Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu. Dimana dalam
lingkungan sosial budaya itu senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang diacu oleh
warga masyarakat penghuninya. Melalui suatu proses belajar secara berkesinambungan, setiap
manusia akan menganut suatu nilai yang diperoleh dari lingkungannya. Nilai-nilai itu diadopsi
dan kemudian diimplementasikan dalam suatu bentuk “kebiasaan” ialah pola sikap,dan perilaku
sehari-hari.
Dengan demikian, pola perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain, akan
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diperoleh dari lingkungan sosial budaya. Kekuatan nilai-nilai
maupun segala sumberdaya sosial budaya membentuk dan mempengaruhi pola tingkah laku
individu. Oleh karena itu, setiap individu memiliki lingkungan sosial budaya yang saling berbeda
dengan yang lain. Situasi ini lalu menghasilkan karakter sosial budaya setiap individu bersifat
unik, khusus, dan berbeda dengan orang lain.
Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dimana masyarakatnya sangat kental dengan
nilai –nilai kehidupan agrarisnya misalnya dalam nilai seni. Sebagian besar Seni pertunjukannya
memiliki fugsi dari ritual. Fungsi –fungsi ritual ini hanya berkenan dengan peristiwa daur hidup
yang sangat penting misalnya dalam acaara syukuran panen, kelahiran, kematian dan lain-lain.
Dalam hal ini acara yang dilakukan selalu ada hewan yang akan dibunuh guna memberikan
makan kepada masyarakat yang hadir dalam acara-acara tersebut.
Pemotongan hewan yang dilakukan di masyarakat NTT disetiap daerah tentu memiliki
makna tersendiri misalnya sebelum melakukan pemotongan hewan tidak dipotong begitu saja.
Namun para tetua adat akan mengucapakn mantra yang dianggap sangat penting dalam proses
pemotongan hewan.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui budaya pembunuhan hewan di Kabupateng Ngada,
2. Untuk mengetahui budaya pembunuhan hewan di Nggali
3. Untuk mengetahui budaya pembunuhan hewan di Alor
4. Untuk mengetahui budaya pembunuhan hewan di Malaka

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Rebha Masyarakat Ngada


a. Pengantar

Masyarakat Kabupaten Ngada merupakan salah satu suku yang memiliki ciri khas budaya
yang berbeda dengan masyarakat suku lainnya. Hasil kebudayaannya pun berbeda seperti,
kerajinan tangan yaitu kain tenun motif Ngada, upacara Adat Reba, seni musik dan seni tari
seperti Ja’i (perpaduan gerak dengan suara), dan lains ebagainya. Keaslian dari ciri khas hasil
budaya orang Ngada seperti ini belum banyak mengalami perubahan terlebih dalam upacara
Adat Reba. Nilai dan makna budaya yang dianut oleh masyarakat Ngada berupa upacara adat
Reba,masih tersusun rapi dalam aktifitas kehidupan masyarakat Kabupaten Ngada.

Rebha adalah salah satu upacara persiapan reba yang dilaksanakan pada pagi hari
pertama sebelum kobe dheke.Upacara rebha dilaksanaan pada pagi hari di kebun atau diladang
sebelum upacara persiapan berikunya yaitu tege kaju lasa. Rebha dilaksanakan untuk
memohon berkat Tuhan melalui arwah leluhur agar tujuan tanaman (ngaza lima zua) tumbuh
subur dan menghasilkan panen berlimpa. Tanama-tanaman tersebut adalah pare (padi), ha’e
(jagung), hae lewa (jagung solor), wete (jewawut) dan hobho (kacang-kacangan) tanaman ini di
tanam didalam kebun atau ladang.

Sistem kebudayaan upacara Reba ini merupakan wujud budaya asli yang memiliki nilai
dan makna historis.Hal ini dilihat dari susunan pada saat upacara adat reba berlangsung. Susunan
upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Ngada masih seperti yang dulu, yaitu adanya kobe
dheke Reba, kobe o uwi, dan kobe dhoi. Ketiga upacara adat tersebut merupakan upacara adat
yang sangat penting dalam upacara adat reba, dan masih terbawah sampai saat ini. Namun
seiring dengan perkembangan jaman, terjadi sedikit perubahan pada upacara adar Reba.
Perubahan tersebut dapat dilihat dari susuna upacara adat reba yang dulunya tidak diawali
dengan misa syukur yang dipimpin oleh Romo ataupun Uskup.

2
Gambar 1. Misa Pembukaan Reba
2.2 Upacara Pemotongan Ayam
Proses reba sebagai berikut adalah setiap masing- masing suku atau warga rumah adat
(ana Sa’o) biasanya 4 sampa 8 orang berangkat dari kampung adat ke kebun membawa serta
pisau, parang, anak ayam, kelapa kecil (book nio), dan nasi yang sudah dimasak. Dikebun
mereka langsung menuju di sebuah tempat yang bernama mata tewi. Mata tewi merupakan
sebuah tempat yang berukura 2 X 2 m, yaitu tempat penanaman atau penyimpanan ubi (uwi). Di
keemat sudut tersebut ditanam ubi dan ditengah ditanam pisang atau tebu. Lanu adalah satu batu
megaliti pipih yang ditanam di dalam kebun sebagai tanda kepemilikan tanah yang sah. Dan di
tempat tersebut ayam akan dipotong untuk pengesahan reba. Sebelum ayam dipotong salah
seorang yang hadir dalam acara tersebut ( biasaya yang tertua) mengucapakn mantra (zi’a ura
manu) untuk menyatakan ujud pelaksanaan upacara tersebut, syairnya berbunyi

Zi’a ura manu dia : Semoga dengan acara pemotongan ayam untuk reba

Dia kami da reba uma : Ini kami akan merebha kebun

Raba go ngaza lima zua lowa : Agar ketujuh tanaman bertumbuh subur

Dia kami nge : Kami persembahkan darah ayam ini

Muka reba :Bagi keselamatan kami reba di kampung

3
Manu kauura zi’a : Ayam semoga uratmu, empedu mu mempertunjukan yang
baik

Bhoko sewolo jail jo : Tanaman terbaris rapih

Da lewa noze nea : Yang tinggi dipangkas hingga subur

Kiki kaba ne,e wea : Dapat menghasikan kerbau dan emas

Pedhu kau bhodha wela alo : Semoga penyakit tersingkir jauh.

Setelah selesai pengucapan zi,a ura manu lalu ayam dipotong di antara kedua paruh dan
dibakar. Setelah proses pembersuhan selesai, dibelah untuk melihat isi perutnya, dan si pengucap
mantra tadi harus melihat urat, hati dan empedu ayam, melalui pengamatan dengan kondisi urat,
hati, dan empedu ayam akan tampak petunjuk-petunjuk tertentu seperti akan terjadi kelaparan,
tanaman tumbuh subur atau berhasil, akan nada kematian diantra keluarga sendiri atau orang
lain, dan lain-lain. Setelah meramal hati, empedu dan urat ayam tadi, darah ayam dioleskan di
batu lanu dan dioleskan pada daun-daun ketujuh yang sudah dipetik dan diikat menjadi satu dan
disimpan di atas batu lanu tersebut.
c. Hubungan dengan kedokteran Hewan
Penyembelihan ayam yang dilakukan tidak memperhatikan kesejatheraan hewan karena
ayam yang digunakan adalah anak ayam dan proses pembunahan ayam yaitu dibunuh di bagian
paruh sehingga proses kematian ayam sangat lama dan menyakiti ayam tersebut.

2.2 Ritual Adat Lobo Keda Yang Di Tandai Dengan Taga Kamba Masyarakat Adat Nggela
Acara Lobo Keda, merupakan salah satu bagian dari beberapa ritual Adat bagi
masyarakat adat Nggela untuk menyampaikan ucapan syukur, yang mana setelah Keda (rumah
adat) selesai di kerjakan atau di bangun kembali maka wajib hukumnya melakukan seremonial
adat Lobo Keda.
Salah satu Moslaki Nggela Aloysius, menjelaskan Bentuk ucapan syukur atas di
bangunya kembali Balai Pertemuan Mosalaki yang usianya hampir satu abat itu, komunitas Adat
Nggela ditandai dengan kegitaan taga kamba ( Potong Kerbau) sebagai hewan persembahan
kepada leluhur, sekaligus memohon berkat dan doa dari lelur Masyarakat untuk memberikan
kekuatan terhadap Keda yang baru di bangun itu.

4
Selain itu makna lain Taga Kamba, melambangkan Kekuatan sekaligus memohon kepada leluhur
untuk memberikan kesehatan, rejeki yang berlimpah kepada seluruh rumpun masyarakat adat
Nggela dimana saja berada.
” Serominial yang dilakukan itu salah satu bagian dari ritual adat atau seremonial adat
peresmian Keda (balai pertemuan 17 Mosalaki atau Kepala Suku di Nggela). Mengingat Keda itu
baru selesai di bangun kembali oleh masyarakat adat Nggela. Kegiatan taga kamba yang
dilakukan masyarakat adat Nggela, sebagai ucapan syukur dan tanda selesai di bangunkan
kembali Keda (balai pertemuan) para Mosalaki.
“Pemotongan hewan (kerbau ) di awali dengan ritus adat pengiringan hewan dari rumah adat ke
rumah adat, setelah itu di hantar ke tempat persembahan melalui upacara adat , kemudian ke 17
Mosalaki secara bergantian memotong kerbau .”
Seusai acara Lobo Keda yang di tandai taga kamba . Ritus tersebut di lanjutkan dengan
acara kesenian yang di sebut tarian Mure.Yang di pentaskan oleh 18 wanita muda dengan di
lengkapi pakaian adat.“Tarian Mure adalah salah satu tarian kas Nggela,yang selalu di tampilkan
setiap acara syukuran tertentu yang menceritakan tentang sejarah Nggela tentang asal usul”tegas.
(AL)
Kaitannya dalam dunia kedokteran hewan hal diatas bertentangan dengan 5 kebebasan
hewan, dimana hewan ( kerbau ) di paksa untuk jalan mengelilingi kampong dari rumah adat
yang ke rumahadat yang lainnya, kemudian kerbau tersebut dipotong oleh 17 orang secara
bergantian hal ini tidak sesuai karna dianggap menyiksa hewan tersebut dan tidak sesuai dengan
tata cara pemotongan yang benar.
2.3 Tarian Lego (Pulau Alor)
Tari Lego Lego adalah salah satu tarian tradisional masyarakat di Pulau Alor, Nusa
Tenggara Timur (NTT). Tarian ini biasanya dimainkan oleh penari pria dan wanita secara masal.
Dalam tarian ini mereka menari dengan saling bergandengan dan membentuk formasi melingkar
mengelilingi Mesbah. Tari Lego Lego merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup
terkenal di daerah Alor, Nusa Tenggara Timur, dan sering ditampilkan di berbagai acara, baik
acara adat maupun acara pertunjukan.

5
Gambar 1 Bentuk Tarian Lego Lego
a. Asal Mula Tari Lego Lego
Tari Lego Lego merupakan salah satu tarian tradisional yang diwariskan secara turun-
temurun oleh masyarakat Alor dan masih dilestarikan hingga sekarang. Tarian ini awalnya
merupakan tarian yang sering diadakan saat upacara adat atau setelah melakukan kegiatan
bersama sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan mereka. Ungkapan rasa syukur tersebut
mereka lakukan dengan mengelilingi Mesbah sambil bergandengan dan menyanyikan lagu-lagu
pujian terhadap Tuhan. Mesbah sendiri merupakan suatu benda yang disakralkan oleh
masyarakat Alor.
b. Fungsi Dan Makna Tari Lego Lego
Seperti yang dikatakan di atas, Tari Lego Lego merupakan ungkapan rasa syukur dan
kebahagiaan masyarakat terhadap Tuhan. Selain itu dalam tarian ini juga menggambarkan
semangat persatuan dan kebersamaan masyarakat Alor yang terjalin erat melalui sebuah gerak
tarian. Hal ini terlihat dari para penari yang saling bergandengan dan berkumpul menjadi satu
untuk merayakannya bersama tanpa membedakan status sosial, jenis kelamin dan lain
sebagainya.Dalam tarian adat lego lego juga biasanya disertai dengan menyembelih binatang
kurban,seperti ayam,kambing,babi dan sapi. Hewan yang dibawah langsung dibunuh dengan
menggunakan panah pada bagian leher.

6
Gambar 2.Cara membunuh hewan dalam Tarian lego lego dalam rangka upacara adat.
c. Hubungan Kesenian Dengan Kedokteran Hewan
Dilihat dari segi kedokteran hewan pemotongan dan pembunuhan hewan harus dilakukan
dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit,rasa takut dan
tertekan,penganiayaan dan penyalagunaan dan perlakuaan terhadap hewan harus dihindari dari
penyiksaan .Penyembelihan hewan biasanya dilakukan dengan menyayat lehernya hingga
memotong pembulu darah utama dileher dan darah keluar deras ( Khawaja,2001).
2.4 Upacara Adat Tebe Bei Mau Kabupaten Malaka

Upacara Adat Tebe Bei Mau adalah sebuah upacara adat dan tarian di daerah tradisional
dari beberapa desa seperti Kamanasa,Wanibesak, Kletek, dan Bolan di dua Kecamatan
Kabupaten Malaka, NTT. Ini adalah ritual tahunan masyarakat setempat. Upacara ini merupakan
sebuah tarian dan ritual adat untuk memperingati Bei Mau dan Bei Bui, lambang manusia
pertama di bumi (Adam dan Hawa). Upacara ini dilakukan setahun sekali selama 3 hari 3 malam
dengan menari dalam formasi lingkaran dengan menggunakan pakaian adat khas daerah ini.
Upacara ini biasa dilakukan saat panen jagung. Dan sebelum memulai tarian ini biasanya mereka
saling melempar jagung satu sama lain.
Sebelum upacara adat Bei Mau ada sebuah ritual adat yang dilakukan pasca panen jagung
yang disebutkan dalam bahasa daerah adalah “Hamis Batar”. Hamis Batar adalah suatu ritual
adat untuk menyambut musim panen jagung di Malaka. Hamis Batar dilaksanakan oleh
masyaarakat Belu pada umumnya, sebagai wujud rasa syukur dan terima kasih kepada sang
pencipta atas panen yang yang mereka peroleh. Dengan dipimpin oleh tetua adat masyarakat
akan mempersembahkan hasil panen jagung terbaik.

7
Hamis dimulai dari proses panen jagung di kebun masing – masing, biasanya dimulai
sejak pagi hari. Setelah jagung dipanen, sebagian dibawa pulang ke rumah adat disatukan
menjadi 7 puler dalam satu ikatan dan sebagian diikat di pohon yang ada disekitar perkebunan
jagung bersamaan dengan hewan yang telah disembelih, hewan yang dapat disembelih dapat
berupa Anjing dan Babidigantung begitu saja pada pohon besar yang ada didekat area
perkebunan (jika lokasi kebunnya dekat dengan hutan).
Gambar 1. Upacara Adat Tebe Bei Mau

Gambar 2. Prosesi mengantar jagung ke rumah adat

Yang berkaitan dengan Kedokteran Hewan adalah :

Cara penanganan daging dari hewan yang telah disembelih. Seharusnya hewan yang
sudah disembelih tidak boleh dibiarkan begitu saja karena akan membusuk ketika menjadi

8
bangkai dan akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan akan memudahkan penyebaran
penyakit.

2.5 Tarian Caci Manggarai

Kebudayaan bukanlah istilah asing bagi kita. Hampir semua orang pernah mendengar
istilah tersebut, bahkan mungkin menggunakannya. Secara konsepsional semua kebudayaan
adalah baik, tetapi dalam pelaksanaannya bisa dipraktikkan secara benar dan bisa pula secara
salah.
Hal ini menunjukkan kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang terbentuk secara
evolusional (secara perlahan-lahan hampir tanpa disadari), dari ketidaksempurnaan menuju
kesempurnaan. Hasil karya manusia tersebut diekspresikan dalam berbagai bentuk dan
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Salah satu bentuk kebudayaan
tersebut adalah kesenian, baik seni suara, seni tari, seni sastra dan sebagainya. Penelitian ini akan
difokuskan pada kesenian, khususnya seni tari, dalam hal seni tari Caci.m
Manggarai, salah satu kawasan di propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki
beragam kebudayaan di antaranya seni tari. Seni tari itu pun ada bermacam- macam. Salah satu
tarian rakyat khas Manggarai yang cukup dikenal karena keunikannya adalah tarian Caci. Tarian
Caci sebagai tarian rakyat Manggarai merefleksikan kebudayaan masyarakat Manggarai dalam
kehidupan keseharian mereka. Oleh karena itu dengan menelaah tarian Caci tersebut dapat
diketahui bagaimana masyarakat Manggarai memaknai hidup dan kehidupannya. Tarian Caci
bagaimanapun mencerminkan sifat, ciri, dan tingkah laku masyarakat Manggarai (Bagul,1998:
102).
Tarian Caci, sebagai tarian tradisi masyarakat Manggarai memiliki banyak kekhasan dan
kekhususannya. Ubur (1992) menyebutkan beberapa kekhasan tarian tersebut, antara lain
kekhasan pada peralatan dan perlengkapan yang dipakai, kekhasan pada pakaian yang dikenakan
para peserta, kekhasan pada peraturan dantata tertib permainan, dan sebagainya. Semua kekhasan
tersebut tentulah bukan suatu yang kebetulan melainkan mengandung makna yang mendalam
yang perlu dikuak.
Tarian Caci adalah tarian khusus untuk laki-laki. Hanya kaum laki-laki yang
diperbolehkan menari Caci. Kalaupun dalam pertunjukan Caci tersebut perempuan terlibat,
keterlibatan para perempuan tersebut hanya sebagai pendukung, mereka bukanlah sebagai pelaku

9
utamanya. Maksudnya yang boleh bermain Caci hanyalah laki-laki, kaum perempuan hanya
membantu agar pertunjukan itu berjalan lancar dan meriah, misalnya sebagai pemukul gong dan
gendang, pelayan dan berbagai kegiatan yang memperlancar pertunjukan tersebut. Menurut
Bagus (1992), tarian Caci tersebut yang pasti mengandung banyak nilai seperti kebersamaan,
kekeluargaan, sportivitas, dan sebagainya.
 Tarian caci
Tarian Caci adalah salah satu kebudayaan orang Manggarai, NTT yang masih hidup dan
eksis sampai dewasa ini. Tarian Caci termasuk kesenian tradisional orang Manggarai. Kesenian
tradisional, menurut Edi Sedyawati (1981:119), dapat dilihat dari dua arah. Pertama, seni tradisi
dapat diartikan sebagai kesenian yang diselenggarakan demi kelangsungan satu kesatuan adat-
istiadat. Dalam hal ini tradisi atau adat-istiadat itulah yang utama, sedangkan kesenian hanya
sebagai penunjang. Kedua, seni tradisi bisa diartikan sebagai bentuk kesenian yang memiliki
tradisi norma dan aturan-aturan penataan yang tetap. Dalam hal ini kesenian itulah yang
dianggap lebih pokok. Tarian Caci sesungguhnya memenuhi dua unsur pengelompokan Edi
Sedyawati ini. Di satu sisi tarian Caci tidak pernah diadakan tanpa keperluan, tarian Caci selalu
dipentaskan dalam konteks meramaikan suatu acara, misalnya acara penti/hang woja weru (pesta
panen), rame natas (pesta kampung), dan sebagainya. Tetapi di sisi lain tarian Caci tidak bisa
dipentas begitu saja, dia harus mengikuti norma-norma dan aturan-aturan yang ada, baik dalam
berpakaian (kostum), peralatan, perlengkapan, dan peraturan serta tata tertib permainan.
Dalam tarian Caci ada banyak unsur yang dipertontonkan. Ada seni gerak berupa lomes
(gaya), seni suara berupa dere (nyanyian-nyanyian baik sebagai pengiring maupun
penyemangat), paci (teriakan kejantanan), dan sebagainya. Singkatnya tarian Caci mengandung
nilai-nilai estetika (seni) juga etika (Bagul,1998: 102). Nilai-nilai estetika sebuah tarian Caci
tercermin pada seni gerak berupa lomes atau gaya menari, seni suara berupa dere atau lagu-lagu
penebar semangat dan paci (teriakan kejantanan). Sedangkan nilai-nilai etika tarian Caci berupa
tatacara dan sopan santun ketika memukul dan dipukul, bagaimana memperlihatkan sportivitas
ketika pukulan lawan mengenainya, dan bagaimana menghargai aturan main tarian Caci yang
berlaku (Bagul, 1998:103).
Bagian badan yang boleh dipukuli dalam tarian Caci ini meliputi bagian pusar ke atas
hingga kepala. Tetapi walaupun pukulan itu mengenai bagian tersebut dari sang penari, tetapi
seorang penari Caci baru dapat dinyatakan kalah bila pukulan tersebut mengenai bagian wajah,

10
itulah yang disebut beke atau rowa. Jika hal itu terjadi maka penari tersebut harus dikeluarkan
dari arena dan tidak boleh ikut lagi sampai pagelaran Caci itu selesai.
Pada dasarnya tidak ada batasan berapa kali satu pasangan akan saling bergantian
memukul dan menangkis, yang pasti bila banyak yang ingin ikut, maka kesempatan untuk setiap
orang dibatasi. Hal itu biasanya diatur oleh pimpinan rombongan masing-masing (tukang selek).
Tetapi biasanya minimal tiga kali saling memukul dan menangkis.
Pihak yang mendapat giliran memukul, boleh memberikan haknya untuk memukul
lawannya tersebut kepada orang lain, biasanya kepada orang-orang yang dituakan atau
dihormatinya seperti pejabat pemerintah, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan sebagainya;
tetapi kewajiban untuk menangkis tetap ada padanya, tidak bisa diwakilkan kepada orang lain.
Inilah salah satu cara untuk melibatkan penonton dalam tarian Caci tersebut, khususnya para
tamu kehormatan agar merasa ikut memiliki. Bagul (1998) dan Erot (2004) berpandangan bahwa
Caci mengandung makna keperkasaan, karena mempertontonkan kelincahan dan keterampilan
memukul dan menangkis. Keperkasaan itu akan ditampilkan dalam gerakan-gerakan bernuansa
seni sehingga membuat orang tertarik untuk menontonnya. Dalam setiap tarian Caci, selalu akan
diiringi oleh bunyi gong dan gendang serta nyanyian para pendukung pria maupun wanita. Bunyi
gong dan gendang ini merupakan penebar semangat.
 Pakaian yang Dikenakan Penari Caci
Bagian kepala
Alas kepala yang paling dalam yang langsung membungkus kepala penari Caci, yang
berfungsi melindungi kepala adalah Jonggo atau sapu (destar). Jonggo ini diatur sedemikian
rupa, diikat dengan karet atau tali agar tidak terlepas. Selain untuk melindungi semua bagian
kepala kecuali muka, sekaligus sebagai alas sebelum di luarnya khususnya bagian depan
dipakaikan panggal yang menyerupai kepala kerbau lengkap dengan tanduknya. Panggal yang
terbuat dari kulit kerbau ini selain sebagai hiasan kepala, tetapi lebih dari itu digunakan untuk
melindungi kepala dari sabetan larik (cemeti). Sedangkan di bagian dagu akan dililitkan tubirapa,
terbuat dari susunan manik-manik untuk menghiasi wajah dan menambah kesan jantan dan
wibawa bagi pemakainya. Dengan dandanan seperti ini akan tampak seperti kerbau yang siap
beradu kejantanannya.
Bagian badan

11
Pada dasarnya di bagian badan (Pinggang ke atas) dibiarkan telanjang (tidak ditutupi apa-
apa). Ini merupakan bagian yang boleh dipukul atau dicambuk (pinggangke atas). Di belakang
punggung diselipkan Lalong ndeki, terbuat dari rotan yang dililiti kulit kerbau dan dihiasi bulu-
bulu binatang menyerupai ekor kerbau. Demikian juga di bagian depan diselipkan keris. Baik
Lalong ndeki maupun keris tersebut, selain sebagai hiasan tetapi terutama berfungsi melindungi
badan dari sabetan Larik (cemeti), sehingga kalaupun kena kekuatannya sudah jauh berkurang,
karena telah diredam oleh kedua benda tersebut
Bagian tangan
Pada dasarnya di bagian ini pun tidak ditutupi apa-apa. Hanya saja biasanya ada
saputangan warna-warni yang diikatkan di lengan, di siku dan dipegang di tangan kiri dan kanan.
Fungsi utama dari saputangan-saputangan tersebut untuk melap keringat, bisa dipakai sebagai
alas waktu memegang nggiling (tameng/perisai), agang maupun larik (cemeti) agar tidak licin.
Selain itu sebagai ornament ketika dia sedang menari dan bergaya. Gerakan saputangan yang
melambai-lambai akan menimbulkan kesan meriah, sehingga mengundang orang-orang untuk
datang menyaksikan berlangsungnya tarian Caci.
Bagian pinggang ke bawah
Bagian paling dalam adalah celana panjang biasanya berwarna putih. Denganmemakai
celana panjang penari Caci lebih bisa bebas bergerak. Celana panjang tersebut berfungsi
menutupi dan melindungi pinggang ke bawah dari kemungkinan pukulan nyasar, karena
sebetulnya yang boleh dipukul hanyalah bagian badan ke atas. Di luar celana panjang tersebut,
penari Caci mengenakan towe songke (sarung songke). Towe songke itu diatur sedemikian rupa
sehingga hanya sebatas lutut.
Tujuannya melindungi bagian pinggang sekaligus memperlihatkan bahwa yang menari
Caci adalah orang Manggarai. Dengan diatur sebatas lutut maka tidak akan mengganggu
gerakannya dalam menari Caci. Sarung tersebut diikat dengan selendang songke agar tidak
mudah terlepas. Paling luar dililitkan giring-giring (nggorong) yang ujung-ujung talinya
diikatkan pada selipan keris bagian depan. Tujuannya agar ketika penari Caci tersebut bergoyang
akan mengeluarkan bunyi- bunyian yang berirama yang menambah marak suasana. Giring-giring
yang lebih kecil diikatkan di kaki agar ketika dia menghentakkan kaki mengeluarkan bunyi-
bunyian yang berirama. Bunyi-bunyian yang berirama inilah yang memberikan kesan ramai dan

12
meriah, sehingga yang dari kejauhan akan tersihir mau mendekat, dan yang sudah dekat tidak
ingin beranjak pergi dari tempatnya.
 Peralatan yang Digunakan
Larik atau cemeti
Terbuat dari kulit kerbau yang dipilin dan diberi gagang dari rotan yang terbungkus kulit
kerbau sebagai pegangan bagi si pemukul. Larik ini berfungsisebagai cambuk yang akan dipakai
sebagai alat pemukul (cemeti) dalam pertunjukan Caci.
Nggiling atau tameng/perisai
Nggiling terbuat dari kulit kerbau. Biasanya berbentuk bundar atau persegi empat. Di
bagian tengah nggiling diberi pegangan, sehingga penangkis dalam tarian Caci berpegangan di
situ. Nggiling ini berfungsi sebagai perisai untuk melindungi diri si penangkis dari sabetan larik
(cemeti) yang dilontarkan si pemukul. Jadi seperti tameng/perisai yang biasa digunakan ketika
ada berperang atau bentrokan.
Agang
Agang biasanya terbuat dari bambu aur yang dililitkan tali ijuk. Agang biasanya
berbentuk setengah lingkaran diberikan hiasan tali temali dari renda-renda. Agang ini bersama
nggiling dipakai untuk melindungi badan penari dari sabetan larik (cemeti) lawan main.
Kelincahan si penerima pukulan memainkan nggiling dan agang menghindari pukulan lawan
itulah daya tarik Caci, selain ketangkasan si pemukul yang mencari peluang agar bisa kena telak
atau tepat.

13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
1. Rebha adalah salah satu kegiatan ucapan syukur atas keberhasilan panen yang dianut
oleh masyarakat ngada, dimana dalam upacara ini diresmikan dengan pemotongan hewan
yang darahnya akan di oles pada daun sehingga acara tersebut dianggap sah.
2. Sebagai salah satu warisan leluhur, Tari Lego Lego ini masih tetap dilestarikan dan jaga keberadaannya
hingga sekarang. Masyarakat juga harus memperhatikan dari segi kesejateraan hewan dengan melihat cara
membunuh dan memotong hewan dengan benar.

14

Anda mungkin juga menyukai