Anda di halaman 1dari 20

SKRINING

(PENYARINGAN)
Dian Maya Sari Siregar, SKM, M.Kes.
Skrining (Penyaringan)

Penemuan kasus secara aktif pada orang-orang


yang tanpa gejala dan nampak sehat atau suatu
proses dimana penyakit-penyakit/kelainan-
kelainan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi dengan menggunakan uji-uji
yang dapat diterapkan secara cepat dalam
skala yang besar.
Tujuan Skrining
1. Riset
 Survei epidemiologi untuk menentukan frekuensi
penyakit.
 Melihat riwayat alamiah suatu penyakit.

2. Perlindungan kesehatan masyarakat


 Menentukan kasus yang berbahaya bagi orang
lain.
Mis : Tb Paru, HIV
3. Prescriptive
 Sebagai landasan anjuran/petunjuk tertentu bagi
individu yang mempunyai tanda-tanda dini.
Mis: Ibu dengan BTA (+), maka anak balita perlu
dilakukan mantoux test, bila (+) diberi
prophylaxis INH.
Manfaat Skrining
1. Mendapatkan mereka yang menderita penyakit sedini
mungkin sehingga dapat segera memperoleh pengobatan.
2. Mencegah meluasnya penyakit di masyarakat.
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk
memeriksakan diri sedini mungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambran kepada petugas
kesehatan tentang sifat penyakit dan selalu waspada
melakukan pengamatan terhadap gejala dini.
5. Mendapatkan keterangan epidemilogis yang berguna bagi
klinisi dan peneliti.
Syarat Skrining
1. Penyakit merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
sangat penting (serius, prevalensi tinggi, penyakit
menahun/non infeksi).
2. Harus ada cara pengobatan untuk penderita.
3. Fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan harus ada.
4. Harus diketahui stadium prepatogenesis dan patogenesis.
5. Harus ada cara pemeriksaan yang tepat.
6. Pemeriksaan dilakukan tidak berbahaya/dapat diterima oleh
masyarakat.
7. Diketahui riwayat alamiah suatu penyakit.
8. Biaya penurunan kasus dapat ekonomis.
Beberapa Macam Skrining
1. Mass screening (skrining massal), yaitu penyaringan yang
melibatkan populasi secara keseluruhan.
2. Multiple screening (skrining multifasik), yaitu penggunaan
berbagai uji penyaringan yang diterapkan pada saat yang
sama.
3. Selective screening (skrining yang ditargetkan=khusus),
yaitu penyaringan ditujukan kepada kelompok tertentu
(yang terkena paparan spesifik).
4. Single screening (skrining oportunistik), yaitu penyaringan
yang hanya ditujukan pada satu jenis penyakit.
Langkah-Langkah Skrining
1. Menetapkan masalah kesehatan yang ingin
diketahui.
2. Menetapkan cara pengumpulan data, instrumen
yang ingin digunakan, uji diagnostik yang
dipakai diperoleh validitas dan reliabilitas yang
handal.
3. Menetapkan kelompok sasaran (sesuai tujuan).
4. Pelaksanaan skrining (identik dengan
penelitian).
5. Mempertajam penyaringan.
6. Penyusunan laporan dan tindak lanjut.
Peralatan yang digunakan
Dalam pelaksanaan skrining, membutuhkan peralatan
sesuai dengan diagnosis yang ditentukan. Beberapa
contoh :
1.USG untuk mendeteksi kelainan penyakit dalam perut,
misalnya apendikitis, gastritis, deteksi kehamilan, dll.
2.Tensimeter dan stetoskop untukpemeriksaan tekanan
darah untuk mendeteksi hipertensi.
3.Pemeriksaan RO (Rontgen) untuk uji tapis penyakit
TBC, paru, kelainan tulang, dll
4.Mammografi untuk mendeteksi ca mammae
Peralatan yang digunakan
5. Pap smear untuk mendeteksi ca cervix
6. Stick test pemeriksaan reduksi untuk
mendeteksi penyakit diabetes mellitus
7. Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi
Penyakit Jantung Koroner
8. DDST untuk screening tumbuh kembang
anak, dll
Kriteria yang harus dipenuhi dalam
skrining (Validitas, Reliabilitas, Yield)
1. Validitas
 Kemampuan dari test tersebut untuk memberikan indikasi
pendahuluan mengenai siapa yang menderita penyakit
(sakit) dan yang tidak sakit (sehat).
 Unsur validitas ;
a. Sensitivitas kemampuan skrining untuk menentukan
yang benar-benar sakit dari kelompok yang dianggap
sakit.
b. Spesifisitas kemampuan skrining untuk menentukan
yang benar-benar tidak sakit dari kelompok yang tidak
sakit.
Tabel Kontingensi

Tabel ini digunakan dalam penyajian data hasil skrining untuk mengetahui
sensitivitas dan spesifisitas dari alat uji yang digunakan dalam skrining.
Diagnosis

Uji
Sakit Tidak sakit Jumlah
penyaringan

Positif a = True Positive b = False Positive a+b

Negatif c = False Negative d = True Negative c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d


Formula
 Sensitivitas : a/(a+c) x 100%
 Spesifisitas : d/(b+d) x 100%

 Positive Predictive Value (PPV):

a/(a+b) x 100%
 Negative Predictive Value (NPV):

d/(c+d) x 100%
 POSITIVE PREDICTIVE VALUE (PPV)
Proporsi mereka dengan hasil test positif yang
benar-benar sakit.

 NEGATIVE PREDICTIVE VALUE (NPV)


Proporsi mereka dengan hasil test negatif yang
benar-benar tidak sakit.
2. Reliabilitas
 Suatu uji dikatakan reliabel apabila test tersebut memberikan
hasil yang sama pada penggunaan lebih dari satu kali dalam
keadaan yang sama (memberikan hasil yang stabil atau
berdekatan).
 Variasi hasil dapat terjadi karena ;
1. Laboratorium
 Skala pengukuran yang berbeda/jelek
 Prosedur pengukuran tidak jelas

2. Subjek
 Perbedaan biologik dari individu
 Perubahan hasil pengobatan pada individu
 Perubahan sementara pada penderita

3. Observer (Pengamat)
 perbedaan interpretasi
 Perbedaan kriteria
 Variasi dari pengamat
 Upaya meningkatkan reliabilitas :
a) Pembakuan /standarisasi cara screening
b) Peningkatan ketrampilan pengamat
c) Pengamatan yang cermat pada setiap nilai pengamatan
d) Menggunakan dua atau lebih pengamatan untuk setiap
pengamatan
e) Memperbesar klasifikasi kategori yang ada, terutama
bila kondisi penyakit juga bervariasi / bertingkat.
3. Yield (hasil)
Jumlah kasus sebelumnya tidak ada atau tidak diketahui
dan sekarang sudah diketahui dan diberikan intervensi
(pengobatan).
 Hasil dipengaruhi ;

a. Sensitivitas dari test


b. Ada tidaknya penemuan kasus terdahulu / prevalensi
penyakit
c. Partisipasi masyarakat/kelompok sasaran & konsep
sehat masyarakat sehari-hari
d. Frekuensi skrining
Intervensi Terapeutik
 Setelah diketahui hasil skrining maka perlu dilakukan
intervensi terapetik sesuai dengan kasus dan diagnosis
skrining.
 Contoh-contoh intervensi terapetik :
 Untuk kasus TBC maka perlu intervensi pengobatan
seperti INH, dll
 Untuk tekanan darah tinggi perlu intervensi terapeutik
pengaturan diet rendah garam, tinggi protein, pengaturan
emosi, dll
Intervensi Terapeutik

 Untuk Ca serviks perlu intervensi terapetik


kemoterapi, dll
 Untuk penyakit jantung perlu intervensi
pemberian obat jantung, diet, dll
 Untuk pertumbuhan dan perkembangan anak
diperlukan intervensi berupa stimulasi-stimulasi,
penambahan gizi, terapi, dll
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai