Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yarti Sulistia Ningrat (Ningrat)

Absen : 1

Instansi : Puskesmas Kabaena Utara

Instansi Sebelumnya : Puskesmas Pulau Pisang

TRADISI BULANGER
MASYARAKAT
KEC. PULAU PISANG, KAB. PESISIR BARAT,
LAMPUNG.
Bulanger berasal dari prefiks bu- ‘ber-‘ dan kata benda langer ‘campuran
air jeruk nipis dan bunga- bunga’. Secara garis besar, makna antara kedua kata
tersebut masih berkerabat. Perbedaannya hanya terletak pada objek yang diberi
langer ‘campuran air jeruk nipis dan beragam bunga’. Di Pulau Pisang tradisi
bulanger diberlakukan untuk ibu yang sedang mengandung. Tradisi bulanger
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bayi serta
mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas semua rezeki yang diberikan-
Nya dan memohon perlindungan bagi si ibu dan janin yang dalam kandungan
agar terhindar dari penyakit dan musibah. Pada masa kehamilan, tradisi
bulanger pada masyarakat Pulau Pisang dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
upacara bulanger pada masyarakat biasa, upacara bulanger pada kepala adat
kampung, dan upacara bulanger pada kepala adat marga.
A. Bulanger pada Masyarakat Biasa Pada masyarakat ini upacara bulanger terbagi
menjadi dua macam, yaitu bulanger/kuruk limau dan ngeruang/kuruk limau
kaminduani ‘kuruk limau yang kedua’.
1. Upacara pada saat kandungan berusia 7 bulan yang disebut bulanger/kuruk
limau
- Prosesi upacara:
a. Pada malam yang telah ditentukan, ibu lebih dahulu dimandikan dengan
mengenakan kakumbut [kakumbut] ‘pakaian rapi’.
b. Suami menyiapkan perlengkapan mandi limau ‘mandi jeruk nipis’.
c. Ibu duduk di tengah tempat yang telah disediakan untuk pelaksanaan
jalannya upacara.
d. Setelah selesai mandi limau, si ibu diberi petunjuk dan nasihat-nasihat
mengenai pantangan-pantangannya.
Pantangan:
a. Si ibu tidak diperkenankan tidur pada siang hari.
b. Si ibu tidak diperkenankan makan buah kayu yang bergetah seperti
nangka, cempedak, keluih, dan sukun.
c. Si ibu tidak boleh keluar rumah pada waktu zuhur dan magrib.
d. Si ibu tidak boleh makan tebu.
e. Si ibu tidak diperkenankan memakan punti rampit [punti rampit] ‘buah
pisang yang dempet’.
2. Upacara pada saat kandungan berusia 9 bulan disebut ngeruang/kuruk limau
kaminduani (kuruk limau yang kedua). Prosesi pelaksanaan upacara pada
usia ini sama seperti pada masa kuruk limau yang pertama.Pantangan:
a. Dilarang memakan daging hewan/ikan yang berduri.
b. Dilarang mengeluarkan kata-kata yang bersifat keluhan.
c. Dilarang membunuh binatang.
B. Bulanger pada Kepala Adat Kampung (Penyimbang Tiuh/Pekon)
Kepala adat kampung (penyimbang tiuh pekon) cukup berperan dalam
pranata- pranata kemasyarakatan baik yang berhubungan dengan pemerintah
formal maupun yang nonformal yang mengatur tata adat, mereka cukup
berwibawa karena statusnya.
1. Upacara pada waktu kandungan berumur 7 bulan disebut bulanger.Pada
upacara ini si ibu dijaga dari segala serangan penyakit dan dari gangguan
makhluk halus yang mereka sebut sai kelom [sai halom] ‘makhluk halus’ atau
sekedi upi [s|k|di upi] ‘peri yang mengganggu bayi dalam kandungan’. Si ibu
diharapkan memelihara badannya dengan menghindari larangan baik berupa
benda yang dimakan, maupun yang dipakai. Demikian pula dalam pergaulan
dan perbuatan lainnya. Upacara bulanger pada malam hari antara pukul
19.00 dan 21.00 menjelang bulan terang atau bulan purnama dilakukan di
lapang lom [lapaG lom] ‘bagian tengah rumah’.
- Prosesi upacara:
a. Pemberitahuan kepada kerabat sambil mempersiapkan beras sebakul,
uang sesuku ‘uang yang nilainya 50 sen’, dan seekor ayam yang sudah
bisa berkokok.
b. Sebelum bulanger dimulai pada sore harinya si ibu terlebih dahulu diantar
mandi di kali dan rambut si ibu dibersihkan dengan santan kelapa hijau,
kemudian disiram dengan limau kunci [limau kunci] ‘jeruk purut besar’.
c. Malam harinya baru dilakukan upacara bulanger sambil memanjatkan
doa.
- Pantangan:
a. Dilarang memakan makanan yang berbisa seperti rebung, melinjo, dan
cabai.
b. Tidak boleh mempergunjingkan orang atau memaki-maki.
c. Tidak boleh nenongan [nenoGan]‘memandang sesuatu terlalu lama’.
2. Upacara pada waktu kandungan berumur 8 bulan yaitu untuk memeriksa
ulang keadaan si ibu serta janin. Prosesi pelaksanaan upacaranya sama
seperti pada bulanger pertama.
- Pantangan:
Bagi si ibu dilarang untuk tidur pada sore hari.Dilarang duduk di
tangga/jendela/lesung karena dipercaya akan mengakibatkan sulitnya
bayi keluar saat melahirkan.
C. Bulanger pada Kepala Adat Marga (Penyimbang Marga/Paksi)
Penyimbang marga merupakan panutan penyimbang kampung. Tentunya
ia harus dapat diteladani oleh penyimbang kampung bahkan terdapat sedikit
persaingan prestise antara para penyimbang marga tersebut. Untuk
keseimbangan kehidupan dan prestise, upacara daur hidup anak penyimbang
marga disesuaikan dengan keadaan bahkan telah merupakan adat, beberapa
upacara daur hidup anak penyimbang marga ini sama dengan upacara yang
dilakukan kepala adat kampung dan masyarakat biasa.
1. Bayi dalam kandungan 5 bulan Prosesi upacara:Penyimbang marga
mengadakan upacara sama dengan upacara rakyat biasa, perbedaannya
hanya perlengkapan waktu menjemput dukun beranak yaitu membawa 2 ekor
ayam besar (satu jantan satu betina). Pantangan dan yang dipersiapkan
sama dengan yang diadakan penyimbang kampung.
2. Bayi dalam kandungan 9 bulan
Prosesi upacara:
1. Upacara ini merupakan perulangan
2. dari upacara pada waktu bayi berumur 5 bulan yang disebut
ngeruang/kelalaikan [G|ruaG/ k|lalaikan].
3. Diadakan sedikit hajatan dengan hidangan berupa ayam panggang,
punar/sekunyit [punar/s|ku¥it] ‘ketan kuning ‘.
4. Upacara ini lebih terarah pada upacara sakral agar bayi sehat dan
selamat.

Perbedaan dengan upacara masyarakat biasa dan penyimbang kampung


yang sering kepala adat marga ini mempunyai istri lebih dari satu orang. Istri
yang diambil dengan upacara kebesaran penyimbang itulah yang disebut
Ratu. Ia mempunyai kedudukan lebih dari istri yang lain, sehingga upacara
untuk Ratu ini akan lebih meriah dari yang lainnya.

D. Nilai Positif
Dari segi kesehatan dampak positif dari tradisi bulanger ini yaitu
Berpotensi untuk dimanfaatkan oleh para petugas kesehatan untuk melibatkan
suami dalam perawatan kehamilan.
E. Nilai Negatif
Tantangan ibu hamil keluar pada sore hari ditakutkan membuat para ibu
hamil yang tidak sempat memeriksakan diri ke Puskesmas pada pagi hari
enggan datang ke praktik bidan yang umumnya buka pada sore dan malam hari.
F. Peran pemangku kepentingan
Peran pemangku kepentingan pada saat tradisi dilakukan sebagai panitia
penyelenggara dan saksi tradisi yang berlangsung.
G. Saran
Tradisi bulanger ini masih berjalan sampai saat ini walaupun tidak di wajibkan untuk
seluruh masyarakat pulau pisang, oleh karna itu perlunya pembekalan kepada para
tenaga kesehatan sehingga mampu melakukan pendekatan lebih intensif kepada
masyarakat pulau pisang untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap
sistem budaya pelayanan kesehatan modern di samping sistem budaya pelayanan
pengobatan tradisional yang selama ini mereka anut dan dipercaya serta terbukti
memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat setempat

Anda mungkin juga menyukai