Anda di halaman 1dari 7

7.

Tujuan Pengujian Sensitivitas dan Spesivisitas

Sensitivitas dan spesifisitas adalah tingkat validitas yang digunakan untuk mengukur
kemampuan suatu uji diagnostik dalam mendiagnosa suatu penyakit. Sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi dari suatu uji diagnostik menunjukkan tingkat validitas yang tinggi dari
suatu uji . (Morton dan Hebel, 1984).

a. Sensitivitas

1. Untuk mengetahui probabilitas kondisional hasil tes positif, bila hewan sakit

2 “likelihood‟ suatu tes positif pada seekor hewan yang sakit

3. Mengetahui proporsi hewan yang sakit yang menunjukkan tes positif untuk penyakit
yang bersangkutan

4. Mengetahui rate positif benar

5. Menentukan positivitas dalam penyakit

b. Spesivisitas
1. Untuk mengetahui probabilitas kondisional hasil tes negatif, bila penyakit tidak ada

2. “likelihood‟ suatu tes negatif pada seekor hewan tanpa penyakit

3. Mengetahui proporsi hewan tidak sakit yang menimbulkan tes negatif penyakit yang
bersangkutan

4. Mengetahui rate negatif benar

5. Menentukan negatifitas dalam sehat

8. Menentukan nilai sensitivitas dan spesifisitas alat uji diagnostik


Adalah 2 ratio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu uji Saring atau uji
diagnostik untuk membedakan individu - individu yang mendapat penyakit dengan yang tidak
mendapat penyakit. Sensitifitas ialah kemampuan untuk mengetahui secara benar siapa yang
menderita sakit. Spesifisitas ialah kemampuan untuk mengetahui secara benar siapa-siapa yang
tidak menderita sakit. Komponen ini diperoleh dengan memmbandingkan hasil yang didapat
dengan prosedur diagnostik yang telah dikenal. (Syahril, 2005)

Sensitifitas ialah kemampuan suatu tes untuk memberikan gambaran positip pada orang
yang benar-benar sakit. Hal ini dinyatakan dalam persen (Syahril, 2005) :

Subyek yang sakit dengan tes positip


----------------------------------------------- x 100
Jumlah orang sakit yang mendapat tes

Dengan sensitifitas saja kita belum dapat mengetahui secara benar keadaan suatu
penyakit, untuk itu perlu diketahui konsep spesifisitas. Spesifisitas ialah kemampuan suatu tes
untuk memberikan gambaran negatip bila subyek yang di tes adalah bebas dari penyakit.
(Syahril, 2005)

Subyek yang tidak sakit dengan tes negatip


------------------------------------------------------ x 100
Jumlah orang yang tidak sakit yang di tes
Nilai sensitivitas dan spesifisitas bisa dalam bentuk probabilitas antara nol (0) sampai satu (1)
atau sebagai persentase (Thrusfield, 2008)

Contoh :
1. Dari hasil pemeriksaan 109 sampel otak anjing yang dicurigai rabies setelah dilakukan
uji Sellers’ diperoleh hasil 25 sampel yang menunjukkan positif sedangkan 69 yang
negatif. Namun, dari seluruh sampel yang di uji Seller’s tersebut 14 sampel yang
menunjukkan negatif palsu, sedangkan 1 sampel yang menunjukkan positif palsu
(Tabel1). Selanjutnya dari hasil uji FAT terhadap 109 spesimen otak diperoleh hasil 38
sampel yang menunjukkan positif, sedangkan sebanyak 70 sampel yang negatif.
Walaupun demikian, hasil uji FAT menunjukkan hanya 1 sampel yang negatif palsu
dan tidak ada yang menunjukkan hasil positif palsu (Tabel2).(Bogia et al.,2012)

Tabel Perhitungan Sensitivitas dan Spesisifitas Pewarnaan Seller’s. (Bogia et al.,2012)

Tabel perhitungan Sensitivitas dan Spesisifitas Uji FAT. (Bogia et al.,2012)

Menurut Akoso (2007) uji Sellers’ memiliki tingkat sensitivitas uji yang relatif rendah.
Dari penelitian ini didapatkan sensitivitas uji Seller’s sebesar 64,10 %, sedangkan untuk
spesifisitasnya didapatkan hasil sebesar 98,57 %. Dari 109 sampel yang dilakukan uji Sellers’
terdapat 1 sampel yang dinyatakan dengan hasil positif palsu dan 13 sampel dengan hasil
negatif palsu. Dari 1 sampel yang dinyatakan positif palsu pada uji Sellers’ tersebut, setelah
dilakukan uji FAT ternyata didapatkan hasil yang negatif. Hal yang sama juga terjadi pada 14
sampel yang dinyatakan negatif palsu pada uji Sellers’, setelah dilakukan uji FAT didapatkan
hasil yang positif. (Bogia et al.,2012)

Uji FAT didapatkan sensitivitas sebesar 97,43 % dan spesifisitas sebesar 100 %. Hasil
ini sesuai dengan apa yang pernah dilaporkan oleh Dean dan Abelseth (1973), yang
menyatakan bahwa uji FAT memiliki persentase tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang besar
yaitu 98-100%. (Bogia et al.,2012)
Jadi tingkat sensitivitas dan spesifisitas dari uji FAT yang digunakan untuk
mendiagnosa penyakit rabies pada anjing di Bali lebih besar dibandingkan dengan tingkat
sensitifitas dan spesifisitas dari pewarnaan Sellers’. (Bogia et al.,2012)

2. Subjek penelitian merupakan pasien yang telah dilakukan pemeriksaan angiografi koroner di
RSPM pada bulan Januari 2015-Mei 2016 dengan kriteria inklusi bersedia untuk ikut dalam
penelitian serta tidak termasuk kriteria eksklusi, yaitu memiliki penyakit jantung rematik,
penyakit katup aorta, dan sudah dilakukan pemeriksaan angiografi koroner namun mengalami
infark miokard baru. Jumlah minimal subjek penelitian dihitung dengan rumus uji diagnostik
didapatkan sebesar 33 orang dan diambil menggunakan metode purposive sampling. .(Kadarman
et al.,2016)

Variabel dalam penelitian ini, yaitu pemeriksaan untuk diagnosis PJK dengan ABI dan
CIMT sebagai variabel prediktor serta pemeriksaan untuk diagnosis PJK dengan angiografi koroner
sebagai variabel outcome. Ketiganya menggunakan skala nominal. Angiografi koroner
dikategorikan positif apabila terdapat stenosis ≥ 50% pada cabang utama arteri koronaria; nilai
normal ABI adalah 0,9-1,3; dan cut-off point CIMT adalah 0,9 mm.(Kadarman et al.,2016)
Analisis data dilakukan dengan menggunakan tabel 2x2 untuk uji diagnostik, kemudian
dihitung sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, dan akurasi.
.(Kadarman et al.,2016)
Dari ketiga hasil pemeriksaan yang dibandingkan dengan pemeriksaan baku emas
angiografi koroner, didapatkan bahwa pemeriksaan CIMT pada bulbus karotikus memiliki nilai
sensitivitas yang paling tinggi (95,24%), sedangkan pemeriksaan yang paling tidak sensitif adalah
ABI (35,71%). Pemeriksaan yang memiliki nilai spesifisitas tertinggi adalah ABI (94,44%) dan
pemeriksaan yang paling tidak spesifik adalah CIMT pada bulbus karotikus (61,11%)..(Kadarman
et al.,2016)
DAFTAR PUSTAKA

Akoso BT. 2007. Pencegahan & Pengendalian RABIES; Penyakit Menular pada Hewan dan
Manusia. Kanisius. Yogyakarta.

Dean DJ. & Abelseth MK. 1973. The fluorescent antibody test. In: Kaplan, M.M. and
Koprowski, H, Laboratory techniques in rabies, pp73-84 (3rd edition). Geneva, World
Health Organization (Monograph Series,No.23).

J. Silman, Gary J. Macfarlane. 2002.Epidemiological Studies A Practical Guide Second Edition


The Medical School. University of ManchesterThe Medical School.

Kadarman et al.,2016. Perbandingan Sensitivitas dan Spesifisitas Ankle-Brachial Index dengan


Carotid Intima-Media Thickness dalam Mendeteksi Penyakit Jantung Koroner
Signifikan. Jkd, vol. 5, no. 4, oktober 2016 : 1111-1124

Morton RF & Hebel JR. 1984. A Study Guide to Epidemiology and Biostatistics. 2nd Edition.
Aspen Publisher.

Steven Yohanes Bogia, I Made Kardena, I Made Sukada, Ketut Eli Supartika. 2012.
Comparison Study of Sensitivity and Specificity between Sellers’ Stain and Fluorescent
Antibody Technique (FAT) on Diagnostic of Dog Rabies in Bali). Indonesia Medicus
Veterinus 2012 1(1): 12-21

Syahril. 2005. Diagnostic & Screening. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran.
Universitas Sumatera Utara

Thrusfield Michael. 2008.Veterinary Epidemiology, third edition

Anda mungkin juga menyukai