpaksa mencena makanan dengan tekstur dan konsistensi yang
tidak sesuai dalam artian sistem pencernaan pada bayi baru lahir belum dapat bekerja
secara maksima. Hal ini dapat menimbulkan resiko siare bahkan masalah usus serius
tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan kematian.

3. Tradisi Makkatte’ Suku Bugis, Sulawesi Selatan.


Masyarakat bugis memahami tradisi makkatte’ sebagai ritual budaya yang sangat
penting untuk dilaksanakan pada anak perempuan. Anak perempuan yang belum
melaksanakan makkatte’ dianggap belum sah memeluk agama islam sehingga tradisi ini
sangat penting untuk dilaksanakan, biasanya makkatte’ ini dilakukan pada umur anak
sekitar 4–7 tahun. Sanro (orang yang melakukan makkatte’) biasanya melakukan
tindakan pada daerah kemaluan anak perempuan yang di khitan kemudian dilanjutkan
dengan tata cara adat makkatte’ hal ini menunjukkan dilaksanakannya tradisi ini dengan
baik dan apabila tradisi makkatte’ ini terlambat untuk dilakukan ataupun tidak dilakukan
maka si anak perempuan ataupun orangtuanya akan merasa malu.
Faktor penentu dilaksanakannya makkate adalah kepercayaan dalam konsep
agama yang mewajibkan makkatte’ bagi anak perempuan dan budaya atau tradisi turun
temurun dari nenek moyang orang bugis. Implikasi khitan perempuan terhadap gender
dan kesehatan reproduksi dapat dilihat dari ada tidaknya resiko yang di timbulkan dari
praktik makkatte’’ tersebut, dan dapat dilihat bahwa praktik makkatte’’ tidak
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dapat mengganggu kesehatan reproduksi
perempuan yang melakukan praktik makkate’ bila dilakukan secara steril dan tanpa
tindakan yang berlebihan pada alat genitalia luar perempuan, tetapi apabila dilakukan
dengan cara yang tidak steril dapat menimbulkan infeksi serius mengingata tradisi ini di
lakukan pada area genitalia perempuan. Alangkah sebaiknya tradisi ini tidak dilakukan
demi menghindari resiko penyakit di area genitalia perempuan.
4. Tradisi rambut gimbal di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten
Banjarnegara
Ruwatan rambut gimbal merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun
oleh masyarakat Dataran Tinggi Dieng untuk anak yang memiliki rambut gimbal secara
alami, ruwatan ini dipercaya akan memberikan keselamatan pada anak yang di ruwat.
Masyarakat dataran tinggi Dieng masih melaksanakan upacara tersebut karena mereka
percaya bahwa anak yang memiliki rambut gimbal merupakan keturunan dari kiai
koldete . Kyai Kolodete merupakan penguasa Telaga Balekambang di Dieng. Beliau
adalah tokoh spiritual yang sangat dipercaya oleh masyarakat Dieng sebagai nenek
moyang Dieng.
Sementara itu, ruwatan rambut gimbal juga merupakan salah satu cara agar anak
yang memiliki rambut gimbal terbebas dari nasib buruk yang akan menimpanya dengan
cara orangtua harus menuruti apapun permintaan anak tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan prosesi ruwatan dan apabila tidak dituruti dan anak tersebut tetap
diruwat maka anak tersebut akan megalami sakit sakitan. Apabila rambut gimbal tidak
terawat dengan baik maka akan menimbukan kerusakan pada rambut dan kulit kepala
dan mengurangi rasa nyaman, mengingat rambut gimbal di kalangan anak-anak.

5. Tradisi sei di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT)
Tradisi sei dilakukan oleh masyarakat Timor Tengah Selatan, Provinsi NTT.
Tradisi sei adalah tradisi memanaskan/mengasapkan ibu yang baru melahirkan bersama
bayinya selama 40 hari. Tradisi ini mengharuskan ibu dan bayinya duduk dan tidur di
atas tempat tidur dengan bara api di bawahnya selam 40 hari di dalam Rumah Bulat
(Ume ‘Kbubu). Bahan bakar yang dipergunakan adalah kayu bakar. Suami atau anggota
rumah tangga lain akan selalu menyediakan kayu bakar dan menjaga agar bara api selalu
menyala dan mengeluarkan asap.
Masyarakat setempat meyakini bahwa tradisi ini dapat bermanfaat untuk
mempercepat pemulihan kesehatan ibu setelah melahirkan dan bayinya menjadi lebih
kuat. Selama melakukan sei, baik ibu maupun bayi akan selalu menghirup udara
tercemar karena bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar biomasa (kayu bakar).
Pembakaran kayu bakar biasanya mengeluarkan bahan pencemar berupa partikel debu
(supended particulate matter) dan gas berupa karbondioksida (CO2), formaldehid
(HCHO), oksida nitrogen (NOx), oksida belerang (SOx). Terhirupnya bahan-bahan
tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa iritasi saluran pernafasan
sampai gangguan paru-paru.

6. Tradisi Pengasingan Wanita Melahirkan Suku Nuaulu, Maluku Tengah


Suku Nuaulu mempunyai kebiasaan yang unik dalam persalinan.setiap
perempuan suku ini yang hamil pada usia 9 bulan harus dipisahkan dari suami maupun
laki-laki lainnya, dan ditempatkan di rumah khusus yang disebut Pusuno. Pusuno
berukuran 2 x 2,5 meter, yang terletak sangat jauh dari rumah yakni di hutan.hal ini
berkaitan dengan pemahaman bahwa pengaruh roh jahat hanya berada disekitar diri
perempuan itu dan tempat tinggalnya saja. Tradisi mengasingkan wanita hamil ini
biasanya dilakukan dalam bentuk upacara yang dinamakan upacara masa kehamilan atau
Tinantawa, untuk mencegah kemungkinan terjadinya berbagai jenis bahaya gaib yang
dapat menghambat atau menghalangi berlangsungnya kehidupan seorang individu, yang
menurut suku Nuaulu proses tersebut dimulai dari kelahiran hingga kematian maka
dilakukan upacara ini.
Masih banyak wanita suku Nuaulu melahirkan di Posuno yang tidak sesuai
dengan prosedur kesehatan karena tradisi yang sudah turun-temurun dan sampai
sekarang masih dipertahankan. Kondisi seperti ini bisa merugikan ibu dan bayinya.

7. Budaya pijat Timor(Antoni), NTT


Ibu hamil di NTT mempunyai kebiasaan pijat pada dukun bersalin yang dipercaya warga
setempat untuk memperbaiki posisi anak dan memperlancar proses persalinan.
Memijat saat hamil sangat berisiko, tidak hanya pada janin tetapi juga dengan kondisi
sang ibu. Memijat perut saat hamil justru akan membuat ibu berisiko besar mengalami
pendarahan. Sedangkan si bayi berisiko mengalami masalah lain seperti terlilit tali pusar,
pecah ketuban, dan lain-lainnya.
Pijat hanya berfungsi untuk menghilangkan pegal. Namun, khusus bagian perut tidak
boleh dipijat dengan alasan apa pun oleh semua perempuan, baik yang sedang hamil atau
yang tidak(dr. Ardiansjah Dara, Sp.OG.)

8. Kepercayaan masyarakat Jepara


Jepara juga memiliki pantangan pada ibu hamil dan keluarganya seperti selama
kehamilan juga ada pantangan yang harus diperhatikan ibu dan ayah misal: tidak boleh
menyiksa atau membunuh binatang supaya si bayi dapat lahir dengan selamat dan tidak
cacat. Kecacatan seorang bayi dikarenakan terjadinya mutasi gen bukan karena menyiksa
atau membunuh binatang.

Sumber:
Putro, B. B. (2019). N Makna Dibalik Tradisi Niki Paleg Suku Dani di Papua. Commed:
Jurnal Komunikasi dan Media, 3(2), 159-167.
Hartinah, S. R., & Rezal, F. (2018). Aspek Sosial Budaya Suku Sasak Tentang Pemberian
Makanan Prelakteal Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Lambale Kabupaten
Buton Utara Tahun 2017. (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat), 3(2).
Subriah, S., & Ida, A. S. (2018). TRADISI MAKKATTE’DITINJAU DARI ASPEK GENDER
DAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA ETNIS BUGIS SULAWESI SELATAN.
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar, 11(2), 1-8.
Nurjaya, N., & Muzadi, M. M. (2020). Eksistensi Ruwatan Rambut Gimbal di Desa Dieng
Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Anthropos: Jurnal Antropologi
Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology), 6(1), 123-130.
Angkit Kinasih, A. K. (2016). SURVEI DAMPAK RUMAH BULAT DAN STATUS GIZI
TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU PADA IBU POST PARTUM YANG
MENGGUNAKAN KOMPRES PANAS DI KECAMATAN MOLLO TENGAH
NTT (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).
Setyowati, S. E. (2016). Pengasingan Wanita Melahirkan Suku Nuaulu Di Dusun Rohua
Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Riset Kesehatan, 5(1), 14-20.
Kencanawati, D. A. P. M. (2018). Persalinan Dalam Pandangan Budaya Timor (Atoni).
Jurnal Info Kesehatan, 16(1), 143-150.

Anda mungkin juga menyukai