Mata Kuliah : Epidemiologi Dosen : Almaini,S.kep,M.kes
TUGAS RINGKASAN MATERI !!
SKRINING Menurut WHO pengertian skrining adalah upaya pengenalan penyakit atau kelainan yang belum diketahui dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat secara cepat membedakan orang yang tampak sehat benar-benar sehat dengan orang yang tampak sehat tetapi sesungguhnya menderita kelainan. Skrining adalah pemeriksaan orang-orang asimptometik untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau diperkirakan tidak mengidap penyakit yang menjadi objek skrining (Sulistiani, 2012). Tujuan skrining adalah mencegah penyakit atau akibat penyakit dengan mengidentifikasi individu-individu pada suatu titik dalam riwayat alamiah ketika proses penyakit dapat diubah melalui intervensi. Bustan (2006) memiliki pendapat yang berbeda mengenai tujuan dilakukannya skrining yaitu : a. Mendapatkan mereka yang menderita sedini mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan, b. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat, c. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin, d. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat penyakit dan selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini, e. Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinisi dan peneliti. Jenis-jenis skrining dibagi berdasarkan sasaran atau populasi yang akan di skrining yaitu sebagai berikut. 1. Mass screening Skrining yang dilakukan pada seluruh populasi. Misalnya, mass X-ray survey atau blood pressure skrining pada seluruh masyarakat yang berkunjung pada pelayanan kesehatan. 2. Selective screening Populasi tertentu menjadi sasaran dari jenis skrining ini, dengan target populasi berdasarkan pada risiko tertentu. Tujuan selective screening pada kelompok risiko tinggi untuk mengurangi dampak negatif dari skrining. Contohnya, Pap’s smear skrining pada wanita usia > 40 tahun untuk mendeteksi Ca Cervix, atau mammography skrining untuk wanita yang punya riwayat keluarga menderita Ca. 3. Single disease screening Jenis skrining yang hanya dilakukan untuk satu penyakit. Misalnya, skrining terhadap penderita penyakit TBC, jadi lebih tertuju pada satu jenis penyakit. 4. Case finding screening Case finding adalah upaya dokter atau tenagga kesehatan untuk menyelidiki suatu kelainan yang tidak berhubungan dengan kelompok pasien yang datang untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan. Penderita yang datang dengan keluhan diare kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap mamografi atau rongen torax. 5. Multiphasic screening Pemeriksaan skrining untuk beberapa penyakit pada satu kunjungan waktu tertentu. Jenis skrining ini sangat sederhana, mudah dan murah serta diterima secara luas dengan berbagai tujuan seperti pada evaluasi kesehatan dan asuransi. Sebagai contoh adalah pemeriksaan kanker disertai dengan pemeriksaan tekanan darah, gula darah dan kolesterol. Kriteria Skrining Menurut Carr (2014), beberapa kriteria harus dipertimbangkan dalam melakukan pengembangan program skrining. Kriteria tersebut dapat sepenuhnya dipenuhi atau tidak dapat dipenuhi sama sekali. Penentuan kelompok sasaran skrining berdasarkan syarat-syarat sebagai berikut : 1. Kondisi/penyakit merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Jenis penyakit yang tepat untuk skrining : a. Merupakan penyakit yang serius, misalnya penyakit kanker payudara ini sangat berbahaya apabila tidak segera ditangani. b. Pencegahan sebelum terjadi gejala muncul itu lebih baik daripada setelah gejala muncul, misalnya hindari kegemukan, kurangi makaan lemak, usahakan hanya mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A dan C, olahraga secara teratur, dan chek-up payudara sejak dini secara teratur. c. Prevalensi penyakit pre-klinik harus lebih tinggi pada populasi yang diskrining 2. Harus ada cara pengobatan untuk penderita yang ditemukan dengan skrining, misalnya pada kasus kanker payudara penderita yang diketahui terpapar penyakit harus segera dilakukan pengobatan sesuai dengan tipe dan stadium yang dialami penderita. Seperti pembedahan, radiotherapy, therapy hormone, chemotherapy, dan pengobatan herceptin. 3. Tersedia fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan, misalnya pada kasus kanker payudara di rumah sakittelah tersedia pelayanan untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit kanker payudara. 4. Harus dikenal simtomatik dini dan masa laten. 5. Tidak berbahaya dan dapat diterima masyarakat. 6. Harus ada cara pemeriksaan yang cocok, misalnya pada kasus kanker payudara deteksi dini yang paling sederhana adalah sadari atau mammografi. 7. Diketahui riwayat alamiah penyakit. pada kanker payudara sejak ditemukan prakanker sampai terjadinya kanker memerlukan waktu yang lama yaitu lebih dari satu tahun. 8. Harus ada kebijakan yang dianggap penderita 9. Biaya skrining (termasuk diagnosis dan pengobatan) seimbang dengan biaya medis keseluruhan. 10. Penemuan kasus merupakan proses yang berlangsung terus menerus, misalnya pada kasus kanker payudara ini didapatkan data selama satu tahun tiap bulannya. 11. Masalah yang termasuk dalam kriteria skrining : Harus terdapat kebutuhan yang diidentifikasi. Terdapat uji skrining yang dapat diterima. Strategi intervensi harus tersedia. Tanpa adanya intervensi dini, penyakit dapat berdampak buruk. Menargetkan program skrining. Uji skrining harus memiliki kualitas tertentu. Individu yang berisiko harus memiliki kecenderungan yang kuat agar ikut berpartisipasi dalam skrining yang ditawarkan (Carr, 2014). Validitas adalah kemampuan daripada tes penyaringan untuk memisahkan mereka yang betul-betul menderita terhadap mereka yang betul-betul sehat atau dengan kata lain besarnya kemungkinan untuk menempatkan setiap individu pada keadaan yang sebenarnya. Validitas ditentukan dengan melakukan pemeriksaan di luar tes penyaringan untuk diagnosis pasti, dengan ketentuan bahwa biaya dan waktu yang digunakan pada setiap pemeriksaan diagnostik lebih besar daripada yang dibutuhkan pada penyaringan. Ada dua komponen yang menentukan tingkat validitas, yakni: (1) nilai sensivitas yaitu kemampuan dari suatu tes penyaringan yang secara benar menempatkan mereka yang betul-betul menderita pada kelompok penderita; dan (2) nilai spesifitas yaitu kemampuan daripada tes tersebut yang secara benar menempatkan mereka yang betul-betul tidak menderita pada kelompok sehat. (Noor, 2008). Menurut (Murti, 1997), validitas mempersoalkan akurasi peneliti dalam mengamati mengukur, mewawancarai, menginterpretasikan, mencatat, mengolah informasi yang diperoleh dari subjek penelitian. Validitas dalam pengertian itu disebut validitas pengukuran (validitas instrumen). Validitas pengukuran mencakup sejumlah dimensi: 1. Validitas Muka Validitas muka adalah fakta yang mempersoalkan kemampuan model pertanyaan dalam suatu instrumen untuk merefleksikan variabel yang hendak diukur, dan untuk dapat ditafsirkan responden dengan benar. 2. Validitas Isi Validitas isi adalah fakta yang mempersoalkan kemampuan instrumen meliputi semua substansi variabel yang hendak diukur. 3. Validitas Kriteria Validitas kriteria adalah fakta yang mempersoalkan akurasi instrumen yang baru (murah), relatif dibandingkan dengan instrumen yang ideal (mahal). 4. Validitas Konstruk Validitas konstruk adalah fakta yang mempersoalkan relevansi pengukuran instrumen terhadap konteks teori yang berlaku. Karakteristik tes skrining Untuk keberhasilan suatu program skrining, ketersediaan tes skrining juga diperlukan selain juga harus memiliki kriteria penyakit yang cocok untuk di skrining. Tes skrining seharusnya juga tidak mahal, mudah dilaksanakan dan memberikan ketidaknyamanan yang minimal pada pasien. Dan juga hasil skrining haruslah valid dan konsisten (Sarwani, 2007). Validitas Validitas adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi, 2013). Sedangkan menurut Saifuddin Azwar (2014) bahwa validitas mengacu sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Sedangkan validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan antara orang yang sakit dan orang yang tidak sakit. Validitas mempunyai dua komponen yaitu : 1) Sensitivitas Kemampuan yang dimiliki oleh alat ukur untuk menunjukan secara tepat individu-individu yang menderita penyakit atau besarnya probabilitas seseorang yang sakit akan memberikan hasil tes positif pada tes diagnostik tersebut. Sensitivitas merupakan true positive rate (TPR) dari suatu tes diagnostik. 2) Spesifisitas Kemampuan yang dimiliki oleh alat ukur untuk menunjukan secara tepat individu-individu yang tidak menderita sakit. Besarnya probabilitas seseorang yang tidak sakit atau sehat akan memberikan hasil tes negatif pada tes diagnostik. Sensitivitas merupakan true negative rate (TNR) dari suatu tes diagnostik. Sensitivitas dan spesifisitas merupakan komponen ukuran dalam validitas, selain itu terdapat pula ukuran-ukuran lain dalam validitas yaitu : True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar- benar menderita penyakit dengan hasil tes positif pula. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang sebenarnya tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak sakit dengan hasil test yang negatif pula. False negative, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang sebenarnya menderita penyakit tetapi hasil test negatif.