Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat Banyuwangi yang mayoritas petani memiliki ritual sakral
untuk meminta berkah keselamatan. Tradisi tersebut dikenal dengan nama
kebo-keboan. Ritual ini menggunakan kerbau sebagai sarana upacara. Namun,
kerbau yang digunakan binatang jadi-jadian yakni manusia berdandan mirip
kerbau, lalu beraksi layaknya kerbau di sawah.
Ritual kebo-keboan digelar setahun sekali pada bulan Muharam atau Suro
(penanggalan Jawa). Bulan ini diyakini memiliki kekuatan magis. Konon,
ritual ini muncul sejak abad ke-18. Di Banyuwangi, kebo-keboan dilestarikan
di dua tempat yakni di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, dan Desa
Aliyan, Kecamatan Rogojampi.
Munculnya ritual kebo-keboan di Alasmalang berawal terjadinya musibah
pagebluk ( epidemi - red ). Kala itu, seluruh warga diserang penyakit. Hama
juga menyerang tanaman. Banyak warga kelaparan dan mati akibat penyakit
misterius. Dalam kondisi genting itu, sesepuh desa yang bernama Mbah Karti
melakukan meditasi di bukit. Selama meditasi, tokoh yang disegani ini
mendapatkan wangsit. Isinya, warga disuruh menggelar ritual kebo-keboan
dan mengagungkan Dewi Sri atau yang dipercainya sebagai simbol
kemakmuran.
Keajaiban muncul ketika warga menggelar ritual kebo-keboan. Warga yang
sakit mendadak sembuh. Hama yang menyerang tanaman padi sirna. Sejak itu,
ritual kebo-keboan dilestarikan. Mereka takut terkena musibah jika tidak
melaksanakannya.

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan kebo-keboan ?
1.2.2. Bagaimana sejarahnya tradisi kebo-keboan tersebut di mulai ?
1.2.3. Mengapa masyarakat mau melakukan tradisi kebo-keboan tersebut?
1.2.4. Apa dampak kesehatan akibat melakukan tradisi kebo-kebo?
1.2.5. Apa solusi agar kebudayaan kebo-keboan bisa tetap lestari namun, tidak
mengangu kesehatan?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan penysunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1. Untuk Mengetahui tradisi kebo-keboan
1.3.2. Untuk mengetahui asal-muasal tradisi kebo-keboan
1.3.3. Mengetahui penyebab yang menyebabkan masyarakat mau melakukan
tradisi tersbut
1.3.4. Mengetahui dampak kesehatan yang disebabkan oleh tradisi kebo-keboan
tersebut kesehatan
1.3.5. Mengetahui solusi agar tradisi tersbut tetap lestari namun, tidak mengang

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Tradisi Kebo-Keboan


Kebo-Keboan merupakan salah satu upacara adat yaitu berubah
menjadi kebo Banyuwangi. Sesuai namanya, Kebo-Keboan dilakukan
dengan berubah menjadi kerbau. Namun, kerbau yang digunakan bukan
kerbau sungguhan, melainkan manusia yang berubah menajadi kerbau.
Dengan di kututk oleh masyarakat. Upacara adat tersebut sudah adat sejak
300 tahun yang lalu, tepatnya pada abad ke-18. Kebo-Keboan biasa
dilakukan di awal bulan Suro, penanggalan Jawa. Tujuan dari upacara adat
ini adalah bentuk rasa syukur kepada Allah swt, atas hasil panen yang
melimpah dan merupakan doa, agar proses tanam benih untuk tahun depan
dapat menghasilkan panen yang melimpah. Terdapat dua desa di
Banyuwangi yang masih melestarikan tradisi Kebo-Keboan. Desa tersebut
adalah Aliyan dan Alasmalang. Tujuan dan fungsinya sama, yang
membedakan adalah alur penyajiannya. Di desa Aliyan seluruh ritual
masih dilakukan secara aturan adat, sedangkan Kebo-Keboan di desa
Alasmalang merupakan imitasi yang dilakukan dengan tujuan pariwisata.
Kerbau mempunyai simbol sebagai tenaga andalan bagi petani. Binatang
kerbau merupakan binatang yang lekat dengan kebudayaan agraris. Dalam
kehidupan agraris, kerbau dan sapi, merupakan binatang yang membantu
petani dalam mengolah lahan sawahnya. Bahkan dalam mengolah sawah
kerbau dianggap lebih kuat daripada sapi. Binatang kerbau di berbagai
wilayah di Indonesia menjadi binatang penting dalam ritual adat.

3
2.2. Sejarah asal-muasal Tradisi Kebo-keboan
Legenda tentang upacara adat Kebo-Keboan berasal dari kisah
Buyut Karti yang mendapat wagsit untuk menggelar upacara bersih desa,
dengan tujuan agar bisa menyembuhkan wabah penyakit di Desa
Alasmalang. Penyakit tersebut tidak bisa disembuhkan oleh kekuatan
manusia. Bila terkena penyakit di malam hari, maka paginya akan mati.
Selain wangsit tersebut, para petani juga diminta agar menjelma menjadi
seperti kerbau. Hingga akhirnya upacara adat tersebut menjadi sebuah
kebiasaan dan dianggap menjadi kearifan lokal di desa tersebut. Bila
melihat sejarah upacara Kebo-Keboan sudah ada sejak abad 18. Upacara
adat ini pada zaman dahulu merupakan sebuah media untuk melestarikan
tradisi luhur. Di tahun 1960 tradisi ini mulai jarang dilaksanakan. Setelah
reformasi tradisi kebo-keboan muncul kembali di Desa Alasmalang.
Inisiator kembalinya Kebo-Keboan di masyarakat atas bantuan Sahuni.
Selain di desan Alasmalang, tradisi ini juga berkembang di desa Aliyan.
Makna tradisi Kebo-Keboan berkaitan juga dengan ajaran Hindu
dan Budha. Di dalam kitab Purana, tokoh Dewi Durga digambarkan
mempunyai tangan delapan. Tangan kanan berjumlah empat dengan posisi
memegang cakra berapi, sara, serta seekor kerbau. Tangan kiri juga
berjumlah empat, masing-masing memegang sangkha, dua pasa, dan
rambut asura. Tangan kanan melambangkan kebajikan atau kebaikan yang
diartikan sebagai penguasa tanaman dan kesuburan. Hal ini dilambangkan
oleh seekor kerbau atau Sang Hyang Nandini, sedangkan tangan kiri
sebagai lambang angkara murka, pembinasa asura, dan menguasai
berbagai penyakit menular. Oleh karena Kebo-Keboan masih berkaitan
dengan kerjaan Blambangan, pemilihan kerbau sebagai media dalam
upacara adat merupakan simbol kebaikan bagi rakyat, khusunya dalam
bidang pertanian.

4
2.3 Alasan Masyrakat Mau Melakukan Tradisi Kebo-keboan
Tradisi Kebo-keboan merupakan sebuah ungkapan rasa syukur
warga kepada Tuhan atas panen yang melimpah serta sebagi perwujudan
doa agar proses tanam dan panen tahun berikutnya berjalan dengan lancar.
Dengan diadakannya tradisi ini warga berharap kesejahteraan dapat terjaga
dengan hasil panen yang mencukupi.
Munculnya Tradisi Kebo-keboan di Desa Alasmalang, Kecamatan
Singojuruh Banyuwangi berawal dari wabah penyakit pagebluk (wabah
penyakit berbahaya yang disebabkan oleh kekuatan spiritual). Pada waktu
itu banyak warga terserang penyakit pagebluk , bahkan tanaman padi
petani juga terserang hama. Akibatnya banyak warga yang kelaparan dan
meninggal. Melihat situasi itu Mbah Karti sesepuh desa kala itu
melakukan meditasi di sebuah bukit. Dari meditasinya, beliau mendapat
wangsit yang isinya warga disarankan untuk menggelar syukuran desa
dengan menggelar Kebo-Keboan. Kemudian warga menggelar tradisi ini
dan wabah pun hilang. Sejak saat itu tradisi Kebo-Keboan digelar dan
diwariskan turun-temurun.
Upacara adat kebo-keboan mempunyai dampak yang luar
biasa bagi perkembangan dan pembangunan Dusun Krajan Desa
Alasmalang, contohnya yaitu pembangunan gapura masuk, sumbangan
pembangunan masjid, sumbangan anak yatim dan perbaikan jalan.

5
2.4 Dampak Kesehatan Akibat Tradisi Kebo-keboan
Dalam tradisi Kebo-Keboan peserta yang bertubuh besar akan
memerankan kerbau. Peserta didandani agar mirip dengan kerbau lengkap
dengan tanduk dan lonceng di lehernya Untuk membuat warna kulit
pemeran kerbau mirip dengan kerbau aslinya, diolesi dengan cairan oli dan
arang agar terlihat hitam layaknya kerbau yang biasa bekerja bersama
petani di sawah.

Oli bekas masuk dalam kategori Limbah Bahan Berbahaya dan


Beracun (B3). Bahan ini dinilai memiliki kandungan yang bisa
mencemarkan, merusak, dan membahayakan lingkungan serta makhluk
hidup. Sifatnya mudah meledak dan terbakar. Bahan ini juga beracun lalu
mampu menyebabkan infeksi. Ketika seseorang menyiram tubuh dengan
oli bekas seperti yang dilakukan dalam tradisi kebo-keboan tersebut,
kandungannya bisa terserap. Kandungan oli bekas masuk ke dalam tubuh
melalui sistem pernafasan, mulut atau kulit. Ini mengakibatkan seseorang
rentan mengalami kerusakan sistem saraf, kulit, pencernaan, pernafasan,
dan peredaran darah sekaligus jantung. Serta bahaya arang yang bisa
mengakibatkan abrasi kornea atau kornea lecet jika terkena mata.

Dari gerakan-gerakan brutal yang di lakukan oleh pemain kebo-


keboan memperlihatkan bahwa gerakan yang dilakukan sangat tidak
manusiawi seakan kesurupan layaknya kebau sungguhan, gerakan dan
penampilan tubuh yang dibuat sangat menyeramkan membuat beberapa
penonton ketakutan yang bisa mempengaruhi kondisi psokologisnya.

Terlebih tempat yang gunakan adalah pesawahan yang di penuhi


dengan lumpur, air kotor dan lain sebagainnya. Terdapat banyak bakteri
yang ada dalam tempat itu yang dapat menyebabkan berbagai penyakit
bagi pemain dan penonton yang melakukan dan menyaksiakan tradisi
tersebu.

6
2.5. Solusi Melestariakan tradisi kebo-keboan tersebut namun tidak
mempengaruhi kesehatan.

Menurut diskusi yang kami lakukan solusi agar kebo-keboan


tersebut bisa tetap lestari namun resiko kesehatannnya lebih kecil adalah
dengan cara menganti segala bahan yang di gunakan, menggunakan bahan
yang lebih ramah lingkungan dan tidak merusak kulit/kesehatan. Dan atau
mengganti pemain kebo-keboan menggunakan benda mati seperti robot
dan makluk hidup lain seperti hewan.

Serta mencari tempat yang lebih baik untuk kesehatan seperti


menggunakan kolam renang dan lain sebagainnya. Pelaksanaan kebo-
keboan tersebut masih bisa di jalankan tetapi harus tetap mengutamakan
kesehatan.

7
BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan

Berdasarkan hasil diskusi yang kami lakukan dapat menyimpulkan


bahwa resiko kesehatan dari Tradisi/Budaya kebo-keboan di masyarakat
desa Aliyan dan alasmalang kabupaten Banyuwangi dapat di
klasifikasikan menjadi 3 resiko kesehatan antara lain :

1. Penyakit kulit
2. Penyakit Mata
3. Penyakit Psikologi
Kami melihat dari segi kesehatan Tradisi/Budaya tersebut adalah
sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat sekitar terlebih budaya
tersebut di lakukan dalam kurun waktu 1 tahun sekali dalam penagalan
jawa, serta dampak kesehatan yang akan dirasakan oleh semua orang yang
melakuaknnya.

3.2. Saran
Menghilangkan budaya/tradisi di suatu daerah mungkin sangat
sulit di lakukan tetapi kesehatan lebih utama, peran toko masyarakat
sangat berperan penting dalam hal ini, dari kami menyarankan bahawa
kebudayaan yang ada di dalam masyarakat haruslah memperatikan faktor
kesehatan.
Dalam makalah yang kami buat ini tentu jauh dari kata sempurna
penyajian dan bahan pembahasan yang kami sajiakan mungkin
maAembingungkan, karena dalam penyusunan makalah ini kami buat
dengan cara diskusi dan mencari refensi dari internet.
Oleh karen itu, kritikan dan sara yang membangung sangat kami
butuhkan.

DAFTAR RUJUKAN

8
https://id.scribd.com/doc/36337062/makalah-seni-budaya-kebo-keboan

https://environment-indonesia.com/efek-limbah-bahan-berbahaya-bagi-manusia/

https://www.cantika.com/read/1084977/bocah-mandi-oli-bekas-apa-dampaknya-
bagi-kesehatan

https://www.kompasiana.com/diah_marliati_a_soeradiredja/551932c9813311f174
9de0d5/efek-samping-karbon-aktif

https://surabaya.liputan6.com/read/4066805/6-fakta-menarik-tradisi-kebo-keboan-
banyuwangi-ungkapan-rasa-syukur-petani

LAMPIRAN GAMBAR

9
10

Anda mungkin juga menyukai